Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
UMI MAGHFIROH
P27820116023
D3 KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO
2. Etiologi
Berbagai faktor penunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang.
Dalam tinjauan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah
adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal di sekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat
lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya
(Yosep, 2009).
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat, 1999). Sedangkan harga diri rendah
adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak
bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri. Jika individu sering gagal maka
cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan
penghargaan orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek
utama adalah diterima dan menerima penghargaan dari orang lain.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
a. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada klien
yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang kurang
diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang
tidak sopani (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan perianal dll.),
harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena di
rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.
b. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama
(Keliat, 2010)
5. Faktor Predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan
orangtua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan kepada orang lain, dan ideal diri
yang tidak realistis.
2. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe peran gender,
tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
Dimasyarakat umumnya peran seseorang, disesuaikan dengan jenis
kelaminnya. Misalnya seorang wanita dianggap kurang mampu, kurang
mandiri, kurang objektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang sensitif,
kurang hangat, kurang ekspresif dibanding wanita. Sesuai dengan standar
tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat
menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial. Misal: seorang istri yang
berperan sebagai kepala rumah tangga atau seorang suami yang mengerjakan
pekerjaan rumah, akan menimbulkan masalah. Konflik peran dan peran tidak
sesuai muncul dari faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita
atau pria. Peran yang berlebihan muncul pada wanita yang mempunyai
sejumlah peran.
3. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan
orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial. Orang
tua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan anak menjadi kurang
percaya diri, ragu dalam mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah
ketika akan melakukan sesuatu. Kontrol orang tua yang berat pada anak
remaja akan menimbulkan perasaan benci pada orang tua. Teman sebaya
merupakan faktor lain yang berpengaruh pada identitas. Remaja ingin
diterima, dibutuhkan, dan diakui oleh kelompoknya.
6. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah
biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh,
kegagalan atau produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep diri
harga diri rendah ini dapat terjadi secara situasional atau kronik. Secara situasional
karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,
diperkosa atau dipenjara, termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga
diri rendah disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang
membuat klien tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien
sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan
meningkat saat dirawat.
Core problem
Berduka disfungsional
VI. Pelaksanaan
Merupakan tahap pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan
maksud agar kebutuhan klien terpenuhi secara optimal dalam pelaksanaan
disesuaikan dengan rencana keperawatan dan kondisi klien.
VII. Evaluasi
Evaluasi yang ingin dicapai yaitu :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, rasa senang, ada kontak mata,
mau berjabat tangan, menjawab salam, dan mau duduk berdampingan dengan
perawat.
c. Klien menyebutkan: aspek positif dan kemampuan yang dimilik klien, keluarga,
lingkungan klien
d. Klien dapat menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakannya.
e. Klien membuat rencana kegiatan harian
f. Klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada/terhadap perawat: wajah
cerah,tersenyum, mau berkenalan, ada kontak mata, menceritakan masalahnya
dan bersedia mengungkapkan masalahnya
g. Klien menyebutkan minimal satu penyebab menarik diri dari: diri sendiri orang
lain dan lingkungan.
h. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial
Daftar Pustaka
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa Edisi Revisi. Bandung : PT Refika Aditama
Keliat, 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
______2010. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC
Kusumawati, Farida, 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:Salemba Medika
Stuart GW, Sundeen SJ. 1999. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta : EGC
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1.
Bandung: RSJP Bandung