Professional Documents
Culture Documents
“HERNIA SCROTALIS”
Pembimbing :
dr. Hadi Pranoto, Sp.B(K)BD
Disusun oleh :
Nila Paharagita Purnama
181.0221.043
LAPORAN KASUS
“HERNIA SCROTALIS”
Oleh :
Pembimbing
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan laporan kasus ini
dengan judul Hernia Scrotalis. Tidak ada hasil yang baik tanpa dukungan berbagai
pihak yang telah memberikan bantuan sehingga laporan kasus ini dapat tersusun
dan terselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Hadi Pranoto, Sp.B(K)BD
selaku pembimbing, yang sabar dalam membimbing dan memberikan pengarahan
serta mengorbankan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
masukan, serta koreksi demi tersusunnya laporan kasus ini, serta semua pihak
terkait yang telah membantu proses pembuatan laporan kasus ini.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis memohon maaf jika terdapat kekurangan, dan segala kritik dan saran,
sangat penulis terima dengan tangan terbuka demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Penulis berharap laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan serta bagi semua pihak yang membutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan (Dorland 2011, hlm.
512). Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari
lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut yang dicetuskan oleh peningkatan
tekanan intraabdomen yang berulang atau berkelanjutan. Hernia terdiri atas cincin,
kantong dan isi hernia (Sjamsuhidajat, 2010).
II.1 IDENTITAS
Nama pasien : Tn. RA
Usia : 27 tahun
No. RM : 023965xx
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pancoran
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Lajang
Agama : Kristen
II.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada
tanggal 27 November 2018 pukul 14.00 WIB di Bangsal Bedah Kelas, RSUP
Persahabatan Jakarta.
Keluhan Utama :
Nyeri pada benjolan di lipat paha kanan sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUP Persahabatan Jakarta hari Sabtu, 24
November 2018 pukul 23.00 WIB dengan keluhan nyeri pada benjolan di
lipat paha sebelah kanan sejak 1 hari SMRS. Nyeri pada benjolan di lipat
paha dirasakan tiba – tiba, terus – menerus dan semakin lama semakin nyeri
disertai bengkak dan kemarahan pada benjolan serta tidak berkurang dengan
istirahat. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri, bengkak dan kemerahan
pada skrotum. Pasien mengaku benjolan pada lipat paha sudah dirasakan
sejak 5 tahun yang lalu, benjolan muncul pertama kali setelah pasien bekerja
mengangkat batu, awalnya benjolan kecil dan muncul saat pasien berdiri
dan dapat kembali dengan sendirinya saat berbaring. Lama kelamaan
benjolan semakin membesar dan perlu dipijat atau didorong untuk kembali
ke dalam perut. Benjolan besar biasanya muncul saat pasien berdiri, batuk
atau mengangkat benda berat namun masih dapat dikembalikan lagi dengan
cara dipijat atau didorong sendiri. Pasien mengaku benjolan muncul dan
menetap setelah pasien mengangkat benda berat (piano). Pasien juga
mengeluh nyeri disertai mual, muntah berisi makanan 3 kali, perut
kembung, nafsu makan menurun dan keringat dingin.
Riwayat Pengobatan :
Belum diobati dimanapun.
Status Generalis :
Kepala : Normosefal
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva pucat (tidak ada/tidak ada), pupil isokor,
refleks pupil direk (ada/ada), refleks pupil indirek (ada/ada)
Telinga : Bentuk normal, simetris, otorrhea (tidak ada/tidak ada)
Hidung : Napas cuping hidung (tidak ada/tidak ada), deformitas /
septum deviasi (tidak ada/tidak ada), mukosa hiperemis
(tidak ada/tidak ada), sekret (tidak ada/tidak ada)
Mulut : Mulut simetris, bibir sianosis (tidak ada), bibir kering
(tidak ada), sariawan (tidak ada), faring hiperemis (tidak
ada), Tonsil T1/T1 Tenang
Leher : Trakea berada di tengah, tidak berdeviasi, intak, tidak
terdapat pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah
bening, JVP tidak meningkat
Thoraks
Cor :
Inspeksi : Tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Iktus kordis teraba pulsasi, tidak ada vibrasi
Perkusi :
Batas atas jantung : ICS II linea parasternal dextra
Batas pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
Batas bawah kanan jantung :ICS II-IV linea parasternal dextra
Batas bawah kiri jantung : ICS V lebih dari 3 cm ke lateral
dari linea midclavicula sinistra
Auskultasi : BJ S1 dan S2 reguler, murmur (tidak ada), gallop (tidak
ada)
Pulmo :
Inspeksi : Normochest, pergerakan simetris, retraksi (tidak ada)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (ada/ada), wheezing (tidak
ada/tidak ada), ronkhi (tidak ada/tidak ada)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen datar, jaringan parut / luka bekas
operasi (tidak ada), terdapat benjolan pada regio iliaca
dextra berbentuk lonjong
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Dinding perut supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor
kulit normal, teraba massa lunak, fluktuasi (ada), dan
batas tegas pada regio iliaca dextra dan tidak dapat di
kembalikan ke posisi semula dan nyeri tekan (ada)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
Hasil :
Tulang – tulang dan jaringan lunak dinding dada dalam batas normal
Sinus kostofrenikus dan diafragma baik
Jantung : tidak membesar CTR < 50 %
Aorta normal
Trackea relatif digaris tengah
Paru baik
Kesimpulan : tidak tampak kelainan pada radiografi toraks
II.5 DIAGNOSIS
Pre Operasi : Hernia Skrotalis Dextra Ireponibel
Post Operasi : Hernia Skrotalis Dextra Strangulata
II.6 TATALAKSANA
IGD
1. IVFD Asering 500 cc/12 jam
2. Inj. Ranitidin 50 mg 2 x 1
3. Inj. Ketorolac 30 mg 3 x 1
Laporan Operasi
1. Pasien posisi supine dalam anestesi spinal
2. A dan antisepsis lapangan operasi dan sekitarnya
3. Insisi 2 jari inferomedial SIAS ke arah tuberkulum pubicum sejajar
ligamentum inguinale, menembus kutis, subkutis hingga aponeurosis m.
obliqus externus, insisi diantara kras medial dan lateral
4. Nervus ilioepigastrium dipreservasi
5. Saat kantong hernia dibuka keluar cairan serous 50 ml tampak omentum,
omentum dicoba untuk dikembalikan intraabdomen tidak berhasil,
dilakukan omentektomi
6. Furnikulus spermatikus dibebaskan hingga tampak conjoint tendon
tuberkulum pubicum dan ligamentum inguinale
7. Dilakukan pemasangan mesh
8. Perdarahan dirawat luka operasi dicuci dengan saline steril
9. Luka operasi ditutup lapis demi lapis
10. Operasi selesai
II.7 FOLLOW UP
Senin, 26 November 2018
S Nyeri pada luka operas berkurang, perut kembung tidak ada,
kentut bisa, mual dan muntah tidak ada, demam tidak ada.
O KU/Kes : Sakit sedang/ CM
TD : 110/70 mmhg S : 36.7 C
N : 88 x/mnt RR : 20 x/mnt
Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, NT (-), luka bekas operasi
rembes (-)
A Herni Scrotalis Dextra Ireponibel post Herniotomi, Mesh dan
Omentektomi
P IVFD RL 1500ml/24 jam
Ketorolac 3x30 mg
Ranitidin 2x50 mg
Ceftriaxone 1x2gr
Diet lunak
Aff kateter urin
Mobilisasi
III.1 Anatomi
Abdomen adalah bagian tubuh yang terletak di antara thorax dan pelvis, dan
di dalamnya terdapat rongga abdomen dan visera (Dorland 2011, hlm.3). Batas
dinding perut anterolateral oleh McVay secara anatomis digambarkan sebagai
berikut. Bagian atas terlindung oleh sangkar dada yaitu prosessus xiphoideus dan
arkus kostarum. Bagian Bawah dari medial ke lateral dibatasi oleh simfisis pubis,
ligamentum inguinal, krista pubikum dan krista iliaka. Bagian belakang dibatasi
oleh tulang belakang. Untuk memberi gambaran tentang lokasi suatu organ
abdominal atau penyebaran rasa nyeri, rongga abdomen dibagi menjadi 9 regio oleh
garis imajiner, 2 garis horizontal dan 2 garis sagital. Garis Horizontal yang
membagi abdomen adalah garis transpyloric dan garis Transtubercular. Sedangkan
garis vertikal yang membagi abdomen adalah garis imajiner yang sejajar dengan
midclavicular line atau lebih sederhana menjadi eempat kuadran yang dibatasi oleh
dua bidang yakni horizontal (transumbilikal) dan vertikal (median) (Moore, 2013).
Kanalis Inguinalis adalah saluran oblik yang melewati bagian dinding bawah
abdomen anterior (Dorland, 2011). Suatu lorong yang melintas serong melalui
bagian kaudal dinding abdomen ventral dalam arah mediokaudal, untuk memberi
jalan kepada funiculus spermaticus (Moore, 2013). Saluran ini memungkinkan
struktur – struktur yang melewatinya menuju ke dan dari testis pada laki – laki dan
ligamentum rotundum dari uterus ke labium majus pada perempuan.
III.2.2 Epidemiologi
Tujuh puluh lima persen dari semua kasus hernia di dinding abdomen
muncul didaerah sekitar lipat paha. Hernia indirek lebih banyak daripada hernia
direk yaitu 2:1, dimana hernia femoralis lebih mengambil porsi yang lebih sedikit.
Hernia sisi kanan lebih sering terjadi daripada di sisi kiri. Perbandingan pria : wanita
pada hernia indirek adalah 7:1. Hernia femoralis kejadiannya kurang dari 10 % dari
semua hernia tetapi 40% dari itu muncul sebagai kasus emergensi dengan
inkarserasi atau strangulasi. Hernia femoralis lebih sering terjadi pada lansia dan
laki-laki yang pernah menjalani operasi hernia inguinal meskipun kasus hernia
femoralis pada pira dan wanita adalah sama, insiden hernia femoralis dikalangan
wanita 4 kali lebih sering dibandingkan dikalangan pria, karena secara keseluruhan
sedikit insiden hernia inguinalis pada wanita.
III.2.3 Etiologi
Penyebab hernia inguinalis adalah :
III.2.4 Klasifikasi
Berdasarkan sifatnya hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat
keluar masuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika
berbaring atau bila didorong masuk ke perut. Selama hernia masih reponibel, tidak
ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat kembali
ke perut, hernia disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh perlekatan
isi kantong kepada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut juga hernia akreta
(perlekatan karena fibrosis). Saat ini hernia masih tidak ada keluhan nyeri, tidak
ada juga tanda sumbatan usus. Hernia disebut hernia inkarserata atau hernia
strangulata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap
dan tidak dapat kembali ke rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau
vaskularisasi. Secara klinis, istilah hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk
hernia ireponibel yang disertai gangguan pasase, sedangkan hernia strangulata
digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang disertai gangguan vaskularisasi.
Bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding usus, hernianya disebut hernia
Richter.
III.2.5 Patofisiologi
Hernia berkembang ketika terjadi peningkatan tekanan intraabdominal
secara terus – menerus misalnya saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat
buang air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus
kedaerah otot abdominal. Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang
membatasi anulus internus turut kendur. Pada keadaan ini tekanan intra abdomen
tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Bila otot dinding perut
berkontraksi kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis
tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Pada
orang dewasa kanalis tersebut sudah tertutup, tetapi karena kelemahan daerah
tersebut maka akan sering menimbulkan hernia yang disebabkan keadaan
peningkatan tekanan intraabdomen. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat
kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia jika suplai darah terganggu
maka berbahaya dan dapat menyebabkan gangren. (Sjamsuhidajat, 2010).
III.2.6 Diagnosis
III.2.6.1 Anamnesis
a. Inspeksi
1. Tampak benjolan dilipatan paha simetris atau asimetris pada posisi
berdiri. Apabila tidak didapatkan benjolan, penderita kita minta untuk
melakukan manuver valsava.
2. Benjolan berbentuk lonjong (HIL) atau bulat (HIM)
3. Tanda-tanda radang ada atau tidak, pada hernia inguinalis biasanya
tanda radang (-).
b. Palpasi
1. Dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, bila tidak tampak
benjolan penderita diminta mengejan atau melakukan manuver valsava.
2. Tentukan konsistensinya
3. Lakukan reposisi (bisa masuk atau tidak)
4. Untuk membedakan antara hernia inguinalis lateralis dan medialis dapat
dilakukan beberapa macam test (provokasi test)
c. Auskultasi
Ditemukan suara bising usus (diatas benjolan).
d. Pemeriksaan Khusus
1. Zieman’s Test
Penderita dalam keadaan berdiri atau. Bilamana kantong hernia terisi,
kita masukkan dulu kedalam kavum abdomen.Untuk memeriksa bagian
kanan digunakan tangan kanan dan sebaliknya. Test ini dapat dikerjakan
pada penderita laki-laki ataupun perempuan. Dengan jari kedua tangan
pemeriksa diletakkan diatas annulus inguinalis internus ( ± 1,5 cm diatas
pertengahan SIAS dan tuberkulum pubikum), jari ketiga diletakkan
pada annulus inguinalis ekternus dan jari keempat pada fossa ovalis.
Penderita disuruh mengejan maka timbul dorongan pada salah satu jari
tersebut diatas.Bilamana dorongan pada jari kedua berarti hernia
inguinalis lateralis, bila pada jari ketiga berarti hernia inguinalis
medialis dan bila pada jari keempat berarti hernia femoralis.
2. Finger Test
III.2.9 Tatalaksana
a. Nonoperatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia
yang telah direposisi (pemakaian sabuk TRUSS). Indikasinya adalah :
1. Bila menolak operasi
2. Disertai penyakit berat yang dapat meningkatkan tekanan
intraabdominal (ascites, cirrhosis hepatic, tumor paru).
3. Hernia Inguinalis Medialis ukuran kecil dan belum mengganggu (atasi
dulu faktor penyebabnya)
b. Operatif
Pada Hernia inguinalis:
1. Hernia inguinalis dengan komplikasi inkarserata ataupun stangulata.
2. Hernia inguinalis lateralis pada anak maupun dewasa (reponibilis atau
irreponibilis)
3. Hernia inguinalis medialis yang cukup besar dan mengganggu.
4. Jenis Operasi
a) Herniotomy, yaitu: membuang kantong hernia seproximal mungkin,
terutama pada anak-anak karena dasarnya adalah congenital tanpa
adanya kelemahan dinding perut.
b) Herniorrhapy, yaitu: herniotomy disertai tindakan bedah untuk
memperkuat dinding perut bagian bawah di belakang kanalis
inguinalis (hernioplasty). Untuk tindakan bedah ini (hernioplasty)
ada 3 macam:
1) Bassini: Menjahit conjoint tendon dengan ligament inguinal
untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Funiculus spermaticus tetap berada di kanalis inguinalis.
2) Halstedt : Jahitan seperti bassini tetapi funiculus spermaticus
berada diatas aponeurosis MOE dibawah kulit.
3) Fergusson : Conjoint tendon dijahitkan pada lig. Inguinal
diatas funiculus spermaticus, kecuali pada daerah annulus
eksternus dimana tempat funiculus keluar menuju skrotum.
Saat ini sering digunakan prolene mesh (mersilen mesh)
untuk menutup atau memperkuat dinding belakang canalis
inguinalis.
5. Komplikasi Post Operasi
a) Hematoma (pada luka atau pada skrotum)
b) Infeksi pada luka operasi
c) Nyeri kronis
d) Nyeri dan pembengkakan testis yang menyebabkan atrofi testis
e) Rekurensi / residif
f) Cedera v. Femoralis, n.Illionguinalis, n.Illiofemoralis, duktus
deferens, atau buli-buli.
III.2.10 Prognosis
Prognosa tergantung pada keadaan umum penderita serta ketepatan
penanganan. Tapi pada umumnya baik karena kekambuhan setelah operasi jarang
terjadi, kecuali pada hernia berulang. Pada penyakit hernia ini yang penting adalah
mencegah faktor predisposisinya.
BAB IV
IV.1 Pembahasan
IV.2 Kesimpulan
Hernia scrotalis ireponibel termasuk sebagai salah satu cedera yang serius.
Butuh pemantauan untuk melihat kondisi pasien apakah termasuk pasien dengan
hernia reponibel atau ireponibel inkarserata atau strangulata sehingga dokter dapat
memberikan tatalaksana yang tepat bagi pasien dengan hernia scrotalis ireponibel.
Pada pasien ini penanganan sudah baik dan tepat. Penanganan sudah sesuai
dengan teori yang sudah dijabarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, WAN 2014, Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed. 28, EGC, Jakarta
Drake, RL, Vogl, AW & Mitchell, A 2015, Gray’s Anatomy for Students, 3rd
Edition, Elsevier
Rabow, MW 2015, Current Medical Diagnosis & Treatment, 54th ed, Mc Graw-
Hill Education, United States of America
Resmisari, T & Liena 2007, Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi, EGC, Jakarta