You are on page 1of 16

8.

Sistem Partikel Berinteraksi


Sejauh ini baru kita pelajari sistem partikel yang “saling bebas” tanpa interaksi. Sistem
sederhana ini dapat dipenuhi hanya pada kondisi fisis khusus (metal pada suhu rendah,
gas pada suhu tinggi tekanan rendah etc.)

Pada kondisi real yang lain, banyak dijumpai partikel-partikel dalam sistem akan
berinteraksi.

• Zat padat
• Gas klassik non-ideal
• Ferromagnetisme

8.1. Zat Padat/Solid

8.1.1. Vibrasi Kisi dan Mode Normal

Zat pada yang terdiri dari N atom:

Katakanlah variabel ξiα merupakan pergeseran dari titik setimbang,

ξ iα = xiα − xi(α0 )
setimbang

xi(α0)

xiα
Maka energi kinetik vibrasi:

1 N 3 1 N 3
∑ ∑ mi x&iα = ∑ ∑ miξ&iα
2 2
Ek =
2 i =1α =1 2 i =1α =1

disini x&i2α = ξ&i2α merupakan kecepatan atom ke-i.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 86


Energi potensial:
⎡ ∂V ⎤ 1 ⎡ ∂ 2V ⎤
V = V0 + ∑ ⎢ ξ
⎥ iα + ∑ ⎢ ⎥ξ iα ξ jγ + .....
iα ⎣ ∂xiα ⎦ 2 iα , jγ ⎢⎣ ∂xiα ∂x jγ ⎥⎦

jumlah i,j dari 1 s/d N; sedangkan α, γ dari 1 s/d 3.

∂V
Kalau dalam keseimbangan V minimum, maka =0.
∂xiα
∂ 2V
Kalau disingkat = Aiα , jγ dan abaikan suku-suku tinggi, maka:
∂xiα ∂x jγ
1
V = V0 + ∑ Aiα , jγ ξ iα ξ jγ
2 iα , jγ

Sehingga Hamiltonian total pada zat padat menjadi:

Kinetik
Potensial

1 N 3 &2 1
H = V0 + ∑ ∑ miξ iα + ∑ Aiα , jγ ξ iα ξ jγ
2 i =1α =1 2 iα , jγ

Cukup sederhana, Complicated,


satu koordinat hasil kali koordinat

Pada bagian potensial Æ atom saling berinteraksi, jadi tidak saling independen.

Untuk penyederhanaan, transformasikasikan koordinat:


3N
ξ iα = ∑ Biα , r qr (Trik mekanika klassik)
r =1

Hal ini akan menjadikan:


1 3N
H = V0 + ∑ (q& r2 + ω r2 qr2 )
2 r =1
Suku qr disebut “koordinat normal”, dengan frekuensi “mode normal” ωr

Sekarang kita lihat kasus satu dimensi terlebih dahulu:


1
H r = (q& r2 + ω r2 qr2 )
2

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 87


Keadaan kuantum yang mungkin kita beri label:
nr = 0,1,2,3,….
berkaitan dengan energi:
ε r = (nr + 1 )hω r
2

Kalau sekarang diperluas dengan 3N osilator harmonik independen, maka keadaan


kuantum Æ [n1, n2, n3, … n3N ]

Energi total:
3N
E n1 ,n 2 ,n 3 ,....., n3 N = V0 + ∑ (nr + 1 )hω r
2
r =1

Kalau ditulis sedikit lain:


3N
E n1 ,n 2 ,n 3 ,....., n3 N = − Nη + ∑ (nr hω r )
r =1

3N
dengan − Nη = V0 + 1 ∑ hω r Æ konstan tidak tergantung nr
2
r =1
Terlihat bahwa −Nη energi terkecil yang mungkin.

3N
Kita tahu bahwa 1 ∑ hω r adalah “energi titik nol”.
2
r =1

Æ η energi ikat per-atom dalam solid pada suhu nol mutlak.

Fungsi partisi dengan mudah dapat dihitung:

− β ( − Nη + n1hω1 + n 2 hω 2 + ......n3 N hω 3 N )
Z = ∑e
n1 , n 2 ,.....
⎛ ∞ ⎞⎛ ∞ ⎞ ⎛ ∞ ⎞
= e βNη ⎜ ∑ e − β ( n1hω1 ) ⎟⎜ ∑ e − β ( n2 hω 2 ) ⎟.....⎜ ∑ e − β ( n3 N hω3 N ) ⎟
⎜ n =0 ⎟⎜ n = 0 ⎟ ⎜ n =0 ⎟
⎝ 1 ⎠⎝ 2 ⎠ ⎝ 3N ⎠
⎛ ⎞⎛ ⎞ ⎛ ⎞
= e βNη ⎜⎜
1 1 1
⎟⎟⎜⎜ ⎟⎟.....⎜⎜ ⎟⎟
⎝ 1 − e − βhω1 ⎠⎝ 1 − e − βhω 2 ⎠ ⎝ 1 − e − βhω 3 N ⎠
atau
3N
ln Z = βNη − ∑ ln(1 − e − βhω r )
r =1
Frekuensi mode normal yang mungkin ωr bernilai berdekatan, sehingga cukup
menguntungkan kalau didefinisikan besaran
σ(ω) dω ≡ jumlah mode normal dengan frekuensi angular antara ω dan ω + dω.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 88


σ(ω)

Seterusnya:

ln Z = βNη − ∫ ln(1 − e − βhω )σ (ω )dω
0

Jadi energi rata-rata:



∂ ln Z hω
E =− = − Nη + ∫ βhω σ (ω )dω
∂β 0
e −1

Kapasitas panas pada volume konstan menjadi:


⎛ ∂E ⎞ ⎛ ∂E ⎞
CV = ⎜⎜ ⎟⎟ = −kβ 2 ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ ∂T ⎠V ⎝ ∂β ⎠V

e β hω
CV = k ∫ βhω ( βhω ) 2 σ (ω )dω
0
(e − 1) 2

Terlihat disini bahwa problem statistik sangat sederhana. Yang terlihat sulit adalah
transformasi Hamiltonian, yakni problem mekanika untuk mencari frekuensi mode
normal.

Pada suhu tinggi (yakni kT >> hω max ) diperoleh:


e βhω = 1 + β hω
sehingga:

CV = k ∫ σ (ω )dω = 3 Nk
0

Hasil sudah didapat sebelumnya (kaidah Dulong dan Petit)

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 89


Pada suhu lainnya, secara umum:


e β hω
CV = k ∫ βhω
( β hω ) 2 σ (ω )dω
0
( e − 1) 2

evaluasi integral ini membutuhkan beberapa pendekatan.

8.1.2. Pendekatan Debye

Perhitungan σ(ω) jumlah frekuensi mode normal cukup menyulitkan (complicated).

Debye melakukan asumsi bahwa perambatan gelombang di solid seperti suara: ω = cs k,


sehingga:
V V
σ c (ω )dω = 3 (4πk 2 dk ) = 3 2 3 ω 2 dω
(2π ) 3
2π c s
disini cs merupakan kecepatan gelombang dan angka 3 muncul dari kemungkinan tiga
arah polarisasi.

Pendekatan Debye selanjutnya:

⎧σ (ω ) untuk ω < ω D
σ D (ω ) = ⎨ D
⎩ 0 untuk ω > ω D

Disini ωD disebut frekuensi Debye (batas atas).


∞ ωD

∫σ
0
D (ω )dω = ∫ σ c (ω )dω = 3 N
0

V
kalau dimasukkan σ c (ω )dω = 3 ω 2 dω , akan diperoleh:
2π c2 3
s
1

⎛ N⎞ 3

ω D = c s ⎜ 6π 2

⎝ V⎠
apabila dihitung secara numerik, didapat ωD ≈ 1014 det-1 (pada daerah inframerah).

Sekarang kalau kita evaluasi kapasitas panas:



e β hω
CV = k ∫ βhω ( β hω ) 2 σ (ω )dω
0
( e − 1) 2


e β hω 3V
CV = k ∫ β hω
( β hω ) 2 ω 2 dω
0
(e − 1) 2
2π c s
2 3

dapat ditulis:
θD
CV = 3Nkf D ( )
T

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 90


dalam hal ini
y
3 ex
3 ∫
f D ( y) = x 4 dx Æ fungsi Debye
y 0 (e − 1)
x 2

dan temperatur Debye didefinisikan: kθ D = hω D

Sekarang kita tinjau kondisi-kondisi ekstrim:

Ó Pada suhu sangat tinggi, kT >>> hω D maka x << 1 dan


y
3
3 ∫
f D ( y) → x 2 dx = 1
y 0
lalu CV = 3Nk, kembali ke kasus lama Dulong-Petit

Ó Pada suhu rendah, kasus ini lebih menarik.


Evaluasi integral menghasilkan CV ∝ β -3 ∝ T 3
Æ hasil terakhir ini sesuai dengan kenyataan eksperimen.

3Nk

CV

8.2. Gas Klassik Non-Ideal

Ingat kembali pengertian “gas ideal”:


) Tidak ada interaksi antar molekul-molekul gas.
Energi potensial antar molekul pada kasus ini diabaikan.

Sekarang kita lihat apabila interaksi ini dimasukkan dalam perhitungan (gas klassik non-
ideal).

8.2.1. Perhitungan Fungsi Partisi untuk Kerapatan Rendah

Tinjau gas monatomik dengan jumlah partikel N, volume V dan temperatur T.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 91


N
V n = N/V

Energi sistem atau Hamiltonian:


Energi kinetik
H = Ek + U
Energi potensial
dengan
1 N 2
Ek = ∑ pj
2m j =1
Untuk energi potensial, lihat gambar:

3
1
4
2
U = u1,2 + u1,3 + u1,4 ….+ u2,3 + u2,4 +…..+ uN-1, N
atau
N N N N
U= ∑ ∑ ujk = ½ ∑ ∑ ujk
j =1 k =1 j =1 k =1
j<k j ≠k

Secara umum hubungan antara energi potensial dan jarak terlihat pada gambar berikut:

u(R)

Ro R

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 92


Dirumuskan secara semi-empiris (potensial Lennard-Jones):
⎡ 12 6

u(R) = uo ⎢⎛⎜ Ro ⎞⎟ − 2⎛⎜ Ro ⎞⎟ ⎥
⎢⎣⎝ R ⎠ ⎝ R ⎠ ⎥⎦

Untuk penyerdahanaan matematik, potensial sering dituliskan sebagai:


⎧ ∞
⎪ s untuk R < Ro
u(R) = ⎨ ⎛ Ro ⎞ nilai s biasanya = 6
− uo ⎜ ⎟ untuk R > Ro
⎪⎩ ⎝R⎠

Dari hal ini fungsi partisi (klassik) menjadi:


1
∫ ∫ ∫ ......∫ e − β ( E k +U ) 1 2 3 h 3 N N 1
d 3 p d 3 p d 3 p ........d 3 p d 3 r ....d 3 rN
Z=
N!
1
= 3 N ∫ ∫ ∫ ......∫ e − βE k d 3 p1d 3 p 2 d 3 p3 ........d 3 p N ∫ ∫ ∫ ......∫ e− βU d 3 r1 ....d 3 rN
h N!

Integral kedua kita tulis:


ZU = ∫ ∫ ∫ ......∫ e − βU d 3 r1 ....d 3 rN

Maka fungsi partisi keseluruhan menjadi:


3
N
1 ⎛ 2πm ⎞ 2
Z = ⎜⎜ 2 ⎟⎟ ZU
N! ⎝ h β ⎠

Evaluasi ZU cukup susah karena melibatkan semua ri pada seluruh volume V.


→ Problem sentral mengapa diskusi gas non-ideal sangat susah.

(Pada limit gas ideal U → 0 atau pada suhu tinggi β→0 dengan mudah dilihat bahwa ZU
= VN).

Apabila kerapatan gas n tidak begitu besar, prosedur pendekatan secara sistematik untuk
mencari ZU dapat dilakukan.

Rata-rata energi potensial:

U = ∫ e − βUUd 3r1....d 3rN


=−

ln ZU
∫ e d r1....d rN ∂β
− βU 3 3

sehingga:
β
ln ZU (β) = N ln V − ∫ U (β’) dβ’
0

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 93


N N N N
Dari U = ∑ ∑ ujk = ½ ∑ ∑ ujk, energi potensial rata-rata dapat ditulis:
j =1 k =1 j =1 k =1
j <k j ≠k

U = ½ N(N−1) u ≈ ½ N2 u

Disini u merupakan energi potensial rata-rata antara dua molekul.

u = ∫ e − βu ud 3 R
=−

ln ∫ e − βu d 3 R
∫ ∂β
− βu 3
e d R
Integral dapat ditulis dalam bentuk:
⎛ I⎞
∫e d 3 R = ∫ [1 + (e − βu − 1)]d 3 R = V + I = V ⎜1 + ⎟
− βu

⎝ V⎠
dengan

I(β) = ∫ (e − βu
− 1)d R = ∫ (e − βu − 1) 4πR2dR yang bernilai cukup kecil
3

dibandingkan V → I/V <<1

Dari hal ini:


∂ ⎛ I⎞ ∂ I
u =− [ ln V + ln ⎜1 + ⎟ ] ≈ 0 − ( +.....)
∂β ⎝ V⎠ ∂β V
atau
1 ∂I
u =−
V ∂β
Akhirnya energi potensial rata-rata sistem menjadi:
1 N 2 ∂I
U =−
2 V ∂β
Fungsi partisi dapat ditulis:
1 N 2 ∂I
ln ZU (β) = N ln V +
2 V ∂β

8.2.2. Persamaan Keadaan dan Teorema Virial

Dari hasil terakhir, persamaan keadaan dapat ditulis:


1 ∂ ln Z 1 ∂ ln ZU
p = =
β ∂V β ∂V

Ingat kembali:
Pada gas ideal ZU = VN
N
Sehingga persamaan keadaan menjadi p = atau p V = NkT
βV

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 94


Untuk gas non-ideal:
1 ⎛ N 1 N2 ⎞
p = ⎜ − I ⎟⎟
β ⎜⎝ V 2 V 2 ⎠

dalam bentuk umum


p
= n + B2(T) n2 + B3(T) n3 + B4(T) n4 +......
kT

Disebut koefisien virial

n = N/V

Tampak bahwa:

B2(T) = −½ I = −2π ∫ (e − βu − 1) R2dR
0

Pada pendekatan suhu cukup tinggi e − βu ≈ 1 − βu, persamaan keadaan akan mendekati
persamaan gas Van der Waals:
a
( p + 2 )(v−b) = RT
v
(See complete proof in Reif page 424-427)

8.3. Ferromagnetisme

Ferromagnet :
Material yang masih memperlihatkan gejala magnetisme meskipun medan luar sudah
tidak ada.

8.3.1. Interaksi antar spin

Perhatikan ada solid dengan N atom.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 95


Untuk satu atom:

Net spin elektronik: S


Momen magnetik atom: μ

Hubungan antara momen magnetik dan spin:


μ = gμoS

disini μo merupakan magneton Bohr.

Bila ada medan eksternal Ho sepanjang sumbu z maka Hamiltonian yang


mencerminkan interaksi atom dan medan ini:
N N
Hamiltonan (Ho) = − gμ0 ∑ S • H 0 = − gμ0 H 0 ∑ S jz
j =1 j =1

sedangkan interaksi antar atom:


Hjk = −2J Sj•Sk

biasa disebut “exchange interaction”.

Dalam bentuk yang lebih sederhana (“Ising model”):

Hjk = −2J SjzSkz

Simplifikasi ini untuk menghindari komplikasi karena besaran vektor.

Hamiltonian H′ yang merujuk pada energi interaksi antar atom:


1⎧ N N ⎫
H' = ⎨− 2 J ∑∑ S jz S kz ⎬
2⎩ j =1 k =1 ⎭
dengan J merupakan konstanta pertukaran (‘exchange constant’).

Hamiltonian total:
H’ = H’o + H’′

M = ??? Problem fisika pada kasus ini adalah menghitung


besaran termodinamika, misalnya momen
magnetik rata-rata M sebagai fungsi temperatur
Ho dan medan luar Ho.
T

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 96


Tantangan di bidang teori magnetik!!
N N
Persamaan H’′ = 12 (−2 J ∑∑ S jz S kz ) dapat selesaikan secara eksak ketika Ho = 0 pada
j =1 k =1

dua dimensi. Untuk problem tiga dimensi, sampai saat ini belum ada solusi yang
memuaskan.

Tetapi beberapa pendekatan sederhana dapat dilakukan seperti dengan teori medan
molekular dari Pierre Weiss.

8.3.2. Pendekatan Medan Molekular Weiss

Pada model ini perhatian utama pada suatu atom tertentu j (sebut saja sebagai ‘atom
pusat’).

Ho

Interaksi atom ini dapat dijabarkan oleh Hamiltonian:


n
Hj = − gμ0 H 0 S jz − 2 JS jz ∑ Skz
k =1

Suku ini merupakan interaksi atom sentral dengan n


tetangga terdekatnya

Sebagai pendekatan, kita ganti jumlah dengan harga rata-rata:


n
2 J ∑ S kz = gμ0 H m
k =1
Medan molekular/Internal

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 97


Sehingga persamaan asal menjadi:

Hj = − gμo(Ho + Hm) Sjz

Jadi efek tetangga secara sederhana diganti “medan efektif” Hm.

Level energi pada atom pusat ke-j menjadi:

Em = − gμo(Ho + Hm)ms, ms = −S, (−S+1),......, S

Dari hal ini, kita dapat menghitung spin rata-rata pada komponen z
dari atom tersebut:
S jz = SBs (η )
dengan
η = βgμo(Ho + Hm)

dan Bs(η) merupakan fungsi Brillouin untuk spin S.

Pada persamaan S jz = SBs (η ) terlihat ada satu parameter Hm yang tidak diketahui.
Untuk penyelesaiannya digunakan cara konsistensi-diri (self-consistent) dengan
mengingat kedudukan atom-atom adalah setara (tidak ada atom pusat).

n
Supaya self-consistent maka persamaan 2 J ∑ S kz = gμ0 H m menjadi:
k =1

2J n S Bs(η) = gμoHm
Kita masukkan definisi η = βgμo(Ho + Hm) diperoleh:
kT ⎛ gμ H ⎞
Bs (η ) = ⎜η − o o ⎟
2nJS ⎝ kT ⎠
yang menentukan η dan juga Hm

Bila tidak ada medan luar Ho = 0, maka


kT
Bs (η ) = η
2nJS
Solusi kedua persamaan tersebut dapat diperoleh dengan cara grafik, gambar y = Bs(η)
dan garis lurus.
kT ⎛ gμ H ⎞
y= ⎜η − o o ⎟
2nJS ⎝ kT ⎠
dan cari titik potong kedua kurva pada η = η’.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 98


y kT ⎛ gμ H ⎞
y= ⎜η − o o ⎟
2nJS ⎝ kT ⎠

y = Bs(η)

kT
η’ η
2nJS

gμo H o
kT

Kalau parameter medan molekular dapat ditentukan, maka momen magnetik total
juga dapat dicari:
M = gμo ∑ S jz = Ngμo S Bs(η)
j

Kalau medan luar Ho = 0, maka η = 0 merupakan salah satu solusi. sehingga Hm juga
tidak ada.

Tetapi ada kemungkinan η ≠ 0, sehingga Hm juga memiliki harga tertentu Æ momen


magnetik total juga tidak nol.
Æ fenomena ferromagnetisme.

Supaya solusi η ≠ 0 terjadi maka:

⎡ dBs ⎤ kT (slope inisial Bs harus lebih besar dari


⎢ dη ⎥ >
garis lurus)
⎣ ⎦η = 0 2nJS
tetapi ketika η <<1, BS memiliki bentuk sederhana:
Bs(η) ≈
1 (S+1)η
3

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 99


sehingga T > Tc
1 (S+1) > kT
3 2nJS
atau
T < Tc

disini:
2nJS ( S + 1)
kTc ≡
3
T < Tc

Fisis??
Dimungkinan terjadi fenomena ferromagnetisme pada suhu di bawah Tc (temperatur
Curie).
Keadaan ferromagnet ini terjadi karena interaksi mutual antar spin sehingga keadaan spin
paralel memiliki energi paling rendah.

Sekarang kita lihat suseptibilitas magnetik untuk solid yang mengalami medan
magnet luar kecil di atas Tc.
Karena η kecil maka:
kT ⎛ gμ H ⎞
3 (S + 1)η = ⎜η − o o ⎟
1
2nJS ⎝ kT ⎠

Penyelesaian untuk η memberikan:


gμ o H o
η=
k (T − To )

Momen magnetik total menjadi:


M =
1 Ngμ S(S+1)η
o
3
sehingga:
M Ng 2 μ o2 S ( S + 1)
χ≡ = merupakan suseptibilitas magnetik
Ho 3k (T − Tc )

Persamaan terakhir ini disebut hukum Curie-Weiss.

Hukum Curie-Weiss berbeda dengan hukum Curie dengan adanya faktor Tc pada
penyebut.

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 100


Suseptibilitas magnetik χ menjadi tak berhingga ketika T→Tc yaitu pada temperatur
Curie, ketika zat menjadi ferromagnetik.

Secara eksperimen, hukum Curie-Weiss ini terekam dengan baik di atas suhu Curie.
Namun tidak begitu tepat pada saat material menjadi ferromagnetik pada suhu Curie.

Mengingat kembali istilah-istilah ferromagnetik, diamagnetik dan paramagnetik

The attraction between the unlike poles of two iron bar magnets is a consequence of the
interaction of the magnetic moments of the atoms in each magnet with the field produced
by atoms in the other magnet. The bar magnet, or horseshoe magnet, has the property of
permanent magnetism and is an example of ferromagnetism.

In addition to the ferromagnetism of permanent magnets, other types of magnetism


became known after the middle of the 19th century. In 1845 Michael Faraday found that
bismuth and glass are repelled from magnetic fields. He classified this behavior as
diamagnetism. Faraday also discovered that some substances clearly not permanent
magnets are nevertheless attracted by magnetic fields, a behavior he called
paramagnetism.

¾ Ferromagnetism is characterized by a spontaneous magnetism that exists in the


absence of a magnetic field. The retention of magnetism distinguishes
ferromagnetism from the induced magnetisms of diamagnetism and paramagnetism.
When ferromagnets are heated above a critical temperature, the ability to possess
permanent magnetism disappears.
¾ A paramagnetic substance is characterized by a positive susceptibility. Like a
diamagnet, it can acquire a magnetization only from induction by an external
magnetic field. The magnetization, however, is in the same direction as the inducing
field, and a sample will be attracted toward the strongest part of a field.
¾ A substance is diamagnetic if its magnetic susceptibility is negative. This property is
displayed by a repulsion of the sample from a magnetic field. The theory of
diamagnetism explains it as a consequence of an induced magnetization set up when
lines of magnetic flux penetrate the electron loops around atoms. The direction of this
induced magnetization is opposite to that of the external field, in accordance with
Lenz's law. This makes the susceptibility negative.
(dari The Grolier Multimedia Encyclopedia)

M. Hikam, Statistika Sistem Partikel Berinteraksi 101

You might also like