You are on page 1of 14

Pengaruh Waktu Proses Penambahan Berat

Metode Pada Perendaman Kain Sutera

LAPORAN
(diajukan untuk memenuhi salah satu Mata Kuliah Teknologi Persiapan Penyempurnaan)

Disusun oleh :
Maylawati Wandari (17020051)
Muhammad Akmal Jaka (17020057)
Nurnailah Inas S (17020065)
Raka Al-Farisy (17020071)
Group : 2K3

Dosen Pembimbing : Ikhwanul Muslim, S.ST., MT.


Eka O., S.ST., MT.
Yayu E. Y., S.S.T.

PRODI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
2018
I. Maksud dan Tujuan
1.1 Maksud
Menghilangkan kandungan serisin pada permukaan kain cara oksidator metode
pada perendaman kain sutera
1.2 Tujuan
Mendapatkan titik optimal pada variasi waktu pada proses

II. Teori Dasar


2.1 Sutera

Serat sutera merupakan salah satu serat dari alam yang berasal dari hewan yaitu ulat
sutera. Ula
t sutera dari telor kupu – kupu jenis Bombyx mori dan Tussah. Serat sutra merupakan
satu – satunya serat alam yang berbentuk filament. Serat sutera berasal dari filamen yang
berasal dari kelenjar ludah ulat sutera yang disemprotkan dari mulut ulat dan membentuk
lapisan demi lapisan sampai ulat terperangkap didalammnya dan membentuk lapisan
pelindung yang disebut dengan kepompong.
Kepompong beserta filamen yang melapisinya disebut dengan kokon. Ulat sutera di
dalam kepompong berubah menjadi pupa. Pembentukan kepompong berlangsung sekitar dua
hari. Seminggu kemudian pupa didalam kepompong berubah menjadi kupu-kupu dan
mengeluarkan cairan yang bersifat basa, sehingga kepompong melunak dan kupu – kupu
dapat keluar menembus kepompong, kepompong yang berasal dari kupu – kupu Tussah saat
membuat kepompong meninggalkan lubang yang ditutup dengan perekat, sehingga saat
kupu-kupu dewasa dan keluar dari lubang tersebut tanpa merusak filament nya. Pengambilan
serat dilakukan dengan jalan menguraikan kokon dengan alat yang disebut mesin Reeling.
Filamen sutera mentah terdiri dari dua serat fibroin yang taerbungkus didalam serisin.
Lebar filamen tidak rata dan menunjukan banyak ketidakrataan permukaannya seperti garis-
garis dan lipatan-lipatan. Setiap filamen sutera mentah mempunyai penampang lintamg
hampir lonjong dan dua serat berbentuk segitiga terletak didalamnya dengan salah satu sisi
dari masing-masing serat terletak berdekatan.
Gambar 2.1 Penampang Melintang dan Membujur Serat Sutera
Dalam keadaan kering kekuatan serat sutera 4 - 4,5 gram per denier dengan mulur 20
- 25 persen dan dalam keadaan basah kekuatannya 3,5 - 4,0 gram per denier dengan mulur 25
- 30 persen. Serat sutera dapat kembali kepanjang semula setelah mulur 4 persen, tetapi kalau
mulurnya lebih dari 4 persen pemulihamnya lambat dan tidak kembali ke panjang semula.

Moisture regain sutera mentah 11 persen, tetapi setelah dihilangkan serisinnya


menjadi 10 persen. Sifat khusus dari sutera adalah bunyi gemerisik (scroop) yang timbul
apabila serat saling bergesekan. Sifat ini bukan sifat pembawsaan sutera, tetapi merupakan
hasil pengerjaan dengan larutan asam encer, yang mekanismenya belum diketahui. Berat
jenis sutera mentah 1,33 dan sutera yang telah dihilangkan serisinnya 1,25.

Untuk mengimbangi kehilangan 'berat serisin, sutera."diberati" dengan cara


merendamnya didalam larutan ggaram-garam timah dalam asam. Pemberatan juga
mengembalikan pegangan dan sifat menggantung kain sutera. Tetapi dengan adanya ion-ion
logam akan mengurangi kekuatan serat dan mempercepat kerusakan serat karena sinar
matahari.

Sutera mempunyai titik iso elektrik 3,6. Sutera tidak mudah diserang oleh larutan
asam encer hangat, tetapi larut danrusak didalam asam kuat. Dibanding dengan wol, sutera
kurang tahan asam tetapi lebih tahan alkali meskipun dalam konsentrasi rendeh, pada suhu
tinggi akan terjadi kemunduran kekuatan. Suterataham terhadap semua pelarut organik, tetapi
larut didalam kuproamoniumhidroksida dan kupri etilena diamina.
Sutera kurang tahan terhadap zat-zat oksidator dan sinar matahari dibandingkan
dengan serat selulosa atau serat buatan, tetapi lebih tahan terhadap serangan secara biologi
dibanding dengan serat-serat alam yang lain.

a. Sifat kimia serat sutera:


 Pengaruh asam, sutera tidak mudah rusak oleh larutan asam encer hangat, tetapi
larut dengan cepat di dalam asam kuat.
 Pengaruh alkali, larutan kostik soda pekat dan dingin dalam waktu singkat yang
diikuti pencucian hanya berpengaruh sedikit pada sutera. Larutan encer akan
melarutkan sutera dengan cepat dengan suhu mendidih.
 Pengaruh oksidator, sutera mudah diserang oleh zat oksidator, misalnya kalium
bikromat dan hidrogen peroksida.
 Pengaruh air, pemanasan yang lama didalam air menyebabkan kilau dan kekuatan
berkurang. Perubahan dipercepat jika panasnya diatas 1000 C.
 Pengaruh sinar, penyinaran yang lama dengan sinar matahari menyebabkan
kekuatan berkurang.
 Tahan terhadap serangga dan jamur.

b. Sifat fisika serat sutera:


 Warna bervariasi dari putih, kuning, hijau, dan coklat tergantung dari jenis iklim
dan makanan.
 Kekuatan serat dalam keadaan kering 4-14 gram/denier dengan mulur 20-25%
dalam keadaan basah kekuatannya 3,5-4gram/denier dengan mulur 25-30%.
 Serat dapat kembali kepanjang semula setelah mulur 4%, tetapi mulur lebih dari 4%
pemulihan lambat dan tidak kembali ke semula.
 Bersifat hidroskopis, MR sutera mentah 11% tetapi setelah di hilangkan serisinnya
menjadi 10%.
 Berat jenis mentah 1,33 setelah di hilangkan serisinnya menjadi 1,25.

Sutera juga dihasilkan oleh beberapa jenis serangga lain, namun hanya jenis sutra dari
ulat sutra yang digunakan untuk pembuatan tekstil. Pernah juga dijalankan kajian
terhadap sutera-sutera lain yang menampakkan perbedaan dari aspek molekul. Sutra
dihasilkan terutama oleh larva serangga yang bermetamorfosis lengkap, tetapi juga
dihasilkan oleh beberapa serangga dewasa seperti Embioptera. Produksi sutra juga kerap
dijumpai khususnya pada serangga ordo hymenoptera (lebah, tabuhan, dan semut), dan
kadang kala digunakan untuk membuat sarang. Jenis-jenis arthropoda yang lain juga
menghasilkan sutra, terutama arachnida seperti laba-laba. Untuk kain sutra dari jaring
laba-laba atau disebut Qmonos (sarang laba-laba dalam bahasa Jepang) diklaim memiliki
kekuatan tiga kali lebih kuat dari Kevlar (bahan yang biasa digunakan untuk rompi anti
peluru) serta lima kali lebih kuat dari baja.
Kain grey sutera mengandung kotoran – kotoran baik berupa kotoran alam maupun
kotoran luar. Selain itu, terdapat pula kotoran berupa bulu–bulu serat pada
permukaannya sebagai akibat dari gesekan-gesekan mekanik dan peregangan-peregangan
pada waktu proses pertenunan, bulu-bulu pada permukaan kain menyebabkan hasil
pencelupan warnanya kurang cerah dan pada pencapan menyebabkan warna blobor dan
motif kurang tajam. Kotoran–kotoran berbentuk bulu tersebut terdapat pula pada kain
grey rayon, wol, dan kain grey campuran. Serat sutera mengandung kotoran alam berupa
serisin.

2.2 Proses Penambahan Berat (Weighting)


Proses penambahan berat (weighting) pada kain sutera adalah proses untuk
menambah berat bahan sutera karena setelah pengolahan, kain sutera kehilangan sekitar
25% dari berat terutama setelah degumming. Kerugian ini berat menyebabkan kerugian
besar terhadap biaya karena harga sutera sangat mahal. Untuk mengkompensasi kerugian,
berat badan artifisial ditambahkan ke materi dengan cara kimia. Selama degumming
sutera, penurunan berat badan dari 25% biasanya diamati dalam kasus kain sutera.
Karena sifat mahal dari sutera, perlu untuk mengkompensasi penurunan berat badan.

2.2.1 Tujuan Proses Penambahan Berat (Weighting)


Tujuan proses penambahan berat pada sutera adalah untuk mengembalikan berat
sutera yang hilang akibat proses pemasakan sehingga dihasilkan bahan sutera yang
lembut, langsai baik dan pegangan penuh. Selain itu, bertujuan juga untuk:
 Untuk mengurangi limpness
 Untuk memberikan efek besar
 Untuk mengontrol efek scroopy atau gemerisik kain sutera (ciri khas kain sutera)
 Untuk memberikan efek mengisi pada kapasitas yang lebih besar
2.2.2 Mekanisme Proses Penambahan Berat (Weighting)
Proses penambahan berat ini dilakukan dengan cara merendam bahan sutera dengan
suatu larutan yang mengandung zat yang dapat menempel dengan baik pada serat sutera
baik secara fisik maupun kimia. Zat yang mampu bereaksi secara kimia dengan
terbentuknya ikatan dengan serat akan memiliki efek penambahan berat yang permanen,
seperti pada metode yang menggunakan polimer. Sedangkan metode tanin dan logam
mineral hasilnya kurang tahan lama terutama bila bahan telah mengalami pencucian
berulang. Disamping itu pemakaian logam mineral dengan zat beracun SnCl 2 berbahaya
bagi kesehatan manusia serta mencemari lingkungan.

2.2.3 Metoda Proses Penambahan Berat (Weighting)


Tiga metode yang biasa digunakan dalam proses penambahan berat sutera yaitu :
 Metode Tanin
 Metode Logam Mineral
 Metode Polimer/resin

2.2.4 Prinsip Proses Penambahan Berat (Weighting)


Prinsip proses penambahan berat (weighting) adalah dengan mereaksikan serat
sutera dengan zat yang mampu bereaksi baik secara kimia maupun fisika. Secara kimia,
dimana terjadi ikatan dengan serat sehingga memiliki efek penambahan berat yang
permanen seperti pada metoda menggunakan polimer. Sedangkan secara fisika, dimana
tidak terjadi ikatan secara kimia tetapi zat penambah berat hanya menempel pada celah
kain sehingga efek penambahan beratnya tidak permanen.

2.2.5 Faktor yang Berpengaruh


Faktor yang berpengaruh pada proses ini adalah konsentrasi zat, suhu, dan waktu
proses. Sedangkan air proses yang mengandung sadah tinggi dapat menyebabkan
pengendapan pada bahan yang akan menurunkan kilau dan serat pegangan bahan
menjadi kasar.
Serat sutera adalah serat yang kuat dan tahan lama. Setelah proses penambahan
berat sangat merusak kain sutera. Pakaian yang telah dikenakan, dengan cepat sangat
rentan terhadap keringar, gara, dan air mata. Jika disimpan, kain akan menjadi rapuh.
Metoda penyimpanan dalam keadaan dingin dan gelap tidak akan berpengaruh banyak.
Adapun contoh kerusakan sutera yaitu ‘Crazy Quilts’ dimana serat sutera menjadi
hancur sedangkan serat kapas dan wool tetap dalam kondisi baik bahkan setelah 100
tahun.
Gaun pengantin tahun 1890 yang terbuat dari kain sutera yang mengalami
penambahan berat. Perpecahan dan kerusakan terlihat pada lengan yang disebabkan
oleh proses penambahan berat kain sutera.

2.2.6 Tanin
Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah suatu senyawa
polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan dan
menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino
dan alkaloid.
Tanin (dari bahasa Inggris tannin; dari bahasa Jerman Hulu Kuno tanna, yang
berarti pohon ek atau pohon berangan) pada mulanya merujuk pada penggunaan bahan
tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan agar
menjadi kulit masak yang awet dan lentur. Namun kini pengertian tanin meluas,
mencakup aneka senyawa polifenol berukuran besar yang mengandung cukup banyak
gugus hidroksil dan gugus lain yang sesuai (misalnya karboksil) untuk membentuk
perikatan kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul yang lain.

Struktur kimia tanin


Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan; berbagai senyawa
ini berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan
hama, serta dalam pengaturan pertumbuhan. Tanin yang terkandung dalam buah muda
menimbulkan rasa kelat (sepat), perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa tanin
bersama berjalannya waktu berperan penting dalam proses pemasakan buah.
Kandungan tanin dari bahan organik (serasah, ranting dan kayu) yang terlarut dalam
air hujan (bersama aneka subtansi humus), menjadikan air yang tergenang di rawa-rawa
dan rawa gambut berwarna coklat kehitaman seperti air teh, yang dikenal sebagai air
hitam (black water). Kandungan tanin pula yang membuat air semacam ini berasa kesat
dan agak pahit
Tanin terutama dimanfaatkan orang untuk menyamak kulit agar awet dan mudah
digunakan. Tanin juga digunakan untuk menyamak (mengubar) jala, tali, dan layar agar
lebih tahan terhadap air laut. Selain itu tanin dimanfaatkan sebagai bahan pewarna,
perekat, dan mordan.
Tanin yang terkandung dalam minuman seperti teh, kopi, anggur, dan bir
memberikan aroma dan rasa sedap yang khas. Bahan kunyahan seperti gambir (salah
satu campuran makan sirih) memanfaatkan tanin yang terkandung di dalamnya untuk
memberikan rasa kelat ketika makan sirih. Sifat pengelat atau pengerut (astringensia)
itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang mengandung tanin dijadikan sebagai
bahan obat-obatan. Tanin yang terkandung dalam teh memiliki korelasi yang positif
antara kadar tanin pada teh dengan aktivitas antibakterinya terhadap penyakit diare yang
disebabkan oleh Enteropathogenic Esclierichia culi (EPEC) pada bayi. Hasil penelitian
Yulia (2006) menunjukkan bahwa daun teh segar yang belum mengalami pengolahan
lebih berpotensi sebagai senyawa antibakteri, karena seiring dengan pengolahan
menjadi teh hitam, aktivitas senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri pada
daun teh menjadi berkurang.

2.3.7 Metoda Proses Penambahan Berat (Weighting)


Proses penambahan berat dilakukan secara exhaust, dimana pada metode ini, kain
direndam dalam larutan penambahan berat pada suhu panas dan waktu tertentu, metoda
ini merupakan proses diskontinyu, cocok untuk proses produksi dengan kapasitas kecil.
Mesin yang biasa digunakan adalah mesin jigger, winch, jet-dyeing dll. Prinsipnya kain
direndam dalam air yang mengandung tanin pada konsentrasi, suhu dan kurun waktu
tertentu. Dapat juga menggunakan mesin HT/HP agar perendaman sempurna dan rata.
III. Percobaan

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Beaker gelas 500 ml
2. Pengaduk kaca
3. Timbangan digital
4. Pipet Volume 10 ml
5. Pengaduk kaca
6. Bulp
7. Setrika

3.1.2 Bahan
1. Kain Sutera
2. Air
3. Sabun Netral
4. Na2CO3 (Natrium Karbonat)
5. Deterjen
6. Tanin
3.2 Proses Weighting

Evaluasi awal (berat awal kain, dan uji daya serap)

Menimbang bahan dan zat sesuai resep

Weighting dengan suhu 70oC selama 60 menit

Mencuci panas kain (3 x 5 menit) dan


cuci dingin ( 3 x 5 menit)

Pengeringan

Mengevaluasi kain dengan penambahan berat dan uji


pegangan kain

Cara Kerja Proses Weighting


1. Menyiapkan alat dan bahan
2. menimbang kain dan zat sesuai resep
3. Memasukan zat resep kedalam gelas kimia
4. Memasukan kain kedalam larutan resep
5. Mengaduk sesuai waktu dan suhu yang telah ditentukan
6. Mencuci bahan
7. Mengeringkan bahan
8. Evaluasi akhir
3.3 Perhitungan Resep

1. Berat Awal Kain


1 : 2,73 gram

2 : 2,55 gram

3 : 2,82 gram

4 : 2,72 gram

Total Berat Kain : 10,82 gram

2. Vlot (1 : 40) : 10,82 : 378,7 mL


3. Tanin (1 : 1) : 10,82 gram

1
4. Pembasah : × 378,7 = 0,3787 𝑔𝑟𝑎𝑚
1000

2
5. Pembasah (Pencucian) : × 378,7 = 0,7574𝑟𝑎𝑚
1000

6. Kebutuhan Air : 378,7 − 0,3787 = 378,4 𝑚𝐿

3.4 Skema Proses


pembasah 80-90oC Pembasah 2mL/L
Tanin

Bahan

5’ 10’
3.5 Data pengamatan penambahan berat

Waktu (s) Pengurangan berat


30 1,0865 g
40 1,0905 g
50 1,7421 g
60 8,9285 g

3.6 Analisa

10
9
8
Kadar Penambahan Berat (%)

7
6
5
4
3
2
1
0
30 40 50 60
Waktu Perendaman (menit)

Gambar 3.3 Grafik Waktu Perendaman Terhadap Penambahan Berat Kain.

Semakin lama waktu perendaman, maka akan semakin banyak juga penambahan berat
yang akan diperoleh dan memiliki pegangan yang lembut.

Hal ini disebabkan karena adanya proses difusi pada saat melakukan proses
penambahan berat. Dapat dibuktikan bahwa dengan perendaman kain dengan waktu
60 menit, kadar penambahan berat akan bertambah lebih besar di bandingkan dengan
variasi waktu lainnya dan titik optimum pada proses ini terjadi pada waktu
perendaman 50 menit, karena kenaikan grafik dari variasi 40 menit ke 50 menit yang
stabil.
Tanin merupakan salah satu unsur yang dapat menambah berat serat sutera,
komposisi yang berasal dari alam dapat memiliki sifat ramah lingkungan, tetapi
kelemahan penggunaan ini adalah tanin diperlukan banyak dalam melakukan proses
ini. Pengaruh waktu perendaman dengan suhu 800C - 900C dapat mempengaruhi
proses difusi antara tannin dengan kain sutera. Ketika sutera yang dipanaskan akan
membuka pori – pori serat yang memungkinkan untuk unsur tannin bisa masuk ke
dalam serat, dan proses ini dibantu dengan zat pembasah yang berfungsi sebagai
menurunkan tegangan permukaan, sehingga beberapa unsur tannin dapat berikatan
ionic dengan sutera dan menghasilkan berat yang berlebih. Akan tetapi, ketika
melakukan proses pencucian dengan air panas dan zat pembasah mempengaruhi hasil
dari sutera, yang awalnya warna dari serat adalah coklat agak tua, menjadi agak muda,
ini disebabkan karena banyak unsur tannin yang berikatan lemah, sehingga banyak
dari unsur tannin yang larut dengan air panas dan pembasah.

IV. Kesimpulan
Dari hasil praktikum Penambahan berat yang dilakukan titik optimum waktu
untuk proses ini pada waktu 50 menit

V. Daftar Pustaka

Muhammad Ichwan, dkk.2004. Pedoman Praktikum Teknologi Persiapan


Penyempurnaan. Bandung : Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil
https://textileapplied.blogspot.com/2017/11/tentang-serat-sutera.html

You might also like