You are on page 1of 25

A.

KOMPONEN PENGUKURAN

Tujuan pengukuran adalah menerjemahkan karakteristik data empiris ke dalam


bentuk yang dapat dianalisis oleh penliti. Dengan demikian, pengukuran selalu
melibatkan penggunaan prosedur yang secara simbolik dapat merefleksikan dimensi
realitas dalam dunia analitik si peneliti. Singkatnya, titik fokus pengukuran adalah
pemberian “angka” terhadap data empiris berdasarkan sejumlah aturan/prosedur tertentu.
Prosedur ini dinamakan proses pengukuran, yaitu investigasi engenai cirri-ciri yang
mendasari kejadian empiris dan member angka atas cirri-ciri tersebut. Kendati komponen
pengukuran amat beragam, setidaknya ada tiga komponen yang dibutuhkan dalam setip
pengukuran, yaitu: (1) kejadian empiris (empirical events) yang dapat diamati, (2)
penggunaan angka (the use of numbers) untuk menggambarkan kejadian tersebut, (3)
sejumlah aturan pemetaan (set of mapping rules)

Kejadian empiris mrupakan sejumlah cirri-ciri dari objek, individu atau


kelompok yng diamati. Dapat diamati mengandung arti bahwa setiap orang dapat
menngkap, tau setidaknya menyimpulkan, bahwa suatu objek, individu, atau kelompok
mempunyai cirri-ciri tertentu. Sebagai contoh, bila kita ingin mempelajari hubungan
antara jenis kelamin administrator dan kepuasan kerja bawahan-bawahannya, maka
langkah pertama yag harus dilakukan adalah engidentifikasi unit analisis, yaitu : objek,
individu, atau kelompok yang kita amati. Dalam kasus ini, unit analisis adaah individu
administrator dan bawahannya. Setelah objek empiris utama berhsil di pusat perhatian,
yang dalam hal ini adalah jenis kelamin administrator dan tingkat kepuasan kerja
bawahannya. Inilah konsep-konsep yang perlukita ukur.

Komponen pengukuran kedua adalah penggunaan angka untuk


menggambarkan kejadian empiris, “angka” adalah numeric atau symbol-simbol lain yang
digunakan untuk mengidentifikasi. Penggunaan angka adalah untuk memberi arti bagi
cirri-ciri yang menjadi pusat perhatian peneliti. Spesifikasi tingkat pengukuran,
kemudian, diberikan dengan member arti bagi angka tersebut.

Komponen terakhir yang penting dari setiap pengukuran adalah sejumlah


aturan pemetaan, yaitu pernyataan yang menjelaskan arti angka terhadap kejadian
empiris. Misalnya, dalam kasus diatas, aturan pemetaan mengenai jenis kelamin
administrator memberikan angka 1 bila pria angka 2 bila wanita. Sementara untuk
kepuasan kerja bawahan aturan pemetaan adalah -2 bila sangan tidak puas, -1 bila tidak
puas, 0 bila netral (puas/tidak puas), 1 bila puas, dan 2 bila sangat puas. Aturan-aturan ini
menggambarkan dengan gamblang ciri-ciri apayang kita ukur. Aturan-aturan pemetaan
disusun oleh peneliti untuk tujuan studi.

Agar lebih jelas memahami tiga komponen yang diperlukan dalam pengukuran maka
disajikan tabel berikut. Dalam contoh, diasumsikan hanya ada dua administrator (Sumi dan
Soma), yang masing-sing mengawasi dua orang bawahan (Johan dan Rena, Andi dan Sekar).
Kemudian kita menaksir kejadian empiris (jenis kelamin administrator dan kepuasan kerja
bawahan) untuk masing-masing individu dan member angka menurutaturan pemetaan yang
telah digariskan oleh peneliti.

Mengukur Jenis Kelamin Mengukur Kepuaan Kerja Bawahan


Administrator
Kejadian Aturan Angka Angka Aturan Pemetaan Kejadian Empiris
Empiris Pemetaan

Jenis kelamin Angka 1 1 atau 2 -2, -1, 0, -2 bila sangat Kepuasan kerja
administrator jika pria 1, 2 tidak puas bawahan
Angka 2 -1 bila tidak
jika wanita puas
0 bila netral
1 bila puas
2 bila sangat
Puas
-2
-1
0
1 1 JOHAN
2
SOMA
-2
2 -1
0
1 RENA
2
-2
-1
0 ANDI
1 1
2
SUMI
-2
2 -1
0 SEKAR
1
2

B. PROSES PENGUKURAN

Proses pengkuran dapat digambarkan sebagai sederetan tahap yang saling


berkaitan yang dimulai dari: (1) mengisolasi kejadian emipris, (2) mengembangkan
konsep kepentingan (concept of interest), (3) mendefinisikan konsep secara konstitutif
dan operasional, (4) mengemangkan skala pengukuran, (5) mengevaluasi skala
berdasarkan realiabilitas dan validitasnya hingga (6) penggunaan skala.

Proses pengukuran dimulai dari mengisolasi kjadian empiris untuk


kepentingan pengukuran. Aktivitas ini merupakan konsekuensi langsung dari masalah
identifikasi dan masalah formulasi. Intinya, kejadian empiris dirangkum dalam bentuk
konsep atau konstruksi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Konsep adalah
abstraksi ide yang digeneralisasi dari faktor tertentu.

Tahap selanjutnya adalah mendefinisikan konsep yang telah diidentifikasi.


Dalam taraf ini dibedakan difinisi konstitutif (constitutive definitions) dalam definisi
operasional (operational definitions). Definisi konstitutif mendefinisikan konsep dengan
konsep lain sehingga melandasi konsep kepentingan. Jika suatu konsep telah
didefinisikan secara konstitutif dan benar, berarti konsep tersebut telah siap untuk
dibedakan dengan konsep lain. Begitu definisi konstitutif telah ditetapkan , maka definisi
operasiona harus dinyatakan karena definisi operasional akan merefleksikan dengan tepat
esensi definisi konstitutif. Definisi operasional memperinci aturan pemetaan dan alat
dimana variable akan diukur dalam kenyataan. Definisi ini menyatakan prosedur yang
harus diikuti oleh peneliti dalam memberikan angka terhadap konsep yang diukur.

Sampai taraf ini proses pengukuran nampaknya amat jelas. Namun dalam
praktek bisanya peneliti akan berhadapan dengan berbagai teori yang mendasari definisi
konstitutif dan operasional. Misalnya, tentang konsep kinerja pekerjaan (job
performance). Konsep ini dapat diartikan sebagai hasil sukses atau sidak sukses dari suatu
tugas; namun peneliti lain barangkali mengartikan kinerja pekerjaan sebagai reaksi
karyawan terhadap konsekuensi menyelesaikan pekerjaan tertentu. Disini, peneliti dan
manajer harus menyetujuai asensi konsep (definisi konstitutif) untuk meyakinkan bahwa
kedua belah pihak mempunyai persepsi yang sama mengenai kinerja pekerjaan. Setalah
tercapai kesepakatan mengenai defiisi konseptual dari suatu konsep, peneliti harus
memilih beberapa alternatif definisi operasi. Sebagai contoh, bila definisi konstitutif dari
kinerja pekerjaan adalah tingkat dimana seorang karyawan mampu enyelesaikan tugas-
tugasnya pada jabatan tertentu, maka konsep ini dapat dioperasionalkan menjadi
beberapaalternatif, seperti proporsi hari kerj dimana si karyawan tidak absen, kuantitas
produksi, kualitas produk yang diukur dengan tingkat kesalahan, atu bahkan tingkat
keterlambatan atau kecerobohan.

Setelah definisi dinyatakan dengan tepat, pemberian angka dapat dilakukan.


Tujuan utamanya adalah agar sifat-sifat angka tersebut seiring dengan sifat-sifat kejadian
yang ingin diukur. Tugas ini dicapai oleh peneliti dengan (1) memahami betul hakikat
kejadian empiris yang diukur (2) menerjemahkan pengetahuan ini dalam pemilihn dan
penyusunan skala pengukuran yang mencerminkan sifat-sifat yang sama. Skala
pengukuran (measurement scale) dapat didefinisikan sebagai suatu alat yang digunakan
untuk memberikan angka terhadap objek atau kejadian empiris.

Setelah definisi dinyatakan dengan tepat, pemberian angka dapat dilakukan.


Tujuan utamnya adalah agar sifat-sifat angka tersebut seiring dengan sifat-sifat kejadian
yang ingin diukur. Tugas ini dicapai oleh peneliti dengan: (1) memahami betul hakikat
kejadian empiris yang diukur; (2) menerjemahkan pengetahuan ini dalam pengetahuan ini
dalam pemilihan dan penyusunan skala pengukuran yang mencerminkan sifat-sifat sama.
Sekala pengukuran (measurement scale) dapat didefinisikan sebagai suatu alat untuk
memberikan angka terhadap objek/kejadian empiris.

C. SKALA PENGUKURAN
Skala pengukuran amat bervariasi. Skala sederhana (simple scale) adalah suatu
skala yang digunakan untuk mengukur beberapa karakterisitik. Misalnya “apakah anda
laki-laki atau perempuan?” skala yang kompleks adalah skala yang beragam. Yang
digunakan untuk mengukur beberapa karaketristik. Misalnya, bagaimana tanggapan anda
tentang pemberantasan penyakit AIDS di kompleks lokasi pelacuran: sangat tidak setuju,
tidak setuju, tidak peduli, setuju, sangat setuju.
Kendati kompleksitas dan variasi alat pengukuran amat beragam, setiap skala
mempunyai ciri-ciri setidaknya satu dari empat tingkatan sekala dalam pengukuran
dalam riset bisnis yaitu: nominal, ordinal, interval, rasio.
Sekal nominal
Adalah sekala yang hanya digunakan untuk memeberikan kategori saja. Sifat
kategori bersifat mutually exclusive. Artinya jika satu indicator sudah masuk pada satu
kategori maka tidak mungkin masuk kedalam kategori lainnya. Sekala nominal
merupakan sekala yang memiliki tingkat yang paling rendah dalam sebuah riset.
Contoh :
Wanita 1
Laki-laki 2

Dari nilai diatas berarti tidak berarti bahwa laki laki lebih tinggi dari perempuan Karena
bernilai 2, atau sebaliknya. Angka diatas hanya diguankan untuk membedakan jenis kelamin
saja,

sekala Ordinal

adalah sekala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan peringkat antar
tingkatan. Akan tetapi jarak antau interval antar tingkatan belum jelas. Sekala ordinal
memeiliki tingkatan yang lebih tinggi dinadingak dengan sekala nominal Karena tidak hanya
menyatakan kategori saja. Tetapi sudah dapat menyatakan peringkat.

Contoh :

1.Bagaimana penilaian anda terhadap tempat parkir super market di Dieng Plateau ?

Sangat baik score 5

Baik score 4

Cukup score 3

Tidak baik score 2

Sangat tidak baik score 1

2.Bagaimana penilaian anda terhadap tempat parkir super market di Dieng Jaya ?

Sangat baik score 5

Baik score 4

Cukup score 3

Tidak baik score 2


Sangat tidak baik score 1

3. Menurut anda diantara supermarket dieng plateau dengan dieng jaya, supermarket mana
yang memiliki tempat parkir paling baik?

Jawaban :

Supermarket Dieng plateau

Dari jawaban tersebut responden memberikan tanggapan yang sama untuk dua
supermarket yaitu memeberikan tanggapan baik dengan score 4. Tetapi ketika dilanjutkan ke
pertanyaan yang ketiga responden menjawab kondisi tempat parkir supermarket dieng plateau
yang lebih baik. Hal ini bisa terjadi Karena tingkatan antar jawaban belum memiliki jarak
interval yang pasti.dalam hal ini, jawaban baik dengan score 4 bukan berarti memiliki kondisi
2 kali lebih baik jika responden menjawab tidak baik dengan score 2.

Skala interval

Sekala interval adalah sekala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk
menyatakan peringkat antar tingkatan. Pada sekala ini jarak atau interval antar tingkatan
sudah jelas. Tetapi belum memiliki nilai 0(nol) yang mutlak. Skala interval memiliki
tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan sekla ordinal Karena selain menyatakan peringkat,
jarak antar tingkat sudah jelas.

Contoh :

Skala dalam thermometer

Suhu dala ruangan adalah 15 derajat celcius ,sedangkan ruangan yang lain memiliki
suhu 30 derajat celcius. Bisa diakakan bahwa selisih suhu antara satu ruangan dengan
ruangan yang lain adlaha 15derajat celcius.akan tetapi, ketika suatu ruangan bersuhu 0 derajat
celcius maka tidak berarti bahwa ruangan tersebut benar-benar tidak bersuhu Karena pada
sekala nilai ini bukan merupakan nilai yang mutlak.

Skala rasio
Adalah sekala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan peringkat
antar tingkatan. Pada sekala ini jarak atau interval antar tingkatan sudah jelas dan memiliki
nilai 0 mutlak. sekala rasio memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekala
interval Karena disamping dapat menyatakan peringkat, jarak antar tingkatan sudah jelas dan
sudah memiliki niai nol mutlak. Nilai nil mutlak memiliki arti bahwa nol benar- benar
menyatakan tidak ada.

Contoh:
berat badan FAKHRUN 30 KG sedangkan berat badan Jevi 60 kg denga demikian dapat
diakatakan bahwa selisih berat badan jevi dengan berat badan fakhrun 30 kg .juga dapat
dikatakan bahwa berat badan jevi dua kali lebih berat dibandingkan berat badan fkhrun.
Apabila berat suatu barang adalah 0 maka barng tersebut memang benar benar tidak memiliki
berat.

Tipe sekala pengukuran juga sangat berkaitan dengan alat analisis data yagn
diguknakan jika sekala pengukuran yang digunakan adalah sekala nominal dan ordinal maka
alat analisi stastistik yang digunakan adalah statisitk non-parametik akan tetapi, jika sekala
pengukuran yang digunakan adalah interval dan rasio maka alat analisis ststistik yang
diguanakan adalah non parametirik.
Setelah variabel yang menjadi perhatian diidentifikasi dan didefinisikan secara
konseptual, suatu jenis sekala harus dipilih. Pemilihan sekala amat tergantung dari ciri-
ciri yang mendasari konsep dan antisipasi peneliti terhadap penggunaan variabel yang
digunakan dalam tahap analisi data. Dengan kata lain, untuk memilih skala yang sesuai,
peneliti harus memilih peralatan yang dapat mengukur secara tepat dan konsisten apa
yang harus diukur untuk mencapai tujuan penelitian. Proses ini disebut evalusai mengenai
skala pengukuran. Dalam mengevalusai skala pengukuran, harus diperhatikan dua hal (1)
validitas dan (2) reliabelitas
D. VALIDASI

Sutau skala pengukuran disebut valid bila melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan
mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila skala pengukuran tidak valid maka tidak
bermanfaaat bagi peneliti Karena tidak mengukur atau melakukan apa yang seharusnya
dilakukan.

E. REHABILITAS
Reliabilitas menunjukkan konsistensi dan stabilitas dari suatu skor (skala
pengukuran). Reliabilitas berbeda dengan validitas karena yang pertama memusatkan
perhatian pada masalah kosistensi, sedang yang kedua lebih memperhatikan masalah
ketepatan. Dengan demikian, realibilitas mencakup dua hal utama yaitu; stabilitas ukuran
dan konsistensi internal ukuran (Sekaran, 2000:207-7)

F. STABILITAS UKURAN
Stabilitas ukuran menunjukkan kemampuan sebuah ukuran untuk tetap stabil
atau tidak rentan terhadap perubahan situasi apapun. Kestabilan ukuran dapat
membuktikan kebaikan (goodness) sebuah ukuran dalam mengukur sebuah konsep.
Terdapat dua jenis uji stabilitas, yaitu test-retest realibility dan realibilitas bentuk paralel
(paralel-form realibility).
Test-Retest Realibility, yaitu koefisien realibilitas yang diperoleh dari
pengulangan pengukuran konsep yang sama dalam dua kali kesempatan. Yaitu ketika
kuisioner yang berisi item-item untuk mengukur konsep yang sama diberikan kepada
responden pada saat ini dan diberikan kembali pada responden yang sama dalam waktu
yang berbeda (misalnya, 2 minggu – 6 bulan). Kemudian korelasi antar skor yang
diperoleh dari responden yang sama dengan dua waktu yang erbeda inilah yang disebut
dengan koefisien test-retest. Semakin tinggi koefisien, semakin baik test-retest realibility,
sehingga semakin stabil sebuah ukuran untuk waktu yang berbeda.
Realibilitas Bentuk Paralel (Parallel-Form Realibility), terjadi ketika
respons dari dua pengukuran yang sebanding dalam menyusun konstruks yang sama
memiliki korelasi yang tinggi. Kedua bentuk pengukuran memiliki item yang serupa dan
format respons yang sama dengan sedikit perubahan dalam penyusunan kalimat dan
urutan pertanyaan. Yang ingin diketahui di sini adalah kesalahan variabilitas (error
variability) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dalam penyusunan kalimat dan
urutan pertanyaan. Jika dua bentuk pengukuran yang sebanding memiliki korelasi yang
tinggi (katakanlah 0,8 atau lebih) maka dapat dipastikan ukuran tersebut dapat dipercaya
(reliable) dengan kesalahan varian minimal karena faktor penyusunan kalimat dan ukuran
pertanyaan.

G. KONSISTENSI INTERNAL UKURAN


Konsistensi internal ukuran merupakan indikasi homogenitas item-item yang
ada dalam ukuran yang menyusun konstruk. Dengan kata lain item-item yang a da harus
“sama” dan harus “mampu” mengukur konsep yang sama secara independen, sedemikian
rupa sehingga responden seragam dalam mengartikan setiap item. Hal ini dapat dilihat
dengan mengamati apakah item dan subsetitem dalam instrumen pengukur memiliki
korelasi yang tinggi. Konsistensi ukuran dapat diamati melalui reliabilias konsitsnesi
antar item (inter item consistency reliability) dan split-half reliability.

Jenis-Jenis Validitas

Validitas Deskripsi

Content Validity Apakah ukuran telah cukup mengukur sebuah


konsep?

Face Validity Apakah “ahli” mengesahkan bahwa instrumen


telah mengukur apa yang seharusnya diukur?

Criterion-Related Apakah ukuran dibedakan sehingga dapat


Validity membantu dalam memprediksi variable
kriteria?

Concurrent Validity Apakah ukruan dibedakan sehingga dapay


membantu dalam memprediksi variable
kriteria saat ini?

Predictive Validity Apakah ukuran dibedakan untuk membantu


memprediksi kriteria masa depan?

Construct Validity Apakah instrumen yang ada sesuai dengan


konsep teori?

Convergent Apakah kedua instrumen dalam mengukur


Validity konsep berkorelasi tinggi?

Discriminant Apakah ukuran memiliki korelas yang rendah


Validity dengan yang seharusnya tidak berhubungan
dengan variabel?

Sumber: Sekaran (2000:209)

Realibilitas Konsistensi Antaritem adalah konsistensi jawaban responden


untuk semua item dalam ukuran. Ketika sebuah item merupakan ukuran yang independen
untuk dua buah konsep yang sama, maka item-item tersebut akan saling berkorelasi.

Split-Half Reliability menunjukkan korelasi antara dua bagian instrumen.


Estimasi split-half reliability akan berbeda, tergantung pada bagaimana item-item dalam
ukuran dibagi ke dalam dua bagian

H. MACAM-MACAM SKALA PENGUKURAN


Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai
acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat
ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan
menghasilkan data kuantitatif. Sebagai contoh, misalnya timbangan emas
sebagai instrumen untuk mengukur berat emas, dibuat dengan skala mg dan
akan menghasilkan data kuantitatif berat emas dalam satuan mg bila
digunakan untuk mengukur; meteran sebagai instrumen untuk mengukur
panjang dibuat dengan skala mm, dan akan menghasilkan data kuantitatif
panjang dengan satuan mm.
Dengan skala pengukuran ini, maka nilai variabel yang diukur dengan
instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka, sehingga lebih
akurat, efisien dan komunikatif. Berbagai skala sikap yang dapat digunakan
untuk penelitian administrative, pendidikan dan sosial antara lain adalah:
a. Skala Likert
b. Skala Guttman
c. Skala Scale
d. Semantic Deferential

Ke empat jenis skala tersebut jika digunakan dalam pengukuran akan


mendapatkan data interval, atau rasio. Hal ini akan tergantung pada bidang
yang akan diukur.

a. Skala Likert
Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam
penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh
peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian.
Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan
menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai
titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa
pernyataan atau pertanyaan.
Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert
mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat
berupa kata-kata antara lain:
1. Sangat setuju 1. selalu
2. Setuju 2. sering
3. Ragu-ragu 3. kadang-kadang
4. Tidak setuju 4. tidak pernah
5. Sangat tidak setuju

1. Sangat positif 1. sangat baik


2. Positif 2. baik
3. Negatif 3. tidak baik
4. Sangat negatif 4. sangat tidak baik
Untuk keperluan analisis kuantitatif, makan jawaban itu dapat
diberi skor, misalnya:

1. Sangat Setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5


2. Setuju/sering/positif diberi skor 4
3. Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3
4. Tidak setuju/hampir tidak pernah/ negatif diberi skor 2
5. Sangat tidak setuju/tidak pernah diberi skor 1

Instumen penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat


dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda.

1. Contoh Bentuk Checklist (Centang):


Berilah jawaban atas pertanyaan berikut sesuai dengan
pendapat Anda dengan memberi tanda centang (√) pada kolom
yang tersedia

Jawaban
No. Pertanyaan
SS ST RG TS STS
1. Sekolah ini akan menggunakan √
teknologi informasi dalam
pelayanan administrasi dan
akademik.

.............................................
2.

Sumber : Sugiyono, 2012,137

Keterangan : SS = Sangat Setuju, ST = Setuju, RG = Ragu-


ragu, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak Setuju.

Kemudian dengan teknik pengumpulan data angket, maka


instrument tersebut misalnya diberikan kepada 100 orang karyawan
yang diambil secara random. Dari 100 orang pegawai setelah
dilakukannya analisis, misalnya:

20 orang menjawab SS

40 orang menjawab ST

5 orang menjawab RG

20 orang menjawab TS

10 orang menjawab STS

Berdasarkan data tersebut 65 orang (40 + 25) atau 65%


stakeholder menjawab setuju dan sangat setuju. Jadi
kesimpulannya mayoritas stakeholder setuju dengan sekolah
sekolah yang akan menggunakan teknologi informasi dalam
pelayanan administrasi dan akademik.

Data interval tersebut juga dapat dianalisis dengan


menghitung rata- rata jawaban berdasarkan skoring setiap jawaban
dari responden. Berdasarkan skor yang telah ditetapkan dapat
dihitung sebagai berikut:

Jumlah skor untuk 25 orang yang menjawab SS = 25 x 5 = 125

Jumlah skor untuk 40 orang yang menjawab ST = 40 x 4 = 160

Jumlah skor untuk 5 orang yang menjawab RG = 5 x 3 = 15

Jumlah skor untuk 20 orang yang menjawab TS = 20 x 2 = 40

Jumlah skor untuk 10 orang yang menjawab STS = 10 x 1 = 10

Jumlah Total = 350

Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 5 x 100 =


500 (seandainya semua menjawab SS). Jumlah skor yang diperoleh
dari penelitian = 350. Jadi berdasarka data tersebut maka tingkat
persetujuan stakeholder terhadap penggunaan teknologi informasi
dalam pelayanan administrasi dan akademik sekolah = (350 : 500)
x 100% = 70% dari yang diharapkan (100%).

Secara kontinium dapat digambarkan sebagai berikut:


STS TS RG ST SS

100 200 300 400 500


350

Berdasarkan data yang diperoleh dari 100 responden maka


rata- rata 350 terletak pada daerah mendekati setuju.

2. Contoh bentuk pilihan ganda :


Berilah jawaban atas pertanyaan berikut sesuai dengan
pendapat Anda dengan memberi tanda silang pada huruf jawaban
yang tersedia.
a. Kurikulum baru itu akan segera diterapkan di lembaga
pendidikan anda?
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Ragu-ragu
4. Setuju
5. Sangat setuju
Untuk analisis kuantitatif, maka jawaban tersebut dapat
diberi skor. Jawaban positif diberi nilai terbesar hingga jawaban
negatif diberi nilai negatif (Sugiyono, 2012,136-139)
Dengan bentuk pilihan ganda itu, maka jawaban dapat
diletakan pada tempat yang berbeda-beda. Untuk jawaban di atas
“sangat tidak setuju” diletakkan pada jawaban nomor pertama.
Untuk item selanjutnya jawaban “sangat tidak setuju” dapat
diletakkan pada jawaban nomor terakhir.
Dalam penyusunan instrumen untuk variabel tertentu,
sebaiknya butir- butir pertanyaan dibuat dalam bentuk kalimat
positif, netral atau negatif, sehingga responden dapat menjawab
dengan serius dan konsisten. Contoh:
a. Saya setuju dengan Ujian Nasional untuk mengukur
kompetensi lulusan sekolah di Indonesia. (Positif)
b. Ujian Nasional telah banyak diterapkan di negara-
negara maju. (Netral)
c. Saya tidak setuju dengan Ujian Nasional untuk
mengukur kompetensi lulusan sekolah di Indonesia.
(Negatif)
Dengan cara demikian maka kecenderungan responden
untuk menjawab pada kolom tertentu dari bentuk checklist
( Centang ) dapat dikurangi. Dengan model ini juga responden
akan selalu membaca pertanyaan setiap item instrumen dan juga
jawabannya. Pada bentuk checklist, seringkali jawaban tidak
dibaca, karena letak jawaban sudah menentu. Tetapi dengan bentuk
checklist, maka akan dapat keuntungan dalam hal ini singkat dalam
pembuatannya, hemat kertas, mudah mentabulasikan data, dan
secara visual lebih menarik. Data yang diperoleh dari skala tersebut
adalah berupa data interval.
b. Skala Guttman
Skala pengukuran dengan tipe ini, akan didapat jawaban yang
tegas, yaitu “ya-tidak”; “benar-salah”; “pernah-tidak pernah”; “positif-
negatid”; dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau
rasio dikhotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala Likert terdapat
3,4,5,6,7 interval, dari kata “sangat setuju” samapai “sangat tidak setuju”,
maka pada dalam skala Guttman hanya ada dua interval yaitu “setuju” atau
“tidak setuju”. Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila
ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang
ditanyakan.
Contoh :

1. Bagaimana pendapat anda, bila orang itu menjabat Kepala Sekolah di


sini?
a. Setuju
b. Tidak setuju
2. Pernahkah Pemilik Sekolah melakukan pemeriksaan di ruang kelas
anda?
a. Tidak pernah

b. Pernah

Skala Guttman selain dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda,


juga dapat dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban dapat dibuat skor
tertinggi satu dan terendah nol. Misalnya untuk jawaban setuju diberi skor
1 dan tidak setuju diberi skor 0. Analisa dilakukan seperti pada skala
Likert.
Pernyataan yang berkenaan dengan fakta benda bukan termasuk
dalam skala pengukuran interval dikotomi.
Contoh :
1. Apakah sekolah anda dekat jalan Protokol ?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah Anda punya ijazah sarjana ?
a. Tidak

b. Punya

c. Semantic Defferensial

Skala pengukuran yang berbentuk semantic defferensial


dikembangkan oleh Osgood. Skala ini juga digunakan untuk mengukur
sikap, hanya bentuknya tidak pilihan ganda maupun checklist, tetapi
tersusun dalam satu garis kontinum yang jawaban “sangat positifnya”
terletak di bagian kanan garis, dan jawaban yang “sangat negatif” terletak
di bagian kiri garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh adalah data
interval, dan biasanya skala ini digunakan untuk mengukur
sikap/karakteristik tertentu yang dipunyai oleh seseorang.

Contoh :
Mohon diberi nilai gaya kepemimpinan
Kepala Sekolah

Bersahabat 5 4 3 2 1 Tidak Bersahabat


Tepat janji 5 4 3 2 1 Lupa Janji
Bersaudara 5 4 3 2 1 Memusuhi
Memberi pujian 5 4 3 2 1 Mencela

Mempercayai 5 4 3 2 1 Mendominasi

Responden dapat memberi jawaban, pada rentang jawaban yang


positif sampai dengan negatif. Hal ini tergantung pada persepsi responden
kepada yang dinilai.

Responden yang memberi penilaian dengan angka 5, berarti


persepsi responden terhadap Kepala Sekolah itu sangat positif, sedangkan
bila memberi jawaban pada angka 3, berarti netral, dan bila memberi
jawaban pada angka 1, maka persepsi responden terhadap Kepala Sekolah
sangat negatif.

d. Rating Scale

Dari ke tiga skala pengukuran seperti yang telah dikemukakan, data


yang diperoleh semuanya adalah data kualitatif yang kemudian
dikuantitatifkan. Tetapi dengan rating-scale data mentah yang diperoleh
berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.

Responden menjawab, senang atau tidak senang, setuju atau tidak


setuju, pernah-tidak pernah adalah merupakan data kualitatif. Dalam skala
model rating scale, responden tidak akan menjawab salah satu dari
jawaban kualitatif yang telah disediakan, tetapi menjawab salah satu
jawaban kuantitatif yang disediakan. Oleh karena itu rating scale ini lebih
fleksibel, tidak terbatas untuk pengukuran sikap saja tetapi untuk
mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti skala
untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, pengetahuan,
kemampuan, proses kegiatan dan lain-lain.

Yang penting bagi penyusun instrumen dengan rating scale adalah


harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif
jawaban pada setiap item instrumen. Orang tertentu memilih jawaban
angka 2, tetapi angka 2 oleh orang tertentu belum tentu sama maknanya
dengan orang lain yang juga memilih jawaban dengan angka 2.

Contoh 1:

Seberapa baik ruang kelas di sekolah ini A ?

Berilah jawaban dengan angka :

4. bila tata ruang itu sangat baik


3. bila tata ruang itu cukup baik
2. bila tata ruang itu kurang baik
1. bila tata ruang itu sangat tidak baik

Jawaban dengan melingkari nomor jawaban yang tersedia sesuai dengan


keadaan yang sebenarnya.

No Item Pertanyaan Tentang Tata Ruang Kantor Interval Jawaban


1. Penataan meja murid dan guru sehingga 4 3 2 1
komunikasi lancar.
2. Pencahayaan alam tiap ruangan. 4 3 2 1
3. Pencahayaan buatan / listrik tiap 4 3 2 1
ruang sesuai dengan kebutuhan.
4. Warna lantai sehingga tidak 4 3 2 1
menimbulkan pantulan cahaya yang
dapat menggangu pegawai.
5. Sirkulasi udara setiap ruangan 4 3 2 1
6. Keserasian warna media pendidikan, 4 3 2 1
perabot dengan ruangan kelas.
7. Penempatan almari buku. 4 3 2 1
8. Penempatan ruangan guru. 4 3 2 1
9. Meningkatkan keakraban sesama 4 3 2 1
murid.
10. Kebersihan ruangan. 4 3 2 1

Bila instrumen tersebut digunakan sebagai angket dan diberikan


kepada 30 responden, maka sebelum dianalisis, data dapat ditabulasikan
seperti pada gambar 6.1 halaman berikut.
TABEL 6.1

JAWABAN 30 RESPONDEN TENTANG

TATA RUANG KELAS

No Rersponden Jawaban Responden Untuk Item Nomor : Jumlah


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 4 3 3 4 3 2 1 2 3 4 29
2 3 4 4 1 3 4 4 3 2 1 29
3 3 3 3 3 3 2 2 2 3 4 28
4 1 2 3 2 3 3 3 3 2 3 25
5 4 3 3 3 3 3 1 2 2 4 29
6 1 1 1 1 2 2 1 2 2 1 15
7 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 18
8 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 33
9 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 36
10 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 14
11 3 3 3 3 3 2 2 1 1 3 24
12 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 15
13 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 28
14 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 33
15 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 26
16 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 38
17 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 20
18 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 27
19 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 27
20 1 1 1 2 2 3 3 3 3 2 21
21 2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 26
22 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 28
23 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 37
24 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30
25 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 35
26 3 3 2 2 2 2 3 4 4 4 29
27 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 38
28 4 3 3 2 2 2 2 2 4 2 26
29 4 3 3 2 2 2 2 1 4 2 25
30 3 3 2 2 2 3 4 4 4 2 29
Jml 818

Jumlah skor kriterium (bila setiap butir mendapat skor tertinggi) = 4 x 10 x 30 = 1200.
Untuk ini skor tertinggi tiap butir= 4, jumlah butir = 10 dan jumlah responden= 30.
Jumlah skor hasil pengumpulan data= 818. Dengan demikian kualitas tata ruang kelas
lembaga lembaga pendidikan A menurut presepsi 30 responden itu 818 : 1200 = 68% dari
kriteria yang ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut.

300 600 900 1200


818
Sangat tidak baik Kurang baik Cukup baik Sangat baik

Nilai 818 termasuk dalam kategori interval “kurang baik dan cukup baik”. Tetapi
lebih mendekati cukup baik.

Contoh 2:

Seberapa tinggi pengetahuan anda terhadap mata pelajaran berikut sebelum dan
sesudah mengikuti pendidikan dan latihan. Arti setiap angka adalah sebagai berikut.

0 = bila sama sekali belum tahu

1 = telah mengetahui sampai dengan 25%

2 = telah mengetahui sampai dengan 50%

3 = telah mengetahui sampai dengan 75%

4 = telah mengetahui 100% (semuanya)

Mohon dijawab dengan cara melingkari nomor sebelum dan sesudah latihan

Pengetahuan Pengetahuan
sebelum sesudah
Mata pelajaran
mengikuti mengikuti
diklat diklat
0 1 2 0 1 2
Komunikasi
3 4 3 4
0 1 2 Tata ruang 0 1 2
3 4 kantor 3 4
0 1 2 Pengambilan 0 1 2
3 4 keputusan 3 4
0 1 2 Sistem 0 1 2
pembuatan
3 4 3 4
laporan
0 1 2 0 1 2
Pemasaran
3 4 3 4
0 1 2 0 1 2
Akuntansi
3 4 3 4
0 1 2 0 1 2
Statistik
3 4 3 4

Dengan dapat diketahuinya pegetahuan sebelum dan sesudah mengikuti diklat, maka
pengaruh pendidikan dan latihan dalam menambah pengetahuan para pegawai yang
mengikuti diklat dapat dikenali.

Data dari pengukuran sikap dengan skala sikap dan pengukuran tata ruang adalah
berbentuk data interal. Tetapi data hasil dari pengukuran penambahan pengetahuan seperti di
atas menghasilkan rasio.

Selain instrument seperti yang di atas, ada instrument penelitian yang digunakan
untuk mendapatkan data nominal dan ordinal.

1. Instrumen untuk menjaring data nominal

Contoh:

a. Berapakah jumlah guru di sekolah anda? ………guru.


b. Berapakah guru yang dapat berbahasa Inggris? …...guru.
c. Berapa murid yang paling Anda sukai? ……………murid.
d. Berapakah jumlah komputer yang dapat digunakan di lembaga pendidikan Anda?
…………komputer.
e. Dari mana Anda mengetahui lokasi sekolah ini? ………….

2. Instrumen untuk menjaring data ordinal


Contoh:
TABEL 6.2
RANGKING TERHADAP SEPULUH MURID DI SEKOLAH A

Nama Murid Rangking nomor


A ……….
B ……….
C ……….
D ……….
E 1
F ……….
G ……….
H ……….
I ……….
J ……….

Misalnya murid bernama E adalah yang paling baik prestasinya, maka murid tersebut
diberi rangking 1.

Pada tabel 6.3 diberikan contoh instrument untuk mendapatkan data ordinal. Dengan
instrumen tersebut responden diminta untuk mengurutkan rangking 23 faktor yang
mempengaruhi produktivitas kerja karyawan. Misalnya sistem pembinaan karir
merupakan faktor yang paling berperan dalam mempengaruhi produktivitas, maka faktor
no 10 diberi rangking 1.

TABEL 6.3

RANGKING FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS KERJA

Rank Faktor yang mempengaruhi GURU

No. produktivitas kerja karyawan


……… 1. latar belakang pendidikan
……… 2. dorongan keluarga
……… 3. training sebelum bekerja
……… 4. magang sebelum bekerja
……… 5. bakat seseorang
……… 6. pengawasan atasan
……… 7. peranan pemimpin
……… 8. gaji bulanan
……… 9. uang lembur
……… 10. pembinaan karir
……… 11. pekerjaan sesuai minat
……… 12. hubungan dengan teman
kerja
……… 13. hubungan dengan
pemimpin
……… 14. kejelasan apa yang
Prestasi
Prestasi kerja

dikerjakan
……… 15. kreativitas
……… 16. kebersihan ruangan
kerja karyawan

……… 17. cahaya ruangan


……… 18. sirkulasi udara
karyawan

……… 19. waktu istirahat


……… 20. alat-alat kerja
……… 21. kesehatan kerja
……… 22. harapan yang dipenuhi
……… 23. disiplin kerja
I. INSTRUMEN PENELITIAN
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena sosial
maupun alam. Meneliti dengan data yang sudah ada lebih tepat dinamakan dengan
membuat laporan daripada melakukan penelitian.
Begitu masalah penelitian telah dirumuskan dan desain penelitian telah dipilih
untuk memecahkan masalah, tugas peneliti selanjutnya adalah memilih teknik
pengukuran (measurement) dan mendesain instruen penelitian. Teknik pengukuran pada
dasarnya membicarakan mengenai aturan dan prosedur yang digunakan untuk
menjembatani antara apa yang terjadi pada dunia nyata. Misalnya jika peneliti ingin
mengukur kepuasan kerja karyawan Perumka, teknik pengukuran akan berusaha
meyakinkan bahwa tingkat kepuasan kerja benar-benar dapat diukur dengan skala
pengukuran tertentu.

Proses pengukuran amat berkaitan dengan desain instruen. Desain instrument


dapat didefinisikan sebagai p enyusunan instrument pengumpulan data (biasanya berupa
suatu kuisioner) untuk mendapatkan data yang dibutuhkan guna memecahkan masalah
penelitian.

You might also like