You are on page 1of 2

“Mengapa Harus Menolak Rencana Pemerintah Menaikkan Harga BBM per 1 April 2012?


Pernyataan Sikap
BEM UNIVERSITAS INDONESIA

1. Sebagai anchor price, kenaikan harga BBM akan menyebabkan kenaikan harga-harga barang dan jasa
(inflasi) lain terutama pangan, dan yang paling menerima imbasnya adalah rakyat miskin yang akan
terancam daya beli dan kebutuhan dasarnya (pendidikan, kesehatan, pangan, dll.).
2. Kurva permintaan BBM adalah inelastis sehingga melonjaknya harga BBM tidak signifikan mengurangi
konsumsi BBM, justru rakyat akan semakin terbebani karena tetap harus membeli BBM untuk keperluan
sehari-hari sehingga mengorbankkan kebutuhan dasarnya yang lain.
3. Sebelum tersedianya jaminan sosial (pendidikan, kesehatan, pangan, dll) yang layak dan energi
alternatif sebagai subsitusi BBM secara luas (konversi energi ke gas yang telah dicanangkan sejak tahun
1981, hingga kini belum jauh beranjak dari tataran wacana: baru tersedia 14 SPBG se-Indonesia dan
harga converter kitRp 12 juta tidak terjangkau), mempertahankan harga BBM saat ini adalah kewajiban
pemerintah guna menjamin stabilnya daya beli rakyat terhadap kebutuhan-kebutuhan dasar.
4. BLT ataupun BLSM adalah paket kebijakan yang keliru, terbukti gagal, dan tidak bisa diterima
(masyarakat Papua menolak BLSM, lurah di daerah menolak BLSM karena tidak ingin menjadi kambing
hitam dari ketidakmerataan pembagian, mendidik budaya mengemis dan konsumtif, tidak dialokasikan
dengan layak oleh penerima misalnya justru untuk mengganti rokok, dll.), baik sebagai solusi atas
kenaikan harga ataupun peredam shock sementara. BLSM sangat rentan dipolitisasi dan menjadi lahan
korupsi. Keberhasilan kebijakan transfer payment di Amerika Serikat tidak serta merta menjadikan BLSM
layak diterapkan di Indonesia karena perbedaan kondisi sosiologis dan geografis yang sangat timpang.
5. Alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM tidak bisa diterima:
a. Mengemukakan alasan menaikkan harga BBM karena melonjaknya harga minyak internasional adalah
inkonstitusional karena MK telah membatalkan pasal 28 ayat 2 UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan
minyak dan Gas Bumi yang berisi tentang pelepasan harga minyak dan gas bumi mengikuti harga pasar.
b. Mengemukakan alasan menaikkan harga BBM karena APBN yang ‘tercekik’ karena beban subsidi
adalah keliru karena:
i. Pemerintah tidak pernah secara transparan menyatakan seberapa parahnya kondisi APBN sehingga
terpaksa mengambil kebijakan yang kontroversial dan memancing munculnya disfungsi sosial seperti
kenaikan harga BBM.
ii. APBN terbebani bukan karena subsidi melainkan oleh korupsi, kebocoran anggaran, dan biaya birokrasi
yang tidak rasional.
iii. Kajian dari ICW (Indonesian Corruption Watch) menunjukkan indikasi mark up dalam perhitungan
besaran subsidi BBM dan LPG versi pemerintah sebesar 30 Triliun jika harga BBM tetap dan 43 Triliun jika
harga BBM naik. Diduga, selisih puluhan Triliun ini menjadi semacam ATM Politik baik untuk pemilu 2014
maupun kepentingan berbagai pihak saat ini seperti partai politik dan pengusaha. Sehingga, menurut
ICW harga BBM 2012 tidak perlu naik, APBN tidak bleeding, dan tidak perlu ada penambahan defisit
anggaran di APBN untuk menutupi beban subsidi.
6. Permasalahan harga BBM ini adalah puncak gunung es dari permasalahan regulasi Migas di Indonesia
sejak era reformasi, sejak dirancangnya UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan minyak dan Gas
Bumimenggantikan UU No. 44/Prp/1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, yang
menjustifikasi lepasnya penguasaan negara atas sektor migas. Hal ini bertentangan dengan Pasal 33 ayat
3 UUD 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
7. Rencana kebijakan pengurangan subsidi BBM bukan berdasar strategi industri nasional melainkan
kepentingan pihak asing, tercermin dari permasalahan regulasi Migas di atas yang juga merupakan
turunan dari Memorandum of Economic and Financial Policies (LoI IMF, Jan. 2000), yang di antaranya
berisi: “menjamin bahwa kebijakan fiskal dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap
kompetitif secara internasional, membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional”, dimana
arah kebijakan ini bertentangan dengan falsafah pengelolaan Migas nasional, tercermin dari Pasal 33
UUD 1945 dan UU No. 44/Prp/1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
Solusi-Solusi Alternatif
1. Jangka pendek untuk menutupi beban subsidi:
a. Realokasi anggaran dari pos belanja birokrasi (gaji birokrat, biaya protokoler, dll.) di APBN yang sangat
membengkak (meningkat 600% dari 2005 ke 2012).
b. Peningkatan pajak mobil mewah untuk menanggapi subsidi BBM yang salah sasaran.
2. Jangka menengah untuk kesehatan APBN:
a. Peningkatan penerimaan Negara dari sektor pajak. Tax ratio Indonesia terhadap PDB, sebagai negara
berkembang, terhitung kecil (12,3%). Jika Indonesia dapat meningkatkan tax ratio-nya sebesar 3% saja,
mendekati standar tax ratio negara-negara berkembang secara umum (15%-17%), negara mendapat
tambahan dana sekitar Rp240 Triliun.
b. Pengurangan kebocoran anggaran secara signifikan. Indikasi kebocoran anggaran di APBN 2012
sebesar 30%. Jika ingin menyehatkan APBN, disiplin anggaran lah yang harus ditegakkan, bukan
pengurangan subsidi BBM yang pada akhirnya mengorbankan rakyat.

Tuntutan BEM UI:


1. Batalkan rencana pemerintah menaikkan harga BBM per 1 April karena:
a. Tidak memiliki alasan yang rasional dan bukan berdasar strategi industri nasional,
b. Berdampak sistemik bagi kesejahteraan sosial,
c. Terindikasi mark up, dan
d. Meneruskan skenario liberalisasi sektor migas sejak UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan minyak
dan Gas Bumi.
2. Perbaiki regulasi tentang pengelolaan migas, segera revisi UU No. 22/2001 Tentang Pertambangan
minyak dan Gas Bumi dan regulasi lainnya terkait pengelolaan migas yang:
a. berskenario liberalisasi,
b. mengancam kedaulatan energi nasional, dan
c. bertentangan secara filosofis dan yuridis dengan pasal 33 UUD 1945.
3. Prioritaskan diversifikasi energi dari BBM ke gas dan ke energi alternatif lainnya mengingat cadangan
gas nasional yang besar (mencapai jangka waktu 90 tahun menurut LIPI), dan BBM sebagai energi tak
terbarukan.
4. Segerakan pengadaan jejaring pengaman sosial demi pemenuhan tanggung jawab negara terhadap
hak-hak EKOSOB (Ekonomi, Sosial, dan Budaya) warga negara yang telah diratifikasi covenant-nya
menjadi UU No. 11 tahun 2005 dan implementasi Pasal 34 UUD 1945.
5. Secara garis besar, tegakkan pasal 33 dan 34 UUD 1945 sebagai amanat konstitusi dalam
penyelenggaraan negara demi kepentingan nasional dan kepentingan rakyat.

- Melalui pernyataan sikap ini, BEM UI dengan tegas menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM
per 1 April 2012.
- BEM UI menegaskan pula bahwa persoalan ini bukan sekadar tentang dampak-dampak yang bisa
terjadi karena kenaikan harga, baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Melainkan, ini adalah puncak
gunung es dari permasalahan pengelolaan Migas nasional yang harus segera dibenahi.
- BEM UI juga akan terus mendorong pemerintah membenahi pengelolaan sektor Migas nasional sesuai
dengan tuntutan-tuntutan di atas karena posisinya yang strategis terhadap keberlangsungan hidup rakyat
Indonesia.

You might also like