You are on page 1of 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Skizofrenia

2.1.1 Pengertian skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan menyimpan

banyak tanda tanya (teka-teki). Kadangkala skizofrenia dapat berpikir dan

berkomunikasi dengan jelas, memiliki pandangan yang tepat dan berfungsi secara

baik dalam kehidupan sehari-hari. Namun pada saat yang lain, pemikiran dan kata-

kata terbalik, mereka kehilangan sentuhan dan mereka tidak mampu memelihara diri

mereka sendiri (Nolen & Hoeksema, 2004).

Skizofrenia merupakan sindrom klinis yang paling membingungkan dan

melumpuhkan. Skizofrenia merupakan gangguan psikologis yang paling berhubungan

dengan pandangan populer tentang gila atau sakit mental. Hal ini sering menimbulkan

rasa takut, kesalahpahaman, dan penghukuman, bukannya simpati dan perhatian.

Skizofrenia menyerang jati diri seseorang, memutus hubungan yang erat antara

pemikiran dan perasaan serta mengisinya dengan persepsi yang terganggu, ide yang

salah, dan konsepsi yang tidak logis. Mereka mungkin berbicara dengan nada yang

mendatar dan menunjukkan sedikit ekspresi (Mandal, Pandey, & Prasad, 1998 dalam

Nevid, Rathus dan Greene, 2003).

Menurut Tubagus, skizofrenia berasal dari bahasa Yunani yang berarti jiwa yang

retak (skizos artinya retak dan freenas artinya jiwa). Jiwa manusia terdiri dari 3 unsur

yaitu perasaan, kemauan dan perilaku ( Erwin, 2002). Skizofrenia adalah sekelompok

Universitas Sumatera Utara


reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai autra fungsi individu, termasuk berpikir

dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan

menunjukkan emosi dan perilaku dengan sikap yang dapat diterima secara sosial

(Isaac Ann, 2005).

2.1.2 Gejala-gejala skizofrenia

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu:

1. Gejala positif

a. Delusi atau waham

Suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah

dibuktikan secara objektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun

penderita tetap meyakini kebenarannya.

b. Halusinasi

Pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya

penderita mendengar suara-suara/ bisikan-bisikan di telinganya padahal

tidak ada sumber dari suara/ bisikan itu.

c. Kekacauan alam pikiran

Dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau,

sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.

d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan

semangat dan gembira berlebihan.

e. Merasa dirinya ”Orang Besar”, merasa serba mampu dan sejenisnya

f. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman

terhadap dirinya.

Universitas Sumatera Utara


g. Menyimpan rasa permusuhan.

2. Gejala negatif

a. Alam perasaan (affect) ”tumpul” dan ”mendatar”

Gambaran alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak

menunjukkan ekspresi

b. Menarik diri atau mengasingkan diri, tidak mau bergaul atau kontak

dengan orang lain dan suka melamun.

c. Kontak emosional amat sedikit, sukar diajak bicara dan pendiam.

d. Pasif dan apatis serta menarik diri dari pergaulan sosial.

e. Sulit dalam berpikir nyata

f. Pola pikir steorotip

g. Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif.

2.1.3 Faktor resiko skizofrenia

Faktor resiko skizofrenia adalah sebagai berikut:

1. Riwayat skizofrenia dalam keluarga

2. Kembar identik

Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka

identik 100% (Cancro & Lehman, 2000).

3. Struktur otak abnormal

Dengan perkembangan tehnik pencitraan tehnik noninvasif, seperti CT

scan, magnetic resonance imaging (MRI), dan positron emission

tomography (PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan mampu

meneliti struktur otak dan aktivitas otak individu penderita skizofrenia.

Universitas Sumatera Utara


Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki

jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Buchanan & Carpenter, 2000)

4. Sosiokultural

Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara

berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan

lebih baik daripada di negara maju (Karno & Jenkins, 1993). Di negara

berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat

disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan lebih

banyak kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di beberapa

negara berkembang lebih sedikit melakukan tindakan permusuhan,

mengkritik, dan sangat terlibat jika dibandingkan dengan keluarga-

keluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini mungkin membantu

jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga penderita

skizofrenia.

5. Tampilan emosi

Sejumlah penelahan menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang

keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar

kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka

yang keluarganya sedikit atau kurang mengekspresikan emosi (Brown

dkk, 1972; Hooley & Hiller, 1998; Kavanagh, 1992; Parker & Hadzi-

Pavlovic, 1990).

Universitas Sumatera Utara


2.1.4 Terapi skizofrenia

1. Farmakoterapi

2. ECT (Electro Conultion Therapy)

3. Terapi Koma Insulin

4. Psikoterapi (Maramis, 1995)

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Defenisi keluarga

Menurut Departemen Kesehatan (1988), keluarga adalah unit terkecil dari

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul

dan tinggal di satu atap dalam keadaaan saling ketergantungan.

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah,

perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam suatu rumah tangga, melakukan

interaksi satu sama lain menurut perannya masing-masing serta menciptakan dan

mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978 dalam Sudiharto, 2007).

Menurut Friedman (1998), keluarga merupakan satu atau lebih individu yang

tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan

pendekatan emosional serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari

keluarga.

2.2.2 Tipe keluarga

Tipe keluarga dapat dikelompokkan menjadi enam bagian yaitu :

a. Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik

karena kelahiran maupun adopsi.

Universitas Sumatera Utara


b. Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga

yang lain (hubungan darah) misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu

termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak,

serta keluarga pasangan sejenis.

c. Keluarga berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria

yang menikah lebih dari satu kali.

d. Keluarga asal (family of origin) merupakan suatu unit keluarga tempat asal

seseorang dilahirkan.

e. Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari perkawinan

poligami dan hidup bersama.

f. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan

perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan. Sedangkan,

keluarga nontradisional tidak diikat oleh perkawinan (Sudiharto, 2007).

2.2.3 Struktur keluarga

Struktur keluarga ada bermacam-macam, diantaranya adalah :

• Patrineal. Patrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur

garis ayah.

• Matrineal. Matrineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara

sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur

garis ibu.

Universitas Sumatera Utara


• Patrilokal. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah suami.

• Matrilokal. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama

keluarga sedarah istri.

• Keluarga Kawin. Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar

bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian

keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Setiadi, 2006).

2.2.4 Fungsi keluarga

Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial yang

berbeda. Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga memiliki 5 fungsi dasar, yaitu :

1. Fungsi Afektif

Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu

untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengna orang lain.

2. Fungsi Sosialisasi

Merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk

berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan

orang lain di luar rumah.

3. Fungsi Reproduksi

Merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga

kelangsungan keluarga.

4. Fungsi Ekonomi

Universitas Sumatera Utara


Merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan

tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan

penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

5. Fungsi Perawatan

Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota

keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Setiadi, 2009).

2.2.5 Peran keluarga

Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut:

Peran Ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari

nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, sebagai

anggota kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

Peran Ibu : sebagi istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk

mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung

dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya. Di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai

pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

Peran Anak : anak-anaknya melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat

perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual. (Effendi, 1998).

2.3 Konsep Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan

lingkungan sosialnya (Friedman, 1998). Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang

bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya,

Universitas Sumatera Utara


sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan,

menghargai dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996 dalam Setiadi, 2008). Anggota

keluarga sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya karena hal ini akan

membuat individu tersebut merasa dihargai dan anggota keluarga siap memberikan

dukungan untuk menyediakan bantuan dan tujuan hidup yang ingin dicapai individu

(Friedman, 1988).

Menurut Cohen dan Mc Kay, (1984) dalam Niven, (2000) bahwa komponen-

komponen dukungan keluarga adalah sebagai berikut :

1. Dukungan Emosional

Dukungan emosional memberikan pasien perasaan nyaman, merasa dicintai

meskipun saat mengalami suatu masalah, bantuan dalam bentuk semangat,

empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa

berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat

istirahat dan memberikan semangat kepada pasien yang dirawat di rumah atau

rumah sakit jiwa. Jenis dukungan bersifat emosional atau menjaga keadaan

emosi atau ekspresi. Yang termasuk dukungan emosional ini adalah ekspresi

dari empati, kepedulian, dan perhatian kepada individu. Memberikan individu

perasaan yang nyaman, jaminan rasa memiliki, dan merasa dicintai saat

mengalami masalah, bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal,

cinta, dan emosi. Jika stres mengurangi perasaan seseorang akan hal yang

dimiliki dan dicintai maka dukungan dapat menggantikannya sehingga akan

dapat menguatkan kembali perasaan dicintai tersebut. Apabila dibiarkan terus

menerus dan tidak terkontrol maka akan berakibat hilangnya harga diri.

Universitas Sumatera Utara


2. Dukungan Informasi

Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama,

termasuk didalamnya memberikan solusi dari masalah yang dihadapi pasien

di rumah atau rumah sakit jiwa, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau

umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat

menyediakan informasi dengan menyarankan tempat, dokter, dan terapi yang

baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor.

Pada dukungan informasi keluarga sebagai penghimpun informasi dan

pemberi informasi.

3. Dukungan Nyata

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan,

bantuan finansial dengan menyediakan dana untuk biaya pengobatan, dan

material berupa bantuan nyata (Instrumental Support/ Material Support),

suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah

kritis, termasuk didalamnya bantuan langsung seperti saat seseorang

membantu pekerjaan sehari-hari, menyediakan informasi dan fasilitas,

menjaga dan merawat saat sakit serta dapat membantu menyelesaikan

masalah. Pada dukungan nyata, keluarga sebagai sumber untuk mencapai

tujuan praktis. Meskipun sebenarnya, setiap orang dengan sumber-sumber

yang tercukupi dapat memberi dukungan dalam bentuk uang atau perhatian

yang bertujuan untuk proses pengobatan. Akan tetapi, dukungan nyata akan

lebih efektif bila dihargai oleh penerima dengan tepat. Pemberian dukungan

Universitas Sumatera Utara


nyata yang berakibat pada perasaan ketidakadekuatan dan perasaan berhutang,

malah akan menambah stress individu.

4. Dukungan Pengharapan

Dukungan pengharapan merupakan dukungan berupa dorongan dan motivasi

yang diberikan keluarga kepada pasien. Dukungan ini merupakan dukungan

yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Pasien

mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka,

terjadi melalui ekspresi penghargaan positif keluarga kepada pasien,

penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan pasien. Dukungan

keluarga ini dapat membantu meningkatkan strategi koping pasien dengan

strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-

aspek positif. Dalam dukungan pengharapan, kelompok dukungan dapat

mempengaruhi persepsi pasien akan ancaman. Dukungan keluarga dapat

membantu pasien mengatasi masalah dan mendefinisikan kembali situasi

tersebut sebagai ancaman kecil dan keluarga bertindak sebagai pembimbing

dengan memberikan umpan balik dan mampu membangun harga diri pasien.

2.4 Konsep Kekambuhan

2.4.1 Defenisi kekambuhan

Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama seperti

sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2008).

Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stres dapat memicu pada orang-orang

yang mudah terkena serangan skizofrenia, dimana dapat ditemukan bahwa orang-

Universitas Sumatera Utara


orang yang mengalami kekambuhan lebih besar kemungkinannya daripada orang-

orang yang tidak mengalami kejadian-kejadian buruk dalam kehidupan mereka.

2.4.2 Faktor-faktor penyebab kekambuhan

Pasien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50 % pada tahun

pertama, 70% pada tahun kedua (Sullinger, 1988) dan 100% pada tahun kelima

setelah pulang dari rumah sakit (Carson & Ross, 1987).

Menurut Sullinger (1988 dalam Keliat, 1996) ada 4 faktor penyebab pasien

kambuh dan perlu dirawat kembali di rumah sakit jiwa, yaitu :

a. Pasien

Secara umum bahwa pasien yang minum obat secara tidak teratur mempunyai

kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan 25% sampai

50% pasien skizofrenia yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan

obat secara teratur (Appleton, dalam Keliat 1996). Pasien kronis, khususnya

skizofrenia sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan

realitas dan ketidakmampuan mengambil keputusan. Di rumah sakit perawat

bertanggung jawab dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat

sedangkan di rumah tugas perawat digantikan oleh keluarga.

b. Dokter

Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian

obat neuroleptik yang lama dapat menimbulkan efek samping yang

mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.

Pemberian obat oleh dokter diharapkan sesuai dengan dosis terapeutik

sehingga dapat mencegah kekambuhan.

Universitas Sumatera Utara


c. Penanggung Jawab Pasien (Case Manager)

Setelah pasien pulang ke rumah, maka penanggung jawab kasus mempunyai

kesempatan yang lebih banyak untuk bertemu dengan pasien, sehingga dapat

mengidentifikasi gejala dini pasien dan segera mengambil tindakan.

d. Keluarga

Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan menyebabkan

kekambuhan yang tinggi pada pasien. Hal lain adalah pasien mudah

dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang menyedihkan.

Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam proses perawatan

di rumah sakit jiwa, persiapan pulang dan perawatan di rumah agar adaptasi

klien berjalan dengan baik. Kualitas dan efektifitas perilaku keluarga akan

membantu proses pemulihan kesehatan pasien sehingga status pasien

meningkat.

Universitas Sumatera Utara

You might also like