You are on page 1of 6

Nama : Ricka Ayu Sugiarti

NIM : 03121003060
Shift : Jum’at Siang
Kelompok : 2 (Dua)

PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENGEBORAN MINYAK

Proses pengolahan minyak mentah (crude oil) sangat membutuhkan energi


yang besar, sehingga sangat berpotensi terjadinya kerusakan/pencemaran
lingkungan, disamping melalui proses fisik dan kimia dalam pengolahan bahan
baku cenderung menghasilkan polusi seperti: partikel, gas karbon monoksida (CO),
gas karbon dioksida (CO2), gas belerang oksida (SO2), dan uap air. Sesuai dengan
jenis produksinya, maka kilang minyak tidak dapat lepas dari masalah limbah dan
polusi yang timbul terutama pada lingkungan yaitu pencemaran air, tanah, dan
udara.
Salah satu dampak negatif dari kilang minyak adalah timbulnya pencemaran
lingkungan oleh limbah yang berbentuk gas, padatan atau cairan yang timbul pada
proses dan hasil pengolahan minyak tersebut. Limbah ini akan mencemari daerah
kilang minyak dan lingkungannya, sehingga pekerja maupun masyarakat disekitar
kilang minyak dapat terpapar oleh limbah. Limbah gas, padat maupun cair dapat
berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan manusia bila tidak ditangani
dengan baik dan benar.
Kegiatan usaha minyak bumi mempunyai peranan penting dalam
pertumbuhan ekonomi nasional. Minyak bumi merupakan komoditas ekspor utama
Indonesia yang digunakan sebagai sumber bahan bakar dan bahan mentah bagi
industri petrokimia. Kegiatan eksploitasi yang meliputi pengeboran dan
penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan
pengolahan untuk pemisahan dan pemumian minyak bumi sering mengakibatkan
terjadinya pencemaran minyak pada lahan-lahan di area sekitar aktivitas tersebut
berlangsung. Minyak pencemar tersebut mengandung hidrokarbon bercampur
dengan air dan bahan-bahan anorganik maupun organik yang terkandung di dalam
tanah. Undang-undang No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
mensyaratkan pengelolaan lingkungan hidup, yakni pencegahan dan
penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan
hidup sebagai akibat kegiatan pertambangan, bagi badan usaha yang menjalankan
usaha di bidang eksploitasi minyak bumi. Limbah yang dihasilkan industri minyak
bumi umumnya mengandung logam-logam berat maupun senyawa yang berbahaya.
Selain logam berat, limbah, atau air buangan industri, minyak bumi juga
mengandung senyawa-senyawa hidrokarbon yang sangat rawan terhadap bahaya
kebakaran. Berdasarkan buku Pertamina, sumber limbah cair minyak bumi berasal
dari kegiatan-kegiatan antara lain:
a) Air pendingin di kilang minyak, dimana bila terjadi kebocoran pada pipa
pendingin, bocoran minyak akan terbawa air.
b) Air sisa umpan boiler untuk pembangkit uap air.
c) Air sisa dari lumpur pembocoran.
d) Air bekas mencuci peralatan-peralatan dan tumpahan-tumpahan/ ceceran
minyak di tempat kerja.
e) Air hujan.
Pengolahan limbah minyak bumi dapat dilakukan secara fisika, kimia dan
biologi. Pengolahan secara fisika dilakukan untuk pengolahan awal yaitu dengan
cara melokalisasi tumpahan minyak menggunakan pelampung pembatas (oil
booms), yang kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa ( oil skimmers)
ke sebuah fasilitas penerima reservoar baik dalam bentuk tangki ataupun balon dan
dilanjutkan dengan pengolahan secara kimia, namun biayanya mahal dan dapat
menimbulkan pencemar baru.
Sedangkan pengolahan limbah pengeboran minyak secara kimia dapat
digunakan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent) dan
absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah
fasa minyak dari cair menjadi padat, sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan.
Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik, oleofobik, mudah disebarkan di
permukaan minyak, dapat diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis
sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), jenis
anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan jenis sintetis (busa,
poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).
Pengolahan limbah secara biologi merupakan alternatif yang efektif dari
segi biaya dan aman bagi lingkungan. Pengolahan dengan metode biologis disebut
juga bioremediasi, yaitu bioteknologi yang memanfaatkan makhluk hidup
khususnya mikroorganisme untuk menurunkan konsentrasi atau daya racun bahan
pencemar. Bioremediasi yaitu proses pendaurulangan seluruh material organik.
Bakteri pengurai spesifik dapat diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang
terkontaminasi. Selain itu, teknik bioremediasi dapat menambahkan
nutrisi dan oksigen, sehingga mempercepat penurunan polutan.
Limbah minyak bumi banyak mengandung unsur hidrokarbon. Limbah
hidrokarbon cair bersifat hidrofob dan mempunyai kerapatan lebih rendah dari air.
Oleh sebab itu limbah ini selalu terapung diatas air. Penanganan limbah
hidrokarbon dimulai dengan pemisahan padatan dan pemisahan minyak yang
terdapat dalam limbah, dan selanjutnya dilakukan penanganan limbah secara
mikrobiologi untuk mendegradasikan hidrokarbon dan senyawa organik
lain. Efluent lebih lanjut diolah secara kimiawi untuk menghilangkan senyawa
fosfat dan nitrogen. Selanjutnya logam-logam dan senyawa organik yang terlarut
dipisahkan melalui proses filtrasi dan absorbsi oleh karbon aktif. Efluent sebelum
dibuang, diklorinasikan untuk mematikan mikroba patogen dan dinetralkan pH-nya
sehingga aman bagi lingkungan.
Pengolahan limbah hidrokarbon secara mikrobiologis biasanya dilakukan
dengan proses aerob. Oleh sebab itu dalam kolam-kolam pengolahan limbah
diperlukan aerasi yang cukup agar oksidasi Hidrokarbon berlangsung. Aerasi yang
dilakukan adalah memasukkan oksigen ke dalam limbah melalui proses
pengadukan. Gabungan aerasi dan pengadukan lebih cocok karena permukaan
limbah yang luas membuat kontak mikroba menjadi lebih besar dan degradasi lebih
efektif. Hidrokarbon tidak akan larut dalam air pada saat pengadukan. Untuk
memperbesar distribusi mikroba dalam limbah hidrokarbon, maka perlu ditambah
zat pengemulsi sehingga terjadi emulsi hidrokarbon, maka perlu ditambah zat
pengemulsi sehingga terjadi emulsi hidrokarbon dalam air. Selama degradasi, maka
temperatur harus diperhatikan. Temperatur akan naik dari suhu psikofilik (4-20ºC)
sampai mesofilik (20-40ºC). Namun hal ini tidak banyak mempengaruhi aktivitas
mikroba. Dimana pH limbah yang netral atau sedikit asam kurang mempengaruhi
aktivitas mikroba. Namun setelah dimetabolisme, maka pH efluent menjadi asam.
Oleh sebab itu perlu dinetralkan dengan kapur (gamping) setelah tahap klorinasi.
Pengolahan limbah cair minyak bumi dilakukan dengan dua cara pengolahan
pendahuluan (pre treatment), yaitu:
1. Pengambilan/penyedotan minyak, dan menyaring kotoran atau sampah padat
seperti daun-daunan, plastic dan lain sebagainya.
2. Pengambilan pasir-pasir yang mengendap yang didapat dari proses pengolahan
minyak bumi yaitu lumpur/sludge. Proses pengambilan/ pengerukan pasir atau
lumpur dilakukan setiap 3 bulan sekali dan pasir atau lumpur yang telah dikeruk
akan dibuang ke tempat khusus yang ada di sekitar lokasi pengolahan limbah.
Dalam setiap kegiatan industri, air buangan yang keluar dari kawasan
industri minyak bumi harus diolah terlebih dahulu dalam unit pengolahan limbah,
sehingga air buangan yang telah diproses dapat memenuhi spesifikasi dan
persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut,
maka dibangun unit Sewage dan Effluent Water Treatment di PT. PERTAMINA.
Secara garis besar effluent water treatment di PT. PERTAMINA (Persero) dibagi
menjadi dua, yaitu treatment oily water dan treatment air buangan proses.
Treatment oily water dilakukan di rangkaian separator sedangkan treatment air
buangan proses dilakukan menggunakan lumpur aktif (activated sludge) yang
merupakan campuran dari koloni mikroba aerobik. Unit pengolah air buangan
terdiri dari:
1) Water Floatation Section
Air hujan yang bercampur minyak dari unit proses dipisahkan oleh CPI
separator sedangkan air ballast dipisahkan di API separator kemudian mengalir ke
seksi ini secara gravitasi. Campuran dari separator mengalir ke bak DAF Feed
Pump dan dipompakan ke bak floatation, sebagian campuran dipompakan ke
pressurize vessel. Dalam pressurize vessel udara dari plant air atau DAF
compressor udara dilarutkan dalam pressurize waste water.
Apabila pressurize waste water dihembuskan ke pipa inlet floatation pada
tekanan atmosfir, udara yang terlarut disebarkan dalam bentuk gelembung dan
minyak yang tersuspensi dalam waste water terangkat ke permukaan air. Minyak
yang mengapung diambil dengan skimmer dan dialirkan ke bak floatation oil.
Minyak di dalam bak floatation oil dipompakan ke tangki recovery oil. Air bersih
dari bak floatation mengalir ke bak impounding basin.

2) Activated Oil Sludge


Aliran proses penjernian air dengan CPI separator dan aliran sanitary
dengan pompa dialirkan secara gravitasi ke seksi activated sluge. Air hasil proses
CPI dan filtrate dehydotator dicampurkan dalam bak proses effluent dan campuran
air ini dipompakan ke pit aeration pada operasi normal dan pada emergency ke pit
clarifier melalui rapid mixing pit dan flocculation pit. Apabila kualitas air off spec,
maka air tersebut dikembalikan ke bak effluent sedikit demi sedikit untuk
dibersihkan dengan normal proses.
Ferri klorida (FeCl3) dan kaustik soda (NaOH) diinjeksikan ke bak
flocculation. Air yang tersuspensi, minyak dan sulfide dalam air kotor dihilangkan
dalam unit ini. Lumpur yang mengendap dalam bak clarifier dipompakan ke bak
thickener. Pemisahan permukaan dari bak clarifier dilakukan secara over flow ke
bak aeration. Air kotor dari sanitary mengalir secara langsung ke bak aeration.
Dalam bak aeration ditambahkan nutrient. Selain itu, untuk menciptakan
lingkungan aerobic bak ini dilengkapi pula dengan aerator. Treatment secara
biological dapat mengurangi dan menghilangkan senyawa-senyawa organik (BOD
dan COD). Setelah treatment dengan biological, air kotor bersama lumpur dikirim
ke bak aeration kembali, sebagai lumpur dikirim ke bak thickener. Pemisahan
pemurnian air dari bak sedimentasi mengalir dari atas ke impounding basin.
Unit Sewage and Effluent Water Treatment dirancang untuk sistem waste
water treatment yang bertujuan memproses buangan seluruh kegiatan dari unit
proses dan area pertangkian dalam batas-batas effluent yang ditetapkan air bersih.
Kapasitas unit ini sebesar 600m3/jam dimana kecepatan effluent didesain untuk
penyesuaian kapasitas 180 mm/hari curah hujan di area proses dan utilitas.
Unit penjernian buangan air ini memiliki beberapa proses, yaitu:
a) Proses fisik yang diusahakan agar minyak maupun buangan padat dipisahkan
secara fisik. Setelah melalui proses fisik tersebut, kandungan minyak dalam
buangan air hanya diperbolehkan kurang lebih 25 ppm.
b) Proses kimia dilakukan dengan menggunakan bahan penolong seperti koagulan,
flokulan, penetrasi, pengoksidasi dan sebagainya, yang dimaksudkan untuk
menetralkan zat kimia berbahaya dalam air limbah. Senyawa yang tidak
diinginkan diikat menjadi padat dalam bentuk endapan lumpur yang selanjutnya
dikeringkan.
c) Proses mikrobiologi merupakan proses akhir dan berlangsung lama dan hanya
dapat mengolah senyawa yang sangat sedikit mengandung senyawa logam
berbahaya. Pada dasarnya proses ini memanfatkan mahluk hidup (mikroba)
untuk mengolah bahan organik. Semua air buangan yang biodegradable dapat
diolah secara biologi. Tujuannya untuk mengumpulkan dan memisahkan zat
padat koloidal yang tidak mengendap serta menstabikan senyawa-senyawa
organic. Sebagai pengolahan sekunder, penglahan secara biologi dipandang
sebagai pengolahan ynag paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa
telah berkembang berbagai metode pengolahan limbah secara biologi dengan
segala modifikasinya.
Konsep yang digunakan dalam proses pengolahan limbah secara biologi
adalah eksploitasi kemampuan mikroba dalam mendegradasi senyawa-senyawa
polutan dalam air limbah. Pada proses degradasi, senyawa-senyawa tersebut akan
berubah menjadi senyawa-senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak berbahaya
bagi lingkungan. Hasil perubahan tersebut sangat tergantung pada kondisi
lingkungan saat berlangsungnya proses pengolahan limbah. Oleh karena itu,
eksolitasi kemampuan mikroba untuk mengubah senyawa polutan biasanya
dilakukan dengan cara mengoptimalkan kondisi lingkungan untuk pertumbuhan
mikroba sehingga tercapai efisiensi yang maksimum.

3) Dehydrator dan Incenerator Section


Padatan berupa lumpur yang terkumpul dari floatation section dan activated
sludge ditampung pada sebuah bak. Selanjutnya lumpur tersebut dipisahkan airnya
dengan bantuan bahan kimia dan alat mekanis berupa (alat yang bekerja
memisahkan cairan-padatan dan dengan memutarnya pada kecepatan tinggi).

You might also like