You are on page 1of 9

ANAK DENGAN DIFABILITAS

A. Definisi Difabilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia penyandang diartikan dengan
orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan disabilitas
merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata serapan bahasa
Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat atau
ketidakmampuan. Dan difabel juga merupakan kata bahasa Indonesia yang
berasal dari kata serapan bahasa Inggris different people are merupakan
manusia itu berbeda dan able yang berarti dapat, bisa, sanggup, mampu.
Menurut WHO (1980) ada tiga definisi berkaitan dengan
kecacatan, yaitu impairment, disability, dan handicap. Impairment adalah
kehilangan atau abnormalitas struktur atau fungsi psikologis, fisiologis
atau anatomis. Disability adalah suatu keterbatasan atau kehilangan
kemampuan (sebagai akibat impairment) untuk melakukan suatu kegiatan
dengan cara atau dalam batas-batas yang dipandang normal bagi seorang
manusia. Handicap adalah suatu kerugian bagi individu tertentu, sebagai
akibat dari suatu impairment atau disability, yang membatasi atau
menghambat terlaksananya suatu peran yang normal.
Konferensi Ketunanetraan Asia di Singapura pada tahun 1981 yang
diselenggarakan oleh International Federation of The Blind (IFB) dan
World Council for the Welfare of The Blind (WCWB), istilah “diffabled”
diperkenalkan, yang kemudian diindonesiakan menjadi “difabel”. Istilah
“diffabled” sendiri merupakan akronim dari “differently abled” dan kata
bendanya adalah diffability yang merupakan akronim dari different ability
yang dipromosikan oleh orang-orang yang tidak menyukai istilah “disabled”
dan “disability”. Di samping lebih ramah, istilah “difabel” lebih egaliter
dan memiliki keberpihakan, karena different ability berarti “memiliki
kemampuan yang berbeda”. Tidak saja mereka yang memiliki ketunaan yang
“memiliki kemampuan yang berbeda”, tetapi juga mereka yang tidak
memiliki ketunaan juga memiliki kemampuan yang berbeda.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
difabel adalah suatu kemampuan yang berbeda untuk melakukan suatu
kegiatan dengan cara atau dalam batas-batas yang dipandang normal bagi
seorang manusia.

B. Jenis-jenis Difabel
Terdapat beberapa jenis orang dengan difabel. Ini berarti bahwa setiap
penyandang difabel memiliki defenisi masing-masing yang mana ke
semuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara baik.
Jenis-jenis penyandang difabel:
1. Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari :
a. Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual,
dimana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata
individu juga memiliki kreativitas dan tanggung jawab terhadap tugas.
b. Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas
intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar (slow
learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) antara
70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ (Intelligence Quotient) di
bawah 70 dikenal dengan anak berkebutuhan khusus.
c. Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan
dengan prestasi belajar (achievment) yang diperoleh (Reefani,
2013).
2. Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu :
a. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu yang
mengalami kerusakan di jaringan otak, jaringan sumsum tulang
belakang, dan pada sistem musculoskeletal.
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah orang
yang memiliki ketajaman penglihatan 20/200 atau kurang pada mata
yang baik, walaupun dengan memakai kacamata, atau yang daerah
penglihatannya sempit sedemikian kecil sehingga yang terbesar jarak
sudutnya tidak lebih dari 20 derajat.
c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah istilah
umum yang digunakan untuk menyebut kondisi seseorang yang
mengalami gangguan dalam indera pendengaran.
d. Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seseorang yang mengalami
kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal,
sehingga sulit bahkan tidak dapat di mengerti oleh orang lain.
Kelainan bicara ini dapat di mengerti oleh orang lain. Kelainan bicara
ini dapat bersifat fungsional dimana kemungkinan disebabkan karena
ketunarunguan, dan organik yang memang disebabkan adanya
ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan pada
organ motorik yang berkaitan dengan bicara.
The American Phsychological Association (APA) juga membuat
klasifikasi anak disabilitas intelektual, yaitu mild, moderate, severe,
dan profound. Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tingkat kecerdasan atau
skor IQ, yaitu :
Tabel 1. Klasifikasi Disabilitas Intelektual
Klasifikasi Rentang IQ

Mild 55-70

Moderate 40-55

Severe 25-40

Profound Dibawah 25

Karakteristik anak disabilitas intelektual mild (ringan) adalah, mereka


termasuk yang mampu didik, bila dilihat dari segi pendidikan. Mereka pun
tidak memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, walaupun
perkembangan fisiknya sedikit agak lambat dari pada anak rata-rata. Tinggi
dan berat badan mereka tidak berbeda dengan anak-anak lain. Biasanya
rentang perhatian mereka juga pendek sehingga sulit berkonsentrasi dalam
jangka waktu yang lama. Mereka kadang- kadang memperlihatkan rasa
malu atau pendiam. Namun hal ini dapat berubah bila mereka banyak
diikutkan untuk berinteraksi dengan anak lainnya. Di luar pendidikan,
beberapa keterampilan dapat mereka lakukan tanpa harus mendapat
pengawasan, seperti keterampilan mengurus diri sendiri, seperti makan,
mandi, dan berpakaian.
Karakteristik anak disabilitas intelektual moderate (menengah) adalah,
mereka digolongkan sebagai anak yang mampu latih, di mana mereka
dapat dilatih untuk beberapa keterampilan tertentu. Meski sering
berespon lama terhadap pendidikan dan pelatihan, jika diberikan
kesempatan pendidikan yang sesuai, mereka dapat dididik untuk
melakukan pekerjaan yang membutuhkan kemampuan-kemampuan
tertentu. Mereka dapat dilatih untuk mengurus dirinya serta dilatih beberapa
kemampuan membaca dan menulis sederhana. Mereka menampakkan
kelainan fisik yang merupakan gejala bawaan, namun kelainan fisik
tersebut tidak seberat yang dialami anak-anak pada kategori severe dan
profound. Mereka juga menampakkan adanya gangguan pada fungsi
bicaranya.
Karakteristik anak disabilitas intelektual severe, adalah mereka
tidak mampu mengurus dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain meskipun
pada tugas- tugas sederhana. Mereka membutuhkan perlindungan hidup dan
pengawasan yang teliti. Mereka juga mengalami gangguan bicara. Tanda-
tanda kelainan fisiknya antara lain lidah seringkali menjulur keluar,
bersamaan dengan keluarnya air liur. Kepalanya sedikit lebih besar dari
biasanya. Kondisi fisik mereka lemah. Mereka hanya bisa dilatih
keterampilan khusus selama kondisi fisiknya memungkinkan.
Karakteristik anak disabilitas intelektual profound, adalah memiliki
masalah yang serius, baik menyangkut kondisi fisik, inteligensi, serta
program pendidikan yang tepat bagi mereka. Umumnya mereka
memperlihatkan kerusakan pada otak serta kelainan fisik yang nyata,
seperti hydrocephalus, mongolism, dan sebagainya. Mereka dapat
berjalan dan makan sendiri. Namun, kemampuan berbicara dan berbahasa
mereka sangat rendah. Kelainan fisik lainnya dapat dilihat pada kepala
yang lebih besar dan sering bergoyang-goyang. Penyesuaian dirinya sangat
kurang dan bahkan sering kali tanpa bantuan orang lain mereka tidak
dapat berdiri sendiri. Mereka nampaknya membutuhkan pelayanan medis
yang baik dan intensif

C. Penyebab Difabilitas
Penyebab difabilitas dibagi menjadi dua yakni secara primer dan
sekunder. Difabilitas primer disebabkan karena faktor keturunan (genetik).
Sedangkan penyebab sekunder disebabkan karena faktor dari luar yang
diketahui dan faktor-faktor ini mempengaruhi otak, baik pada waktu pranatal
ataupun postnatal dan dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor yang lainnya.
1. Penyebab Primer
Akibat dari faktor keturunan, bias disebabkan oleh ketidaknormalan
kromosom dan gen. Beberapa kelainan genetik yang menyebabkan
disabilitas intelektual adalah Sindrom down dan kerusakan kromosom X.
Sindrom down adalah penyebab paling umum terjadinya disabilitas
intelektual. Kerusakan kromosom X (Fragile X syndrome) adalah
penyebab paling umum terjadinya disabilitas intelektual yang diwariskan.
2. Penyebab Sekunder
Akibat penyakit atau pengaruh postnatal yang keadaan ini sudah
diketahui sejak sebelum lahir tapi tidak diketahui etiologinya. Selain itu
dapat juga disebabkan oleh penyakit otak yang nyata ( postnatal ).
3. Penyebab Lainnya.
a. Akibat infeksi, dalam kelompok ini termasuk keadaan retardasi
mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intracranial,
karena serum, obat atau zat toxid lainnya.
b. Akibat rudapaksa atau penyebab fisik, rudapaksa atau penyebab fisik
sebelum lahir serta juga karena trauma yang lain, seperti sinar X,
bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus, dapat
melibatkan kelainan dengan retardasi mental.
c. Akibat gangguan metabolisme baik pertumbuhan maupun gizi, semua
retardasi mental yang berlangsung disebabkan oleh gangguan
metabolisme seperti gangguan metabolisme zat lipida,
karbohidrat dan protein. Termasuk pula gangguan pertumbuhan dan
gizi. Gangguan gizi yang berat dan berlangsung sebelum usia 4
tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak. Meskipun telah ada
perbaikan gizi, akan tetapi tingkat intelegensinya sukar untuk
ditingkatkan.
d. Akibat kelainan kromosom, kelainan ini terdapat pada jumlah
kromosom dan bentuk yang berbeda, kelainan pada jumlah kromosom
ini disebut juga sindroma down.
e. Akibat premeturitas, termasuk dalam retardasi mental yang
berhubungan dengan keadaan bayi yang pada saat lahir berat
badannya kurang dari 2500 gram atau karena masa hamil kurang dari
38 minggu.
f. Akibat gangguan jiwa berat, retardasi mental juga mungkin
disebabkan karena suatu gangguan jiwa berat dalam masa kanak-
kanak. Dalam gangguan jiwa tersebut tidak terdapat tanda-tanda
patologi otak.

D. Hak Anak dengan Difabilitas


Anak-anak di dunia ini dipersembahkan bukan merupakan masalah.
Masing-masing mereka malah merupakan saudara atau teman yang memiliki
makanan, nyanyian, atau permainan yang sama; anak-anak yang memiliki
mimpi dan keinginan yang akan dipenuhi; anak penyandang disabilitas yang
memiliki hak yang sama dengan anak-anak lainnya.
Dengan diberikan kesempatan yang sama untuk berkembang sebagaimana
anak-anak lainnya, anak-anak dengan difabilitas berpotensi untuk menjalani
kehidupan secara penuh dan berkontribusi pada vitalitas social, budaya, dan
ekonomi dari masyarakat mereka. Namun untuk tumbuh dan berkembang bias
jadi sulit bagi anak dengan difabilitas. Mereka dapat dihadapkan oleh berbagai
tantangan yang dihadirkan oleh masyarakat sendiri.
Di banyak Negara, respons terhadap situasi anak penyandang difabilitas
umumnya terbatas pada institusionalisasi, ditinggalkan atau ditelantarkan.
Respons-respons semacam ini merupakan masalah, dan itu sudah mengakar
dalam asumsi-asumsi negative atau paternalistik tentang ketidakmampuan,
ketergantungan dan perbedaan yang muncul karena ketidaktahuan. Yang
dibutuhkan sekarang adalah komitmen terhadap hak-hak anak ini dan masa
depan mereka, dengan memprioritaskan anak yang paling tidak beruntung
sebagai masalah kesetaraan dan manfaat bagi semua. Sebagaimana dasar
hukum yang menjelaskan sebagai berikut :
1. Pasal 21 UU 23/2002 : Berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati
dan menjamin hak asasi setiap anak, tanpa membedakan suku, agama, ras,
golongan, jenis kelamin, ernik, budaya dan bahasa, status hokum anak,
urutan kelahiran anak, kondisi fisik dan/atau mental.
2. Pasal 22 UU 23/2002 : Berkewajiban dan bertanggung jawab memberikan
dukunga sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
3. Pasal 23 UU 23/2002 : Menjamin perlindungan, pemeliharaan, dan
kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua,
wali atau orang lain yang secara hokum bertanggung jawab terhadap anak.
4. Pasal 23 UU 23/2002 : Wajib mengawasi penyelenggaraan perlindungan
anak.
5. Pasal 24 UU 23/2002 : Menjamin anak untuk mempergunakan haknya
dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan
anak.
Dengan adanya komitmen untuk menegakkan Konvensi Hak Anak (KHA)
dan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (KHPD), pemerintah di seluruh
dunia telah mengambil tanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh
anak, baik itu penyandang disabilitas atau bukan, bias menikmati hak-hak
mereka tanpa diskriminasi atau apapun.
E. Pencegahan Difabilitas
Menurut Kuntjojo, terjadinya dissabilitas intelektual atau retardasi
mental dapat dicegah. Pencegahan retardasi mental dapat dibedakan menjadi
dua yaitu, pencegahan primer dan pencegahan sekunder.
1. Pencegahan Primer
Usaha pencegahan primer terhadap terjadinya dissabilitas intelektual
dapat dilakukan dengan:
a. Pendidikan kesehatan pada masyarakat. b. Perbaikan keadaan sosial-
ekonomi.
b. Konseling genetik.
c. Tindakan kedokteran, antara lain:
1) Perawatan prenatal dengan baik;
2) Pertolongan persalinan yang baik;
3) Pencegahan kehamilan usia sangat muda (usia ibu kurang dari
20 tahun) dan terlalu tua (usia ibu lebih dari 46 tahun).
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder terhadap terjadinya dissabilitas intelektual dapat
dilakukan dengan diagnosis dan pengobatan dini peradangan otak dan
gangguan lainnya.

F. Penanganan Anak dengan Difabilitas


Penanganan terhadap penderita difabilitas bukan hanya tertuju pada
penderita saja, melainkan juga pada orang tuanya. Siapapun orangnya pasti
memiliki beban psiko-sosial yang tidak ringan jika anaknya menderita
retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang berat dan sangat berat.
Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar maka
mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka
mereka perlu mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara
fleksibel dan pragmatis dengan tujuan agar orang tua penderita mampu
mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih dahulu.
Untuk mendiagnosis difabilitas dengan tepat, perlu diambil anamnesis
dari orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan
pertumbuhan serta perkembangan anak. Dan bila perludilakukan pemeriksaan
laboratorium.
1. Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Difabilitas
a. Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang
dimiliki dengan sebaik-baiknya.
b. Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang
salah.
c. Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan
berkembang, sehingga ketergantungan pada pihak lain menjadi
berkurang atau bahkan hilang. Melatih penderita retardasi mental
pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal antara lain karena
perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk
mengikat perhatian merekatindakan yang dapat dilakukan adalah
dengan merangsang indera.
2. Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Dissabilitas Intelektual
Menurut Maramis, ada beberapa jenis latihan yang dapat diberikan
kepada penderita dissabilitas intelektual, yaitu:
a. Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan
berpakaian sendiri.
b. Latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap sosial.
c. Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis
kelamin penderita.
d. Latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai
hal-hal yang baik dan buruk secara moral.

You might also like