You are on page 1of 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Luar

Secara anatomi telinga luar dapat dibagi menjadi aurikula (pinna) dan

liang telinga (canalis acusticus eksternus/CAE). Telinga luar dipisahkan dengan

telinga dalam oleh membran timpani. aurikula dan 1/3 lateral liang telinga tediri

dari kartilago elastis yang secara embrional berasal dari mesoderm dan sejumlah

kecil jaringan subkutan yang ditutupi oleh kulit dan adneksanya. Hanya lobulus

pinna yang tidak memiliki kartilago dan terdapat lemak (Bailey et al., 2006).

Gambar 1
Sumber: (Dictio, 2010)

2.2 Serumen

Serumen biasanya ditemukan di kanalis akustikus eksternus yang

merupakan pertahanan penting dalam upaya mencegah terjadinya infeksi.

Meskipun demikian, orang terkadang mengabaikan pentingnya kebersihan telinga.

3
4

Keadaan ini akan terus berlanjut dan menyebabkan hilangnya pertahanan terhadap

infeksi dan kemudian dapat pula mengakibatkan sumbatan oleh serumen, yang

menunjukkan gejala berupa gangguan pendengaan (Hawkw&Michael, 2002).

2.2.1 Definisi Serumen

Serumen adalah suatu campuran dari material sebasea dan sekresi apokrin

dari kelenjar seruminosa yang bersatu dengan epitel deskuamasi dan rambut. Kata

serumen umumnya disinonimkan dengan earwax (lilin telinga), namun ada

pendapat yang mengatakan bahwa secara teknis kedua kata ini berbeda (Rinaldo

2007).

Serumen ditujukan hanya pada hasil sekresi dari kelenjar seruminosa pada

kanalis akustikus eksternus, dan ini merupakan salah satu unsur yang membentuk

earwax. Komponen lainnya berupa lapisan besar hasil deskuamasi keratin

skuamosa (sel-sel mati, penumpukan sel pada lapisan luar kulit), keringat, sebum

dan bermacam-macam substansi asing. Subtansi asing ini dapat berupa zat-zat

eksogen yang dapat masuk ke kanalis akustikus eksternus, contohnya spray

rambut (hair spray) sampo, krim untuk mencukur janggut, bath oil, kosmetik,

kotoran dan sejenisnya. Komponen utama earwax adalah keratin (Rinaldo 2007;

Earwax, 2008).

Namun, karena perbedaan serumen dan keratin tidak merupakan suatu hal

yang mendasar maka keduanya akan disebut sebagai serumen (Hawkw&Michael,

2002).

2.2.2 Komposisi dan Produksi Serumen

4
5

Kelenjar seruminosa terdapat di dinding superior dan bagian kartilaginosa

kanalis akustikus eksternus. Sekresinya bercampur dengan sekret berminyak

kelenjar sebasea dari bagian atas folikel rambut membentuk serumen.

Serumen membentuk lapisan pada kulit kanalis akustikus eksternus

bergabung dengan lapisan keratin yang bermigrasi untuk membuat lapisan

pelindung pada permukaan yang mempunyai sifat antibakteri.terdapat perbedaan

besar dalam jumlah dan kecepatan migrasi serumen. Pada beberapa orang

mempunyai jumlah serumen sedikit sedangkan lainnya cenderung terbentuk

massa serumen yang secara periodik menyumbat liang telinga (John, 2008).

Serumen dibagi menjadi tipe basah dan tipe kering. Serumen tipe kering

dapat dibagi lagi menjadi tipe lunak dan tipe keras (Hawkw&Michael, 2002).

Serumen tipe basah dan tipe kering

Pada ras Oriental memiliki lebih banyak tipe serumen dibandingkan

dengan orang ras non-Oriental. Serumen pada ras Oriental, dan hanya pada ras

Oriental, memilki karakteristik kering, berkeping-keping, berwarna kuning emas

dan berkeratin skuamosa yang disebut rice-brawn wax. Serumen pada ras non-

Oriental berwarna coklat dan basah, dan juga dapat menjadi lunak ataupun keras.

Perkembangan serumen dipengaruhi oleh mekanisme herediter, alel serumen

kering bersifat resesif terhadap alel serumen basah. Yang cukup menjadi perhatian

adalah bahwa rice-bran wax berhubungan dengan rendahnya insidensi kanker

payudara. Namun, ini bukanlah suatu hal yang mengejutkan karena kelenjar

seruminosa dan kelenjar pada payudara sama-sama merupakan kelenjar eksokrin.

(Hawkw&Michael, 2002).

5
6

Serumen tipe lunak dan tipe keras

Selain dari bentuknya, beberapa faktor dapat membedakan serumen tipe

lunak dan serumen tipe kering (Hawkw&Michael, 2002) :

 Tipe lunak lebih sering terdapat pada anak-anak, dan tipe keras lebih

sering pada orang dewasa.

 Tipe lunak basah dan lengket, sedangkan tipe keras lebih kering dan

bersisik.

 Korneosit banyak terdapat dalam serumen namun tidak pada

serumen tipe keras.

 Tipe keras lebih sering menyebabkan sumbatan, dan tipe ini paling

sering kita temukan di tempat praktek.

Warna serumen bervariasi dari kuning emas, putih, sampai hitam, dan

konsistensinya dapat tipis dan berminyak sampai hitam dan keras. Serumen yang

berwarna hitam biasanya tidak ditemukan pada anak-anak, namun bila dijumpai

maka dapat menjadi tanda awal terjadinya aklaptonuria (Rinaldo, 2007).

2.2.3 Fisiologi Serumen

Serumen memiliki banyak manfaat untuk telinga. Serumen menjaga

kanalis akustikus eksternus dengan barier proteksi yang akan melapisi dan

mambasahi kanalis. Sifat lengketnya yang alami dapat menangkap benda asing,

menjaga secara langsung kontak dengan bermacam-macam organisme, polutan,

dan serangga. Serumen juga mepunyai pH asam (sekitar 4-5). pH ini tidak dapat

ditumbuhi oleh organisme sehingga dapat membantu menurunkan resiko infeksi

6
7

pada kanalis akustikus eksternus (Hawkw&Michael, 2002;

Greener&Robinson,2008).

Proses fisiologis meliputi kulit kanalis akustikus eksternus yang berbeda

dari kulit pada tempat lain. Pada tempat lain, sel epitel yang sudah mati dan

keratin dilepaskan dengan gesekan. Karena hal ini tidak mugkin terjadi dalam

kanalis akustikus eksternus migrasi epitel squamosa merupakan cara utama untuk

kulit mati dan debris dilepaskan dari dalam. Sel stratum korneum dalam membran

timpani bergerak secara radial dari arah area anular membran timpani secara

lateral sepanjang permukaan dalam kanalis akustikus eksternus. Sel berpindah

terus ke lateral sampai mereka berhubungan dengan bagian kartilaginosa dan

akhirnya dilepaskan, ketiadaan rete pegs dan kelenjar sub epitelial serta

keberadaan membrane basal halus memfasilitasi pergerakan epidermis dari

meatus ke lubang lateral pergerakan pengeluaran epitel dari dalam kanal

memberikan mekanisme pembersihan alami dalam kanalis akustikus eksternus,

dan bila terjadi disfungsi akan menyebabkan infeksi (Rinaldo, 2007;

Greener&Robinson,2008).

Berikut ini beberapa fungsi dari Serumen (Hawkw&Michael, 2002;

Greener&Robinson,2008) :

 Membersihkan

Pembersihan kanalis akustikus eksternus terjadi sebagai hasil dari proses

yang disebut “conveyor belt” process, hasil dari migrasi epitel ditambah dengan

gerakan seperti rahang (jaw movement). Sel-sel terbentuk ditengah membran

timpani yang bermigrasi kearah luar dari umbo ke dinding kanalis akustikus

7
8

eksternus dan bergerak keluar dari kanalis akustikus eksternus. Serumen pada

kanalis akustikus eksternus juga membawa kotoran, debu, dan partikel-pertikel

yang dapat ikut keluar. Jaw movement membantu proses ini dengan menempatkan

kotoran yang menempel pada dinding kanalis akustikus eksternus dan

meningkatkan harapan pengeluaran kotoran.

 Lubrikasi
Lubrikasi mensegah terjadinya desikasi, gatal, dan terbakarnya kulit

kanalis akustikus eksternus yang disebut asteatosis. Zat lubrikasi diperoleh dari

kandungan lipid yang tinggi dari produksi sebum oleh kelenjar sebasea. Pada

serumen tipe basah, lipid ini juga mengandung kolesterol, skualan, dan asam

lemak rantai panjang dalam jumlah yang banyak, dan alcohol.

 Fungsi sebagai Antibakteri dan Antifungal

Fungsi antibacterial telah dipelajari sejak tahun 1960-an, dan banyak studi

yang menemukan bahwa serumen bersifat bakterisidal terhadap beberapa strain

bakteri. Serumen ditemukan efektif menurunkan kemampuan hidup bakteri antara

lain haemophilus influenzae, staphylococcus aureus dan escherichia colli.

Pertumbuhan jamur yang biasa menyebabkan otomikosis juga dapat dihambat

dengan signifikan oleh serumen manusia. Kemampuan anti mikroba ini

dikarenakan adanya asam lemak tersaturasi lisosim dan khususnya pH yang

relative rendah pada serumen (biasanya 6 pada manusia normal).

2.2.4 Penyebab Akumulasi Serumen

Penumpukan serumen mungkin disebabkan ketidakmampuan pemisahan

korneosit. Dermatologist melihat beberapa kondisi yang mereka sebut Gangguan

8
9

Retensi Korneosit yang memunjukkan adanya penumpukan serumen

(Hawkw&Michael, 2002).

2.3 Penanganan Serumen

Mengeluarkan serumen dapat dilakukan dengan irigasi atau dengan alat-

alat. Irigasi yang merupakan cara yang halus untuk membersihkan kanalis

akustikus eksternus tetapi hanya boleh dilakukan bila membran timpani pernah

diperiksa sebelumnya (Brian et al., 2001; Pray, 2005).

Perforasi membran timpani memungkinan masuknya larutan yang

terkontaminasi ke telinga tengah dan dapat menyebabkan otitis media. Semprotan

air yang terlalu keras kearah membran timpani yang atrofi dapat menyebakan

perforasi. Liang telinga dapat diirigasi dengan alat suntik atau yang lebih mudah

dengan botol irigasi yang diberi tekanan. Liang telinga diluruskan dengan menarik

daun telinga keatas dan belakang dengan pandangan langsung arus air diarahkan

sepanjang dinding superior kanalis akustikus ekstenus sehingga arus yang kembali

mendorong serumen dari belakang. Air yang keluar ditampung dalam wadah yang

dipegang erat dibawah telinga dengan bantuan seorang asisten sangat membantu

dalam mengerjakan prosedur ini (John, 2008; Pray 2005).

2.4 Zat Serumenolitis

Adakalanya pasien dipulangkan dan diinstruksikan memakai tetes telinga

waktu singkat. Tetes telinga yang dapat digunakan antara lain minyak mineral,

hydrogen peroksida, debrox, dan cerumenex. Pemakaian preparat komersial untuk

jangkan panjang atau tidak tepat dapat menimbulkan iritasi kulit atau bahkan

dermatitis kontak (Nurbaiti&Efaiti,2004).

9
10

Pada serumen tipe basah biasanya diperlukan untk melembutkan serumen

sebelum dikeluarkan. Proses ini digantikan oleh zat serumenolisis dan keadaan ini

tercapai dengan mengunakan lautan yang bersifat serumenolytik agen yang

digunakan pada kanalis telinga biasanya dipakai untuk pengobatan di rumah.

(Hawkw&Michael, 2002).

Terdapat 2 tipe seruminolitik yaitu aqueos dan organik (Hawkw&Michael,

2002) yaitu:

Solutio aqueos tersusun atas air yang dapat dengan baik memperbaiki

masalah sumbatan serumen dengan melunakkannya, diantaranya :

 10% Sodium bicarbonate B.P.C (sodium bicarbonate dan glycerine)

 3% hidrogen peroksida

 2% asam asetat

 Kombinasi 0,5% aluminium asetat dan 0,03% benzetonium chloride.

Solusio organic dengan penyusun minyak hanya berfungsi sebagai lubrikan,

dan tidak berefek mengubah intergitas keratin skuamosa, antara lain :

 Carbamide peroxide (6,5%) dan glycerine


 Various organic liquids (propylene glycerol, almond oil, mineral oil, baby
oil, olive oil)
 Cerumol (arachis oil, turpentine, dan dichlobenzene)

 Cerumenex (Triethanolamine, polypeptides, dan oleate-condensate)

 Docusate, sebagai active ingredient ditentukan pada laxatives

Seruminolitik dalam hal ini khususnya solutio organic dapat menimbulkan

reaksi sensitivitas seperti dermatitis kontak. Dan pembersihan serumen yang tidak

10
11

tuntas dapat menyababkan superinfeksi jamur. Komplikasi lain yang mungkin

adalah ototoksisitas yang dapat terjadi bila terdapat perforasi. Zat serumenolitik

ini biasanya digunakan 2-3 kali selama 3-5 hari sebelum pengangkatan serumen

(Hawkw&Michael, 2002).

2.4.1 Serumenolitik Air

Air Suling (Distilled Water)

Air suling adalah air yang berasal dari proses distilasi (penyulingan). Air

suling dengan tingkat kemurnian tinggi (ultrapure distilled water) dapat diperoleh

dengan melakukan penyulingan ulang air suling biasa. Proses penyulingan telah

dikenal dan digunakan selama ribuan tahun. Terutama telah digunakan sebagai

metode untuk memproduksi minuman beralkohol seperti wiski dan vodka,

distilasi juga bekerja sebagai teknik pemurnian air (Katiyar, 2014).

Pada 1970-an, distilasi adalah metode populer pemurnian air rumah,

namun penggunaannya sekarang sebagian besar terbatas pada laboratorium sains

atau industri percetakan. Distilasi, mirip dengan reverse osmosis, menyediakan air

bebas mineral untuk digunakan di laboratorium ilmu pengetahuan atau untuk

tujuan pencetakan, baik sebagai fungsi membutuhkan air bebas mineral. Ini akan

menghapus bahan logam berat seperti timbal, arsen, merkuri dan dari air dan

pengerasan agen seperti kalsium dan fosfor (Ali, 2017).

Distilasi sering digunakan sebagai metode yang disukai pemurnian air di

negara-negara berkembang, atau daerah di mana risiko penyakit yang ditularkan

melalui air yang tinggi, karena kemampuan unik untuk menghilangkan bakteri

dan virus dari air minum (Ali, 2017).

11
12

Manfaat dan kegunaan secara umum

Air suling dapat dimanfaatkan sebagai larutan elektrolit untuk

mengisi tabung elektroliser. Larutan ini akan dicampur sodium

bikarbonat(NaOH). Volume air suling yang digunakan tergantung pada volume

tabung yang digunakan. Air mineral juga dapat digunakan sebagai pengganti air

suling, namun hal ini akan membuat risiko rusaknya elektroda semakin tinggi. Hal

ini disebabkan kandungan logam dan mineral dalam air mineral masih cukup

tinggi (Katiyar, 2014).

Air suling juga digunakan untuk membilas berbagai peralatan

untuk analisis laboratorium. Pada budidaya ikan cupang, kesadahan air tidak

boleh melewati ambang batas tertentu.[3] Untuk menurunkan kesadahan, dapat

digunakan air suling yang merupakan H2O murni sebagai salah satu alternatif

penurun kesadahan (Katiyar, 2014).

Dalam bidang kultur jaringan, air suling dapat digunakan untuk

melarutkan zat hara. Air suling juga digunakan untuk membilas eksplan ketika

melakukan sterilisasi eksplan, namun air suling perlu disterilkan terlebih dahulu

dengan autoklaf 30 menit (Katiyar, 2014).

Proses

Proses penyulingan menggunakan sumber panas untuk menguapkan air.

Tujuan dari destilasi adalah memisahkan molekul air murni dari kontaminan

dengan titik didih lebih tinggi dari air. Dalam proses distilasi, air pertama

dipanaskan hingga mencapai titik didihnya dan mulai menguap. Suhu kemudian

disimpan di sebuah konstanta (Katiyar, 2014).

12
13

Suhu stabil memastikan lanjutan penguapan air, tapi melarang minum

kontaminan air dengan titik didih lebih tinggi dari penguapan. Berikutnya, air

menguap ditangkap dan dipandu melalui sistem tabung untuk wadah lain.

Akhirnya, dihapus dari sumber panas, uap mengembun kembali ke bentuk cair

aslinya (Katiyar, 2014).

Kegunaan sebagai agen serumenolitik

Pada beberapa penelitian air suling dapat mejadi alternatif untuk

serumenolitik agent, apalagi di kombinasikan dengan serumenolitik agent yang

lainnya. Air suling sudah terbukti dapat menjadi serumenolitik agen yang sama

efektifnya dengan beberapa serumenolitik lainnya seperti 2% Para-

diklorobenzena, dan biasanya apabila dikombinasikan akan lebih efektif (Katiyar,

2014).

Pada pasien yang menggunakan air suling sebagai serumenolitik biasanya

menyebabkan komplikasi yang jauh lebih banyak dan juga rasa nyeri

dibangingkan dengan penggunaan serumenolitik jenis lainnya, dikarenakan pada

saat menggunakan air suling sebagai serumenolitik, air suling tersebut terkumpul

di kanalis auricula externa dalam waktu yang lama, sehingga dapat menyebabkan

kulit b\menjadi lebih basah dan ini membuat daaerah sekitar itu menjadi lebih

peka terhadap rangsangan nyeri (Katiyar, 2014).

Tetapi dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

mengungkapkan bahwa, penggunaan air suling sebagai serumenolitik agen

tunggal kurang di rekomendasikan (Katiyar, 2014; Ali, 2017).

13
14

2.4.2 Serumenolitik berbasis air

Hidrogen Peroksida (H2O2) 3%

Disebut juga cairan perhidrol, merupakan cairan hidrogen peroksida 3%

yang dapat digunakan untuk melembutkan atau membantu mengeluarkan serumen

telinga. Pemberian H2O2 sebagai tetes telinga telah lama dilakukan. Secara klinis

senyawa ini berguna untuk menghancurkan serumen, mengobati telinga berairdan

membersihkan tuba ventilasi yang tersumbat. (Handoko&Sumilat, 2014).

Penggunaan larutan ini secara berlebihan dapat menimbulkan infeksi di

telinga, karena kemungkinan ada cairan yang tertinggal di dalam saluran telinga

yang dapat menjadi media pertumbuhan bakteri. Cara penggunaan cairan

perhidrol adalah dengan mencampur larutan air hangat dan hidrogen peroksida

3% dengan perbandingan 1:1. Setelah itu, masukkan cotton bud ke dalam

campuran larutan tersebut kemudian gunakan untuk membersihkan serumen.

Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara meneteskan terlebih dahulu campuran

larutan air hangat dan cairan perhidrol ke dalam lubang telinga, tunggu beberapa

saat, kemudian bersihkan dengan alat pembersih telinga yang ujungnya tidak

tajam, seperti cotton bud. Cairan perhidrol disimpan dalam wadah tertutup rapat,

di tempat kering, terlindung cahaya dan suhu tidak lebih dari 150C

(Handoko&Sumilat, 2014).

Hydrogen peroksida (H2O2) merupakan suatu senyawa kimia yang bersifat

asam lemah. Senyawa ini berupa cairan yang tidak berwarna, lebih kental dari air.

Selain sebagai pemutih, hydrogen peroksida juga berfungsi sebagai antiseptic dan

produk industri rumahan dengan konsentrasi yang berbeda-beda. hydrogen

14
15

peroksida yang digunakan untuk antiseptik/desinfektan memiliki konsentrasi 3%,

sementara untuk fungsi yang lain, campuran hydrogen peroksida berkisar lebih

dari 10% (Handoko&Sumilat, 2014).

Kegunaan hydrogen peroksida dalam kehidupan sehari-hari antara lain

(Handoko&Sumilat, 2014) :

 Sebagai obat oles untuk inflamasi pada saluran telinga luar, obat tetes telinga

 Dapat digunakan sebagai produk pasta gigi, pemutih gigi dan obat kumur

 Sebagai zat pemutih dalam produk kemasan makanan kering, kapas hingga

kain katun

 Sebagai antiseptic ringan untuk mencegah infeksi

Sementara hydrogen peroksida juga dapat menimbulkan efek bahaya

apabila digunakan secara sembarangan dan tidak sesuai dosis yang dianjurkan.

Penggunaan hydrogen peroksida yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan

iritasi atau tukak lambung, embolisme gas, reaksi alergi, iritasi pada mata, apabila

digunakan pada luka bakar dapat menimbulkan luka tersebut lebih luas

(Handoko&Sumilat, 2014).

Natrium Bicarbonat 10%

Tetes telinga sodium bikarbonat digunakan untuk melembutkan kotoran

telinga kering dan mengeras. Hal ini mengurangi kebutuhan akan lilin untuk

dibuang secara fisik, tetapi juga membuat irigasi telinga lebih mudah ketika

pengangkatan diperlukan (Patient, 2014)

Kontraindikasi menggunakan obat tetes telinga

 Perforasi membran timphani, atau baru saja menjalani operasi telinga.

15
16

 Reaksi alergi terhadap tetes telinga lainnya.

Cara Penggunaan

 Sterilisasi tangan dan alat yang akan digunakan

 Hangatkan tetes ke suhu kamar sebelum menggunakannya. (Biarkan botol

berdiri di ruangan selama sekitar setengah jam).

 Pasien di baringkan, atau dimiringkan kepala sedikit, sehingga telinga

yang terkena menghadap ke atas.

 Tarik perlahan daun telinga (Posterior superior) untuk meluruskan saluran

telinga.

 Tetesi 3-4 tetes ke telinga pasien. jangan menyentuh bagian dalam telinga

dengan pipet saat melakukan ini. Jika tetes untuk anak-anak, hanya

memasukkan sebanyak tetes yang diperlukan untuk mengisi liang telinga.

 Biarkan telinga pasien menghadap ke atas selama 15 menit untuk

menyimpan larutan di telinga.

 Ulangi proses di telinga yang lain jika menggunakan tetesan di kedua

telinga (Stem, 2012).

Asam Asetat 2 %

Obat biasanya terlarut atau terbagi halus dalam air atau cairan lain.

Kebanyakan mengandung obat anti nyeri atau anti bakteri terhadap infeksi kuman

dan peradangan dari liang telinga. Peradangan dari telinga tengah kebanyakan

diobati dengan antibiotika melalui mulut karena tidak dapat dicapai oleh obat

tetes. Pada umumnya pembuatannya harus saksama(isotonis) dan larutan sedapat

mungkin bebas dari kuman atau jamur (Widodo et al., 2012).

16
17

Sediaan asam asetat (biasanya larutan 2-5%) menunjukkan aktivitas

antibakteri dan antijamur. Sangat bermanfaat untukP.

Aeruginosa, Staphilooccus, B-hemolitic streptococci, Candida spesies,

dan Aspergillus. Tidak ada mikroorganisme yang resisten terhadap sediaan ini.

Larutan asam asetat pada telinga luar biasanya dapat ditoleransi dan

nonsensitisasi, hanya instalasi ke dalam jaringan telinga tengah dapat

menimbulkan rasa nyeri (Widodo et al., 2012).

Larutan asam asetat dapat dikombinasi dengan alumunium asetat atau

senyawa steroid karena bersifat antiinflamasi dan antipruritik. Ada kecenderungan

larutan asam asetat menginduksi lapisan keratin yang akan meningkatkan jaringan

mati dalam liang selnya. Hal ini akan mempengaruhi infeksi dan memperlambat

proses penyembuhan. (Widodo et al., 2012).

17

You might also like

  • BAB 1 Refarat
    BAB 1 Refarat
    Document2 pages
    BAB 1 Refarat
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • LAPKAS Radiologi
    LAPKAS Radiologi
    Document6 pages
    LAPKAS Radiologi
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 2
    Bab 2
    Document15 pages
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Vertigo
    Vertigo
    Document30 pages
    Vertigo
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
    LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
    Document18 pages
    LAPORAN KASUS Skizofrenia Paranoid
    Garry
    No ratings yet
  • Bab 2
    Bab 2
    Document51 pages
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Skizofrenia Paranoid Kel 3
    Skizofrenia Paranoid Kel 3
    Document38 pages
    Skizofrenia Paranoid Kel 3
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 4
    Bab 4
    Document1 page
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 4
    Bab 4
    Document2 pages
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Fitofarmaka
    Fitofarmaka
    Document26 pages
    Fitofarmaka
    DebyAntatifaniRitonga
    No ratings yet
  • Bab 2 Laporan Kasus
    Bab 2 Laporan Kasus
    Document13 pages
    Bab 2 Laporan Kasus
    Ahmad Muttaqim
    No ratings yet
  • Mitigasi Manajemen Bencana
    Mitigasi Manajemen Bencana
    Document25 pages
    Mitigasi Manajemen Bencana
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 2
    Bab 2
    Document30 pages
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document3 pages
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 2 Laporan Kasus
    Bab 2 Laporan Kasus
    Document13 pages
    Bab 2 Laporan Kasus
    Ahmad Muttaqim
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document4 pages
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 2
    Bab 2
    Document4 pages
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 3 Tinjauan Pustaka
    Bab 3 Tinjauan Pustaka
    Document15 pages
    Bab 3 Tinjauan Pustaka
    ameliaintansaputri
    No ratings yet
  • Bab 1 Pendahuluan
    Bab 1 Pendahuluan
    Document3 pages
    Bab 1 Pendahuluan
    ameliaintansaputri
    No ratings yet
  • PSMBB
    PSMBB
    Document21 pages
    PSMBB
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 4
    Bab 4
    Document2 pages
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 2
    Bab 2
    Document13 pages
    Bab 2
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document2 pages
    Bab 1
    Rahmat Snd
    No ratings yet
  • Disentri Basiler
    Disentri Basiler
    Document2 pages
    Disentri Basiler
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 4
    Bab 4
    Document1 page
    Bab 4
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 2 Laporan Kasus
    Bab 2 Laporan Kasus
    Document13 pages
    Bab 2 Laporan Kasus
    Ahmad Muttaqim
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document2 pages
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    No ratings yet
  • Bab 1
    Bab 1
    Document2 pages
    Bab 1
    Muhammad Fajar
    No ratings yet