Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Pemberian obat antipsikotik tipikal umumnya pada pasien dengan gejala posititf seperti
halusinasi, delusi, gangguan isi pikir dan waham. Sedangkan untuk pasien psikotik dengan gejala
negatif obat tipikal hanya memberikan sedikit perbaikan. Sehingga pemberian obat psikotik
atipikal lebih dianjurkan karena obat atipikal memiliki kemampuan untuk meningkatkan aktivitas
dopaminergik kortikal prefrontal sehingga dengan peningkatan aktivitas tersebut dapat
memperbaiki fungsi kognitif dan gejala negatif yang ada. 1
Obat anti ansietas terutama berguna untuk simtomatik penyakit psikoneurosis (Neurosis,
keluhan subjektif tanpa gangguan somatik yang nyata dengan fungsimental kognitif tidak
terganggu) dan berguna untuk terapi tambahan penyakit somatic dengan ciri ansietas (perasaan
cemas) dan ketegengan mental. obat obat ini tidak berpengaruh pada proses kognitif dan
persepsi, efek otonomik dan ekstra piramidal tetapi menurunkan ambang kejang dan
berpotensiuntuk ketergantungan obat apabila digunakan dalam dosis tinggi dan jangka panjang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengaruh antipsikotik pada golongan tipikal ini terjadi melalui antagonisme di reseptor
dopaminergik D-2 yang terdapat di traktus dopaminergik di otak yang meliputi mesokortikal,
mesolimbik, tuberoinfundibular dan traktus nigrostriatal. Walaupun efek blokade reseptor
dopamine D-2 di mesokortikal dan mesolimbik
Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering
pandangan kabur gangguan miksi, defekasi dan hipotens.
SSP :
menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap rangsang dari
lingkungan.
CPZ berefek antipsikosis terlepas efek sedasinya
Semua derivat fenotiazin mempengaruhi ganglia basal, menimbulkan gejala
ekstrapiramidal
CPZ mengurangi/mencegah muntah yang disebabkan rangsangan pd chemoreceptor
trigger zone.
Neurologik
Otot rangka :
Efek endokrin :
Pada wanita dpt terjadi amenore, galaktorea, peningkatan libido. Pada pria, penurunan
libido dan ginekimastia.
Kardiovaskular :
b. Farmakokinetik CPZ
Kebanyakan antipsikosis diabsorpsi sempurna.
Bersifat larut dalam lemak, terikat kuat protein plasma.
Metabolit ditemukan di urin sampai beberapa minggu setelah pemberian obat terakhir.
c. Sediaan :
Klorpromazin :
- Tablet 25 mg dan 100 mg.
- Larutan injeksi 25 mg/mL : larutan dapat berubah warna merah jambu oleh pengaruh
cahaya
Perphenazine : obat suntik dan tablet 2, 4, & 8 mg
Thioridazine : tablet 50 dan 100 mg
Flufenazin : tablet HCl 0,5 mg
d. Efek samping :
Gejala ekstrapiramidal : distonia, kaku otot, parkinsonism, diskinesia tardiv.
Sering : antikolinergik efek, sedasi, penambahan BB, disfungsi erektil, oligomenore atau
amenore.
Agak sering : edema serebral, hipotensi ortostatik (setelah IM ), takikardia, agitasi,
depresi, euforia, insomnia, anorexia, konstipasi,sakit kepala.
Sindrom Neuropleptik Maligna
Sindrom neuroleptik maligna merupakan gabungan dari hipertermia, rigiditas, dan
disregulasi autonomik yang dapat terjadi sebagai komplikasi serius dari penggunaan obat
antipsikotik.
2. HALOPERIDOL
Berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis yang karena hal tertentu tidak
dapat ditangani dengan golongan fenotiazin.
Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit
manik depresif dan skizofrenia.
a. Farmakodinamik :
SSP :
Efek terhadap sistem saraf otonom lebih kecil dibandingkan antipsikotik lain.
Dapat menyebabkan pandangan kabur (blurring of vision)
Kardiovaskular :
Hipotensi
Takikardi
Efek endokrin :
Galaktore
b. Farmakokinetik :
Cepat diserap disaluran cerna
Kadar puncak plasma 2-6 jam, menetap sampai 72 jam.
Obat ini ditimbun dalam hati
Ekskresi lambat melalui ginjal, kira-kira 40% dikeluarkan selama 5 hari sesudah dosis
tunggal.
c. Efek samping :
Reaksi ekstrapiramidal dengan insidens tinggi
Depresi akibat reversi keadaan mania
Perubahan hematologi ringan
Sebaiknya tidak diberikan pada wanita hami sampai terbukti tidak menimbulkan efek
teratogenik
d. Sediaan Haloperidol :
0,5 mg dan 1,5 mg.
bentuk sirup 5 mg/100 ml dan ampul 5 mg/ml.
remaja dan dewasa haloperidol digunakan secara oral dengan dosis awal 0,5 mg sampai 5
mg sebanyak 2-3 x per hari.
Pada anak-anak usia 3-12 tahun dengan berat badan dalam kisaran 15-40 kg, haloperidol
diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg per KgBB/hari (dibagi dalam 2-3 dosis)
pada pasien lanjut usia dosis yang digunakan 2 mg sebanyak 2-3x sehari. Haloperidol
digunakan dengan dosis inisial 50-100 mg.
e. Efek samping :
Reaksi ekstrapiramidal dengan insidens tinggi
Depresi akibat reversi keadaan mania
Perubahan hematologi ringan
Sebaiknya tidak diberikan pada wanita hami sampai terbukti tidak menimbulkan efek
teratogenik.
- Trifluoperazine
- Haloperidol
- Pimozide
2. ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL (APG II)
APG II sering disebut juga sebagai Serotonin Dopamin Antagosis (SDA) atauantipsikotik
atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi anatar serotonin dan dopamin
pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih rendah dan
sangat efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I
hanya dapat memblok reseptor D2 sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor
serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamin (D2). APG II yang dikenal saat ini adalah clozapine,
risperidone, olanzapine, quetiapine, zotepine, ziprasidone, aripiprazole. Saat ini antipsikotik
ziprasidone belum tersedia di Indonesia. 2,4
Pemakaian APG II dapat meningkatkan angka remisi dan menigkatkan kualitas hidup
penderita skizofrenia karena dapat mengembalikan fungsinya dalam masyarakat. Kualitas hidup
seseorang yang menurun dapat dinilai dari aspek occupational dysfunction, social dysfunction,
instrumental skills deficits, self-care, dan independent living.
1. APG II menyebabkan EPS jauh lebih kecil dibandingkan APG I, umunya pada dosis
terapi sangat jarang terjadi EPS.
2. APG II dapat mengurangi gejala negatif dari skzofrenia dan tidak memperburuk
gejala negatif seperti yang terjadi pada pemberian APG I.
3. APG II menurunkan gejalan afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk
pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.
4. APG II menurunkan gejala kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit Alzheimer.
1. KLOZAPIN
a. Farmakodinamik
Klozapin merupakan obat antipsikotik atipikal yang pertama ditemukan.
Klozapin bekerja sebagai antagonis kuat reseptor 5-HT2, adrenergik a1 dan a2.
memiliki affinitas yang baik pada reseptor H1 dan reseptor muskarinik, serta affinitas
yang paling rendah terhadap reseptor D2.
b. Farmakokinetik
Pemberian melalui preparat oral. Klozapin mencapai kadar tertinggi di dalam plasma
dalam waktu 2 jam. Klozapin memiliki waktu paruh 12 jam.
Klozapin di metabolisme di hati dan saluran pencernaan.
c. Efek samping :
Agranulositosis
sistem kardiovaskular
takikardia, hipotensi postural dan aritmia
efek samping perifer antikolinergik : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, dan
retensi urin, gangguan pengaturan temperatur tubuh & peningkatan berat badan
diabetes mellitus
gangguan gastrointestinal : obstruksi saluran cerna
efek ekstrapiramidal : Akatisia, tremor, rigiditas , sindrom neuroleptik maligna, kejang.
2. RISPERIDON
Memiliki profil efek samping yang ringan.
Risperidon bekerja sebagai antagonis reseptor 5HT2 dan D2.
Memiliki affinitas yang kuat terhadap reseptor a1 dan a2, tetapi lemah pada reseptor b
adrenergik dan reseptor muskarinik.
Menimbulkan efek samping ekstrapiramidal, namun tidak seberat pada antipsikotik
konvensional.
Baik untuk mengobati gejala negatif skizofrenia, kurang memiliki efek sedasi dan
antikolinergik.
a. Indikasi terapi
psikosis akut
untuk mengobati gejala skizofrenia dan skizoafektif dengan gejala positif dan negatif
dari psikosis.
memelihara pengobatan pada skizofrenia dan skizoafektif
mencegah relaps
diskinesia tardif
pasien yang rentan gejala ekstrapiramidal
b. Efek samping
efek ekstrapiramidal bergantung dosis
Dosis batas aman risperidon dari efek samping ekstrapiramidal adalah 6 mg/hari. Dosis
terbaik adalah 2 – 4 mg.
peningkatan prolactin plasma
risperidon dapat menginduksi munculnya sindrom neuroleptik maligna, tetapi dengan
risiko yang rendah.
3. OLANZAPIN
Olanzapin merupakan obat yang aman dan efektif untuk gejala skizofrenia baik gejala
ositif maupun negatif dengan profil efek samping yang aman.
Dapat diberikan dalam dosis tunggal dimulai dari 10 mg.
Profil efek samping meliputi peningkatan berat badan, somnolence, hipotensi ortostatik,
dan konstipasi.
kemungkinan terjadinya efek samping ekstrapiramidal dan kejang sangat kecil.
a. Farmakokinetik
Olanzapin mencapai kadar puncaknya dalam plasma dalam waktu 5 jam. Waktu paruh
olanzapin 31 jam.
b. Farmakodinamik
Memblokade reseptor 5ht2a dan D2 dengan spesifik.
Olanzapin juga memblokade reseptor muskarinik, H1, 5HT2c, 5HT3, 5HT6, a1, D1, dan
D4. Blokade reseptor 5HT jauh lebih kuat dibandingkan blokade pada reseptor dopamin.
c. Indikasi
psikosis akut
melanjutkan pengobatan
diskinesia tardif
pasien yang rentan dengan efek samping ekstrapiramidal.
Skizoafektif
d. Efek samping
Olanzapin meningkatkan berat badan dan kadar trigliserid serum pada dosis 2,8 mg/hari.
Diabetes mellitus.
4. QUETIAPIN
a. Farmakokinetik
Quetiapin memiliki waktu paruh yang stabil, yaitu sekitar 6-9 jam.
Konsentrasi maksimum dicapai dalam waktu kurang dari 2 jam.
b. Farmakodinamik
Memiliki affinitas yang tinggi terhadap 5HT2, H1, 5HT6, a1, dan a2 reseptor, dan
affinitas yang rendah terhadap reseptor D1
c. Indikasi
Quetiapin baik untuk pasien dengan skizofrenia dengan eksserbasi akut dan skizoafektif.
d. Efek samping
Somnolence, hipotensi postural, dan pusing.
Mulut kering dan konstipsi.
Peningkatan kecil frekuensi nadi.
Penurunan hormon tiroid tanpa disertai dengan penurunan TSH.
peningkatan sementara aktivitas ALT selama 2 minggu pertama.
PERSIDAL-2 Tab. 2 mg
Distonia akut Kekakuan dan kontraksi otot secara tiba-tiba, biasanya mengenai otot leher, lidah,
muka dan punggung.
Akatisia Kondisi yg secara subyektif dirasakan berupa perasaan tidak nyaman, gelisah, dan
merasa harus menggerak-gerakkan tungkai. Gelisah dengan cemas dan atau agitasi.
Parkinsonisme Bradikinesia, rigiditas, fenomena roda bergerigi, tremor, muka topeng, postur tubuh
kaku, gaya berjalan seperti robot, dan drooling.
Sindroma neuroleptik Gejala utama berupa rigiditas, hiperpiretik, gangguan sistem saraf ototnom dan
maligna delirium. Gejala dalam periode jam-hari setelah pemberian antipsikotik.
Tremor perioral (sindroma Tremor perioral (mungkin sejenis perkinsonisme yang datang terlambat) pengobatan
kelinci)
Perhatian khusus
Obat anti anxietas adalah sekelompok psikofarmaka yang dapat mengurangi atau
menghilangkan gejala cemas. Pengobatan anxietas ialah menggunakan sedatif, atau obat-obat
yang secara umum memiliki sifat yang sama dengan sedatif.
Obat antiansietas disebut anxiolitika yaitu obat yang dapat mengurang antiansietas dan
patologik, ketegangan dan agitasi obat-obat ini tidak berpengaruh pada proses kognitif dan
persepsi, efek otonomik dan ekstra piramidal tetapi menurunkan ambang kejang dan berpotensi
untuk ketergantungan obat.
1. Benzodiazepin
merupakan obat pilihan untuk kecemasan dan ketegangan jika pasien mengalami ansietas
yang intensif. Benzodiazepin dengan paruh waktu yang lebih panjang mungkin dapat diterima.
a. Mekanisme kerja
syndrome Acietas disebabkan oleh hiperaktifitas dari system limbik SSP yang terdiri dari “
dopaminergik, noradrenergik, serotoniergik neurons “ yang dikendalikan oleh GABA – ergic
neurons.
b. Efek samping
Ada beberapa efek samping obat dari golongan ini adalah :
Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat : pasien menjadi
irirtable, bingung, gelisah, imsonia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi dll. Hal ini
berkaitan dengan penurunan kadar Benzodiasepin dalam plasma.
Golongan Benzodiasepin sebagai obat anti-ancietas yang mempunyai ratio terapeutik yang
lebih tinggi dan kurang menimbulkan efek adiksi, toksisitas rendah. Golongan ini merupakan
drug of choice dari semua obat yang mempunyai efek anti-ancietas.
c. Lama pemberian :
Pada syndrome ancietas yang disebabkan factor situasi eksternal, pemberian obat tidak
lebih dari 1 – 3 bulan.
Penghentian selalu secara bertahap agar tidak menimbulkan gejala lepas obat.
d. Kontraindikasi
Derivat benzodiazepine jangan diberikan bersama alkohol, barbiturat atau fenotiazin karena
berpotensi menghasilkan efek sedasi dan penekanan pusat pernapasan, sehingga berisiko
timbulnya “respiratory failure”.
2. Diazepam
a. Farmakokinetik
- Masa paruhnya bertambah panjang dengan meningkatnya usia, pada usia 20 tahun kira-
kira 20 jam, dan kira-kira 90 jam pada usia 80 tahun.
- Onset timbul setelah 5-45 min pada penggunaan oral, dan 1-5 min pada penggunaan IV.
b. Farmakodinamik
Kardiovaskuler
SSP
Amnesia
anti kejang
Hipnotik
Respiratori
Saraf otot
penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat
3. LORAZEPAM
a. Farmakokinetik
b. Farmakodinamik
Efek Lorazepam berhubungan dengan jumlah dosis yang diberikan,ini karena otak
memiliki kapasitas reseptor obat benzodiazepine
4. Alprazolam
a. Farmakokinetik
Metabolisme di hati menjadi metabolit aktifnya dan metabolit lainnya yang tidak aktif.
Ekskresi :
1. melalui urin
2. melalui ASI
b. Farmakodinamik
• Merupakan derivat triazolo benzodiazepin dengan efek cepat dan sifat umum yang mirip
dengan diazepam.
1. BUSPIRONE
• Efek anti anxietas : timbul pada penggunaan 10-15 hari (bukan untuk penggunaan akut).
2. HYDROXYZINE
Memiliki sifat anxiolytic di samping sifat antihistamin dan juga berlisensi untuk
pengobatan kecemasan dan ketegangan.
Digunakan sebagai obat penenang sebelum anestesi atau untuk menginduksi sedasi
setelah anestesi.
Obat ini telah terbukti sama efektifnya dengan benzodiazepin dalam pengobatan
gangguan kecemasan umum.
BAB III
KESIMPULAN
Antipsikotik atipikal mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara serotonin dan
dopamin pada ke 4 jalur dopamin di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping EPS lebih
rendah dan sangat efektif untuk mengatasi gejala negatif.
Perbedaan antara APG I dan APG II adalah APG I hanya dapat memblok reseptor D2
sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor
dopamin (D2).
Efek samping yang ditimbulkan oleh pemakaian antipsikotik atipikal: peningkatan berat
badan sedang sampai berat, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, sedasi, gangguan pergerakan
yang sedang, hipotensi postural, hiperprolaktinemia, kejang, salivasi nocturnal, agranulositosis,
miokarditis, lensa mata bertambah, sindrom neuroleptik maligna, EPS (rendah).
Selain melihat dari efek samping yang dapat ditimbulkan dari obat antipsikotik atipikal,
kita juga harus mempertimbangkan kondisi pasien yang akan diberikan obat antipsikotik dan
juga harus mengingat kontraindikasi dari obat-obatan antipsikotik atipikal. Karena tidak semua
obat antipsikotik dapat kita berikan dalam kondisi/keadaaan pasien yang berbeda-beda.