You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke haemoragik adalah Stroke merupakan penyebab utama
kematian pada semua umur dengan proporsi 15,4% serta menduduki urutan
ketiga penyakit berbahaya setelah jantung dan kanker yan berujung kematian
50% (Junaidi, 2011).
Stroke dibagi menjadi stroke iskemik dan stroke haemoragik.
Umumnya 50 % kasus stroke haemoragik akan berujung kematian, sedangkan
stroke iskemik hanya 20% yang berakibat kematian. Stroke Haeomragik
disebabkan oleh pecahnya darah arteri ke otak sehingga terhalangnya suplai
darah ke otak. Penyebab arteri pecah tersebut misalnya tekanan darah yang
mendadak tinggi dana tau oleh stress psikis erat (Junaidi, 2011).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan faktor dengan derajat
tertiggi pencetus terjadinya stroke. Menurut Tarwoto (2013), 50 – 70 % kasus
stroke disebabkan karena hipertensi. Faktor lainnya seperti merokok,
hyperlipidemia, fibrilasi atrium, penyakit jantung iskemik, penyakit katup
jantung, dan diabetes (Goldszmith, 2013).
Berdasarkan data prevalensi, hipertensi sebagai faktor resiko utama
yang makin meningkat di Indonesia yaitu sekitar 95 , maka para ahli
epidemiologi berpendapat bahwa saat ini dan masa yang akan datang sekitar
12 juta penduduk Indonesia yang berumur diatas 35 tahun mempunyai potensi
terkena stroke (Yastroki dalam Sikawin, 2013).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat dalam Gihani (2015) bahwa
peningkatan jumlah pasien stroke dibeberapa negara Eropa sebesar 1,1 juta
pertahun pada tahun 2002 menjadi 1,5 juta pertahun pada tahun 2025.
American Heart Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 45 menit ada
satu orang di Amerika yang terkena serangan stroke. Stroke menduduki
peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker (Sikawin, 2013).
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013.
Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Utara (10,8%)
dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah
sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki denganperempuan hampir
sama (Kemenkes, 2013).
Menurut Rikesda tahun 2013, dalam laporannya mendapatkan bhawa
di Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke
merupakan penyebab utama kematian pada semua umur dengan proporsi
15,4%. Setiap 7 orang yang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena
stroke. Sumatra Barat dalam prevelansi strke menempati urutan ke 6 dari 33
provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Kepulauan Riau, Gorontalo, DKI Jakarta,
NTB, dengan presentase 10,6 % (BPS, 2011).
Menurut Jumaidi (2011) dalam 6 – 12 bulan setelah stroke, 1 dari 10
orang bisa terserang stroke kedua. Terjadinya stroke ulangan bergantung pada
jenis stroke awal, usia, penyakit terkait, dan faktor resikonya, serta kurun
waktu kejadian stroke. Menurut Tarwoto (2013), mobilisasi sangat penting
untuk meningkatkan kekuatan otot, jantung dan pengembangan paru
padapasien pasca stroke. Sehingga latihan gerak pada pasien stroke setelah
stroke pertama dapat meminimalkan terjadinya stroke kedua. Menurut
Tarwoto (2013), masalah keperawatan yang biasanya muncul pada pasien
stroke haemoragik adalah diantaranya ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral, hambatan mobilitas fisik, hambatan komunikasi verbal, gangguan
perawatan diri (ADL), hingga gangguan eliminasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, adapun rumusan masalahnya adalah
bagaimanna asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien yang mengalami
stroke non hemoragik.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan gawat darurat
pada klien yang menglamai stroke hemoragik.

2. Tujuan Khusus

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria
Artiani, 2009).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin,
2008).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
Stroke adalah suatu keadaan yang timbulkarena terjadi gangguan
perdarahan di otak yang menyebabkan terjadinyakematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderitakelumpuhan atau kematian
(Batticaca, 2008).
Menurut Muttaqin (2008), ada beberapa faktor risiko stroke
hemoragik, yaitu :
1. Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi
yang menekan dinding arteri sampai pecah.
2. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
3. Peningkatan hemotokrik meningkatkan risiko infark serebral.
4. Kontasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi).
5. Konsumsi alkohol.
6. Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh
seperti payudara, kulit, dan tiroid.
7. Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid
dalam dinding arteri di otak, yang membuat kemungkinan terjadi
stroke lebih besar.
8. Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
9. Overdosis narkoba, seperti kokain.
B. ETIOLOGI
Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan
intracranial dengan gejala peningkatan tekana darah systole > 200 mmHg
pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah
keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.
Penyebab stroke hemoragik, yaitu :
1. Kekurangan suplai oksigen yang menuju otak.
2. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah
otak.
3. Adanya sumbatan bekuan darah di otak. (Batticaca 2008).
Penyebab stroke hemoragik biasanya diakibatkan dari: Hemoragi
serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan pendarahan kedalam
jaringan otak atau seluruh ruang sekitar otak ). Akibatnya adalah penghentian
suplai darah ke otak . Hemoragi serebral dapat terjadi di berbagai tempat yaitu
:
1. Hemoragi obstrudural
2. Hemoragi subdural
3. Hemoragi subakhranoid
4. Hemoragi intraserebral
Faktor resiko penyakit stroke menyerupai faktor resiko penyakit
jantung iskemik :
1. Usia
2. Jenis kelamin: pada wanita premonophous lebih rendah, tapi pada
wanita post monophous sama resiko dengan pria
3. Hipertensi
4. DM
5. Keadaan hiperviskositas berbagai kelainan jantung
6. Koagulopati karena berbagai komponen darah antara lain
hiperfibrinogenia
7. Keturunan
8. Hipovolemia dan syook ( Aru W, Sedoyo dkk, 2006)

Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :


1. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
2. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry),
rupture malformasi arteriovena (MAV), trauma.
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.

C. PATOFISIOLOGI
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan
berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan
adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi
aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah
yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga
dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur
otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau
ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini
sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme
pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh
hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya
akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka
bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah
beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan
kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi.
Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami
proliferasi (Sylvia & Lorraine 2006).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya
aneurisma.Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi.Hipertensi atau
gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan
sering terdapat lebih dari satu aneurisma.Gangguan neurologis tergantung
letak dan beratnya perdarahan.Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya
arteri yang menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri
media yang memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar
kapsula interna.Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat
dan konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa
hari.
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat,
leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang. 90%
menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahanbesar
dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal
dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan
sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan
mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-
pusat yang vital (Smletzer & Bare, 2005).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer
serebri masih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis
yang nyata.Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5
ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian.Bila perdarahan serebri akibat
aneurisma yang pecah biasanya pasien masih muda, dan 20 % mempunyai
lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di
dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna
dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran
darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark
atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu
arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri
tersebut.Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah
tersebut. Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu
sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh
darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status
aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah
akibat bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam
jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006).

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Kehilangan motorik
a. Hemiplegis, hemiparesis.
b. Paralisis flaksid dan kehilangan atau penurunan tendon profunda
(gambaran lklinis awal ).
2. Kehilangan komunikasi
a. Disartria
b. Difagia
c. Afagia
d. Afraksia
3. Gangguan konseptual
a. Hamonimus hemia hopia (kehilanhan sitengah dari lapang pandang)
b. Gangguan dalam hubungan visual-spasial (sering sekali terlihat pada
pasien hemiplagia kiri)
c. Kehilangan sensori : sedikit kerusakan pada sentuhan lebih buruk
dengan piosepsi, kesulitan dalam mengatur stimulus visual, taktil dan
auditori.
4. Kerusakan aktivitas mental dan efek psikologis :
a. Kerusakan lobus frontal : kapasitas belajar memori,atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin mengalami kerusakan
disfungsi tersebut. Mungkin tercermin dalam rentang perhatian
terbatas, kesulitan dalam komperhensi,cepat lupa dan kurang
komperhensi.
b. Depresi, masalah psikologis-psikologis lainnya. Kelabilan emosional,
bermusuhan, frurtasi, menarik diri, dan kurang kerja sama.
5. Disfungsi kandung kemih :
a. Inkontinansia urinarius transia
b. Inkontinensia urinarius persisten / retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral)
c. Inkontinensia urin dan defekasi berkelanjutan (dapat menunjukkan
Kerusakan neurologisekstensif) (Brunner & Suddart, 2002).

E. PATHWAYS

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah sebagai
berikut :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila muntah
dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih
yang dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Batticaca (2008), Pemeriksaan penunjang diagnostik yang
dapat dilakukan adalah :
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal,
analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan juga
untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah
sistem arteri karotis).
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI (magnetic resonance imaging) : menunjukan daerah yang mengalami
infark, hemoragik.
6. EEG (elektroensefalogram) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis interna
terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma
pada perdarahan subarachnoid.

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Primary Survey
a. Airway
Kaji adanya sumbatan jalan nafas total atau sebagian dan gangguan
servikal, distress pernafasan, ada secret atau tidak.
b. Breathing
Kaji henti nafas dan adekuatnya pernafasan, frekuensi nafas dan
pergerakan dinding dada, suara pernafasan melalui hidung atau mulut,
udara yang dikeluarkan dari jalan nafas.
c. Circulation
Kaji fungsi jantung dan pembuluh darah.Seringkali terjadi gangguan
irama, adanya thrombus, atau gangguan tekanan darah yang harus
ditangani secara cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan
penyebab utama stroke, akan tetapi juga bisa merupakan komplikasi
dari stroke tersebut.
d. Disability
Kaji kondisi neuromuscular pasien, keadaan status kesadaran lebih
dalam (GCS), keadaan ekstrimitas, kemampuan motorik dan sensorik.
e. Exposure
Kontrol lingkungan, penderita harus dibuka seluruh pakaiannya.
4. Secondary Survey
a. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial.Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi.Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi latergi, tidak responsif, dan koma.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat – obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat –
obat adiktif, kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
d. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada
klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecemasan, rasa cemas, rasa
tidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.Pola persepsi
dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan
stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam
pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan
ibadah spritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Melangalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa
bicara/ afaksia. Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi
bervariasi.
a. B1 (breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan obat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compas mentis,
peningkatan inspeksi pernapsannya tidak ada kelainan.Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan
kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskulardidapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien
stroke.Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat
terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg.
c. B3 (Brain)
Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis,
tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang
tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang
rusak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
d. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinesia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandunf kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril.Inkontinesia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
e. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada pasien akut.Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.Adanya inkontinesia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
f. B6 (Bone)
Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.
Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi, serta
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.
2) Pengkajian tingkat kesadaran
Pada klien lanjut usia tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomantosa.
3) Pengkajian fungsi serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
4) Pengkajian saraf kranial
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
5) Pengkajian sistem motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan / kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
6) Pengkajian refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologi akan muncul kembali di
dahului dengan refleks patologis.
7) Pengkajian sistem sensori
Dapat terjadi hemihipertensi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif.
2. Pola nafas tidak efektif.
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif.
4. Perfusi jaringan serebral tidak efektif.

C. RENCANA TINDAKAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Tujuan: ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat teratasi dengan kriteria
hasil : frekuensi pernafasan berubah lebih baik, suara nafas tambahan
berkurang, tidak ada penumpukan secret, tidak menggunakan otot bantu
pernafasan.
Intervensi :
1) Buka jalan nafas dan posisikan pasien senyaman mungkin.
Rasional : untuk memaksimalkan ventilasi.
2) Auskultasi suara nafas, catat area peningkatan dan penurunan vantilasi
dan menunjukkan sumber suara.
Rasional : untuk mengetahui suara nafas tambahan.
3) Bantu suction endotracheal jika di butuhkan.
Rasional : untuk mengeluarkan secret.
4) Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
5) Monitoring status respirasi dan oksigenasi.
Rasional : untuk memantau status respirasi dan oksigenasi pasien.
2. Pola nafas tidak efektif
Tujuan : Pola nafas klien efektif, tidak mengalami sianosis dan tanda /
gejala lain hipoksia dengan gas darah arteri dalam rentang normal.
Intervensi :
1) Kaji riwayat kondisi yang menyertai dengan potensial masalah
pernafasan.
Rasional : penting untuk menunjukkan penyebab masalah saat ini.
2) Auskultasi dan perkusi dada dengan menjelaskan adanya tidak adanya
dan karakter suara nafas.
Rasional : suara nafas yang abnormal mengindikasikan banyak masalah
dan harus di evaluasi serta di laporkan untuk intervensi lebih lanjut.
3) Observasi ukuran dada, bentuk dada, dan kesimetrisan pergerakan
dada.
Rasional : perubahan pergerakan dinding dada dapat mengganggu pola
napas.
4) Catat warna kulit dan membrane mukosa.
Rasional : jika pucat / kehitaman dan atau sianosis, oksigen tambahan
dan atau intervensi yang lain.
5) Catat adanya batuk dan karakter batuk
Rasional : fungsi batuk dapat lemah atau tidak efektif pada kondisi usia
yang ekstrem.
6) Tinggikan kepala tempat tidur dengan posisi semi fowler.
Rasional : meningkatkan inspirasi maksimal.
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif.
Tujuan : perfusi jaringan perifer meningkat dengan kriteria hasil : pasien
tidak mengeluh pusing, tekanan darah dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji tekanan darah
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2) Kaji warna kulit, nadi perifer, CRT dan akral pada bagian tungkai.
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3) Monitoring output
Rasional : penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi
urine.
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Tujuan : menunjukan criteria hasil system saraf pusat dan perifer yang utuh,
mempunyai pupil yang sama besar dan reaktif, tidak mengalami sakit
kepala tidak mengalami kejang dan tidak mengalami sakit kepala.
Intervensi :
1) Pantau tanda tanda vital
Rasional : perubahan vital menandakan peningkatan TIK
2) Pantau ukuran, bentuk, kesimetrisan dan reaksi pupil
Rasional : perubahan pupil menunjukan tekanan saraf okulomotorius /
optikus
3) Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK dengan cara kaji respon
membuka mata, verbal dan motorik
Rasional : mencegah terjadinya respon yang mungkin terjadi akibat
penurunan perfusi serebral
4) Tinggikan posisi kepala tempat tidur 0-45° tergantung pada kondisi
pasien dan program dokter
Rasional : Membantu drainase vena untuk mengurangi kongesti
serebrovaskuler
5) Catat output, sakit kepala, gelisah, pernapasan yang kuat.
Rasional : indikasi awal perubahan TIK merangsang pusat muntah di
otak dan mengejan, yang dapat mengakibatkan maneuver salvasa.
6) Tinjau pemeriksaan laboratorium.
Rasional : mengidentifikasi gangguan yang meningkatkan resiko
pembekuan / perdarahan yang berperan menyebabkan penurunan perfusi
serebral .
7) Kolaborasi dengan dokter pemberian oksigen.
Rasional : mengurangi metabolisme dan edema serebral.
8) Kolaborasi dengan dokter pemberian obat-obatan vasoaktif, sesuai
indikasi
Rasional : meningkatkan curah jantung dan tekanan MAP yang adekuat
guna mempertahanjan perfusi serebral.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT STROKE HEMORAGI

IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. J Umur:???????????????????? Jenis Kelamin:

√ L

No. RM:
17.59.86
Nama Keluarga: Tn. J

Agama: Islam

Alamat Rumah: Kampung Koja, Kosambi dalam, Kecamatan Kronjo, Tangerang

Diagnosa Medis: Stroke Hemoragi


Datang Tanggal: 16 Februari 2019

Pukul: 16.19 WIB

Kendaraan Ambulance √ Mobil Pribadi

Lainnya : cara datang dengan kereta dorong.

PENGKAJIAN
TRIAGE: MERAH
Keluhan Utama/Alasan Masuk IGD:

Riwayat Penyakit:

Pengkajian Primer (Primary Survey)

AIRWAY Masalah/Diagnosis Keperawatan



Aktual

Resiko
Bersihan jalan nafas tidak efektif

Jalan nafas √ Paten Tidak paten Intervensi :


√ Membersihkan jalan nafas
Obstruksi
cairan: Pangkal √ Lidah jatuh
Memasang Collar Neck
Benda asing

Suara Nafas: Snoring √ Gurgling Stridor Melakukan pengisapan suction

Keluhan
√ Lain: Melakukan head tilt chin lift

Melakukan jaw trust


BREATING Diagnosis Keperawatan
√ Aktual

Resiko
Pola nafas tidak efektif

Aktual

Resiko
Kerusakan Pertukaran Gas

Gerakan Dada: : √ Simetris Asimetris Intervensi :


Mengobservasi frekuensi,

Irama Nafas : √ Cepat Dangkal Normal irama, kedalaman pernafasan

Pola
√ Nafas : Apnea Mengobservasi tanda-tanda
distress pernafasan,
Bradipneau penggunaan otot bantu,
retraksi itercosta, pernafasan
Ortopneau cuping hidung

√ Sesak Memberikan posisi semi


√ fowler jika tidak ada kontra
Takipneau indikasi

WOB (Work of Breathing): √ Ada Tidak Melakukan fisioterafi dada jika


tidak ada kontraindikasi
Bunyi Nafas Tambahan: √ Ronchi Wheezing
√ Kolaborasi
Cracles 1. Memberikan oksigen 10
lpm
Tanda Distres Pernafasan:

√ Penggunaan otot bantu

Retraksi dada

Cuping hidung

Jenis Pernapasan
√ Pernafasan Dada

√ Pernafasan Perut
CIRCULATION Diagnosis Keperawatan
√ Aktual Risiko

Perfusi jaringan perifer tidak efektif

Aktual Risiko

Defisit Volume Cairan


TD : 150 / 121 mmHg Mengkaji Nadi :
√ Frekuensi, irama dan kekuatan
Nadi : √ Teraba Tidak Teraba
√ Menilai akral
Frekuensi Nada : 51 x/menit


Sianosis : Ya √ Tidak Mengukur TD

CRT :√ < 2 detik >2 Detik Memberikan cairan peroral

Perdarahan : Ya √ Tidak Memonitor perubahan turgor



membran mukosa dan CRT
Keluhan Lain :
Mengidentifikasi sumber
perdarahan

Memberikan penekanan
langsung sumber perdarahan

Memberi posisi syok (tungkai


lebih tinggi dari jantung)

Memasang kateter

Memonitor intake output


cairan
DISABILITY Diagnosis Keperawatan
√ Aktual Risiko

Perfusi Jaringan periper tidak


efektif

A (Alert/Perhatian): Kriteria Hasil:


V (Voice Respon) respon terhadap suara: Afasia
P (Pain Respon) respon terhadap nyeri: Intervensi:
U (Unresphonse) tidak bersepon: 1. Kaji tingkat kesadaran
2. Kaji kemampuan pasien
Reaksi Pupil: Isokor
terhadap perggerakan
Respon Cahaya: +
3. Tentukan A, V, P, U
Kekuatan otot: hemiparase 4. Kaji ukuran pupil dan respon
pupil.
EXPOSURE
1. Pemeriksaan seluruh tubuh disertai tindakan pencegahan hipotermia:
2. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan (suhu): 37,50C

Pengkajian Sekunder (Secondary Survei)

1. Riwayat Kesehatan Sekarang:


Keluarga mengatakan, sebelumnya pasien
pasien mengatakan pusing sebelum pinsan, pasien pinsan 30 menit sebelum
masuk Rumah Sakit setelah itu pasien dibawa ke RS Balaraja.
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu:
Keluarga mengatakan, pasien Keluarga pasien mengatakan pasien tidak pernah
mengecek kesehatan sebelumnya.
Pasien mempunyai riwayat kebiasaan merokok.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga pasien mengatakan ada riwayat Hipertensi dari.

Pengkajian Head To Toe


1. Kepala: mesochepal, tidak ada hematoma, tidak ada lesi, tidak ada jejas.
2. Leher: tidak ada lesi/jejas, pembesaran kelenjar getah bening tiroid.
3. Dada/thorax:
Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada, nafas cepat RR:
36x/menit
Palpasi: tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi: bunyi paru sonor
Auskultasi: suara nafas ronchi
4. Abdomen
Inspeksi: supel, tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, tidak ada benjolan
Auskultasi: bising usus x/menit.
Palpasi: tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan
Perkusi: suara thympani.
5. Ekstremitas
Atas: simetris, terpasang IUFD …………………. Di sebelah kanan, tidak ada lesi,
tidak ada edema,
hemiparase
Bawah: simetris, tidak ada lesi, tidak ada edema, hemiparase
6. Integumen
Tampak pucat, CRT < 2 detik, akral dingin, tidak ada edema.

Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi
2. Laboratorium
3. Pemeriksaan lain

Terapi Medis

1. Ceftriaxone 1 gr
2. Omeprazole Sodium 40 mg
3. Asering 500 ML
4. Citicoline 125 mg/ml
5. Asam traneksamat
TINDAKAN KEPERAWATAN DAN EVALUASI

Nama Pasien : Tn. J

No. RM : 17.59.86

Tanggal : 16 Februari 2019

Diagnosis Keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif

Jam Tindakan Keperawatan Paraf Jam Evaluasi Paraf


16.20 1. Membersihkan jalan S: -
nafas dengan O:
melakukan teknik - Pasien terpasang
head tilt chin lift OPA
maneuver. - Produksi secret
Hasil:
berkurang
2. Melakukan cross
A: Bersihan jalan nafas
finger dan finger swift
Hasil: mulut pasien teratasi sebagian
terbuka dan tidak P: Observasi Airway
terdapat sumbatan
benda padat
3. Melakukan
pemasangan OPA
(orofaringeal airway)
Hasil: pasien
terpasang OPA
4. Melakukan suctioning
Hasil: produksi secret
banyak dan secret
berkurang

Diagnosis Keperawatan: pola nafas tidak efektif

Jam Tindakan Keperawatan Paraf Jam Evaluasi Paraf


1. Mengobservasi S: -
frekuensi, irama, O: frekuensi 30x/menit,
kedalaman irama nafas cepat, suara
pernafasan. gurgling berkurang.
Hasil: frekuensi
A: pola nafas tidak
34x/menit, irama
efektif belum teratasi.
nafas cepat, terdapat
P: Lanjutkan intervensi
suara gurgling.
(pantau pola nafas).
2. Mengobservasi tanda-
tanda distress
pernafasan,
penggunaan otot
bantu, retraksi
intercosta, pernapasan
cuping hidung.
Hasil: penggunaan
otot bantu, pernafasan
dada.
3. Memberikan posisi
semi fowler.
Hasil: posisi kepala
45o.
4. Melakukan
kolaborasi
memberikan oksigen
Hasil: Oksigen telah
diberikan 10 lpm.

Diagnosis Keperawatan: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer tidak efektif

Jam Tindakan Keperawatan Paraf Jam Evaluasi Paraf


1. Memberikan posisi S: -
semi fowler. O:
Hasil: posisi kepala
A:
45o.
P:
2. Mengkaji nadi:
frekuensi, irama dan
kekuatan.
Hasil:
3. Menilai akral dan
warna kulit
Hasil:
4. Mengukur TD
Hasil:
5. Memonitor perubahan
turgor membran
mukosa dan CRT
Hasil:
6. Melakukan kolaborasi
pemasangan infus
Hasil : terpasang
cairan asering 500 ml
7. Memasang kateter
Hasil: terpasang
kateter 2 WAY
FOLLEY no 16,
setelah terpasang
urine terlihat jernih.
8. Memasang NGT
Hasil: terpasang NGT
no 16

Diagnosis Keperawatan: Perfusi jaringan serebral tidak efektif

Jam Tindakan Keperawatan Paraf Jam Evaluasi Paraf


1. Mengkaji tingkat S: -
kesadaran. O:
Hasil: E: V: M:
A:
2. Mengkaji kemampuan
P:
pasien terhadap
pergerakan.
Hasil: Hemaparasis
3. Menentukan A, V, P,
U
Hasil:
A:
V
P
U
4. Mengkaji ukuran
pupil dan respon pupil
terhadap cahaya.
Hasil: pupil isokor
dan reflek terhadap
cahaya (-)
BAB IV

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

You might also like

  • Inc Kel 2
    Inc Kel 2
    Document82 pages
    Inc Kel 2
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • LP Fraktur (Revisi) - Ratih A.H
    LP Fraktur (Revisi) - Ratih A.H
    Document29 pages
    LP Fraktur (Revisi) - Ratih A.H
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A
    ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A
    Document17 pages
    ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Sap Hipertensi
    Sap Hipertensi
    Document6 pages
    Sap Hipertensi
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Askep Meningitis PDF
    Askep Meningitis PDF
    Document40 pages
    Askep Meningitis PDF
    Roy Ulahaijanan
    No ratings yet
  • Harga Diri
    Harga Diri
    Document7 pages
    Harga Diri
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Evidence Based Pratice
    Evidence Based Pratice
    Document3 pages
    Evidence Based Pratice
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Sap Hipertensi
    Sap Hipertensi
    Document6 pages
    Sap Hipertensi
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Keperawatan Jiwa
    Keperawatan Jiwa
    Document53 pages
    Keperawatan Jiwa
    Cella
    No ratings yet
  • SPTK SP 1 HDR
    SPTK SP 1 HDR
    Document3 pages
    SPTK SP 1 HDR
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Sejarah Rsu Kabupaten
    Sejarah Rsu Kabupaten
    Document2 pages
    Sejarah Rsu Kabupaten
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Jiwa Bu Laila
    Jiwa Bu Laila
    Document4 pages
    Jiwa Bu Laila
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Lampiran
    Lampiran
    Document30 pages
    Lampiran
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Sap Hipertensi
    Sap Hipertensi
    Document6 pages
    Sap Hipertensi
    Noviwinri
    No ratings yet
  • SPTK SP 1 HDR
    SPTK SP 1 HDR
    Document3 pages
    SPTK SP 1 HDR
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Job Interview
    Job Interview
    Document16 pages
    Job Interview
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • SPTK SP 1 HDR
    SPTK SP 1 HDR
    Document4 pages
    SPTK SP 1 HDR
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • SPTK SP 1 HDR
    SPTK SP 1 HDR
    Document4 pages
    SPTK SP 1 HDR
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • LP Anc
    LP Anc
    Document18 pages
    LP Anc
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Peng Kaji An
    Peng Kaji An
    Document38 pages
    Peng Kaji An
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Pengkajian
    Pengkajian
    Document7 pages
    Pengkajian
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • LP Anc
    LP Anc
    Document18 pages
    LP Anc
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Vulva Hygiene
    Vulva Hygiene
    Document5 pages
    Vulva Hygiene
    yuliana
    No ratings yet
  • LP Isos
    LP Isos
    Document8 pages
    LP Isos
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Selling Point
    Selling Point
    Document10 pages
    Selling Point
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Tata Wiraga Oke
    Tata Wiraga Oke
    Document34 pages
    Tata Wiraga Oke
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Imunisasi Dasar
    Imunisasi Dasar
    Document6 pages
    Imunisasi Dasar
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • NAPASBUATAN
    NAPASBUATAN
    Document27 pages
    NAPASBUATAN
    Ratih Apriyanti Herdianingsih
    No ratings yet
  • Konsep Asuhan Keperawatan Inc
    Konsep Asuhan Keperawatan Inc
    Document12 pages
    Konsep Asuhan Keperawatan Inc
    Thyka Mayasari
    No ratings yet