Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni bakteri aerob yang
dapat hidup terutama di paru atau berbagai organ tubuh yang
lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.
Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang
mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari
pasien TB paru dengan batuk berdahak yang mengandung basil
tahan asam ( BTA).
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada
sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua pada
sistem sirkulasi. Pada tahun 2004 WHO memperkirakan setiap
tahunnya muncul 115 orang penderita tuberkulosis paru
menular (BTA positif) pada setiap 100.000 penduduk. Saat
ini Indonesia masih menduduki urutan ke-3 di dunia untuk
jumlah kasus TB setelah India dan China.
Tuberkulosis dapat terjadi pada sistem pernapasan,
pencernaan, selaput otak, tulang, dan kulit namun terutama terjadi pada paru yang disebut tuberkulosis paru. Orang yang terinfeksi tuberkulosis paru dapat memberikan gejala respiratorik berupa batuk ≥ 3 minggu, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada. Sedangkan gejala sistemik dapat berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun.
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala
klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemeriksaan bakteriologik dapat berupa pemeriksaan dahak/sputum BTA 3 kali, sedangkan pemeriksaan standar untuk radiologi ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Sampai saat ini tuberkulosis masih menjadi perhatian
dunia. WHO bersama negara-negara dunia terus melakukan upaya untuk memberantas tuberkulosis melalui program Internasional yang diadaptasikan ke program nasional di tiap negara. Saat ini telah ditemukan metode diagnostik molekuler cepat untuk tuberkulosis yaitu Xpert® MTB/RIF. Metode ini telah diadaptasi beberapa negara untuk mendeteksi TB dan TB resisten rifampisin.
Di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika
Serikat, tuberkulosis paru boleh dikatakan relatif mulai langka. Dalam urutan penyakit-penyakit yang disusun menurut frekuensi, baik morbiditas maupun mortalitas, tuberkulosis paru menduduki tempat yang jauh lebih rendah dibanding penyakit- penyakit seperti kanker dan kelainan-kelainan kardiovaskuler. Hal ini adalah berkat tingginya standar hidup (kondisi perumahan, gizi dan sebagainya) dan kemajuan-kemajuan dalam cara pengobatan. Di Indonesia faktor-faktor tersebut di atas masih banyak memerlukan perbaikan dan frekuensi penyakit tuberkulosis paru masih cukup tinggi.