Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN
(diajukan untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah Teknologi Persiapan Penyempurnaan)
Disusun oleh :
Maylawati Wandari (17020051)
Muhammad Akmal Jaka (17020057)
Nurnailah Inas S (17020065)
Raka Al-Farisy (17020071)
Group : 2K3
Serat sutera merupakan salah satu serat dari alam yang berasal dari hewan yaitu ulat
sutera. Ula
t sutera dari telor kupu – kupu jenis Bombyx mori dan Tussah. Serat sutra merupakan
satu – satunya serat alam yang berbentuk filament. Serat sutera berasal dari filamen yang
berasal dari kelenjar ludah ulat sutera yang disemprotkan dari mulut ulat dan membentuk
lapisan demi lapisan sampai ulat terperangkap didalammnya dan membentuk lapisan
pelindung yang disebut dengan kepompong.
Kepompong beserta filamen yang melapisinya disebut dengan kokon. Ulat sutera di
dalam kepompong berubah menjadi pupa. Pembentukan kepompong berlangsung sekitar dua
hari. Seminggu kemudian pupa didalam kepompong berubah menjadi kupu-kupu dan
mengeluarkan cairan yang bersifat basa, sehingga kepompong melunak dan kupu – kupu
dapat keluar menembus kepompong, kepompong yang berasal dari kupu – kupu Tussah saat
membuat kepompong meninggalkan lubang yang ditutup dengan perekat, sehingga saat
kupu-kupu dewasa dan keluar dari lubang tersebut tanpa merusak filament nya. Pengambilan
serat dilakukan dengan jalan menguraikan kokon dengan alat yang disebut mesin Reeling.
Filamen sutera mentah terdiri dari dua serat fibroin yang taerbungkus didalam serisin.
Lebar filamen tidak rata dan menunjukan banyak ketidakrataan permukaannya seperti garis-
garis dan lipatan-lipatan. Setiap filamen sutera mentah mempunyai penampang lintamg
hampir lonjong dan dua serat berbentuk segitiga terletak didalamnya dengan salah satu sisi
dari masing-masing serat terletak berdekatan.
Gambar 2.1 Penampang Melintang dan Membujur Serat Sutera
Dalam keadaan kering kekuatan serat sutera 4 - 4,5 gram per denier dengan mulur 20
- 25 persen dan dalam keadaan basah kekuatannya 3,5 - 4,0 gram per denier dengan mulur 25
- 30 persen. Serat sutera dapat kembali kepanjang semula setelah mulur 4 persen, tetapi kalau
mulurnya lebih dari 4 persen pemulihamnya lambat dan tidak kembali ke panjang semula.
Sutera mempunyai titik iso elektrik 3,6. Sutera tidak mudah diserang oleh larutan
asam encer hangat, tetapi larut danrusak didalam asam kuat. Dibanding dengan wol, sutera
kurang tahan asam tetapi lebih tahan alkali meskipun dalam konsentrasi rendeh, pada suhu
tinggi akan terjadi kemunduran kekuatan. Suterataham terhadap semua pelarut organik, tetapi
larut didalam kuproamoniumhidroksida dan kupri etilena diamina.
Sutera kurang tahan terhadap zat-zat oksidator dan sinar matahari dibandingkan
dengan serat selulosa atau serat buatan, tetapi lebih tahan terhadap serangan secara biologi
dibanding dengan serat-serat alam yang lain.
Sutera juga dihasilkan oleh beberapa jenis serangga lain, namun hanya jenis sutra dari
ulat sutra yang digunakan untuk pembuatan tekstil. Pernah juga dijalankan kajian
terhadap sutera-sutera lain yang menampakkan perbedaan dari aspek molekul. Sutra
dihasilkan terutama oleh larva serangga yang bermetamorfosis lengkap, tetapi juga
dihasilkan oleh beberapa serangga dewasa seperti Embioptera. Produksi sutra juga kerap
dijumpai khususnya pada serangga ordo hymenoptera (lebah, tabuhan, dan semut), dan
kadang kala digunakan untuk membuat sarang. Jenis-jenis arthropoda yang lain juga
menghasilkan sutra, terutama arachnida seperti laba-laba. Untuk kain sutra dari jaring
laba-laba atau disebut Qmonos (sarang laba-laba dalam bahasa Jepang) diklaim memiliki
kekuatan tiga kali lebih kuat dari Kevlar (bahan yang biasa digunakan untuk rompi anti
peluru) serta lima kali lebih kuat dari baja.
Kain grey sutera mengandung kotoran – kotoran baik berupa kotoran alam maupun
kotoran luar. Selain itu, terdapat pula kotoran berupa bulu–bulu serat pada
permukaannya sebagai akibat dari gesekan-gesekan mekanik dan peregangan-peregangan
pada waktu proses pertenunan, bulu-bulu pada permukaan kain menyebabkan hasil
pencelupan warnanya kurang cerah dan pada pencapan menyebabkan warna blobor dan
motif kurang tajam. Kotoran–kotoran berbentuk bulu tersebut terdapat pula pada kain
grey rayon, wol, dan kain grey campuran. Serat sutera mengandung kotoran alam berupa
serisin.
2.2.6 Tanin
Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah suatu senyawa
polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan
menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino
dan alkaloid.
Tanin (dari bahasa Inggris tannin; dari bahasa Jerman Hulu Kuno tanna, yang
berarti pohon ek atau pohon berangan) pada mulanya merujuk pada penggunaan bahan
tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar
menjadi kulit masak yang awet dan lentur. Namun kini pengertian tanin meluas,
mencakup aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak
gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk membentuk
perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain.
3.1.2 Bahan
1. Kain Sutera
2. Air
3. Sabun Netral
4. Na2CO3 (Natrium Karbonat)
5. Deterjen
6. Tanin
3.2 Proses Weighting
Pengeringan
2 : 2,55 gram
3 : 2,82 gram
4 : 2,72 gram
1
4. Pembasah : × 378,7 = 0,3787 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000
2
5. Pembasah (Pencucian) : × 378,7 = 0,7574𝑟𝑎𝑚
1000
Bahan
5’ 10’
3.5 Data pengamatan penambahan berat
3.6 Analisa
10
9
8
Kadar Penambahan Berat (%)
7
6
5
4
3
2
1
0
30 40 50 60
Waktu Perendaman (menit)
Semakin lama waktu perendaman, maka akan semakin banyak juga penambahan berat
yang akan diperoleh dan memiliki pegangan yang lembut.
Hal ini disebabkan karena adanya proses difusi pada saat melakukan proses
penambahan berat. Dapat dibuktikan bahwa dengan perendaman kain dengan waktu
60 menit, kadar penambahan berat akan bertambah lebih besar di bandingkan dengan
variasi waktu lainnya dan titik optimum pada proses ini terjadi pada waktu
perendaman 50 menit, karena kenaikan grafik dari variasi 40 menit ke 50 menit yang
stabil.
Tanin merupakan salah satu unsur yang dapat menambah berat serat sutera,
komposisi yang berasal dari alam dapat memiliki sifat ramah lingkungan, tetapi
kelemahan penggunaan ini adalah tanin diperlukan banyak dalam melakukan proses
ini. Pengaruh waktu perendaman dengan suhu 800C - 900C dapat mempengaruhi
proses difusi antara tannin dengan kain sutera. Ketika sutera yang dipanaskan akan
membuka pori – pori serat yang memungkinkan untuk unsur tannin bisa masuk ke
dalam serat, dan proses ini dibantu dengan zat pembasah yang berfungsi sebagai
menurunkan tegangan permukaan, sehingga beberapa unsur tannin dapat berikatan
ionic dengan sutera dan menghasilkan berat yang berlebih. Akan tetapi, ketika
melakukan proses pencucian dengan air panas dan zat pembasah mempengaruhi hasil
dari sutera, yang awalnya warna dari serat adalah coklat agak tua, menjadi agak muda,
ini disebabkan karena banyak unsur tannin yang berikatan lemah, sehingga banyak
dari unsur tannin yang larut dengan air panas dan pembasah.
IV. Kesimpulan
Dari hasil praktikum Penambahan berat yang dilakukan titik optimum waktu
untuk proses ini pada waktu 50 menit
V. Daftar Pustaka