You are on page 1of 46

MAKALAH

“CA MEDIASTINUM”

KELOMPOK 4
Andi Nilakusuma (C12115514) Restu Karaeng (C12115321)
Nurlia Rahma (C12115326) Noviawati (C12115325)
Inggrid Aprilianty Rowa (C12115308) Nurfajri Atira (C12115032)
Luspianti Suardi (C12115310) Nurlaila Sari (C12115040)
Ita Dewi Pratiwi (C12115008) Delfiah Razak (C12115018)
Rizka Damayanti (C12111279) Sindi Elfina (C12115323)
Juningsih Y. Kroons (C12115701) Irmawati (C12115034)
Mariani Afandy (C12115013)

PRODI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

i
KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya,


sehingga Makalah kelompok kami dapat terselesaikan. Pokok bahasan makalah
ini disesuaikan dengan materi da kompetensi yang diajarkan pada Pendidikan
Tinggi Keperawatan. Makalah ini berisi tentang materi Respirasi yang telah
diberikan kepada kelompok kami yaitu mencakup materi tentang CA
MEDIASTINUM. Atas terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada teman- teman dari kelompok kami yang telah terlibat, baik
secara langsung maupun tidak dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan


dalam makalah ini. Kami mengharapkan masukan yang membangun dari
pembaca agar makalah ini terus menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa Keperawatan. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Makassar,11 Maret 2017

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar Belakang ..........................................................................................1
B. Rumusan masalah......................................................................................1
C. Tujuan penulisan .......................................................................................1
BAB II ..................................................................................................................3
PEMBAHASAN ..................................................................................................3
A. Definisi dan Anatomi ................................................................................3
B. Etiologi Ca Mediastinum ..........................................................................5
C. Manifestasi klinis Ca Mediastinum ...........................................................6
D. Patofisiologi ca mediastinum ....................................................................7
E. Penatalaksanaan ......................................................................................10
F. Tindakan Pencegahan..............................................................................13
G. Komplikasi Ca Mediastinum ..................................................................15
H. Pemeriksaan Penunjang ..........................................................................15
I. Kasus Ca Mediastinum ...........................................................................17
BAB III ..............................................................................................................41
PENUTUP ..........................................................................................................41
A. Kesimpulan .............................................................................................42
B. Saran ........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................43

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak


di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur
vital. Proses penting yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema,
infeksi, perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer. Kelainan
sistemik seperti karsinoma metastatic dan banyak penyakit granulomatosa juga
bisa terlibat dalam mediastinum. Lesi terutama berasal dari esophagus, trakea,
jantung dan pembuluh darah besar biasanya berhubungan dengan susunan
organik spesifik yang terlibat daripada mediastinum. (Sabiston, 1994 )

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah makalah ini yaitu:


1. Apa definisi ca mediastinum ?
2. Apa etiologi dari ca mediastinum ?
3. Apa manifestadi klinis ca mediastinum ?
4. Bagaimana patofisiologi ca mediastinum ?
5. Bagaimana bentuk penatalaksanaan pada ca mediastinum ?
6. Apa bentuk pencegahan terhadap ca mediastinum ?
7. Apa-apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada ca mediastinum ?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada ca mediastinum ?
9. Bentuk ASKEP pada ca mediastinum.

C. Tujuan penulisan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui apa definisi ca mediastinum


2. Untuk mengetahui etiologi dari ca mediastinum

1
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis ca mediastinum
4. Untuk mengetahui patofisiologi ca mediastinum
5. Untuk mengetahui bentuk penatalaksanaan pada ca mediastinum
6. Untuk mengetahui bentuk pencegahan terhadap ca mediastinum
7. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada ca mediastinum.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada ca mediastinum
9. Untuk mengetahui Bentuk ASKEP pada ca mediastinum.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Anatomi

Mediastinum merupakan daerah di antara kantong pleura. Mediastinum


anterior membentang dari sternum di sebelah anterior ke pericardium dan
pembuluh darah brakiosefalik di sebelah posterior. Daerah mediastinum
berisikan kelenjar timus, kelenjar limfe mediastinalis anterior dan arteri serta
vena mammaria interna. Mediastimum media terletak di antara mediastinum
anterior dan posterior dan daerah ini berisian jantung ;lengkung asendens serta
tranversal aorta; vena kava; arteriserta vena brankiosefalik; nervus frenikus;
trakea, bronkus utama serta kelenjar getah beningnya ; dan arteri pulmonalis.
Mediastinum posterior dibatasi oleh pericardium serta trakea disebelah anterior
dan kolumna vertebra di sebelah posterior.

(Tampak anterior) (Tampak lateral)

3
 Ca Mediatinum

Ca mediastinum / Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di


dalam rongga mediastinum yaitu rongga yang berada diantara paru kanan dan
kiri.

Sumber : Canadian Medical Association Journal

 Massa mediastinum

Abnormalitas yang paling sering ditemukan pada mediastinum adalah


massa. Kelainan yang paling sering ditemukan dalam mediastinum anterior
berupa timoma, limfoma, neoplasma teratoma dan massa kelenjar tiroid.
Sedangkankelainan yang paling seringditemukandalam mediastinum posterior
yaitu tumor neurogenic, meningokel, meningomielokel, kista gastroenterik dan
diverticulum esophagus.

4
 Ca mediastinum / tumor mediastinum, terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Mediastinitis akut

Mediastinitis akut disebabkan oleh perforasi esophagus atau terjadi setelah


sternotomi mediana pada pembedahan jantung.

2. Mediastinitis kronik

Mediastinitis kronik disebabkan oleh tuberculosis atau hiptoplasmosis.


Terkadang,

3. Pneumomediastinum

Pneumomediastinum merupakan ada gas di dalam celah mediastinum.


Penyebabnya ada 3 hal :

a. Rupture alveolus dengan diseksi udara kedalam mediastinum

b. Perforasi atau rupture esophagus, trakea, atau bronkus utama

c. Diseksi udara dari leher atau abdomen kedalam mediastinum

B. Etiologi Ca Mediastinum

Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah :

a. Penyebab kimiawi

Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekarja


pembersih cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai
penyababnya

b. Faktor Genetik (biomolekuler)

Golongan darah A lebih tinggi 20% berisiko menderita kanker/ tumor


pada lambung dari pada golongan darah O, selain itu berubahan genetik
termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein bisa
menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.

5
c. Faktor Fisik

Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang


baik trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet
yang berasal dari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan
radiasi bom atom.

d. Faktor Nutrisi

Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan


oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.

e. Penyebab Bioorganisme

Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyabab tumor dengan


ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan.
Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada manusia.

f. Faktor Hormon

Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan


kepastian peranannnya belum jelas. Pengaruh hormon dalam pertumbuhan
tumor bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormon tersebut.

C. Manifestasi klinis Ca Mediastinum

1. Mengeluh sesak napas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisis tertentu
(menelungkup).
2. Sekret berlebihan
3. Batuk dengan atau tanpa dahak
4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5. Pernapasan tidak simetris
6. Unilateral Flail Chest
7. Uffusi pleura
8. Egophonia pada daerah sternum
9. Suara pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru.
10. Wheezing unilateral/bilateral
11. Ronchi

6
Gejala-gejala yang biasa muncul pada penyakit Ca mediastinum adalah
akibat dari tekanan massa terhadap organ intertoraks yang penting karena efek
mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur
mediastinum, dan termasuk nyeri dada yang sering timbul pada tumor
mediastinum anterosuperior biasanya disebabkan oleh; kembung/ kompresi
pada dinding dada menyebabkan ortopnea (suatu tanda dini akibat tekanan
trakea, bronkus yang besar, saraf laryngeal kambuhan atau paru hal ini
memberikan gejala seperti dipsneu, batuk, pneumonitis atau gejala yang jarang
yaitu stidor); palpitasi jantung, angina, dan berbagai gangguan sirkulasi lainnya
; sianosis; sindrom vena kava superior (wajah, leher, dan ekstremitas atas
bengkak) dan distensi yang jelas pada vena leher dan dinding dada (bukti
obstruksi vena besar mediastinum oleh kompresi ekstravaskular atau invasi
intravascular); dan disfagia atau gejala obstruksi akibat tekanan terhadap
esovagus. (Smeltzer & Bare, 2001)

D. Patofisiologi ca mediastinum

Penyebab dari timbulnya karsinoma jaringan mediastinum belum


diketahui secara pasti, namun diduga beberapa faktor predisposisi yang
kompleks dapat menimbulkan manifestasi tumbuhnya jaringan/sel-sel kanker
pada jaringan mediastinum. Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat
terjadi dalam waktu yang relatif singkatb maupun timbul dalam suatu proses
yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik.

Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang


berproliferasi maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan
sekitarnya. Pelepasan berbagai substansia pada jaringan normal seperti,
prostaglandin, radikal bebas, dan protein-protein reaktif secara berlebihan
sebagai bentuk dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel
kanker terhadap jaringan sekitarnya, teruma jaringan yang memiliki ikatan yang
relatif lemah.

7
Kanker sebagai jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar
mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk
pecah dan menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui
kelenjar, pembuluh darah maupun melalui peristiwa mekanis dalam tubuh.

Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara


mekanik menyebabkan penekanan (derect pressure/indirect pressure) serta
dapat menimbulkan destruksi jaringan sekitar, yang menimbulkan manifestasi
seperti penyakit infeksi pernapasan lain seperti sesak napas, nyeri inspirasi,
peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah
(hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder, sehingga
kadangkala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi
saluran napas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik
kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.

8
WOC ASKEP TUMOR MEDIASTINUM
Biorganisme (Virus)
Faktor hormonal Struktur dasar
Adanya zat yang
DNA berubah
Faktor lingkungan bersifat initiation
Faktor genetik

Initiation agent
(unsur kimia. fisik, Terjadi
dan biologis) perubahan
struktur sel

Memerlukan waktu yang Memerlukan waktu yang


lama, minggu bahkan lama dan
sampai tahunan berkesinambungan

Terbentuk Terbentuk Memicu terbentuknya sel


formasi tumor neoplasma tumor

Vena leher Nervus Nerves laryngeus Kompresi Trakea


mengembang vagus inferior tertekan esofagus tertekan
pada sindroma tertekan
vena cava
superior

Serangan batuk Suara serak Gangguan Batuk atau


dan spasme menelan stridor
bronkus

MK: MK:

MK: MK:
9
MK:
E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Non farmakologi

 Dukungan Nutrisi

Status gizi merupakan salah satu faktor yang berperan penting pada kualitas
hidup pasien kanker. Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian seriusdalam
tatalaksana pasien kanker, sehingga harus dilakukan skrining dan diagnosis
lebih lanjut. European Partnership for Action Against Cancer (EPAAC) dan
The European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN)
menyatakan bahwa pasien kanker perlu dilakukan skrining gizi untuk
mendeteksi adanya gangguan nutrisi, gangguan asupan makanan, serta
penurunan berat badan(BB) dan indeks massa tubuh (IMT) sejak dini, yaitu
sejak pasien didiagnosis kanker dan diulang sesuai dengan kondisi klinis
pasien. Pasien kanker dengan hasil skrining abnormal, perlu dilakukan
penilaian objektif dan kuantitatif asupan nutrisi, kapasitas fungsional, dan
derajat inflamasi sistemik.

 Aktivitas Fisik
Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian
gangguan kemampuan fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara aman & efektif, sesuai
kemampuan yang ada. Pendekatan rehabilitasi medik dapat diberikan
sedini mungkin sejak sebelum pengobatan definitif diberikan dan dapat
dilakukan pada berbagai tahapan & pengobatan penyakit yang
disesuaikan dengan tujuan penanganan rehabilitasi kanker : preventif,
restorasi, suportif atau palliative.

Penatalaksanaan farmakologi

 Terapi pengobatan yang paling sering digunakan adalah kombinasi


pembedahan, radioterapi, dan kemoterapi :

10
1) Pembedahan
Pembedahan digunakan untuk penatalaksanaan kanker
stadium dini. Pembedahan dapat berupa pengangkatan paru-paru
parsial atau total.

2) Terapi radiasi
Terapi radiasi diterapkan setelah menjalani pembedahan
untuk menurunkan resiko kekambuhan, juga sebelum pembedahan
untuk mengecilkan masa tumor serta digunakan jika ada
kontraindikasi pembedahan.

3) Kombinasi kemoterapi
Kombinasi kemoterapi juga diterapkan setelah menjalani
pembedahan untuk menurunkan resiko kekambuhan, sebelum
pembedahan untuk mengecilkan masa tumor, dan sebagai terapi
utama saat terjadi kekambuhan.
4) Kemoterapi
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat kemoterapi dibagi
menjadi beberapa golongan sebagai berikut:
a.) Zat alkilasi Berkhasiat kuat terhadap sel-sel yang
sedang membelah akibat gugus alkilnya yang reaktif,
sehingga dapat merintangi penggandaan DNA dan
pembelahan sel, misal: klorambusil, siklofosfamid,
busulfan, dan ifosfamid.
b.) Antimetabolit Mengganggu sintesis DNA dengan
jalan antagonisme saingan, dibagi menjadi 3 kelompok
yaitu: antagonis asam folat: metrotreksat, antagonis
pirimidin: 5- flourourasil, sitarabin, gemcitabin, dan
antagonis purin: 6-merkaptopurin.

11
c.) Antimitotika Zat ini menghindari pembelahan sel
pada tingkat metafase, jadi merintangi pembelahan inti,
misal: alkaloid vinca (vinblastin, vinkristin), podofilin
(derivatnya etoposide) dan taxoida (paklitaksel)
d.) Antibiotika Beberapa jenis antibiotika dari jenis
jamur Streptomyces juga berkhasiat sitotoksik disamping
kerja antibakterinya, misal: doksorubisin, bleomisin,
daunorubisin, epirubisin, idarubisin, dan mitomisin.
e.) Imunomodulansia Zat ini berdaya mempengaruhi
secara positif reaksi biologis dari tubuh terhadap tumor,
misal: sitokin atau limfokin, siklosporin, interferon-alfa.
f.) Hormon dan antihormon Misalnya: kortikosteroid
(hidrokortison, prednisolon) yang berkhasiat melarutkan
limfosit, zat-zat estrogen dan androgen.
g.) Obat-obat lainnya Obat kanker lainnya adalah
asparaginase, senyawa platina (cisplatin, karboplatin, dan
topotecan)

Regimen kemoterapi yang digunakan pada terapi kanker paru antara lain:
cisplatin, carboplatin, docetaksel, etoposide, gemcitabine, ifosfamide,
irinotecan, mitomycin, paklitaksel, topotecan, vinblastine, vinorelbine atau
kombinasi. Penatalaksanaan efek samping kemoterapi merupakan bagian
penting dari pengobatan dan perawatan pendukung atau suportif pada penyakit
kanker. Efek samping disebabkan dari efek non spesifik dari obat-obat
sitotoksik sehingga menghambat proliferasi tidak hanya sel-sel tumor
melainkan juga sel normal. Efek samping obat kemoterapi atau obat sitotoksik
dapat berupa mukositis, alopesia, infertilitas, trombositopenia, anemia, serta
mual muntah. (Diah, L, 2009)

12
F. Tindakan Pencegahan

1. Tidak terlalu sering terpapar dengan zat-zat kimia, Pengaruh zat


kimia terhadap tubuh sangatlah berbahaya, jika frekuensi
berinteraksi pada zat-zat kimia terlalu sering akan memicu kanker.
Beberapa kasus memaparkan jenis-jenis bahan kimia tertentu dapat
menyerang paru-paru secara bersamaan. Meskipun asap rokok
adalah zat yang paling dominan memicu kanker paru-paru, zat-zat
lainnya seperti karsinogen akan membahayakan paru-paru dan
menimbulkan sel kanker dan lambat laun akan merusak DNA dari
inti sel.
2. Menghindari Rokok dan Asapnya, dengan menghindari rokok
serta asapnya yang cukup berbahaya bagi perokok pasif dan aktif.
Beberapa penelitian meninjau bahwa menghisap tembakau jenis
apapun adalah penyebab kanker paru-paru. Selain menyebabkan
kanker paru-paru merokok dapat menyebabkan penyakit lainnya,
seperti kerongkongan, laring, mulut, tenggorokan, ginjal, pankreas,
perut dan leher rahim. Jika seseorang berhenti merokok, tekanan
darah akan kembali normal dan kerja paru-paru akan meningkat,
aliran darah ke organ tubuh lainnya akan lebih baik. Penyakit
lainnya yang disebabkan oleh rokokpun akan berkurang. Maka,
resiko terhadap kanker paru-paru akan menurun dan akan terus
menurun seiring waktu memanage gaya hidup yang sehat.
3. Memperhatikan Makanan, Diet adalah salah satu pendekatan yang
baik untuk pencegahan kanker paru paru. Berhubungan dengan
kelebihan berat badan, memiliki badan yang normal akan jauh dari
resiko terkena kanker termasuk didalamnya adalah kanker paru paru.
Melakukan diet tinggi dan hanya mengkonsumsi buah-buahan dan
sayuran dapat mengurangi resiko kanker. Selain itu, kebiasaan

13
makanan sehat yang mencegah perkembangan kanker diet juga
menjadi salah satu cara menurunkan resiko penyakit kardiovaskular.
4. Gaya hidup sehat, Beraktivitas merupakan suatu keharusan bagi
setiap orang, namun aktivitas teratur dan menjaga berat badan agar
tetap sehat akan mengurangi resiko kanker. Untuk meningkatkan
kesadaran atas resiko kanker gaya hidup yang sehat sangat
dianjurkan. Dengan mengkonsumsi makanan dan berolahraga
dengan teratur akan terhindar dari penyakit.
5. Melakukan pemeriksaan kesehatan, Melakukan tes kesehatan
secara rutin akan membantu melihat perkembangan paru-paru,
karena sebagian besar kanker paru-paru didapati terdeteksi secara
tidak sengaja. Umumnya para dokter akan melakukan ct san pada
tubuh untuk melihat paru-paru. Bila dibandingkan dengan ronsen
hasil ct scan lebih akurat dan terlihat jelas, karena ct scan
memperlihatkan gambar paru-paru tiga dimensi yang bisa
mendeteksi tumor sejak masih bersifat primer sehingga untuk
melakukan pencegahan akan memungkinkan mengurangi resiko
kanker paru-paru
6. Menghindari lingkungan yang berbahaya, Faktor lingkungan
juga dapat memicu kanker paru-paru seperti terdapat gas radon dan
asbes.

- Gas Radon adalah gas yang tak berbau dan tak berwarna namun
gas ini mampu meresap kedalam pori-pori pada pondasi
bangunan rumah maupun gedung. Gas ini berasal dari batuan
pada tanah dan sulit untuk di deteksi dan tanpa sadar akan
menghirupnya.
- Gas Asbes, Sedangkan pada asbes adalah bahan industri yang
biasa ditemukan dalam konstruksi untuk isolasi dan sebagai
penghambat dari api. Ketika bahan asbes tersebut mengganggu

14
dan serat kecil akan menjadi udara dan dapat terhirup, hal ini
akan memberikan resiko yang lebih besar untuk
mengembangkan kanker paru-paru jika dengan frekuensi secara
berkala.

G. Komplikasi Ca Mediastinum

Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang


utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau
infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui:
perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur
(sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel bersebelahan, dengan menyebabkan
sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di tempat lain. Empat
komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah:
- 1. Obstruksi trachea
- 2. Sindrom Vena Cava Superior
- 3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
- 4. Rupture esofagus

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto toraks
Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor,
anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor
yang besar sulit ditentukan lokasi yang
pasti.
2. Tomografi
Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi
klasifikasi pada lesi, yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor
tiroid dan kadang-kadang timoma. Tehnik ini semakin jarang
digunakan.
3. CT-Scan toraks dengan kontras
Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi
kelainan tumor secara lebih baik dan dengan kemungkinan untuk

15
menentukan perkiraan jenis tumor, misalnya teratoma dan timoma. CT-
Scan juga dapat menentukan stage pada kasus timoma dengan cara
mencari apakah telah terjadi invasi atau belum. Perkembangan alat
bantu ini mempermudah pelaksanaan pengambilan bahan untuk
pemeriksaan sitologi. Untuk menentukan luas radiasi beberapa jenis
tumor mediastinum sebaiknya dilakukan CT-Scan toraks dan CTScan
abdomen.
4. Flouroskopi
Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta.
5. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang
diduga aneurisma.
6. Angiografi
Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan
flouroskopi dan ekokardiogram.
7. Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke
esofagus.
8. USG, MRI dan Kedokteran Nuklir
Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus
dilakukan untuk beberapa kasus tumor mediastinum

 Pemeriksaan Laboratorium
1. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak memberikan
informasi yang berkaitan dengan tumor. LED kadang meningkatkan
pada limfoma dan TB mediastinum.
2. Uji tuberkulin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB.
3. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid.
4. Pemeriksaan a-fetoprotein dan b-HCG dilakukan untuk tumor
mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal, yakni jika
ada keraguan antara seminoma atau nonseminoma. Kadar a-fetoprotein
dan b-HCG tinggi pada golongan nonseminoma. (Indonesia, 2003)

16
I. Kasus Ca Mediastinum

Tn A berumur 35 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan sesak napas


dan nyeri dada skala 5 yang berulang-ulang sejak 3 minggu lalu dan dada terasa
tertekan. Sesak bertambah ketika melakukan aktivitas sehingga pasien hanya
dapat duduk dan baring ditempat tidur saja. Saat masuk pasien tampak cemas
dan gelisah, nampak pernapasan yang cepat dan dangkal serta terlihat
penggunaan otot-otot bantu pernapasan. Ia juga mengeluh batuk yang disertai
sputum yang banyak dan terkadang terdapat bercak merah seperti darah. Pasien
juga mengeluh mual, muntah, nyeri pada perut, dan mengalami penurunan
berat badan. Pasien juga tampak lemas. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik
ditemukan pergerakan dada asemetris. Pada palpasi, ekspansi meningkat dan
taktil fremitus menurun serta perkusi redup pada daerah mediastinum. Dan saat
auskultasi terdengar bunyi wheezing. Tanda-tanda vital pasien ST: 38 C, RR:
28 kali/menit, TD: 100/70, HR: 104 x/menit. Riwayat : pasien merokok sejak
umur 20 tahun. Hasil pemeriksaan penunjang pada CT scan, pasien didiagnosa
ca mediastinum dan nampak penekanan esofagus pada esofagografi

A. Pengkajian
1. Pengkajian
Hari/tanggal : senin, 6 Maret 2017
Waktu : 08.30 WIB
Tempat : Ruang Delima
Oleh : Perawat Lina
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 35 th
Alamat : Makassar
Status Pernikahan : sudah menikah
Suku : Bugis
Diagnosa Medis : CA Mediastinum

17
Tanggal Masuk RS : 6 Maret 2017
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny.S
Umur : 30 th
Alamat : Makassar
Hubungan : istri
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama :
Pasien mengeluh sesak napas dan nyeri dada skala 5 yang
berrulang-ulang sejak 3 minggu lalu dan dada terasa tertekan. Sesak
bertambah ketika melakukan aktivitas sehingga pasien hanya dapat
duduk atau berbaring di tempat .pasien juga batuk dengan sputum
yang banyak dan terkadang terdapat bercak merah seperti darah.
tidur.
b. Keluhan Tambahan :
1) mual
2) muntah
3) nyeri perut
4) penurunan berat badan
5) peningkatan suhu tubuh
c. Riwayat penyakit lalu :
Merokok sejak umur 20 tahun.
d. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh sesak napas dan nyeri dada skala 5 yang
berrulang-ulang sejak 3 minggu lalu dan dada terasa tertekan. Sesak
bertambah ketika melakukan aktivitas sehingga pasien hanya dapat
duduk atau berbaring di tempat .pasien juga batuk dengan sputum
yang banyak dan terkadang terdapat bercak merah seperti darah.
Pasien juga mengeluh mual, muntah, nyeri perut, penurunan berat
badan, dan peningkatan suhu tubuh

18
3. Pengkajian Fisik
a. Tanda-tanda vital :
1) Nadi : 104 x/menit
2) Respirasi : 28 x/menit
3) TD : 100/70 mmHg
4) Suhu : 38 0 C
b. Pemeriksaan mulut dan tenggorok :
1) Berbicara kurang jelas
2) Suara serak dan parau
3) Warna lidah merah
4) Palatum simetris
5) Uvula simetris
c. Pemeriksaan Fisik :
1) Pemeriksaan kepala : bentuk nesochepal, rambut hitam, tipis dan
bersih
2) Pemeriksaan mata : tidak ada sekret di sudut matapasien bisa
membaca dan membedakan warna.
3) Pemeriksaan telinga : bersih, tidak ada cairan keluar, simetris
antara kanan dan kiri
4) Pemeriksaan mulut dan tenggorokan : tidak ada caries pada gigi.
5) Pemeriksaan dada : inspeksi : pergerakan dada asimetris,
penggunaan otot bantu pernapasan, palpasi : ekspansi dada
meningkat,traktil prenikus menurun, perkusi: redup pada daerah
mediastinum, auskultasi terdengar bunyi wheezing.

19
B. Diagnosa Keperawatan

Data
Data Obyektif Batasan
No. Subyektif Diagnosa
(DO) karakteristik
(DS)
1. Pasien Terdapat Ketidakefektifan dispnea, gelisah,
mengeluh bunyi bersihaan jalan perubahan
sesak yang wheezing, napas berhubungan frekuensi napas,
berulang RR: 34 perokok dan mukus perubahan pola
sejak 3 kali/menit, berlebihan. napas, sputum
minggu lalu. pasien tampak dalam jumlah
Ia juga gelisah, berlebih, suara
mengeluh nampak napas tambahan
batuk yang pernapasan
disertai yang cepat
sputum yang dan dangkal,
banyak dan pergerakan
terkadang dada
terdapat asemetris. saat
bercak merah auskultasi
seperti darah. terdengar
bunyi
wheezing.
2 Pasien RR: 34 Pola napas tidak Dispnea,
mengeluh kali/menit, efektif penggunaan otot
sesak yang pemeriksaan berhubungan bantu pernapasan,
berulang fisik dengan perubahan
sejak 3 ditemukan hiperventilasi, ekskursi dada,
minggu lalu. pergerakan keletihan otot pola napas
dada pernapasan, dan abnormal

20
asemetris. nyeri. (frekuensi dan
Pada palpasi, kedalaman),
ekspansi takipnea
meningkat,
pernapasan
yang cepat
dan dangkal
serta terlihat
penggunaan
otot-otot
bantu
pernapasan.
3. Pasien skala nyeri 4, Nyeri akut Mengekspresikan
mengeluh RR: 34 berhubungan perilaku seperti
nyeri dada, kali/menit,, dengan agens gelisah, keluhan
dan dada TD: 130/80, cidera biologis tentang intensitas
terasa HR: 104 (neoplasma). menggunakan
menekan x/menit. standar skala
nyeri (skala
penilaian
numerik),
perubahan pada
parameter
fisiologi (TD, RR,
dan HR).
4. Pasien Pasien tampak Kekurangan Kelemahan,
mengeluh lemas, ST: 38 volume cairan peningkatan
mual, C, TD: berhubungan frekuensi nadi,
muntah, 100/70, HR: dengan kehilangan peningkatan suhu

21
mengalami 104 x/menit. cairan aktif tubuh, penurunan
penurunan berat badan,
berat badan, penurunan TD.
6. Pasien Pasien tampak Intoleransi aktivitas Ketidaknyamanan
mengatakan lemas berhubungan setelah setelah
sesak dengan beraktivitas,
bertambah ketidakseimbangan dispnea setelah
ketika antara suplai dan beraktivitas.
melakukan kebutuhan oksigen.
aktivitas,
5. Pasien pasien tampak Hipertermi Gelisah, hipotensi
mengatakan cemas dan berhubungan kulit terasa
sesak gelisah, dengan dehidrasi hangat, takikardi,
bertambah pernapasan dan penyakit dan takipnea.
ketika yang cepat
melakukan dan dangkal
aktivitas serta terlihat
penggunaan
otot-otot
bantu
pernapasan,
ST: 38C RR:
28 kali/menit,
HR: 104
x/menit

C. Intervensi Keperawatan

Nursing Outcome Nursing Intervention


No. Diagnosa
Classification (NOC) Classification (NIC)

22
1. Ketidakefektifan  Kepatenan jalan  Manajemen jalan
bersihaan jalan napas dibuktikan napas dengan
napas berhubungan dengan frekuensi posisikan pasien
perokok dan mukus pernapasan untuk
berlebihan. kembali normal, memaksimalkan
kedalaman ventilasi, identifikasi
inspirasi, kebutuhan
kemampuan aktual,/potensial
mengeluarkan pasien untuk
secret dengan baik, melakukan alat
tidak ada suara membuka jalan
napas tambahan, napas, melakukan
dispnea saat fisioterapi dada
beraktivitas tidak sebagaimana
ada, tidak ada mestinya, membuang
penggunaan otot secret dengan
bantu napas, batuk memotivasi pasien
berkurang, untuk melakukan
akumulasi sputum batuk atau menyedot
berkurang lendir, motivasi
 Tingkat kecemasan pasien untuk
berkurang bernapas pelan,
dibuktikan dengan dalam dan batuk,
tidak ada perasaan serta intruksikan
gelisah, tidak ada bagaimana agar bisa
peningkatan melakukan batuk
tekanan darah, efektif, bantu dengan
tidak ada dorongan spirometri
peningkatan sebagaimana

23
frekuensi nadi, dan mestinya, auskultasi
tidak ada suara napas dan catat
peningkatan area yang
frekuensi ventilasinya menurun
pernapasan. atau tidak ada dan
 Perilaku berhenti adanya suara napas
merokok tambahan, kelola
dibuktikan dengan pemberian
ada keinginan bronkodilator
berhenti merokok, sebagaimana
kepercayaan mestinya, kelola
terhadap mampu udara atau oksigen
berhenti merokok, yang dilebabkan
mengetahui sebagaimana
manfaat dari mestinya, regulasi
berheni merokok, asupan cairan untuk
membangun menyeimbangkan
strategi efektif asupan cairan,
untuk berhenti posisikan untuk
merokok, meringankan sesak
komitmen berhenti napas serta monitor
merokok terhadap status pernapasan
strategi, dan oksigenasi
menggunakan sebagaimana
strategi koping mestinya.
yang efektif,  Pengurangan
menggunakan kecemasan dengan
terapi pengganti menggunakan
nikotin atau terapi pendekatan tenang

24
alternatif. dan menyakinkan,
berikan informasi
faktual terkait
diagnosis, perawatan,
dan prognosis,
berada disisi klien
untuk meningkatkan
rasa aman dan
mengurangi
ketakutan.
Instruksikan klien
untuk menggunakan
teknik relaksasi atau
penggunaan obat-
obatan untuk
mengurangi
kecemasan secara
tepat.
 Terapi oksigenasi
dengan membersikan
mulut, hidung, dan
sekresi trakea dengan
tepat, batasi
merokok,
pertahankan
kepatenan jalan
napas, siapkan
peralatan oksigen
dan berikan melalui

25
sistem homidifair,
monitor aliran
oksigen, monitor
efektifitas terapi
oksigen (tekanan
osimetri) dengan
tepat, pastikan
penggantia masker
oksigen atau kanula
nasal setiap kali
perangkat diganti,
mengubah perangkat
pemberian oksigen
ke kanal nasal saat
makan, monitor
kecemasan pasien
yang berkaitan
dengan kebutuhan
pendapatan terapi
oksigen.
 Bantuan penghentian
merokok dengan
mencatat status
merokok saat ini dan
riwayat merokok,
pantau kesiapan
pasien untuk
mencoba berhenti
merokok, ajarkan

26
pasien mengenai
gejala fisik,
pemutusan nikotin
(sakit kepala, pusing
mual, iritabilitas, dan
insomnia) yang
semuanya bersifat
sementara,
informasikan pasien
mengenai produk
pengganti nikotin
(permen karet,
semprotan hidung,
atau inhaler) untuk
membantu
mengurangi gejala
pemutusan, bantu
pasien untuk
mengembangkan
rencana berhenti
merokok yang
membahas aspek
psikososial yang
mempengaruhi
perilaku merokok.
Berikan dorongan
unuk
mempertahankan
gaya hidup bebas

27
asap rokok, bantu
pasien untuk
merencanakan
strategi koping
tertentu dan
menyelesaikan
masalah yang timbul
dari rencana berhenti
merokok.
2. Pola napas tidak  Status pernapasan  Status pernapasan :
efektif berhubungan (ventilasi) kembali monitor kecepatan,
dengan normal ditunjukan kedalaman, dan
hiperventilasi, dengan frekuensi kesulitan bernapas.
keletihan otot pernapasan, Catat pergerakan
pernapasan, dan kedalam inspirasi, dada,
nyeri. hasil rongen dada ketidaksimetrisan,
dalam kisaran penggunaan otot-otot
normal, tidak ada bantu, dan retraksi
penggunaan otot pada otot
bantu napas , tidak superclavikula dan
ada suara napas intercosta. Monitor
tambahan, tidak suara napas
traktil fremitus, tambahan mengi.
tidak ada Monitor pernapasan
pengembangan takipnea,
dinding dada hiperventilasi.
asimetris, tidak ada Palpasi
akumulasi sputum. ketidaksimetrisan
ekspansi paru.

28
Perkusi torak anterior
dan posterior dari
apeks ke basis paru
kanan dan kiri.
Monitor kedalaman
otot-otot diafragma
dengan pergerakan
parosoksikal.
Auskultasi suara
napas, catat area
dimana area terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dna
ketidakadaan suara
napas tambahan.
Monitor peningkatan
kelelahan,
kecemasan, dan
kekurangan udara
pada pasien. Monitor
kemampuan batuk
efektif pasien.
Monitor kelebihan
sesak napas pasien
termasuk kegiatan
yang dikaitkan atau
yang memperburuk
sesak napas tersebut.
Monitor hasil foro

29
rongent. Berikan
bantuan terapi napas
jika dibutuhkan
misalnya nebulazer.
 Bantuan ventilasi
dengan tetap
mempertahankan
kepatenan jalan
napas, posisikan
pasien agar
mengurangi dispnea,
posisikan unutk
meminimalkan upaya
bernapas misalnya
mengangkat kepala
termpat tidu, dan
memberikan overbad
table bagi pasien
unutk bersandar.
Bantu dengan
menggunakan
dorongan spirometer
yang seuai. Monitor
kelelahan otot
penapasan. Monitor
pernapasan dan
status oksigenasi.
Berikan obat
(bronkodilator dan

30
inhaler) yang
meningkatkan
patensi jalan napas
dan pertukaran gas.
Ajarkan tekhnik
pernapasan dengan
tepat
3. Nyeri akut  Nyeri terkontrol  Manajemen nyeri
berhubungan dengan yang dibuktikan dengan melakukan
agens cidera dengan jarang pengkajian nyeri
biologis mengenali kapan komprehensif yang
(neoplasma). nyeri terjadi, meliputi lokasi
mampu karakteristik, onset/
menggambarkan durasi, frekuensi,
faktor penyebab, kualitas, intensitas
pasien jarang atau beratnya, nyeri
menggunakan dan faktor pencetus,
tindakan nyeri observasi adanya
tanpa analgesik, petunjuk nonverbal
pasien tidak mengenai
menggunakan ketidaknyamanan
analgesik yang terutama pada
direkomendasikan, mereka yang tidak
pasien sering dapat berkomunikasi
melaporkan nyeri secara efektif,
yang terkontrol. pastikan perawatan
 Tingkat nyeri analgesik bagi pasien
dalam kisaran dengan pemantauan
normal yang yang tepat, gunakan

31
dibuktikan dengan strategi komunkasi
nyeri dalam skala terapetik untuk
ringan, tidak ada mengetahui
mual, frekuensi pengalaman nyeri
napas, denyut dan sampaikan
jantung, denyut penerimaan pasein
nadi, dan tekanan terhadap nyeri,
darah dalam tentukan akibat
kisaran normal. daripengalaman
 Manajemen nyeri nyeri terhadap
ditunjukan dengan kualitas hidup pasien
kepuasan dari (misalnya tidur,
tingkat nyeri yang nafsu makan,
dipantau secara perasaan, personal
regular, informasi kerja, dan
yang diberikan tanggungjawab
untuk mengolah peran), dorong
obat-obatan. pasien untuk
memonitor nyeri dan
menangani nyerinya
dengan tepat,
agarkan tekhnik
nonfarmakologi
seperti relaksasi,
terapi musik,
evaluasi keefektifan
tindakan dari
pengontrol nyeri
yang dipakai selama

32
pengkajian nyeri
dilakukan serta
monitor kepuasan
pasien terhadap
management nyeri
dalam interfal yang
spesifik.
 Pemberian
analgesik, tentukan
lokasi, karakteristik
kualitas, dan
keparahan nyeri
seblem mengobati
pasien, cek perintah
pengobatan seperti
obat, dosis, dan
frekuensi obat
analgesik yang
diresepkan. Cek
adanya riwayat alergi
obat. Pilih analgesik
atau kombinasi
analgesik yang sesuai
ketika lebih dari satu
diberikan. Monitor
tanda vital sebelum
dan setelah
memberikan
analgesik. Berikan

33
kebutuhan
kenyamanan, dan
aktivitas kain yang
dapat membantu
relaksasi unutk
memfasilitasi
penurunan nyeri.
Berikan analgesik
sesuai waktu
paruhnya,
dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping.
Ajarkan tentang
penggunaan
analgesik, strategi
unutk menurunkan
efek samping, dna
harapan terkait
keterlibatan dalam
keputusan
mpengurangan nyeri.
4. Kekurangan volume  Keseimbangan  Manajemen cairan
cairan berhubungan cairan yang dengan timbang berat
dengan kehilangan dibuktikan dengan badan setiap hari dan
cairan aktif TD dalam kisaran monitor status
normal, tekanan pesien, jaga
arteri rata-rata intake/asupan yang

34
dalam kisaran akurat dan catat
normal dan berat output pasien,
badan kembali monitor status hidrasi
normal (misalnya, membran
 Tanda-tanda vital mukosa lembab,
kembali normal denyut nadi adekuat,
dibuktikan dengan dan tekanan darah
suhu tubuh dalam ortostatik), monitor
kisaran normal, TTV pasien, monitor,
tingkat pernapasan monitor makanan/
normal dan cairan yang
kedalaman dikonsumsi dan
inspirasi dalam hitungasupan kalori
kisaran normal. harian, berikan terapi
 Keparahan mual IV seperti yang
dan muntah ditentukan, monitor
menurun status gizi, berikan
dibuktikan dengan cairan dengan tepat,
frekuensi mual dukung pasien dan
tidak ada, keluarga untuk
intensitas mual membantu dalam
tidak ada, pemberian makan
frekuensi muntah dengan baik, monitor
tidak ada, reaksi pasien
intensitas muntah terhadap terapi
tidak ada dan elektrolit yang
kehilangan berat diresepkan, dan
badan tidak ada konsultasikan dengan
dokter jika tanda dan

35
gejala kelebihan
volume cairan
menetap atau
memburuk
 Monitor tanda-tanda
vital dengan monitor
TD, nadi, suhu, dan
status pernapasan
dengan tepat,
monitor TD saat
baring duduk, dan
berdiri sebelum dan
setelah perubahan
posisi, auskultasi TD
di kedua lengan dan
bandingkan, monitor
TD, denyut nadi, dan
pernapasan sebelum
dan setelah
beraktivitas dengan
tepat, monitor dan
laporkan tanda dan
gejala hipotermi dan
hipertermi, monitor
irama dan laju
pernapasan
(kedalaman dan
kesimetrisan),
monitor suara paru-

36
paru, monitor
oksimetri nadi serta
monitor warna kulit,
suhu dan
kelembapan.
5 Intoleransi aktivitas  Kelelahan akibat  Relaksasi otot
berhubungan dengan penggunaan otot progresif
ketidakseimbangan bantu pernapasan  Manajemen energi
antara suplai dan berkurang yang yaitu dengan kaji
kebutuhan oksigen. dibuktikan dengan status fisologis yang
tingkat kelelahan menyebabkan
menurun, tidak ada kelelahan sesuai
malaise, tidak ada dengan konteks usia
penurunan energi, dan
dan tidak ada perkembangannya,
gangguan pada anjurkan pasien
aktivitas fisik. mengungkapkan
perasaannya secara
verbal mengenai
keterbatasan yang
dialami, pilih
intervensi untuk
mengurangi
kelelahan baik secara
farmakoologis
maupun non
farmakologis dengan
tepat, monitor intake/
asupan, tentukan

37
jenis dan banyaknya
aktivitas yang
dibutuhkan untuk
menjaga ketahanan
tubuh, untuk
mengetahui sumber
energi adekuat,
monitor sisstem
kardiorespirasi
pasien selama
kegiatan (takikardi,
dispnea, frekuensi
pernapasan ), bantu
pasien
memprioritaskan
kegiatan untuk
mengakomodasi
energi yang
diperlukan,
tingkatkan tirah
baring/ pembatasan
kegiatan, berikan
kegiatan pengalihan
yang menenangkan
untuk meningkatkan
relaksasi, dan
monitor respon
oksigen (TD, tekanan
nadi, respirasi).

38
 Manajemen berat
badan
Diskusikan dengan
pasien mengenai
hubungan antara
asupan makanan,
olahraga,
peningkatan berat
badan, dan
penurunan berat
bada, kaji motivasi
pasien dalam
mengubah pola
makanannya, hitung
berat badan ideal
pasien, dorong psien
untuk membuat
grafik mingguan
berat badannya,
bantu pasien
membuat
perencanaan makan
yang seimbang dan
konsisten dengan
jumlah energi yang
dibutuhkan setiap
harinya.
6 Hipertermi Termor regulasi  Monitor TD, nadi
berhubungan dengan dibuktikan dengan dan respirasi sesuai

39
dehidrasi dan tingkat pernapasan kebutuhan, monitor
penyakit tidak terganggu, tidak suhu dan warna kulit,
ada penigkatan suhu gunakan matras
kulit pendingin, mandi air
 Pengetahuan hangat, kantong es/
manajemen bantalan jel untuk
penyakit akut menurunkan suhu
dibuktikan dengan tubuh sesuai
pengetahuan yang kebutuhan dan
sedang tentang berikan pengobatan
faktor-faktor antipiretik sesuai
penyebab, faktor- kebutuhan.
faktor yang
berkontribusi,
manfaat
manajemen
penyakit serta
tanda dan gejala
penyakit.

40
BAB III

PENUTUP

41
A. Kesimpulan

Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum


terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan
struktur vital. Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam
mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi
jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar
timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Ca
mediastinum / Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam
rongga mediastinum yaitu rongga yang berada diantara paru kanan dan kiri.
Ca mediastinum ini terbagi atas tiga kelompok yaitu mediastinum akut,
mediastinum kronik dan pneumomediastinum.

B. Saran
Apabila ada kekurangan yang terdapat kesalahan, pembaca dapat
memberikan kritik dan saran sehingga dapat membantu dalam perbaikan
makalah selanjutnya.

42
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).


Nursing Intervention Classification. Yogyakarta: Mocomed

Diah, L.(2009). Evaluasi Penatalaksanaan mual muntah karena kemoterapi pada


pasien kanker di RSUD Dr moewardi. Surakarta: UMS.

Herdman, T., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan . Jakarta: EGC.

Indonesia, P. D. (2003). Tumor Mediastinum Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia. 3.

Kemenkes.2009.Panduan penatalksanaan kanker paru. Jakarta:kemenkes RI.

Link http://www.scribd.com/mobile/doc/150372792/Tumor-Mediastinum

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing
Outcome Classification (NOC). Yogyakarta: Mocomedia.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.

Syahruddin, Elisna, dkk. (2010). Penatalaksanaan Tumor Mediatinum Ganas.

43

You might also like