You are on page 1of 168

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Telah banyak para ahli menulis tentang survei geofisika dengan pendekatan ilmu
geofisika; misalnya mengenai filosofi survei, teknik pengumpulan data, teknik
reduksi, teknik olah data, membuat model dan interpretasi. Sangat jarang ditemui
tulisan-tulisan dengan pendekatan manajemen, meskipun hal ini sangat
diharapkan oleh para pengguna dan pelaksana survei geofisika. Dengan latar
belakang tersebut, maka disusunlah buku ini dengan judul “Pengantar Untuk
Merencana dan Mengontrol Kualitas Survei Geofisika di Darat” dengan
pendekatan manajemen.
Tulisan dalam buku ini khusus disajikan kepada para ahli geofisika yang benar-
benar akan menggunakan atau melaksanakan survei gravitasi, magnetik, tahanan
jenis, polarisasi terimbas (IP), tahanan jenis komplek (CR), dan metoda-metoda
geofisika lainnya.
Tidak sedikit masalah dan dilema di kalangan manajer dan pelaksana survei
geofisika yang dapat ditulis dan bahkan dapat dijadikan textbook atau mata
pelajaran tersendiri. Mengingat banyaknya masalah dan dilema tersebut, dalam
tulisan ini tidak dapat menjabarkan semuanya secara rinci tetapi hanya bersifat
mengantar atau pendahuluan saja.

1.2. Penjelasan Global Pekerjaan Survei Geofisika


Pada dasarnya pekerjaan survei geofisika terdiri dari tiga kelompok utama, yaitu
merencana, mengumpulkan data di lapangan dan menggunakan data. Hubungan
ketiga kelompok pekerjaan dan hal-hal penting yang terdapat di dalamnya,
ditunjukkan pada Gambar 1.1 dan Tabel 1.1.
Gambar 1.1
ALUR KONSEP GLOBAL SURVEI

Merencana survei

Menentukan Biaya
target

Spesifikasi
survei

Mengumpulkan data

Mengukur di
lapangan
Mengontrol
kualitas

Mereduksi
data

Menggunakan data
- Mengolah
- Membuat model
- Menginterpretasi
Tabel 1.1
TAHAPAN PEKERJAAN SURVEI GEOFISIKA DAN
MASALAH-MASALAH UMUMNYA

Tahapan Pekerjaan
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3
Merencana survei Mengumpulkan data Menggunakan data
1. Mengukur di 1. Mengolah data
Macam lapangan 2. Membuat model
Pekerjaan Merencana survei 2. Mereduksi data 3. Menginterpretasi
3. Mengontrol kualitas
data
1. Menentukan target 1. Kualitas data 1. Kompilasi data
2. Biaya survei 2. Manajemen nama 2. Pemilihan filter
Macam potensi 3. Menentukan stasion pengukuran 3. Pemilihan metoda
Problem atau spesifikasi survei 3. Manajemen data olah data lanjut
Problem mentah dan tereduksi 4. Evaluasi terpadu
4. Komunikasi dengan kondisi
5. Logistik geologi
6. Kesulitan medan

Pada saat merencana survei selalu bertemu dengan dilema target, biaya dan
spesifikasi survei. Ketiganya merupakan variabel yang saling berkaitan dan dalam
membuat rencana survei harus dapat dioptimasikan.
Pada pengumpulan data di lapangan, dilema akan selalu terjadi pada kelogistikan,
kesulitan medan, komunikasi, manajemen nama stasion, data dan kualitas data.
Semua dilema tersebut terdapat pada pekerjaan mengukur, mereduksi data dan
mengontrol kualitas. Untuk dapat mencapai data lapangan sesuai spesifikasi yang
telah direncanakan, diperlukan koordinator dan pengontrol kualitas survei yang
bijak, agar pekerjaan di lapangan berjalan lancar dan optimal.
Dalam tulisan ini hanya dititik beratkan pada bagian merencanakan survei dan
mengontrol kualitas survei di lapangan, sedang pengolahan data lanjut,
pemodelan dan interpretasi yang biasanya dilakukan pengguna data, tidak
dibahas.
1.3. Perolehan Perkiraan Angka-Angka Dan Pernyataan-Pernyataan
Manajemen Geofisika
Pada tulisan ini akan banyak dijumpai perkiraan angka-angka dan pernyataan-
pernyataan manajemen geofisika yang diungkapkan dalam bentuk tabel dan
diagram alir.
Angka-angka dan pernyataan-pernyaatan tersebut diperoleh dari hasil studi
penulis berdasarkan kejadian-kejadian dari pengalaman pribadi, pengalaman
kelompok dan hasil wawancara dari pelaksana-pelaksana survei geofisika yang
telah lampau. Pengalaman kejadian tiga hingga sepuluh kali, dijadikan sebagai
dasar penentuan besarnya angka-angka dan pernyataan-pernyataan geofisika
manajemen. Sebagai bahan pertimbangan tingkat kepercayaan tulisan ini,
dilampirkan pengalaman penulis sebagai operator, ahli geofisika atau koordinator
survei geofisika dari tahun 1980 hingga awal 1998 dalam gambar yang
dilampirkan pada tiap-tiap akhir bab. Data wawancara dengan pelaksana-
pelaksana survei geofisika di luar proyek-proyek yang dijelaskan di atas
digunakan juga sebagai penentuan angka dan pernyataan geofisika dengan
batasan minimal diperoleh dari 10 orang.
Angka-angka dan pernyataan manajemen geofisika pada tulisan ini relatif dapat
berubah dengan bertambahnya data empiris yang dikumpulkan penulis.
Diharapkan beberapa tahun mendatang angka-angka dan pernyataan-pernyataan
manajemen geofisika dalam tulisan ini dapat berubah lebih akurat.

1.4. Sistematika Penulisan


Dalam buku ini diawali pendahuluan yang menjelaskan gambaran global dan
kemudian disusul dengan penjelasan konsep-konsep dasar manajemen survei
geofisika, antara lain menjelaskan tentang pembinaan personal, pengontrolan,
beberapa potensi problem penting dan penerapan ISO 9000 pada survei
geofisika. Pada bab-bab berikutnya dijelaskan secara berurutan tentang
manajemen survei gravitasi, magnetik, tahanan jenis, Polarisasi Terimbas (IP),
dan metoda-metoda survei geofisika lainnya. Tiap metoda tersebut diuraikan
dalam sebuah bab dan berisi tentang merencana dan mengontrol kualitasnya.
Dalam buku ini tidak dibuat suatu kesimpulan apapun karena semua isinya hanya
bersifat menjelaskan.
Tulisan buku ini khusus menjelaskan tentang paduan manajemen dan geofisika
dalam pelaksanaan survei geofisika. Penjelasan tentang manajemen secara
umum, prinsip dasar geofisika dan teknik-teknik surveinya tidak akan dijumpai.
Diharapkan para pembaca telah memahani hal-hal tersebut. Sesuai judulnya,
buku ini hanya menjelaskan hal-hal bersifat umum, mengantar para pembaca agar
dapat memahami geofisika manajemen pada kasus-kasus yang lebih detil.

1.5. Cara Penyajian


Untuk mempermudah pemahaman konsep-konsep dalam tulisan ini, sengaja
disusun dengan cara memperbanyak gambar, diagram alir, ilustrasi dan tabel,
sedang penjelasan berupa kalimat diusahakan sesedikit mungkin. Hal-hal yang
bersifat kurang penting dan hanya berfungsi sebagai pelengkap, disajikan dalam
apendiks pada tiap-tiap bab yang bersangkutan.
Tulisan dengan judul "Pengantar Untuk Merencana dan Mengontrol kualitas
Survei Geofisika" ini berisi tentang dasar-dasar manajemen geofisika dan metoda
survei geofisika. Hal tersebut disajikan dalam urutan bab-bab sebagai berikut:
a. Konsep dasar untuk merencana survei geofisika.
b. Pengetahuan dasar untuk melakukan manajemen pelaksanaan survei geofisika
c. Gravitasi
d. Magnetik.
e. Tahanan jenis
f. Polarisasi Terimbas (IP)
Untuk memberi gambaran mengenai anomali data yang disebabkan oleh benda di
dalam bumi, penulis menunjukkan beberapa contoh model sederhana yang dikutip
dari beberapa buku. Diharapkan hal tersebut dapat membantu para pembaca
untuk mempercepat reflek pemahaman terhadap suatu hasil survei geofisika.
BAB 2
KONSEP DASAR UNTUK MERENCANAKAN
SURVEI GEOFISIKA

Perlu diketahui bahwa kesuksesan suatu rencana survei tergantung pada tujuannya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka secara rinci akan dijelaskan konsep dasar
menentukan tujuan teknis pada sub-bab 2.1.
Konsep dasar survei geofisika secara umum dapat didekati dari hasil survei dan
kerapatan data. Kedua konsep pendekatan tersebut digunakan bersama-sama agar
survei geofisika berjalan dan bermanfaat optimal. Dalam penjelasan konsep-konsep
dasar survei geofisika didekati dengan pendekatan hasil survei dan pendekatan
kerapatan data, masing-masing diuraikan pada sub-bab 2.2 dan 2.3.

2.1. Cara Menentukan Tujuan


Tujuan adalah salah satu bagian vital dari suatu survei geofisika. Besar kecilnya
volume suatu survei geofisika sangat ditentukan oleh tujuan. Agar tidak terjadi
kesalahan atau ketidak tepatan menentukan suatu tujuan survei geofisika, dalam
sub bab ini dijelaskan filosofi dasar menentukan tujuan yang benar.
Dalam kaitannya dengan suatu survei geofisika, tujuan yang benar harus
berlandaskan teknis.Tujuan teknis yang benar harus mengikuti beberapa syarat
sebagai berikut:
a. Tujuan harus jelas, dapat ditulis dan dijabarkan dengan kalimat yang baik.
b. Tujuan harus dapat diketahui batasan-batasannya bahwa tujuan telah dapat
dicapai atau belum/tidak dicapai.
c. Dalam mencapai tujuan harus dapat ditetapkan batas waktunya.
d. Tujuan harus bersifat merangsang para pelaksananya.
e. Tujuan harus dapat dijabarkan rincian teknik pencapaiannya.
Untuk mempermudah pemahaman beberapa syarat di atas, berikut ini disajikan
contoh-contoh tujuan yang tidak baik secara teknis dan tujuan yang baik secara
teknis.
Tujuan untuk mencapai "lingkungan tenteram dan bahagia" sulit dicapai karena
tujuan tersebut tidak dapat didefinisikan secara teknis dan tidak dapat diketahui
kapan tujuan sudah dicapai. Sulit rasanya untuk mendefinisikan kata tenteram &
bahagia. Tujuan yang bersifat tidak jelas tersebut dapat mengakibatkan kurang
merangsang untuk mencapainya dan sulit untuk merinci teknik pencapaiannya.
Untuk merangsang tujuan tersebut diperlukan mekanisme penggerak tambahan.
Jenis tujuan tersebut lebih cocok digolongkan sebagai tujuan politis, bukan tujuan
teknis.
Contoh lain yang dianggap memiliki tujuan yang benar secara teknik; misalnya
tujuan "pergi ke Bandung dari Jakarta". Tujuan ini jelas mudah didefinisikan, dapat
diketahui dengan mudah apakah tujuan sudah dicapai atau belum, dapat diketahui
berapa waktu untuk mencapai tujuan tersebut (3 jam, 4 jam, dsb.) dan mudah
untuk dibuat rincian cara pencapaiannya (naik kereta, bis dsb.).
Diharapkan pemahaman mengenai filosofi tujuan teknis yang baik dapat
diterapkan pada perencanaan-perencanaan survei geofisika.

2.2. Pendekatan Hasil Survei


Masalah dan dilema dasar survei geofisik telah dijelaskan di bagian pendahuluan.
Beberapa ahli menetralkan masalah dan dilema dasar merencana survei geofisika
dengan melalui pendekatan membuat klasifikasi peta atau sifat survei. Klasifikasi
tersebut dikenal dengan istilah survei regional, semi detil, detil dan mikro, dengan
beberapa ketentuan di dalamnya. Ilustrasi pada Gambar 2.1 menjelaskan tentang
tahapan-tahapan survei dengan pendekatan klasifikasi survei. Tabel 2.1
memberikan contoh salah satu macam klasifikasi survei dalam bidang gravitasi.
Tidak disangsikan lagi bila klasifikasi tersebut dilakukan secara konsekuen akan
diperoleh hasil lengkap sekali. Pendekatan tersebut bermanfaat untuk mengetahui
anomali-anomali dengan dimensi dan magnitude lebih besar dari ambang batas
spesifikasi peta. Pendekatan ini lebih cocok dikatakan“hasil survei ditentukan oleh
spesifikasi survei" dan tahapan pelaksanaannya digambarkan dalam diagram alir
pada Gambar 2.2.
Gambar 2.1
GAMBARAN KLASIK MENGENAI SIFAT SURVEI GEOFISIKA

SANGAT DETIL

DETIL
KETELITIAN

SEMI DETIL

REGIONAL
L

BIAYA
Tabel 2.1
KLASIFIKASI SURVEI GRAVITASI

Kerapatan data
Kontur Ketelitian Ketelitian Luas area Jarak stasion
Interval Skala peta Maksimum Maksimum per stasion Dalam lintasan
(mgal) Pengukuran Pengukuran (km2) (m)
Gravitasi Gravitasi
(mgal) (mgal)

10 1 : 2.500.000  2,5  0.3 150 – 400 5.000 – 10.000


1 : 1.000.000

5 1 : 1.000.000  2,0  0.3 25- 100 2.500 – 5.000


1 : 500.000

2 1 : 200.000  0,8  0.3 4 – 10 1.000 – 2.000


1 : 100.000

1 1 : 100.000  0,4  0.3 4 500 – 1.000


1 : 50.000

0.5 1 : 50.000  0,2  0,15 0,2 –1,0 200 –500


1 : 25.000

0.2 – 0.25 1 : 10.000  (0,08 – 0,1)  (0,06 – 0,08) 0,02 –0,1 50 – 150
1 : 5.000

0.1 1 : 5.000 0,002 –0,001 20 - 50


 0,4  0,03
1 : 2.000
1 : 1.000

N. Sazhina, N. Grushinsky (1971)


Untuk membuat inventarisasi sumber daya alam secara umum dan sistematis,
pendekatan ini masih berlaku dan sangat tepat dilakukan.
Untuk keperluan eksplorasi dan riset-riset khusus, penerapan secara murni
konsep di atas sudah tidak tepat lagi. Ketidak tepatan itu disebabkan karena hasil
yang diperoleh kurang efisien mengingat makin banyaknya pilihan anomali yang
dicari dan makin banyaknya pilihan jenis, peralatan dan metoda survei sekarang
ini. Pendekatan dengan cara menentukan target dan mencapai target adalah
sangat tepat dan efisien. Pendekatan ini lebih cocok dikatakan "spesifikasi survei
ditentukan oleh perkiraan hasilnya" Tahapan kerja dari konsep ini ditunjukkan
pada Gambar 2.3. Terlihat jelas pada Gambar 2.3 bahwa perkiraan magnitude
dan dimensi anomali geofisika menentukan spesifikasi dan kerapatan data.
Magnitude dan dimensi anomali tersebut ditentukan kontras sifat fisis, dimensi dan
posisi benda anomali. Semakin besar kontras sifat fisis semakin besar magnitude
anomali, semakin besar dimensi benda semakin besar dimensi anomali semakin
dangkal benda semakin pendek panjang gelombang anomali. Untuk memahami
kontras sifat fisis masing-masing jenis benda, ditunjukkan pada apendiks bab ini.
Gambar 2.2
ALUR KONSEP MERENCANA SURVEI DENGAN
TAHAPAN SPESIFIKASI STANDAR

Survei regional
spesifikasi
regional

Anomali
regional
Survei semi detil
spesifikasi
semi detil
Dana
Anomali
semi detil
dan
Survei micro
Spesifikasi
micro wak
tu

Anomali
detil
Survei detil
spesifikasi
detil

Anomali mikro
Gambar 2.3
ALUR KONSEP MERENCANA SURVEI DENGAN CARA
MENENTUKAN TARGET DAN MENCAPAI TARGET

Target
Target

Pengalaman Perpaduan pra-model


Perpaduan pra-modeldandan
Pra-model
Pra-model
Survei berhasil Pengalaman survei
Pengalaman survei berhasil
berhasil

Perkiraan
dimensi & magnitude
anomali

Spesifikasi Biaya Kerapatan


survei waktu data

Design, biaya dan waktu survei

Pelaksanaan
survei

Hasil survei
Sesuai target
Pada pendekatan ini "spesifikasi survei ditentukan oleh perkiraan hasilnya" selalu timbul
dilema ketelitian dan kerapatan data. Hal ini dibahas secara lebih rinci pada bagian
"pendekatan kerapatan data" berikut.

2.3. Pendekatan Kerapatan Data


Pendekatan menentukan target dan mencapai target memberikan dilema baru
yang harus dicari optimasinya. Dilema tersebut berkisar antara biaya, kerapatan
data dan ketelitian data.Hubungan ketiga variabel tersebut ditunjukkan pada
ilustrasi Gambar 2.4, 2.5 dan 2.6. Gambar 2.4 menunjukkan dimana biaya menjadi
pusat perhatian, Gambar 2.5 tingkat ketelitian menjadi pusat perhatian, sedang
pada Gambar 2.6 kerapatan data merupakan pusat perhatiannya. Meskipun ketiga
variabel tersebut harus sama-sama diperhatikan tetapi kadang-kadang manager
atau perencana survei terpaksa harus melihat dari satu sisi saja, misalnya biaya
yang tersedia terbatas.
Bila biaya dianggap satu variabel tetap, maka dilema akan muncul antara
kerapatan data dan ketelitian data. Dilema tersebut dikaji lebih rinci di dalam
tulisan ini dengan tujuan agar diperoleh suatu pengambilan keputusan optimal.
Kajian dilakukan dengan menggolongkan beberapa pilihan survei geofisika
sebagai berikut:
a. Survei geofisika dengan data berkualitas kurang tetapi sangat banyak
jumlahnya.
b. Survei geofisika dengan data berkualitas baik dengan jumlah pas-pasan.
c. Survei geofisika dengan data berkualitas baik dengan jumlah sangat banyak.
d. Survei geofisika dengan data berkualitas kurang dan jumlah pas-pasan.

2.3.1.Pilihan Golongan Survei Geofisika


Dengan teknologi filter yang baik seperti sekarang ini, pilihan pertama dapat
menyamai kualitas data pilihan ke dua, sehingga pilihan kesatu dan kedua dapat
disejajarkan. Kedua nomor pilihan tersebut dapat dilakukan dengan hasil efisien.
Pilihan dari kedua jenis survei tersebut dijatuhkan pada survei dengan biaya
termurah setelah menerapkan teknologi filter untuk memperoleh hasil akhir
sesuai target.
Pada pilihan ketiga, biasanya sangat disukai oleh para ahli geofisika tetapi
sangat tidak disukai oleh para manager.
Pilihan keempat adalah pilihan yang harus dihindari, karena tidak mungkin target
dapat dicapai dengan cara tersebut.
Para perencana survei geofisika harus mengambil keputusan memilih alternatif-
alternatif diatas secara sadar dan tahu segala kosekuensinya. Kesadaran ini
sangat penting, sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang
akan terjadi.

2.3.2.Pilihan Blunder
Telah diketahui diatas bahwa pilihan keempat harus benar-benar dihindari oleh
setiap perencana survei geofisika. Meskipun demikian banyak para perencana
survei secara tidak sadar "memilih" pilihan keempat. Biasanya perencana survei
yang terperosok pada pilihan keempat ini terjadi karena tidak sengaja.
Sebenarnya mereka memilih pilihan kedua tetapi tidak disadari bahwa
pelaksanaan surveinya tidak menggunakan pengontrol kualitas yang baik
sehingga kualitas datanya turun.
Gambar 2.4
DIAGRAM HUBUNGAN ANTARA
KERAPATAN DATA, BIAYA DAN TINGKAT KETELITIAN
DIMANA BIAYA SEBAGAI VARIABEL TETAP
Kera pata n Data

r
a
es
b
kin
a
m
se
ya
a
Bi

Ketelitia n
Gambar 2.5
DIAGRAM HUBUNGAN ANTARA
JUMLAH DATA, BIAYA DAN TINGKAT KETELITIAN
DIMANA TINGKAT KETELITIAN SEBAGAI VARIABEL TETAP
Gambar 2.6
DIAGRAM HUBUNGAN ANTARA
JUMLAH DATA, BIAYA DAN TINGKAT KETELITIAN
DIMANA KERAPATAN DATA SEBAGAI VARIABEL TETAP

KERAPATAN DATA 1
KERAPATAN DATA 2
KERAPATAN DATA 3
KETELITIAN DATA

MAKIN RAPAT

BIAYA
Khusus pada survei gravitasi, hampir dapat dipastikan bahwa penurunan kualitas
data tersebut bukan disebabkan oleh kesalahan pengukuran gravitasi tetapi
karena kesalahan pengukuran yang lain (kesalahan elevasi, posisi atau koreksi
medan). Pada survei magnetik, tahanan jenis dan survei-survei geofisika lainnya
biasanya disebabkan oleh kesalahan pengukuran geofisikanya sendiri, bukan
akibat kesalahan-kesalahan pengukuran yang lain. Mengingat banyaknya kasus
tersebut pada survei gravitasi, sengaja buku ini akan membahas hal tersebut
dibagian merencana survei gravitasi secara rinci sampai pada alternatif
pengukuran koordinat dan elevasinya.

2.4. Optimasi Pemilihan Jenis Dan Metoda Geofisika


Telah diketahui banyak ahli geofisika bahwa tiap-tiap jenis survei geofisika
(gravitasi, magnetik, tahanan jenis dsb.) dapat digunakan beberapa macam
keperluan; ekplorasi, geologi tehnik, monitor lingkungan dan penelitian. Table 2.2
dibuat guna mempermudah manager ekplorasi, ahli lingkungan dan ahli geologi
untuk memakai jenis survei geofisika. Pada dasarnya semua penjelasan yang
disajikan dalam bentuk tabel di atas, berdasarkan kontras sifat fisis dari benda-
benda anomali sesuai penjelasan Bab 2.2. Untuk mengoptimalkan penggunaan
jenis survei geofisika beserta metoda-metodanya, perlu dilakukan pengambilan
keputusan yang tepat. Keputusan tersebut sebaiknya berdasarkan diagram alur
gambar 2.7 dan pengkajian optimasi hal-hal sebagai berikut:
a. Biaya tiap jenis survei geofisika (gravitasi, magnet, tahanan jenis dsb.) yang
digunakan
b. Biaya tiap metoda (sounding tahanan jenis, mapping tahanan jenis dsb.) pada
jenis survei geofisika yang digunakan
c. Manfaat hasil suatu metoda dan jenis survei geofisika dalam parameter dolar
atau rupiah.
Manfaat suatu survei (M) dicoba dituangkan dalam bentuk Rp. atau $ untuk
mempermudah analisa lebih lanjut (lihat bagian 2.4.1). Perhitungan biaya survei
(B) dari tiap metoda ataupun jenis survei yang akan digunakan relatif mudah
dipahami meskipun banyak parameter yang mempengaruhinya. Parameter-
parameter tersebut antara lain ketelitian, peralatan, tenaga kerja dan operasional
lapangan. Teknik perhitungan ini secara global telah banyak diketahui oleh para
ahli geofisika yang telah berpengalaman. Hal tersebut akan diterangkan pada
bagian 2.4.2.

2.4.1. Manfaat survei


Perhitungan manfaat hasil survei dari suatu metoda dan jenis survei geofisika
dalam wujud rupiah (Rp.) atau dolar ($), belum pernah dijelaskan oleh ahli
geofisika. Dalam buku ini penulis mengajukan konsep perhitungan manfaat hasil
survei dalam uraian berikut:
Perhitungan manfaat hasil survei dapat didekati dengan menghitung manfaat
ketelitihan dari benda anomali yang dicari. Semakin besar volume kesalahan hasil
survei, semakin kecil nilai manfaatnya. Nilai manfaat dalam bentuk rupiah (Rp.)
atau dolar ($) dapat dicari dengan pendekatan matematis sebagai berikut:
Bila hasil survei dapat diinterpretasikan sebagai benda tiga dimensi, didekati
dengan rumus:
M = V.Hv - Kv.Hv
Dimana
M adalah nilai manfaat hasil survei ($ atau Rp.)
V adalah volume benda target (m3)
Hv adalah harga satuan target ($/m3 atau Rp./m3)
Kv adalah volume kesalahan benda target hasil survei (m3)
Tabel 2.2
PENERAPAN METODA GEOFISIKA

Metoda Geofisika
Tahan- Polarisasi Self Tahanan Magneto- Elektro-
Obyek an Terimbas Poten- Jenis Telluric Mag- Gravi- Mag- Seis- Seis-
Penerapan Jenis (IP) sial Kompleks (MT) Netik tasi netik mik mik
(SP) (EM) Pasif aktif

Eksplorasi V V V V V V V
geotermal
Eksplorasi minyak V V V V V
Eksplorasi V V V V V V V V V
mineral
Primer
Eksplorasi V V V V
mineral
Sekunder
Eksplorasi bahan V V V
galian C
Eksplorasi air V V V V
tanah
Penelitian geologi V V V V
Teknik
Penelitian V V V V
Lingkungan
Monitoring V V V V
Lingkungan
Penelitian V V
geodinamika

Bila hasil survei hanya dapat diinterpretasi dalam arah lateral, didekati dengan rumus:
M = L.Hl - Kl.Hl
Dimana
M adalah nilai manfaat hasil survei ($ atau Rp.)
L adalah luas target (m2)
Hl adalah harga satuan target ($/m2 atau Rp./m3)
Kl adalah luas kesalahan target hasil survei (m2).
Pendekatan matematis diatas hanya berlaku pada benda anomali yang masih
mungkin dapat dihitung dan tidak berlaku pada survei-survei yang masih bersifat
mencari indikasi saja.
Gambar 2.7
DIAGRAM ALUR PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PENGGUNAAN JENIS DAN METODA SURVEI GEOFISIKA

Evaluasi kontras sifat fisik


masing-masing jenis survei

Hanya Hanya Hanya Hanya Beberapa


kontras kontras kontras kontras kontras
tahanan kandungan magnetik berat sifat
jenis sulfida jenis fisik

Evaluasi perkiraan
Kedalaman dan dimensi anomali

Optimasi satu jenis survei


- metoda atau ketelitian
- kerapatan data
- manfaat survei

Optimasi beberapa jenis survei


- metoda atau ketelitian
- kerapatan data
- manfaat survei

Jenis survei dan Jenis survei dan


metoda terpilih metoda terpilih
Optimasi harga biaya survei (B) dan manfaat survei (M) menentukan pilihan jenis
dan metoda survei geofisika beserta desain surveinya. Bukan suatu hal yang
mudah menghitung harga M dan B karena masing-masing besaran tersebut
mempunyai variabel yang cukup banyak.

2.4.2. Biaya survei


Biaya survei terdiri dari beberapa komponen antara lain ditentukan oleh ketelitian
dan kerapatan data yang akan dikumpulkan, biaya tenaga kerja, biaya operasional
dan biaya peralatan. Ketelitian berhubungan langsung dengan jenis alat dan
metoda yang digunakan, semakin teliti diperlukan peralatan dan metoda yang
memerlukan biaya atau waktu lebih banyak. Semakin rapat data yang akan
dikumpulkan semakin banyak biaya atau waktu yang digunakannya. Biaya tenaga
kerja biasanya berbanding lurus dengan ketelitian, kerapatan atau waktu yang
digunakan dalam suatu survei. Operasional lapangan sangat tergantung pada
kesulitan medan dan adanya kondisi-kondisi khusus suatu medan. Seperti halnya
tenaga kerja, peralatan juga berbanding lurus dengan ketelitian, kerapatan atau
waktu yang digunakan dalam suatu survei.
Biasanya para ahli geofisika yang berpengalaman sangat pandai menghitung
semua komponen biaya tersebut kecuali dalam menentukan satuan beban biaya
peralatan perbulan. Dalam hal ini penulis menyajikan rumusan biaya beban
peralatan perbulan (B) yang dikaitkan dengan nilai investasi. Rumus tersebut
adalah sebagai berikut :
B = (H (1 + r) (u-n) )/(u.b)
Dimana H : harga alat saat membeli
r : bunga pertahun
n : tahun saat dihitung beban alatnya (1,2,3,…, dihitung mulai alat dibeli
hingga diperkirakan alat tidak bisa dipakai lagi)
u : perkiraan usia alat (tahun)
b : perkiraan jumlah bulan pemakaian tiap tahun
Perlu diketahui bahwa ada sebagian ahli menghitung hal tersebut berdasarkan
penyusutan nilai alat. Perhitungan tersebut tidak salah dan memang dikehendaki
oleh para ahli pajak tetapi dapat menyesatkan para penghitung biaya survei. Hal
itu disebabkan karena biaya penyusutan hanya didasarkan pada perkiraan “life
time” suatu peralatan tanpa menghitung dengan pasti berapa waktu sebenarnya
suatu alat geofisika benar-benar digunakan survei. Penyusutan sangat cocok
diterapkan pada mesin-mesin pabrik yang tiap hari bekerja tetapi sangat berbeda
dengan peralatan geofisika yang kadang-kadang hanya 2-5 bulan digunakan
dalam setahun. Dengan menggunakan rumusan yang telah diuraikan diatas
perhitungan beban peralatan benar-benar sesuai dengan perkiraan
pemakaiannya, termasuk nilai inflasi uang yang diinvestasikannya.
Selain hal-hal tersebut diatas berikut ini dijelaskan beberapa komponen biaya
survei yang dirunut sebagai berikut:
1. Persiapan
 Penyediaan material penunjang persiapan survey (peta-peta, data pendukung,
alat tulis menulis, dsb.)
 Calibrasi alat atau pengetesan alat termasuk beban biaya peralatan selama
pengetesan
 Beban biaya personel selama persiapan (Ahli geofisika, ass. Geofisika,
advisor, dsb.)
 Komunikasi (telepon, email, dsb.)
 Administrasi dan perijinan
 Asuransi (personal, alat, pihak ketiga, evakuasi, dsb.)
 Penyediaan perlengkapan personel (pakaian savety, obat-obatan, tas
lapangan, dsb.)
2. Mobilisasi
 Transportasi alat dan personel
 Makan dan akomondasi selama mobilisasi
 Pengurusan dokumen untuk mobilisasi
 Asuransi peralatan selama mobilisasi (asuransi penerbangan, laut, dsb.)
3. Opersional lapangan
 Beban biaya personel selama operasi lapangan (Ahli geofisika, ass. Geofisika,
advisor, operator, surveyor, dsb.)
 Makan dan akomondasi selama operasi lapangan
 Beban biaya peralatan selama operasi lapangan
 Suku cadang peralatan
 Barang habis pakai selama operasi lapangan (batery, BBM, pita tanda stasion,
cat, dsb.)
 Alat tulis menulis (tinta, kertas, pinsil, dsb.)
 Tenaga lokal (buruh)
 Transportasi local
 Biaya dokumentasi lapangan
 Biaya sosialisasi dan lingkungan
 Biaya keamanan
 Biaya tak terduga di lapangan
4. Demobilisasi
 Transportasi alat dan personel
 Makan dan akomondasi selama demobilisasi
 Pengurusan dokumen untuk demobilisasi
 Asuransi peralatan selama demobilisasi (asuransi penerbangan, laut, dsb.)
5. Processing, modeling dan penysunan laporan
 Beban biaya personel selama prosesing dan penysunan laporan (Ahli
geofisika, ass. Geofisika, advisor, operator, surveyor, dsb.)
 Biaya penggunaan software
 Beban biaya peralatan processing, modeling dan penysunan laporan
 Material laporan dan barang habis pakai selama prosesing dan penysunan
laporan
 Biaya presentasi
 Biaya dokumentasi (arsip)
6. Biaya lain yang harus ikut diperhitungkan
 Bunga modal
 Over head
Komponen biaya tersebut diatas dapat dibuat bila telah dirumuskan dengan jelas
konsep, volume dan spesifikasi surveinya.
DAFTAR PUSTAKA
KONSEP DASAR UNTUK MERENCANA SURVEI GEOFISIKA

Geoservices, P.T., Laporan-Laporan Survei Kombinasi, Gravitasi, Magnetik, Tahanan


Jenis Kompleks, Elektromagnetik, CSAMT, TEM, GPS, Topografi, Leveling,
Kelogistikan dan Lingkungan tahun 1980 - 1995 (bersifat tertutup).
Mark Parker, 1994, Training Manual for Integrated Interpretation of Gravity and
Magnetic Data, Planning and QC of Potential Field Surveys, ARK-Geoservices (Ltd.),
Jakarta.
Richard von Blaricom, 1992, Practical Geophysics II for the Exploration Geologist,
Northwest Mining Association, U.S.A.
Sazhina, N., Grushinsky N., 1971, Gravity Prospecting, Mir Publisher, Moscow.
Stermole J. Fraanklin & Stermole John M.,1996, Economic Evaluation and Investment
Decision Methods, 2000 Goldenvue Drive, Golden, Colorado.
APENDIKS
HARGA TAHANAN JENIS, BERAT JENIS DAN SIFAT KEMAGNETAN BERBAGAI
BATUAN SECARA UMUM

Resistivity Ranges of some common rocks

Igneous rock

Metamorphic rocks

Clay

Soft shale

Hard shale

Sand

Sandstone

Porous limestone

Dense limestone
(Ohm-m) 1 101 102 103 104 105 106

Density Ranges of some common rocks

Igneous rocks

Limestone
Limestone
Shale

Sandstone

Soil and alluvium

Salt

1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0


Density, g/cm3

Magnetic Susceptability Of Some Common Rocks


2800
Basic igneous
2600
2596
2400
2200
2000
Magnetic susceptibility x 106(c.g.s)

1800
1600
1400
1200
1000
800 Acid igneous
647
600
Metamorphic
400 349

200 Dolomite Limestone Sandstone Shale


8 23 32 52
0
0 66 66 230 137 61 58 78
No samples 0-75 2-280 0-1665 5-1478 0-5842 3-6527 44-9711
range of
susceptabilities

6527 44-9711
BAB 3
PENGETAHUAN DASAR UNTUK MELAKUKAN
MANAJEMEN SURVEI GEOFISIKA

Pada bab ini pertama-tama menjelaskan tentang sumberdaya manusia mengenai cara
membina pelaksana survei geofisika agar menjadi pelaksana yang benar-benar
profesional. Penjelasan pendekatan dasar mengenai tindakan mengontrol kualitas
survei geofisika ditunjukkan pada sub-bab kedua. Sub-bab berikutnya menjelaskan
tentang beberapa potensi problem global dalam pengontrolan pelaksanaan survei
geofisika beserta antisipasinya.

3.1. Pembinaan Pelaksana Survei Geofisika


Untuk menciptakan tenaga pelaksana survei geofisika profesional secara teknis
dan non teknis di lapangan, tidak terlepas dari cara pembinaan kerjanya, mulai
taraf pemula hingga profesional. Pembinaan mental selama survei berlangsung
juga sangat penting dilakukan. Hal tersebut dijelaskan secara umum pada sub-
bab berikut.

3.1.1.Konsep dasar cara menciptakan tenaga survei geofisika


Kesuksesan suatu survei geofisika sangat tergantung pada kehandalan tenaga-tenaga
pelaksananya.Tenaga survei geofisika yang handal harus memiliki kemampuan
mengoptimasikan suatu survei dari beberapa parameter dasar, yaitu mutu, kecepatan
dan biaya. Ketiga parameter tersebut biasanya saling bertentangan dalam mencapai
suatu tujuan survei. Biasanya mutu yang baik akan diiring dengan kecepatan rendah
dan biaya tinggi. Bila kecepatan tinggi biasanya diikuti dengan biaya murah tetapi mutu
kurang baik. Kepandaian mengoptimasi ketiga parameter di atas dapat dimiliki
sesorang melalui suatu pendidikan yang tepat dan benar.
Konsep pendidikan untuk menciptakan tenaga survei berkemampuan tersebut harus
dilakukan secara disiplin dan berurutan. Urutan penanaman kemampuan tersebut harus
dilakukan sebagai berikut:
1. Urutan pertama, menanamkan pentingnya mutu suatu hasil pekerjaan dengan dana
terbatas dan mengesampingkan kecepatan. Setiap pelatihan harus ditujukan untuk
memperoleh mutu terbaik.
2. Urutan kedua, melatih kecepatan dengan mutu sesuai standar latihan-latihan pada
urutan pertama dengan diiringi penambahan fasilitas (dana).
3. Urutan ketiga, melatih optimasi dari antara mutu, kecepatan dan biaya.
Di sini pelaksana survei dituntut melatih diri untuk mengembangkan segala kemampuan
dan kreativitas yang dimiliki. Ketiga urutan tersebut harus benar-benar berurutan tidak
boleh ditukar-tukar. Pengalaman menunjukkan bahwa sangat sulit seseorang akan
meningkatkan mutu hasil kerjanya yang terlanjur berstandar rendah. Melatih
meningkatkan kecepatan kerja relatif lebih mudah dibanding melatih meningkatkan
standar mutu hasil kerja. Kecepatan akan meningkat dengan sendirinya bila pekerjaan
diulang-ulang terus menerus.
Bila mutu dan kecepatan telah menjadi kebiasaan yang tiap-tiap hari dilakukan,
penurunan fasilitas penunjang tidak terlalu mempengaruhinya. Pelatihan ini
dilangsungkan terus menerus dengan makin lama makin mengurangi fasilitas
penunjangnya secara tepat sampai pada batas kewajaran. Filosofi pelatihan-pelatihan
tersebut merupakan dasar untuk mencapai tenaga survei geofisika yang benar-benar
memahami arti optimasi survei.

3.1.2.Pendidikan tenaga pelaksana survei geofisika


Ada dua jalur pendidikan untuk menciptakan tenaga survei geofisika yang benar-benar
profesional dalam arti yang luas. Jalur tersebut adalah :
a. Pendidikan formal.
b. Pendidikan non formal.
Biasanya pada pendidikan formal di Indonesia mengajarkan filosofi dan dasar-dasar
teori geofisika, kemudian disusul praktek survei geofisika. Pendidikan ini lebih banyak
menitik beratkan pada teori, sedikit praktek dan hampir sama sekali tidak mendidik
disiplin survei geofisika. Tipe pendidikan ini biasanya cocok untuk tenaga kerja di
kantor, peneliti, pengajar, data processing dan sejenisnya. Untuk menjadi tenaga
pelaksana survei geofisika di lapangan yang profesional dalam arti yang luas masih
harus melakukan penyesuaian beberapa waktu. Banyak tim-tim survei geofisika
menggunakan pelaksana survei berjalur pendidikan seperti ini. Biasanya tim-tim ini
berasal dari instansi pemerintah, badan-badan usaha milik negara dan beberapa
perusahaan swasta.
Pada pendidikan non formal di Indonesia dan di luar Indonesia biasanya menitik
beratkan pendidikan pada disiplin dan praktek survei geofisika, kemudian disusul
penjelasan mengenai filosofi dan teori dasar geofisika. Pendidikan ini biasanya
berlangsung secara bertahap dalam waktu cukup lama dan dapat dianalogikan seperti
tahapan pada militer. Di Indonesia, tenaga dengan pendidikan seperti ini jarang ditemui
di instansi-instansi dan badan-badan usaha milik negara. Tenaga ini dapat ditemukan di
beberapa perusahaan swasta yang cukup handal di bidangnya.
Sebagai contoh, suatu perusahaan besar yang bergerak dalam bidang loging selalu
menerima pegawai sarjana atau sarjana muda dari jurusan apa saja asal berlatar
belakang fisika dan matematika (tidak mesti harus dari jurusan geofisika atau
kebumian). Pegawai tersebut dididik praktek lapangan dan disiplin lapangan dengan
cara dan metodanya sendiri. Sebagai contoh, tenaga-tenaga pelaksana lapangan yang
handal dari survei seismik banyak diambil dari tenaga-tenaga yang tidak mempunyai
pendidikan formal geofisika. Tenaga tersebut dipercaya penuh hanya dengan
pendidikan non formal bertahap yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan swasta.
Pada kesempatan ini dicoba untuk membandingkan kedua model pendidikan tersebut
untuk menjadi tenaga pelaksana survei geofisika profesional teknis dan non teknis di
lapangan. Untuk mempermudah masalah tersebut, disajikan perbedaan penguasaan
kemampuan manusia dan persyaratan yang dituntut di dalam survei geofisika (Tabel
3.1). Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa pada pekerjaan lapangan diperlukan kemampuan
non teknis lebih tinggi dibanding kemampuan teknis. Pada kemampuan teknis, nilai
kedisiplinan dan kejujuran masih menempati prioritas di atas nilai ilmiah geofisika.
Untuk membuat tenaga kerja mempunyai kemampuan non teknis yang tinggi, disiplin
teknis yang tinggi dan kejujuran terhadap data yang tinggi, diperlukan pendidikan yang
jauh lebih lama dibandingkan dengan pendidikan ilmiah geofisika. Menurut pemantauan
penulis, pelaksana survei geofisika di lapangan lebih sukses dididik melalui jenjang
pendidikan non formal bertahap dari pada melalui pendidikan formal. Hal ini perlu
penjelasan lebih rinci tetapi tidak dapat disajikan dalam buku ini yang masih bersifat
"pengantar".
Tabel 3.1
PERBANDINGAN KEMAMPUAN AWAL TENAGA KERJA DARI
PENDIDIKAN FORMAL DAN PENGALAMAN PRAKTIS

Jenis kemampuan Penggunaan jenis Penguasaan jenis kemampuan awal


Tenaga kerja kemampuan Tenaga kerja
yang harus dikuasai Di
agar profesional Lapangan Pendidikan Pendidikan
formal pengalaman
praktis
Kemampuan teknis
- Penguasaan teori
- Keterampilan meng-
operasikan alat
- Kemampuan meng- 10 – 45% Besar Kecil
atasi kerusakan alat
- Kemampuan meme-
cahkan problem
teknis

Kemampuan non teknis


- Keterampilan me-
rawat dan menjaga
alat
- Kedisiplinan
- Kepemimpinan & 55 – 90% Kecil Besar
organisasi
- Kemandirian
- Kemampuan ber-
adaptasi
- Kemapuan bekerja
efisien

Pengetahuan global mengenai latar belakang pendidikan tenaga pelaksana survei


geofisika ini perlu diketahui sebagai salah satu pertimbangan untuk memilih tenaga
kerja dalam merencana suatu survei geofisika

3.1.3. Pelatihan tenaga pelaksana survei geofisika


Untuk mencapai hasil yang optimal dalam dunia olah raga, ketepatan dan kecepatan
bertindak selalu dibina dan dipelihara dengan latihan-latihan khusus dan kontinyu.
Kelihatannya pembinaan dan pemeliharaan ketepatan dan kecepatan bertindak tidak
ada hubungannya dengan disiplin kerja geofisika. Dari kajian geofisika manajemen, hal
tersebut sangat penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan. Dari sekian banyak
pelaksana survei geofisika, hanya beberapa orang saja yang secara tidak langsung
atau tidak sengaja melakukan pembinaan dan pemeliharaan kecepatan dan ketepatan
bertindak. Kondisi tersebut terjadi karena memang belum ada budaya dan belum ada
ilmu yang benar-benar meneliti hal tersebut.
Pada disiplin kerja penerbangan, budaya dan ilmu mengenai pembinaan dan
pemeliharaan ketepatan dan kecepatan bertindak sudah cukup maju. Sebagai contoh
seorang pilot tidak boleh menjadi penerbang utama meskipun telah mengetahui ilmu
dan cara-cara menerbangkan pesawat bersangkutan, sebelum memenuhi jam terbang
tertentu. Pilot tersebut harus menjadi penerbang pembantu terlebih dahulu selama jam
terbang tertentu. Untuk mendarat di suatu bandara yang belum dikenal, seorang pilot
(penerbang utama) harus berlatih beberapa kali tinggal landas dan mendarat hingga
memenuhi persyaratan. Latihan dan lamanya pengalaman merupakan harga mati yang
tak dapat ditawar-tawar lagi untuk melakukan suatu pekerjaan penerbangan.
Meskipun disiplin kerja geofisika tidak beresiko sebesar disiplin kerja penerbangan
tetapi latihan-latihan untuk membina ketepatan dan kecepatan bertindak dapat
mengoptimalkan hasil. Dari kajian geofisika manajemen, hal tersebut dapat menekan
kesalahan-kesalahan kerja 5% - 20%. Angka tersebut cukup mengejutkan, apalagi
dihitung dengan nilai uang. Sehubungan hal tersebut, dalam geofisika manejemen
mengharuskan setiap orang yang bekerja dalam disiplin kerja geofisika harus
melakukan latihan-latihan untuk membina ketepatan dan kecepatan bertindak.
Arah dari latihan-latihan harus berorientasi pada tahapan-tahapan sesuai diagram alir
Gambar 3.1. Baik latihan membaca peralatan, pengumpulan data, pengontrolan
kualitas data, olah data lanjut maupun interpretasi selalu berorientasi sesuai diagram
alir Gambar 3.1. Tahapan-tahapan Gambar 3.1. dilakukan secara pelan kemudian agak
cepat, cepat dan sangat cepat. Diharapkan latihan tersebut dapat menjadi refleks
geofisika. Apa yang dilakukan dalam latihan pembinaan ketepatan dan kecepatan
bertindak dalam disiplin kerja geofisika ini dapat dilakukan dengan cara magang atau
belajar dari literatur yang lengkap.
Sebagai penjelasan dari konsep tahapan pelatihan menentukan kebijakan geofisika
(Gambar 3.1) dicontohkan dari latihan seorang operator gravitimeter agar menjadi
profesional membaca gravimeter pada uraian berikut.
Untuk menjadi seorang operator gravitimeter profesional, seorang operator harus
melalui tahapan pelatihan sebagai berikut :
a. Operator harus dapat secara cepat membedakan peralatan dalam keadaan baik
atau rusak (benar atau salah).
b. Bila alat dalam keadaan baik (benar), benar atau salahnya bacaan alat tersebut
harus dapat diketahui operator secara cepat.
c. Bila bacaan alat dikategorikan benar dan masih ada nois-nois yang mengganggu,
maka operator harus secara cepat menentukan hal-hal berikut :
 bila bacaan bernois, harus dapat memilih bacaan yang kurang bernois dari yang
bernois (memilih yang kurang salah dari yang salah-salah).
 bila bacaan sangat kurang noisnya, harus dapat memilih bacaan yang benar-
benar baik dari yang telah baik.
 bila bacaan selalu mempunyai kecenderungan tertentu, harus dapat diketahui
kecenderungan tersebut.
d. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas operator harus dapat menentukan secara cepat
harga bacaan alatnya. Penentuan bacaan tersebut dilakukan melalui kebijakan
relatif dalam disiplin ilmu geofisika.
e. Kebijakan tersebut harus dilakukan secara konsisten dalam setiap melakukan
pembacaan alat.
f. Hal yang diuraikan pada bagian a hingga e harus diulang terus menerus dalam
suatu waktu tertentu hingga diperoleh suatu refleks bacaan yang konsisten dan baik
hasilnya. Bila refleks bacaan tersebut telah diperoleh, maka seorang operator dapat
dikatakan sebagai operator profesional dalam membaca gravitimeter.
Gambar 3.1
TAHAPAN PELATIHAN MENENTUKAN
KEBIJAKAN GEOFISIKA

Melatih memilih
Salah dan benar

Melatih memilih Melatih memilih yang


Melatih memilih
yang terbenar dari Kurang salah dari
kecenderungan
yang benar-benar yang salah-salah

Melatih menentukan kebijakan geofisika

Kurang
Melatih mengkonsistenkan pelaksanaan
sukses
Kebijakan geofisika

Sukses
terlatih

Kesuksesan operator dalam membina refleks bacaan gravitymeter dapat dimonitor dari
nilai bacaan stasionernya tiap 10 menit secara kontinyu selama beberapa hari (tiap hari
minimal 12 jam). Bila Perbandingan bacaannya antara waktu yang satu dengan waktu
yang lainnya telah smooth (mengecil errornya) hingga suatu titik optimal maka operator
tersebut dapat dikatakan sukses dalam melatih refleks bacaannya. Biasanya seorang
pemula dengan kondisi fisik normal, memerlukan waktu kurang lebih 1 minggu untuk
mencapai refleks tersebut sedang seorang operator gravitimeter hanya memerlukan
waktu 1-3 hari saja.
Dengan demikian agar menjadi seorang operator profesional membaca gravitymeter
diperlukan waktu tertentu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Waktu tersebut harus
selalu disediakan sebelum melakukan survei gravitasi. Latihan tersebut dapat
dianalogikan dengan seorang pembantu pilot yang harus menempuh jam terbang
tertentu untuk dapat menjadi pilot.
Di dalam dunia geofisika, belum ada yang mengembangkan ketentuan-ketentuan
mengenai jenis pelatihan. Dalam buku ini sengaja menunjukkan pentingnya hal
tersebut. Dari kajian pengalaman geofisika manajemen, dapat ditunjukkan perkiraan
waktu pelatihan-pelatihan tersebut pada Tabel 3.2. Meskipun belum selengkap yang
diharapkan, Tabel 3.2 dapat dijadikan sebagai acuan dari masing-masing jenis
pekerjaan untuk mencapai predikat professional mengoperasikan alat.
Meskipun predikat profesional dalam membaca atau mengoperasikan alat geofisika
telah disandang, belum tentu seorang dapat dikatakan profesional dalam arti yang luas.
Di dalam dunia survei geofisika masalah yang dihadapi tidak hanya membaca alat atau
mengoperasikan alat tetapi masalah-masalah non-teknis jauh lebih banyak.
Keprofesionalan menangani masalah-masalah non teknis sangat tergantung dari
pengalaman dan tanggung jawab pelaksana survei masing-masing.
Pelatihan dalam survei geofisika tidak hanya dilakukan untuk membaca atau
mengoperasikan alat tetapi harus dilakukan juga pada olah data dan interpretasi
sementara untuk mengontrol kualitas data. Tabel 3.3 ditunjukkan perkiraan waktu atau
volume pelatihan agar benar-benar mencapai predikat profesional sebagai pengontrol
kualitas data.

3.1.4.Memelihara mental pelaksana survei geofisika


Kondisi mental pelaksana survei geofisika di lapangan sangat mempengaruhi produksi
dan kesalahan pengukuran. Selain menyebabkan penurunan produksi pengukuran dan
penurunan kualitas data, penurunan mental pelaksana di lapangan juga dapat merusak
peralatan-peralatan pengukuran, meskipun hal tersebut terjadi dengan tidak ada unsur
kesengajaan.
Pada dasarnya semua pelaksana survei geofisika bila tidak ada gangguan kesehatan
ataupun psikologi keluarga, memiliki mental yang cukup baik untuk melakukan survei.
Kondisi mental pelaksana survei secara normal rata-rata akan menurun setelah lewat 2
bulan di lapangan. Penurunan tersebut bisa lebih awal terjadi atau lebih dari 2 bulan di
lapangan, tergantung dari kondisi lapangan yang dihadapi. Secara umum penurunan
tersebut disebabkan antara lain :
a. Kesulitan medan, semakin sulit medan survei geofisika akan semakin cepat
penurunan mental pelaksana survei
b. Kelengkapan atau keteraturan sarana penunjang, semakin baik sarana penunjang
(makan, akomodasi, suasana kerja, kelancaran logistik) akan semakin lama saat
penurunan mental pelaksana survei.
c. Desain penyebaran stasion pengukuran, desain stasion pengukuran yang baik akan
dapat merangsang gairah kerja sehingga dapat menunda penurunan mental
pelaksana survei.
Tabel 3.2
PERKIRAAN WAKTU ATAU VOLUME PELATIHAN UNTUK
MEMPEROLEH REFLEKS BEBERAPA MACAM PENGUKURAN
GEOFISIKA

Pelaksana
Pemula Pernah melakukan
Jenis pekerjaan Keterangan
Secara propfesional

Mengukur tahanan 30 – 60 sounding 5 – 10 sounding


jenis sounding

Mengukur CSAMT 20 – 30 pengukuran 5 – 10 pengukuran


Membaca gravity-
Mengukur gravitasi  7 hari 1 – 3 hari
Meter secara diam
selang 10 menit

Mengukur magnetik  7 hari  0,5 hari

Mengukur IP 75 – 150 set up  5 – 10 set up

Mengukur tahanan 75 – 150 set up  5 – 10 set up


jenis kompleks

Mengukur EM-VLF 3 – 7 hari 2 – 3 hari

Mengukur SP 5 – 7 hari 3 – 5 hari


Mengukur TEM 40 – 50 pengukuran 10 – 15 pengukuran
sounding
Catatan : Semua pengukuran dilakukan dengan cara dan prosedur yang benar

Paduan ketiga unsur di atas yang serasi akan dapat meningkatkan semangat kerja
pelaksana survei sekaligus dapat memperlambat waktu penurunan mental.
Pengetahuan ini penting diketahui oleh perencana-perencana survei geofisika agar
dapat merencana dengan hasil yang optimal.
Dalam buku ini belum dijelaskan secara rinci mengenai sebab-sebab detil penurunan
mental pelaksana survei geofisika dan teknik penanggulangannya.
Tabel 3.3
PERKIRAAN VOLUME PELATIHAN UNTUK MEMPEROLEH
REFLEKS PENGONTROL BEBERAPA MACAM
KUALITAS SURVEI GEOFISIKA

Pelaksana
Pernah melakukan
Jenis pekerjaan Pemula Keterangan
Secara profesional
Matching atau modeling 30 – 60 stasion 10 – 15 stasion Dengan berbagai tipe
Sounding tahanan jenis model

Modeling ID - CSAMT 30 – 60 stasion 10 – 15 stasion Dengan berbagai tipe


model
Dengan berbagai tipe
Modeling TEM sounding 40 – 50 stasion 10 – 15 stasion
model

Mengontrol pengukuran 30 – 60 5 – 10 sounding


sounding tahanan jenis sounding

Mengontrol pengukuran 3 – 5 lokasi 7 hari Mengontrol data


gravitasi survei secara terpadu
(elevasi, posisi &
gravitasi)

Mengontrol pengukuran 7 hari  2 hari


magnetik

Mengontrol pengukuran 75 – 150 set up 5 – 10 set up


IP

Mengontrol pengukuran 75 – 100 set up 5 – 10 set up


tahanan jenis kompleks

Mengontrol pengukuran 2 – 3 hari 2 – 3 hari


EM - VLF

Mengontrol pengukuran 5 – 7 hari 3 – 5 hari


SP
Mengontrol pengukuran 40 – 50 10 – 15 pengukuran
TEM sounding pengukuran
Catatan : Semua pekerjaan dilakukan dengan cara dan prosedur yang benar.
3.2. Pendekatan dasar mengenai tindakan mengontrol kualitas survei
geofisika
Untuk mengoptimalkan hasil, setiap pengontrol kualitas atau koordinator survei
geofisika secara umum harus mengikuti alur pemikiran sesuai diagram alur Gambar
3.2. Tahapan alur tersebut dijelaskan sebagai berikut :
1. Pada tahap pertama; pengontrol kualitas survei geofisika harus dapat menjabarkan
atau memberikan batasan-batasan teknis dari tujuan survei beserta teknik
pencapaiannya.
2. Tahap kedua; melakukan identifikasi potensi- potensi problem survei.
3. Tahap ketiga; melakukan analisis terhadap potensi-potensi problem dan sekaligus
membuat rangking kemungkinan kejadian atau rangking magnitude dampak
negatifnya.
4. Tahap keempat; melakukan antisipasi dan membuat rencana tindakan-tindakan
untuk mencegah problem-problem yang teridentifikasi sesuai dengan rangking
kemungkinan kejadian atau rangking magnitude dampak negatifnya.
5. Tahap kelima; melakukan tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan sesuai
dengan rencana pencegahannya dengan menyesuaikan kondisi dan kendala yang
ada. Bila terjadi problem baru harus secepatnya menganalisa dan melakukan
tindakan penanggulangannya.
6. Tahap keenam atau tahap terakhir; bila dalam menanggulangi problem menemui
jalan buntu akibat kondisi dan kendala yang ada, pengontrol kualitas survei harus
peninjauan kembali definisi pekerjaan dan batasan-batasannya agar diperoleh suatu
hasil yang optimal. Tindakan ini dikatakan sebagai "tindakan penyelamatan".
Masing-masing tahap dijelaskan secara bertahap pada subbab-subbab berikut.

3.2.1.Menjabarkan batasan-batasan teknis tentang tujuan dan cara


pencapaiannya
Pekerjaan-pekerjaan survei geofisika dengan rencana yang benar dan spesifikasi yang
jelas tidak memerlukan penjabaran yang sulit, bahkan tidak perlu dijabarkan lagi. Bagi
pekerjaan dengan rencana yang tidak atau kurang baik perlu dilakukan penjabaran
lebih lanjut. Definisi pekerjaan atau batasan-batasan teknik pada saat melakukan survei
geofisika di lapangan harus dapat dijabarkan dengan jelas agar tidak terjadi blunder
dan kesalahan-kesalahan. Untuk menentukan definisi atau batasan-batasan teknik
tersebut harus dipenuhi syarat-syarat sebagaimana diuraikan pada subbab 2.1 dengan
sedikit penyesuaian. Syarat-syarat yang telah disesuaikan dengan pelaksana an
manajemen survei geofisika adalah sebagai berikut:
1. Jabaran tujuan harus jelas dan dapat disampaikan dalam bentuk kalimat.
2. Harus diketahui batasan-batasannya bahwa tujuan telah tercapai atau belum/tidak
tercapai.
3. Dalam mencapai tujuan harus dapat ditetapkan batas waktunya.
4. Tujuan harus bersifat merangsang.
5. Harus dapat menjabarkan rincian teknik pencapaian tujuan.
Dari penjelasan tersebut di atas diharapkan para pengontrol kualitas survei geofisika
dapat menerapkan syarat-syarat tersebut pada pelaksanaan penjabaran tujuan survei-
survei geofisika.
Gambar 3.2
DIAGRAM ALUR TINDAKAN
MENGONTROL KUALITAS SURVEI GEOFISIKA

Tujuan survei

Mendefinisikan
menjabarkan
tujuan survei

Identifikasi
potensi problem
survei

Analisa
potensi problem
survei

Antisipasi dan
Mencegah potensi
Problem survei
Kendala
- dana
- teknologi Mengatasi
- kemampuan Problem survei
tenaga kerja

Survei berhasil
3.2.2. Mengidentifikasi potensi problem
Untuk mencapai tujuan yang telah didefinisikan dan ditentukan batasan-batasannya
bukan suatu yang mudah. Dalam perjalanan mencapai tujuan tersebut selalu bertemu
dengan problem-problem. Agar tidak terjadi ketidak siapan mengatasi problem, maka
semua potensi problem dalam rangka mencapai tujuan harus sudah dapat diidentifikasi
sebelum terjadi.
Pencarian potensi problem dilakukan dengan cara antara lain menginventarisasi
kemungkinan problem sekecil-kecilnya atau dengan cara membuat skenario untuk
mendapatkan kemungkinan potensi problem yang baru.
Potensi problem tersebut harus dapat didefinisikan dan ditentukan batasan-batasannya
secara jelas. Batasan-batasan potensi problem yang dibuat harus benar-benar dapat
membedakan mana yang disebut potensi problem dan mana yang disebut bukan
potensi problem. Dengan mengetahui batasan-batasan dan potensi problem tersebut,
diharapkan dapat mempermudah analisanya.

3.2.3.Menganalisa potensi problem


Semua potensi problem yang telah ditemukan dianalisa segala kemungkinan penyebab
dan akibatnya. Untuk mempermudah analisa perbandingan dari semua potensi potensi
problem, dibuat matrik kemungkinan kejadiannya beserta besar magnitude dampaknya.
Dengan teknik pembobotan penilaian dari kemungkinan kejadian dan magnitude
dampaknya, dapat dibuat rangking potensi problem.
Kerangka matrik Gambar 3.3 dapat dijadikan salah satu contoh teknik membuat
rangking potensi problem yang harus ditangani. Diharapkan rangking ini dapat
memberikan andil untuk menentukan keputusan-keputusan penanggulangan problem
dalam rangka mengefisienkan dan mengefektifkan suatu survei geofisika.
Selain problem timbul sesuai dengan antisipasi perencana, pengontrol kualitas dan
koordinator survei, problem baru juga dapat timbul secara mendadak di luar perkiraan.
Datangnya problem baru kadang-kadang beruntun, tumpang tindih dan bahkan saling
kait mengait. Biasanya hal tersebut timbul pada proyek besar, bukan pada proyek yang
bersifat kecil dan dalam waktu relatif pendek.
Untuk mengetahui problem baru secara pasti, harus dilakukan analisa dengan cara
mengidentifikasi tentang:
a. Apa problemnya
b. Dimana terjadi problem
c. Kapan terjadi problem
d. Sejauh mana perkembangan problem.
Penerapan keempat hal tersebut di atas diharapkan dapat menghilangkan tumpang
tindih dan berbelit-belitnya analisa problem. Hal tersebut dapat mempermudah mencari
jalan memecahkan problem.
Untuk mengatasi problem-problem yang telah diketahui dengan jelas, harus selalu
mengikuti tahapan-tahapan yang sesuai dengan uraian sub-bab 3.2.3 dan 3.2.4 secara
dinamis. problem-problem tersebut tidak dapat diatasi bersama-sama tetapi harus
disesuaikan dengan tingkat prioritasnya.

Gambar 3.3
CONTOH MATRIKS MENENTUKAN RANGKING
PRIORITAS POTENSI PROBLEM

Parameter Penilaian
Total
Dampak Biaya Kesulitan
Kesalahan pengukuran pelaksanaan nilai

Gravitasi 2 2 2 6
POTENSI PROBLEM PENGUKURAN

Sket medan 2 1 2 5

Koordinat 1 3 3 7

Elevasi 3 3 3 9
Contoh evaluasi potensi problem pada pengukuran survei gravitasi.
Nilai 1 (kecil), diartikan sebagai kurang diprioritaskan.
Nilai 2 (sedang), diartikan sebagai penting diprioritaskan.
Nilai 3 (besar), diartikan sebagai sangat penting diprioritaskan.
3.2.4. Tindakan penyelamatan
Pada sub-bab di atas telah diterangkan bagaimana teknik global merencana
pencegahan potensi problem dan melaksanakan menanggulangi problem. Pada sub-
bab ini membahas bila suatu survei sudah tidak dapat mengatasi problem.
Suatu potensi problem dapat benar-benar menjadi suatu problem. Sifat problem
tersebut dapat dibagi menjadi 4 macam yaitu:
a. Problem terjadi sesuai potensi problem yang telah diantisipasi semula.
b. Problem terjadi dengan sedikit menyimpang dari problem yang telah diantisipasi
semula tetapi masih dapat terkendali.
c. Problem yang tiba-tiba muncul tetapi masih dapat terkendali.
d. Potensi problem yang diantisipasi berubah menjadi problem baru atau muncul
problem baru sama sekali yang kedua-duanya tidak dapat diatasi.
Jenis problem a, b dan c tidak perlu dibahas karena telah dapat diatasi. Jenis problem d
perlu dievaluasi dan dikaji secara cermat.
Untuk mengatasi jenis problem d harus mengevaluasi kembali batasan-batasan dana
dan segala jenis kemampuan yang dimiliki. Terobosan untuk meningkatkan dana atau
kemampuan ini harus dilakukan terlebih dahulu dengan cara :
a. Mencari tambahan dana
b. Mencari teknik-teknik baru
c. Menekan dana atau kemampuan-kemampuan melakukan pekerjaan di sektor-sektor
lain, dialihkan untuk mengatasi problem tersebut sepanjang tidak mengganggu
program dan kualitas sektor lain tersebut.
Bila cara-cara tersebut masih belum dapat mengatasi problem maka pengontrol kualitas
survei bekerja sama dengan koordinator survei mengevaluasi kembali tujuan survei.
Modifikasi tujuan beserta penjabarannya harus secepatnya dilakukan agar diperoleh
suatu hasil yang optimal. Tindakan ini disebut sebagai "tindakan penyelamatan survei".
Tindakan ini harus dilakukan secepat mungkin dengan dukungan komunikasi yang baik
dengan semua personel yang terlibat.
3.3. Beberapa Potensi Problem Global dan Teknik Pencegahannya Di
Lapangan
Pengawasan survei geofisika sangat perlu dilakukan untuk memperoleh hasil sesuai
tujuan dan spesifikasinya. Pelaksanaan pengontrolannya harus dilakukan seefisien dan
sebijak mungkin. Pada sub-bab ini dijelaskan beberapa potensi problem global dalam
melaksanakan survei geofisika di lapangan. Diharapkan, potensi problem global ini
dapat diantisipasi sedini mungkin oleh perencana dan pengontrolan kualitas survei.
Untuk memperoleh hasil optimal pengontrolan kualitas, harus dilakukan dengan skala
prioritas. Prioritas tinggi diberikan pada pelaksanaan-pelaksanaan yang berpotensi
problem tinggi (beresiko salah tinggi), sedang prioritas rendah diberikan pada
pelaksanaan-pelaksanaan yang berpotensi problem kecil (beresiko salah kecil). Prinsip
ini diterapkan untuk mengontrol peralatan, metoda dan manusia pelaksananya.
Masing-masing bidang survei geofisika mempunyai skala prioritas yang berbeda-beda,
hal ini akan dijelaskan secara rinci pada bab-bab yang berisi bidang-bidang survei yang
bersangkutan. Meskipun tiap bidang geofisika mempunyai prioritas pengawasan yang
berbeda-beda tetapi secara global selalu harus diperhatikan hal-hal penting dengan
potensi problem tinggi yaitu :
a. Manajemen tentang nama lintasan dan stasion.
b. Manejemen tentang data mentah dan tereduksi.
c. Komposisi tim dan jadwal pengukuran lapangan.
d. Komunikasi.
e. Manajemen tentang pelaksanaan logistik
f. Kerawanan lingkungan.
g. Kondisi medan terhadap kualitas data.
Potensi-potensi problem beserta antisipasi penanggulangan hal-hal tersebut, dijelaskan
dalam uraian berikut ini.

3.3.1.Manajemen nama Lintasan dan stasion pengukuran


Keprofesionalan seorang koordinator atau pengontrol kualitas survei geofisika benar-
benar diuji oleh potensi problem ini. Nilai keprofesionalan tersebut dapat dilihat dari
cara menamai lintasan dan stasion-stasion pengukuran. Kelihatannya memang sangat
mudah, tetapi pada pelaksanaannya sangat sulit melakukan penamaan stasion-stasion
pengukuran yang rapi, sistematis dan mudah dipahami. Hal ini akan lebih rumit lagi
pada survei-survei besar yang bersifat mengejar target anomali dan melibatkan banyak
tim.
Sangat tidak diduga, bahwa jeleknya sistematika pemberian nama lintasan atau
stasion dapat menyita waktu reduksi atau pengolahan data hingga 50%. Hal tersebut
juga akan mengakibatkan kesalahan posisi pengukuran, kesalahan reduksi, olah data
dan interpretasi.
Untuk menghindari hal tersebut, pengawasan pemberian nama harus dilakukan pada
saat akan dimulai pengukuran dengan mempertimbangkan segala macam
kemungkinan perubahan dan penambahan stasion-stasion pengukurannya. Penamaan
tersebut harus diawasi agar benar-benar dikomunikasikan kepada semua tim dan harus
dilaksanakan dengan disiplin militer.

3.3.2.Manajemen data mentah dan tereduksi


Manajemen data mentah dan tereduksi merupakan suatu potensi problem yang sangat
besar. Bila manajemen tidak baik, selain mengakibatkan sulitnya pengguna data juga
dapat menurunkan nilai manfaatnya. Problem ini kadang-kadang meningkat dan dapat
mengakibatkan hilangnya data yang telah diukur. Untuk menghindari hal-hal tersebut
maka setiap data mentah harus diatur dan didokumentasi secara rapi, sistematis dan
mudah dicari kembali; sedang data tereduksi harus disajikan dengan kelengkapan
keterangan mengenai:
a. Teknik pengukuran
b. Spesifikasi alat yang digunakan
c. Teknik reduksi
d. Data-data penunjang yang digunakan (misalnya sumber stasion-stasion acuan
pengukuran koordinat dan elevasi, stasion-stasion acuan pengukuran gravitasi,
magnetik dll.
e. Sistem proyeksi, elipsoid dan datum peta yang dipergunakan membuat peta anomali
Bouguer, magnetik, tahanan jenis dan lain sebagainya.
f. Tabel koordinat dan elevasi stasion pengukuran, lengkap dengan dengan
keterangan sistem proyeksi, elipsoid dan datumnya.
g. Tabel data mentah yang lengkap sehingga memungkinkan untuk dapat diolah
kembali. Misalnya pada survei gravitasi harus mencantumkan tabel harga gravitasi,
koreksi medan dan anomali Bouguer lengkap dengan keterangan rumus gravitasi
normal dan berat jenis yang digunakan.
h. Informasi kesalahan total dari masing-masing komponen pengukurannya.
Hal-hal tersebut di atas harus benar-benar diawasi agar diperoleh hasil akhir yang
lengkap, mudah dipahami, diolah, dikombinasi dan diinterpretasi.

3.3.3. Komposisi tim dan jadual pengukuran


Komposisi tim dan jadwal pengukuran sangat menentukan optimasi biaya survei. Hal ini
merupakan potensi problem cukup besar yang harus diantisipasi.
Dengan perencanaan komposisi tim yang tepat untuk pengukuran koordinat, elevasi
dan parameter geofisika lainnya, akan sangat menghemat biaya. Untuk merencana
komposisi tim tersebut harus diketahui terlebih dahulu mengenai:
a. Kecepatan produksi masing-masing tim.
b. Ketahanan pelaksana-pelaksana pengukuran di lapangan.
c. Kemungkinan hilangnya waktu akibat logistik, cuaca, alam dan lain-lain.
Dari perpaduan perhitungan dari komponen-komponen tersebut dapat menentukan
komposisi dan skedul tim pengukuran di lapangan.

3.3.4.Komunikasi
Sistem komunikasi pada pelaksana survei geofisika merupakan potensi problem yang
cukup serius. Komunikasi antara tim satu dengan lainnya dan antara tim dengan
koordinator sangat menentukan optimasi survei, terutama pada survei-survei yang
cukup besar volumenya. Maksud komunikasi dalam hal ini bukan masalah bahasa
(Inggris, Indonesia, daerah, dll.) tetapi komunikasi dalam arti yang luas.
Kesalahan komunikasi akan dapat menurunkan efisiensi dan sekaligus akan
menurunkan optimasi survei. Kesalahan komunikasi ini dapat mengakibatkan kerugian
hingga 10% dari nilai total pekerjaan. Untuk menghindari hal-hal tersebut harus
ditempuh jalan sebagai berikut:
a. Memilih pelaksana-pelaksana survei yang kompak, dapat bekerja sama dan
berkomunikasi antara sesama pelaksana lapangan dan antara pelaksana lapangan
dengan koordinator lapangan.Meskipun seseorang sangat ahli dalam bidangnya tapi
bila sulit bekerja sama dan berkomunikasi, disarankan untuk tidak digunakan dalam
melaksanakan survei.
b. Pelaksanaan komunikasi diharuskan dengan cara yang sederhana, mudah
dimengerti dan tidak mempunyai arti ganda.
c. Menyeragamkan isyarat komunikasi, nama dan sistematika berpikir.
d. Segala komunikasi harus disampaikan secara jelas dan lengkap, tidak boleh
memotong informasi dengan mengasumsikan bahwa yang diajak berkomunikasi
sudah mengetahui maksudnya.
e. Tidak boleh mencampurkan antara data, interpretasi dan asumsi.
f. Mengusahakan sesering mungkin mengadakan rapat lapangan bersama, dengan
selalu menyimpulkan semua hasil pembicaraan dan tindakan yang harus
dilaksanakan.
Dengan dilaksanakannya hal-hal tersebut di atas, diharapkan dapat memperkecil
kesalahan komunikasi sehingga akan memperkecil pula kerugian yang diakibatkannya.

3.3.5.Pelaksanaan Logistik Dan Kerawanan Lingkungan


Kondisi medan suatu survei geofisika sangat menentukan pelaksanaan logistiknya.
Kondisi medan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. topografi
b. elevasi rata-rata
c. vegetasi (hutan, semak, kebun, sawah, dsb.)
d. infrastruktur (jalan, mobil, jalan setapak, perumahan, pasar, listrik, air, dsb.).
e. cuaca
Kondisi topografi, elevasi rata-rata, vegetasi, dan cuaca akan menentukan kecepatan
produksi survei secara langsung. Kondisi topografi, infrastruktur dan cuaca akan
menentukan pelaksanaan logistik yang pada gilirannya juga mempengaruhi kecepatan
produksi survei geofisika secara tidak langsung.
Semakin jelek kondisi kondisi topografi, infrastruktur dan cuaca akan semakin sulit
pengaturan logistiknya, sehingga akan memerlukan biaya tambahan yang semakin
besar. Banyak potensi problem dalam melaksanakan logistik, antara lain meliputi
bidang:
a. Transportasi
b. Akomodasi
c. Pengadaan bahan makanan
d. Pengadaan bahan survei.
3.3.5.1. Transportasi
Agar memperoleh hasil yang optimal, pelaksanaan transpor survei harus dilakukan
dengan mempertimbangkan secara terpadu dari jumlah kendaraan, jenis kendaraan,
keamanan pengangkutan dan kondisi cuaca. Jumlah kendaraan harus benar-benar
disesuaikan dengan dengan jumlah personel, material maupun alat-alat yang diangkut.
Optimasi biaya pengangkutan dan beban biaya kerja, sangat diperlukan untuk
memperoleh hasil optimal. Kecerdikan memilih jenis kendaraan mobil, kapal air ataupun
helikopter sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kesulitan. Selain hal-hal tersebut
pengetahuan mengenai cuaca sangat diperlukan untuk memilih jenis kendaraan dan
waktu penggunaannya. Kondisi jalan yang sulit dan cuaca ynag jelek harus benar-benar
dipertimbangkan dalam melakukan transportasi karena akan sangat mempengaruhi
keselamatan kerja. Untuk mempermudah mempelajari hubungan cuaca dengan
transportasi survei, dibuat tabel kemungkinan-kemungkinan kejadian pada beberapa
kondisi medan dan cuaca (lihat Tabel 3.4).
Khusus pada lokasi-lokasi survei geofisika yang terletak di pantai-pantai atau kepulauan
dengan menggunakan transportasi laut, harus benar-benar memperhatikan kondisi
cuaca dan gelombang. Untuk melengkapi informasi Tabel 3.4, kondisi cuaca global di
seluruh Indonesia ditunjukkan oleh gambar-gambar arah angin pada Apendiks bab ini.
Diharapkan segala kemungkinan kejadian yang telah diuraikan dapat menambah
wawasan untuk merencana survei serta melakukan antisipasinya di lapangan.
3.3.5.2. Akomodasi
Luasnya daerah jangkauan survei dan kondisi infrastruktur sangat menentukan biaya
akomodasi personel dan peralatan. Cara akomodasi tersebut dapat dilakukan dengan
beberapa alternatif yaitu:
a. sentral akomodasi (menggunakan sebuah base camp)
b. akomodasi menyebar (semua tim pengukuran flying camp)
c. campuran (menggunakan sistem flying camp dan beberapa sub base camp dan
base camp).
Tabel 3.4
KONDISI UMUM CUACA
DARI BERBAGAI MEDAN SURVEI

Kondisi musim
Medan survei

Musim hujan Musim peralihan Musim kemarau

Elevasi di bawah Biasanya hujan Kadang-kadang Tidak hujan


1500 m hujan disertai angin
kencang

Elevasi di atas Hujan dan sering Kadang-kadang Tidak hujan dan kadang-
1500 – 2000 m berkabut setelah jam hujan dengan angin kadang berkabut setelah
13.00 kencang dan sering jam 13.00
berkabut setelah jam
13.00

Elevasi di atas Hujan dan sangat Kadang-kadang Sering berkabut setelah


2000 m sering berkabut hujan dengan angin jam 13.00
setelah jam 13.00 kencang dan sering
berkabut setelah jam
13.00

Tempat-tempat Perlu pengkajian lebih lanjut


khusus
Penting diketahui : Pada saat hujan dan kabut tidak dapat dilaksanakan survei topografi.

Kajian mengenai optimasi penggunaan alternatif tersebut tidak dapat diuraikan di buku
ini karena memerlukan uraian dan studi kasus yang cukup banyak. Biasanya optimasi
ini dihitung bersamaan dengan optimasi transportasi secara terpadu.

3.3.5.3. Pengadaan Bahan Makanan


Pengadaan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari sangat tergantung pada
infrastruktur dan sebaran air permukaan daerah survei geofisika. Sebaran air
permukaan yang sehat sangat menentukan sulit tidaknya suatu pengadaan bahan
makanan dan kebutuhan sehari-hari, terutama pada tim-tim pengukuran yang
menggunakan sistem fly camp. Seorang perencana survei geofisika dan pelaksana
logistik harus mengenal betul kondisi lokal air permukaan tersebut, dan harus jauh lebih
hati-hati lagi bila daerah pengukuran (daerah fly camp) terletak di batuan gamping
dengan sebaran sangat luas. Daerah-daerah kering seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur dan Timor Timur perlu pertimbangan yang matang untuk melakukan fly
camp.
3.3.5.4. Pengadaan Bahan Survei
Pengadaan bahan survei beserta penyimpanannya tidak serumit pengadaan bahan
makanan dan kebutuhan sehari-hari karena jumlahnya relatif sedikit. Khusus untuk
survei seismik yang memerlukan bahan peledak harus mengikuti petunjuk-petunjuk
khusus baik dalam transportasi penyimpanan maupun penggunaannya. Rincian
mengenai petunjuk-petunjuk khusus tersebut tidak diuraikan dalam buku ini karena
sifatnya yang sangat khusus, detil, lengkap dan panjang uraiannya.
3.3.6. Kerawanan Lingkungan
Pelaksanaan survei geofisika di lapangan biasanya tidak memberikan dampak besar
terhadap lingkungan. Biasanya dampak besar tidak terjadi pada lingkungan biogeofisik,
sosial, ekonomi dan budaya. Dampak-dampak yang terjadi hanya bersifat sementara
dan tidak lama. Penyajian informasi lingkungan yang dibuat sebelum survei geofisika
dimulai biasanya tidak memberikan isyarat-isyarat yang serius tentang dampak negatif.
Meskipun dampak survei terhadap lingkungan relatif kecil tetapi perlu diwaspadai
survei-survei yang menggunakan tenaga kerja relatif banyak dan menggunakan bahan
peledak (misalnya survei seismik). Khusus jenis survei ini harus benar-benar
diantisipasi dampak kecelakaan dan dampak sosial budayanya. Banyaknya tenaga
kerja yang kadang-kadang datang dari tempat lain dengan waktu yang relatif lama
biasanya dapat mengganggu tatanan budaya di sekitar lokasi survei. Gangguan
tersebut biasanya terjadi akibat meledaknya tekanan kebutuhan biologi dari pekerja-
pekerja survei. Berdasarkan pengalaman, banyak cara untuk menghindari kejadian-
kejadian tersebut, antara lain menghindari waktu kerja yang relatif panjang,
menghindari tempat fly camp atau base camp dengan keramaian kampung. Bahkan
ada perusahaan minyak yang mensyaratkan dengan ketat bahwa pembuatan suatu
base camp survei geofisika harus benar-benar jauh dari kampung.
Selain kajian mengenai dampak survei geofisika terhadap lingkungan, perlu dikaji pula
daya dukung lingkungan terhadap survei geofisika. Hal ini penting untuk diketahui oleh
perencana, pengontrol kualitas dan koordinator survei. Kerawanan daya dukung
lingkungan dapat menyebabkan penambahan dana dan menyulitkan pelaksanaan
survei. Daya dukung lingkungan tersebut antara lain:
a. Sarana infrastruktur di daerah dan di sekitar daerah survei.
b. Ada tidaknya tenaga kerja lokal yang cocok.
c. Ada tidaknya budaya-budaya lokal yang mendukung atau bahkan mengganggu
terlaksananya survei.
Hal-hal di atas harus ikut dipertimbangkan dalam merencana dan melaksanakan survei
agar survei berjalan lancar dengan hasil optimal.
3.3.7. Kondisi Medan Terhadap Kualitas Data
Sulitnya kondisi medan selain menyulitkan logistik, menurunkan kecepatan produksi
juga akan mengakibatkan menurunkan tingkat ketelitian data. Beberapa kondisi medan
yang sangat berpengaruh pada kualitas data, yaitu:
a. kondisi topografi
b. kondisi tanah atau litologi.
c. kondisi nois lokal akibat aktivitas manusia.
Penjelasan rinci mengenai pengaruh kondisi-kondisi tersebut terhadap masing-masing
metode survei geofisika, diuraikan dalam masing-masing bab yang bersangkutan
dengan metode surveinya. Pada bagian ini hanya dijelaskan gambaran umumnya saja.
3.3.7.1. Kondisi Topografi
Undulasi medan yang tajam akan memerlukan usaha tambahan untuk mengoreksi
pada keadaan ideal. Sebagai contoh koreksi terrain dalam survei gravitasi harganya
akan meningkat sehingga harus menggunakan teknik-teknik khusus untuk menekan
kesalahannya. Pada survei seismik, hal tersebut harus dikoreksi dengan koreksi statik
yang dilakukan dengan cara yang ekstra hati-hati. Pada survei tanahan jenis, IP dan
elektromagnet juga akan menurunkan kualitas datanya.
3.3.7.2. Kondisi Tanah Dan Litologi
Kondisi tanah dan litologi berkaitan erat dengan nois pengukuran geofisika. Bahkan ada
beberapa kondisi yang benar-benar tidak dapat dilakukan pengukuran suatu metoda
geofisika. Sebagai contoh kondisi tanah berawa-rawa tidak mungkin dapat dilakukan
pengukuran tahanan jenis, IP dan sejenisnya karena akan mengakibatkan hubungan
singkat arus listriknya. Tanah gembur atau berawa memerlukan teknik khusus dalam
pengukuran gravitasi. Tanah sangat kering akan mempersulit pengiriman arus pada
survei tahanan jenis, IP, CSAMT dan sebagainya.
3.3.7.3. Noise lokal akibat aktivitas manusia
Noise lokal akibat aktivitas manusia sangat berpengaruh pada kualitas data magnetik,
CSAMT, elektromagnetik. Meskipun ada beberapa teknik mengatasinya tetapi masih
jauh dari apa yang diharapkan, sehingga nois lokal ini benar-benar harus dihindari.
3.4. Managemen Mutu terpadu Menggunakan ISO-9000
Agar dapat terus menerus mempertahankan kualitas yang dikehendaki oleh pemakai
jasa geofisika, hendaknya pelaksana-pelaksana survei geofisika melakukan beberapa
tindakan strategis. Tindakan-tindakan tersebut antara lain dengan:
a. Mengidentifikasi persyaratan pengguna jasa geofisika secara rinci.
b. Mencatat semua kesesuaian persyaratan pengguna jasa geofisika dalam suatu
dokumen tertulis.
c. Memenuhi semua persyaratan yang telah tercatat dalam dokumen.
d. Memuaskan pengguna jasa geofisika.
Dalam hal ini, pengguna jasa geofisika diartikan secara luas. Pengguna jasa geofisika
ini dapat berupa tuntutan ilmu pengetahuan, para peneliti bumi, instansi atau
perusahaan, pelaksana eksplorasi, pelaksana engineering, dsb. Pelaksana-pelaksana
survei geofisika diartikan sebagai suatu badan atau suatu organisasi (dapat berupa
perusahaan atau kelompok usaha yang terkoordinir rapi) yang melaksanakan survey
geofisika untuk memenuhi tuntutan pengguna jasa geofisika.
Untuk mempertahankan kepercayaan pengguna jasa, pelaksana-pelaksana geofisika
harus memberikan jaminan kepercayaan. Untuk itu diperlukan suatu sistem manajemen
dari semua proses pelaksanaan survei geofisika. Proses tersebut meliputi
perencanaan, pengendalian, verifikasi, audit dan evaluasi.
Untuk memberikan kepercayaan tersebut tidak hanya melakukan pengendalian kualitas
saja tetapi memberikan jaminan kualitas. Dengan mengadopsi ISO 8402, istilah jaminan
kualitas dalam survei geofisika adalah semua tindakan yang direncanakan dan
sistematis yang diperlukan untuk memberikan keyakinan/kepercayaan, bahwa suatu
survei geofisika akan memenuhi kebutuhan & keputusan sesuai dengan persyaratan
yang telah ditentukan.
Bila hal tersebut kita ikuti dengan benar, maka para pelaku survei geofisika harus dapat
mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul pada awal, tengah dan akhir proses
survei geofisika. Bila hasil pemeriksaan dan pengujian pada simpul-simpul penting
suatu survei geofisika menemui masalah, maka harus secepatnya dilakukan analisa,
koreksi dan perbaikan pelaksanaannya.
Bila suatu survei geofisika akan mengikuti ISO 9000 maka harus memenuhi 20 macam
persyaratan yang menyangkut masalah:
1. Tanggung jawab manajemen.
2. Sistem kualitas
3. Tinjauan kesepakatan antara pelaksana survei geofisika dengan pemakai jasanya.
4. Pengendalian design survei.
5. Pengendalian dokumen dan data.
6. Pengendalian pembelian bahan-bahan survei.
7. Pengendalian bahan-bahan survei yang dipasok oleh pemakai jasa geofisika.
8. Pengaturan agar dapat mengidentifikasi dan menelusuri hasil survei dengan cepat.
9. Pengendalian proses survei sesuai dengan tahapan-tahapannya.
10. Pengaturan inspeksi & pengujian hasil survei.
11. Pengendalian dan pengetesan peralatan-peralatan survei.
12. Penentuan status inspeksi dan pengujian hasil survei.
13. Pengendalian hasil survei yang tidak sesuai.
14. Pengaturan tindakan koreksi dan pencegahan kesalahan-kesalahan survei.
15. Pengendalian penyimpanan, pengemasan, pemeliharaan dan pengiriman barang
yang berkaitan dengan survei.
16. Pengendalian catatan kualitas.
17. Pengaturan audit kualitas internal.
18. Pengaturan pelatihan pelaksana-pelaksana survei.
19. Pengaturan pelayanan pemakai jasa geofisika.
20. Pengaturan studi-studi statistik tentang pelaksanaan survei.
Untuk memperjelas kedua-puluh persyaratan tersebut, diterangkan dalam uraian
subbab-subbab berikut:
3.4.1. Tanggung Jawab Manajemen
Survei geofisika selalu berkaitan dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya, baik pekerjaan
penting maupun pekerjaan penunjangnya. Sehubungan dengan itu,untuk melancarkan
dan memberi jaminan kualitas pada survei geofisika, harus didukung dengan tindakan-
tindakan pucuk manajemen.
Tindakan-tindakan tersebut dapat berupa pertemuan-pertemuan rutin untuk menjaring
segala permasalahan yang ada serta melakukan evaluasi maupun mengambil
keputusan guna menjamin kualitas survei geofisika. Selain itu pucuk manajemen harus
dapat menyamakan visi dan tujuan mempertahankan atau meningkatkan kualitas survei
geofisika agar lebih menggairahkan para pelaksananya.
3.4.2. Sistem Kualitas
Jaminan kualitas survei geofisika dapat terwujud dengan adanya sistem kualitas yang
terdiri dari:
a. Prosedur-prosedur kerja
b. Manual/instruksi kerja
c. Aturan-aturan pendukung lainnya.
Suatu survei geofisika harus mempunyai rencana kualitas yang teratur.Rencana
kualitas ini merupakan garis besar kualitas survei geofisika yang akan dicapai.Rencana
kualiats biasanya dibuat dalam bentuk matrik tabel yang terdiri dari tahapan kerja dan
penjelasan tentang kualitas yang akan dicapai. Hal tersebut ditunjukkan dalam suatu
contoh Rencana Kualitas Survei IP (lihat Tabel 4.1). Prosedur-prosedur kerja,
manual/instruksi kerja serta standar-standar produk melengkapi rencana kualitas
tersebut. Untuk memperjelas tentang isi dan format suatu prosedur atau standar yang
biasa digunakan dalam ISO 9000, bersama ini ditunjukkan sebuah contoh Prosedur
Pengetesan Alat IP dan Standar Kelengkapan Peralatan IP yang harus dibawa dalam
suatu survei IP (lihat Apendiks 4.1.dan 4.2.).
3.4.3. Tinjauan Kesepakatan Antara Pelaksana Survei Geofisika Dengan Pemakai
Jasanya
Dalam hal ini pucuk manajemen dan para pelaksana survei geofisika harus:
a. Menetapkan prosedur yang terdokumentasi untuk mempelajari dengan benar
persyaratan-persyaratan yang diberikan oleh pemakai jasa geofisika.
b. Mengevaluasi kemampuan dan kapasitas yang dimiliki untuk memenuhi persyaratan
yang diberikan oleh pemakai jasa geofisika.
c. Mengindentifikasi problem-problem yang tidak dapat dipecahkan sesuai persyaratan
untuk dikomunikasikan dengan pemakai jasa geofisika dan dicarikan alternatif
lainnya.
d. Menyimpan dan memelihara semua catatan kesepakatan, termasuk perubahan-
perubahannya.
Dengan dilakukannya hal-hal tersebut di atas diharapkan tidak akan terjadi salah
pengertian dan salah komunikasi tentang hal-hal yang telah disepakati antara
pelaksana survei geofisika dan pengguna jasa geofisika.
3.4.4. Pengendalian Design Survey Geofisika
Dalam mengendalikan design survei geofisika para pelaksananya harus:
a. Membuat prosedur yang terdokumentasi untuk mengendalikan dan memverifikasi
design survei geofisika.
b. Mengidentifikasi masukan design survei geofisika dengan memperhatikan
persyaratan pengguna jasa geofisika.
c. Membuat keluaran design survei geofisika dengan kriteria:
- Memenuhi persyaratan masukan design
- Mempunyai referensi tertentu yang bisa menerima design tersebut
- Memperhatikan optimasi dan keselamatan kerja.
d. Melakukan verifikasi terhadap keluaran design untuk memastikan bahwa keluaran
design survei geofisika benar-benar memenuhi persyaratan yang telah disebutkan di
atas.
e. Melakukan modifikasi design survei geofisika,bila terjadi ketidak cocokan dengan
kondisi lapangan. Modifikasi tersebut didasarkan atas kondisi lapangan yang ada.
Semua hasil modifikasinya harus didokumentasikan secara rapi.
3.4.5. Pengendalian Dokumen dan Data
Pengendalian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Membuat prosedur terdokumentasi untuk mengendalikan dokumen dan data.
b. Dokumen dan data menggunakan format-format baku yang diterbitkan oleh yang
berwenang.Diharapkan hal ini dapat menyeragamkan bentuk catatan dan data agar
mudah dimengerti.
c. Menyimpan dan merawat dokumen dan data sesuai selang waktu yang ditentukan.
3.4.6. Pembelian
Dalam hal ini dipersyaratkan agar pelaksana geofisika harus :
a. Membuat prosedur terdokumentasi untuk proses pembelian.
b. Melakukan pemilihan sub-kontraktor/vendor.
c. Membuat sistem untuk menilai/mengevaluasi vendor agar dapat menjaga mutu
barang-barang yang dibeli dari vendor tersebut.
d. Membuat daftar vendor yang layak untu kmemasok barang.
e. Membuat persyaratan dengan jelas mengenai barang-barang yang akan dibeli.
3.4.7. Pengendalian Barang yang Dipasok Pemakai Jasa Geofisika
Barang-barang yang dipasok pemakai jasa geofisika biasanya berupa barang habis
untuk keperluan survei, data, peta atau informasi-informasi lain yang berguna.
Dalam menangani barang-barang tersebut pelaksana survei geofisika harus :
a. Membuat prosedur yang terdokumentasi untuk menangani barang-barang yang
disediakan/dipasok oleh pengguna jasa geofisika.
b. Melakukan pengecekan terhadap barang-barang tersebut baik pada saat menerima
maupun pada saat mengembalikannya.
c. Menyediakan tempat penyimpanan yang layak.
d. Memberi laporan kepada pengguna jasa geofisika yang menaruh barang-barang
tersebut, bila ada kehilangan, kerusakan dan kejadian-kejadian lainnya.
3.4.8. Identifikasi dan Mampu Telusur Produk (Hasil Survei)
Dalam hal ini dimaksudkan agar pelaksana survei geofisika mempunyai prosedur
terdokumentasi yang dapat mengidentifikasi semua proses survei geofisika dari mulai
merencana sampai diperoleh suatu hasil yang diminta oleh pengguna jasa geofisika.
Pelaku survei geofisika harus mempunyai sistem yang mudah menelusuri suatu hasil
pengukuran, diantaranya harus dapat menjawab dimana, kapan, untuk apa,
menggunakan alat apa, dilakukan oleh siapa, metodanya apa, dan sebagainya. Sistem
tersebut harus mempermudah menemukan kembali data atau hal-hallain yang
diperlukan dalam survei geofisika yang telah dilakukan.
3.4.9. Pengendalian Proses
Dalam hal ini mempersyaratkan bahwa pelaksana survei geofisika harus:
a. Membuat prosedur yang yang terdokumentasi dalam melakukan pengukuran di
lapangan dan pelayanan purna survei, dimana jika prosedur ini tidak dibuat akan
mempengaruhi mutu.
b. Menggunakan alat yang sesuai/memadai dan bekerja dalam lingkungan yang
sesuai/memadai.
c. Menggunakan personil yang terlatih untuk melakukan pekerjaan.
d. Menjamin bahwa proses survei dilaksanakan sesuai dengan standard, spesifikasi
dan rencana mutu yang telah ditetapkan.
e. Mengidentifikasi dan mengendalikan variabel proses survei yang mempengaruhi
mutu.
f. Menggunakan alur proses dan peralatan yang telah disetujui dan disahkan
(terutama untuk peralatan dan proses yang baru).
g. Membuat prosedur untuk pemeliharaan peralatan yang digunakan dalam survei.
h. Untuk proses yang bersifat khusus, yaitu proses survey yang hasilnya tidak dapat
diverifikasi secara menyeluruh melalui pemeriksaan dan pengujian maka proses
tersebut harus dikendalikan dengan cara sebagai berikut:
 Menggunakan prosedur dan peralatan yang memadai
 Menggunakan personel yang berkualifikasi di bidang tersebut.
 Secara terus menerus memantau dan mengendalikan parameter proses survei
untuk memastikan bahwa persyaratan-persyaratan yang ditentukan telah
dipenuhi.
3.4.10. Inspeksi dan Pengujian
Disini mepersyaratkan bahwa pelaksana survei geofisika harus:
a. Membuat prosedur yang terdokumentasi untuk inspeksi dan pengujian.
b. Membuat rencana mutu dan kriteria penerimaan untuk semua kegiatan inspeksi dan
penujian perusahaan harus memastikan bahwa barang yang masuk harus diperiksa
dan diuji sebelum dipakai pada proses yang selanjutnya kecuali untuk situasi yang
mendesak.
c. Pada saat bahan survey masuk diloloskan untuk kepentingan suervey yang
mendesak sebelum diperiksa, pelaksana survey geofisika harus mengidentifikasi
hahan-bahan tersebut agar mudah ditelusuri bila terjadi ketidak sesuaian nantinya.
d. Memastikan bahwa inspeksi dan pengujian terhadap hasil survey dalam suatu
survey telah memenuhi persyaratan, sebelum dilanjutkan pada proses selanjutnya.
e. Sebelum hasil survey dihantar pada pemakai jasa geofisika, dilakukan pemeriksaan
untuk memastikan bahwa semua persyaratan telah dipenuhi.
f. Membuat dan memelihara catatan hasil pemeriksaan dan pengujian. Catatan ini
harus menunjukkan apakah hasil survey gagal atau memenuhi persyaratan-
persyaratan yang telah ditentukan.
g. Catatan hasil pemeriksaan dan pengujian harus bisa menunjukkan pertugas yang
berwewenang meloloskan hasil survey.
3.4.11. Pengendalian Terhadap Peralatan Inspeksi, Pengukuran dan Pengujian
Dalam hal sini mempersyaratkan bahwa pelaksana survei geofisika harus:
a. Membuat prosedur yang terdokumentasi untuk mengendalikan semua peralatan
yang digunakan untuk pemeriksaan, pengukuran dan pengujian.
b. Mengkalibrasi dan memelihara peralatan inspeksi, pengukuran dan pengujian
termasuk perangkat lunak apabila itu digunakan.
c. Menentukan pengukuran dan ketelitian yang diperlukan serta memelihara peralatan
pemeriksaan dan pengujian yang sesuai.
d. Menentukan semua peralatan yang perlu dikalibrasi yaitu semua peralatan
pengujian dan inspeksi yang mempengaruhi mutu hasil survei. Peralatan tersebut
harus dikalibrasi terhadap peralatan standar yang telah disertifikasi dan dapat
diruntut ke standar yang diakui secara nasional maupun internasional.
e. Memelihara daftar induk dari semua peralatan pengukuran. Daftar induk ini biasanya
berisi nama alat, tempat penggunaan alat, nomor identifikasi alat, status kalibrasi
dan lain sebagainya.
f. Menetapkan metode kalibrasi dan frekuensi kalibrasi untuk semua peralatan
pengukuran dan pengujian.
g. Mengidentifikasi semua peralatan dan status kalibrasi, misalnya menggunakan
label-label.
h. Memastikan bahwa kondisi lingkungan sesuai/memadai untuk melakukan kalibrasi
dan menyimpan peralatan-peralatan tersebut.
i. Memelihara catatan kalibrasi.
j. Melakukan kalibrasi pada :
 Peralatan untuk pengujian perangkat keras
 Peralatan yang digunakan untuk mengukur data desain
 Peralatan produksi yang digunakan untuk menguji dan memverifikasi karakteristik
hasil survey atau proses survey
 Perangkat lunak.
3.4.12. Status Inspeksi dan Pengujian
Dalam hal sini mempersyaratkan bahwa pelaksana survei geofisika harus:
a. Membuat prosedur yang terdokumentasi tentang sistem pemberian status atas hasil
pemeriksaan dan pengujian.
b. Menjamin bahwa semua hasil survei yang telah diperiksa diberi tanda yang
menunjukkan bahwa hasil tersebut “diterima” atau “ditahan sementara” atau
“ditolak”.
c. Status inspeksi juga bertujuan untuk membedakan hasil survey yang sudah
diinspeksi dengan yang belum diinspeksi.
d. Memelihara catatan hasil inspeksi dan pengujian.
3.4.13. Pengendalian Produk Yang Tidak Sesuai
Dalam hal ini mempersyaratkan bahwa pelaksana survei geofisika harus:
a. Membuat prosedur yang terdokumentasi untuk menangani produk yang tidak sesuai.
b. Memisahkan atau memberikan tanda pada hasil survei yang tidak sesuai.
c. Orang yang bertanggung jawab dan berwewenang untuk melakukan tinjauan
terhadap hasil survei yang tidak sesuai harus ditetapkan dengan jelas.
d. Tinjauan dan pengalihan hasil survei yang tidak sesuai harus mengikuti prosedur
yang telah didokumentasikan.
e. Hasil peninjauan terhadap hasil survei yang tidak sesuai dapat berupa tindakan-
tindakan untuk:
 Mengerjakan ulang
 Menerima dengan atau tanpa perbaikan melalui konsesi
 Memberi „grade‟ baru.
 Menolak atau menjadi scrap.
f. Semua hasil survei yang tidak sesuai yang diterima/disetujui dengan atau tanpa
perbaikan oleh pengguna jasa geofisika, harus dilaporkan deskripsi hasil surveynya
sesuai dengan keadaan sebenarnya.
g. Semua hasil survei yang diperbaiki atau dikerjakan ulang harus diinspeksi kembali
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
3.4.14. Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
Dalam hal ini mempersyaratkan bahwa pelaksana survei geofisika harus:
a. Membuat prosedur yang terdokumentasi untuk tindakan perbaikan dan pencegahan
termasuk penanganan terhadap keluhan pemakai jasa geofisika dan laporan ketidak
sesuaian.
b. Tujuan dari tindakan perbaikan adalah untuk mengetahui penyebab akar dari suatu
masalah dan melakukan tindakan perbaikan agar masalah tersebut tidak terulang
lagi dengan menggunakan masukan- masukan sebagai berikut :
 Keluhan pengguna jasa geofisika
 Laporan mengenai hasil survei yang tidak sesuai dengan persyaratan yang telah
ditentukan.
 Hasil audit mutu internal/eksternal.
c. Melakukan penyelidikan terhadap penyebab dari ketidaksesuaian yang
berhubungan dengan hasil, proses dan sistem mutu, serta mencatat hasil dari
penyelidikan tersebut.
d. Memantau hasil tindakan perbaikan dan penerapan selanjutnya untuk menghindari
terjadinya kesalahan yang sama (berulang).
e. Membuat prosedur baru atau memodifikasi prosedur yang lama sebagai hasil dari
tindakan perbaikan yang telah dilaksanakan.
f. Tujuan dari tindakan pencegahan adalah untuk mengantisipasi potensi problem
dengan memanfaatkan informasi-informasi sebagai berikut :
 Hasil analisa statistik
 Laporan ketidak sesuaian
 Laporan hasil pelayanan purna survei
 Keluhan pemakai jasa geofisika
g. Menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan tindakan
pencegahan dan melakukan pengendalian guna menjamin bahwa tindakan tersebut
benar-benar efektif dan efisien.
3.4.15. Penanganan, Penyimpanan, Pengemasan, Pemeliharaan dan Pengiriman
Dalam hal ini mempersyaratkan bahwa pelaksana survey geofisika harus:
a. Menjamin penanganan yang sesuai terhadap bahan-bahan survei dan hasil survei
pada semua tahap termasuk penyimpanannya di gudang.
b. Mengendalikan semua pemasukan dan pengeluaran bahan survei atau hasil survei
di gudang.
c. Melindungi bahan survei dan hasil survei dari kerusakan atau penurunan mutu.
d. Menilai dan memonitor persediaan secara periodik.
e. Menggunakan kemasan yang memadai dan sesuai untuk melindungi bahan survei
atau hasil survei dari kerusakan. Pada kemasan tersebut juga dibuat identifikasi
produk.
f. Membuat suatu metode yang memadai untuk pemeliharaan dan pemisahan bahan
survei atau hasil survei.
g. Mengatur perlindungan terhadap hasil survei setelah diperiksa dan diuji akhir
kebenarannya.
3.4.16. Pengendalian Catatan Mutu
Dalam hal ini mempersyaratkan bahwa pelaksana survei geofisika harus:
a. Membuat prosedur yang terdokumentasi untuk mengidentifikasi mengindeks, sistem
filing, penyimpanan dan pemeliharaan catatan mutu termasuk data komputer,
mikrofilm atau bentuk catatan lainnya.
b. Memelihara catatan mutu untuk menunjukkan bahwa sistem mutu tersebut telah
dilakukan dengan efektif.
c. Menjamin bahwa semua catatan tersedia dan mudah ditemukan.
d. Menyimpan catatan mutu pada tempat lokasi yang sesuai untuk mencegah
kerusakan.
e. Menentukan waktu penyimpanan untuk semua catatan mutu, misalnya dalam batas
waktu 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun atau lebih.
3.4.17. Audit Mutu Internal
Dalam hal ini mempersyaratkan bahwa pelaksana survei geofisika harus:
a. Membuat prosedur yang terdokumentasi untuk audit mutu internal dan jadwal
pelaksanaannya.
b. Melatih personil untuk melakukan audit mutu internal.
c. Melakukan audit sistem mutu sesuai dengan prosedur yang telah dibuat.
d. Melakukan tindakan perbaikan terhadap semua bentuk ketidaksesuaian yang
ditemukan selama audit.
e. Melakukan verifikasi terhadap tindakan perbaikan yang telah dilakukan.
f. Meninjau hasil audit pada rapat tinjauan manajemen.
g. Memelihara catatan hasil audit.
3.4.18. Pelatihan
Dalam hal ini mempersyaratkan bahwa pelaksana survei geofisika harus:
a. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan untuk semua personil. Dasar penentuan
kebutuhan pelatihan tersebut biasanya didapat dari:
 Pekerjaan khusus
 Tenaga kerja baru
 Teknologi baru
 Hasil penilaian atas kinerja pegawai.
b. Merencanakan dan melaukan program pelatihan sesuai dengan program yang telah
direncanakan termasuk „on the job training‟.
c. Memelihara catatan pelatihan.
3.4.19. Pelayanan
Dalam hal ini mempersyaratkan bahwa pelaksana survei geofisika harus:
a. Membuat prosedur yang terdokumentasi yang mengatur tentang pelaksanaan,
verifikasi dan pelaporan pelayanan purna survey geofisika.
b. Menyediakan sumber daya yang memadai untuk pelaksanaan, verifikasi dan
pelayanan purna survey.
c. Menjamin bahwa personil yang menangani pelayanan purna survei telah dilatih
untuk melakukan pekerjaan tersebut.
d. Membuat suatu kriteria atau metode untuk menjamin bahwa pelayanan telah
memenuhi persyaratan.
3.4.20. Teknik Statistik
Pelaksana survey geofisika harus membuat prosedur identifikasi kebutuhan
menggunakan teknik statistis untuk menilai dan memverifikasi kemampuan proses dan
karakteristik dari hasil-hasil survey yang didapat.
DAFTAR PUSTAKA PENGETAHUAN DASAR UNTUK MELAKUKAN
MANAJEMEN PELAKSANAAN SURVEI GEOFISIKA

Geoservices, P.T., Laporan-Laporan Survei Kombinasi, Gravitasi, Magnetik, Tahanan


Jenis, Polarisasi Terimbas, Tahanan Jenis Kompleks, Elektromagnetik,
CSAMT, TEM, GPS, Topografi, Leveling, Kelogistikan dan Lingkungan Tahun
1980 - 1995 (bersifat tertutup).
Kepner, C.H. dan Tregoe, B.B., 1976, The Rational Manager, second edition, Kepner-
Tregoe, Inc., New Jersey.
Mark Parker, 1994, Training Manual for Integrated Interpretation of Gravity and
Magnetic Data, Planning and QC of Potential Field Surveys, ARK-Geoservices
(Ltd.), Jakarta.
Richard von Blaricom, 1992, Practical Geophysical II for the Exploration Geologist,
Northwest Mining Association, U.S.A.
Prima Inti Mutu Andalan, PT. 1998, Training Lead Consultant ISO-2000, DPKK-Ditjen
Perdagangan Dalam Negeri, Jakarta.
BAB 4
GRAVITASI

Dalam bab ini diuraikan mengenai merencana dan mengontrol kualitas survei gravitasi
secara berurutan. Selain itu, diuraikan juga beberapa contoh kasus merencana dan
mengontrol kualitas survei gravitasi di daerah khusus.

4.1. Merencana Survei Gravitasi


Merencana survei merupakan bagian pekerjaan sangat vital. Efisien tidaknya seluruh
pekerjaan gravitasi benar-benar tergantung dari bagian pekerjaan ini. Meskipun sangat
vital tetapi tidak sedikit para perencana merencana survei ini dengan sekedar meniru
rencana-rencana pendahulunya yang mungkin tidak sesuai sama sekali dengan
masalah yang sekarang dihadapinya. Dari beberapa penjelasan dalam tulisan ini,
diharapkan akan dapat menambah cakrawala para manager dan para perencana survei
sehingga dapat merencakan survei dengan pertimbangan-pertimbangan yang lebih
komplet.

4.1.1. Merencana survei gravitasi


Banyak cara untuk menentukan dimensi dan magnitude anomali target, antara lain:
a. Melihat hasil anomali-anomali yang pernah diperoleh dari survei-survei yang
berhasil.
b. Membuat model geologi dan menghitung perkiraan anomali dari model gravitasinya.
c. Memadukan hasil-hasil anomali yang pernah diperoleh dari survei-survei yang
berhasil dan hasil anomali dari perkiraan model geologi dan gravitasinya.
Sebagai ilustrasi mengenai dimensi dan magnitude anomali, diperlihatkan beberapa
contoh hasil model gravitasi dan beberapa peta gravitasi (lihat Gambar 4.1, 4.2 dan
4.3).
Bila target dimensi dan magnitude anomali telah diketahui, dapat memilih rencana jenis
survei gravitasi disesuaikan dengan ketelitian, kerapatan data dan keterbatasan biaya.
Tahapan pemilihan global dari survei gravitasi ditunjukkan pada Gambar 4.4. Ketelitian
tiap-tiap jenis survei gravitasi ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Pilihan pada jenis survei gravitasi di udara dan laut harus menggunaan cara
mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan tidak memerlukan pemikiran lebih lanjut
mengenai jenis pengukuran posisi stasionnya saat ini. Penentuan posisi dengan
differential GPS adalah cara yang paling optimal saat ini. Khusus pada pilihan survei
gravitasi di darat, elevasi dan posisi menjadi masalah utama, sedang pada pengukuran
di zona transisi hanya posisi saja yang masih harus dipertimbangkan. Untuk
mempermudah pemahaman pengukuran gravitasi di darat, diperlihatkan alur konsep
perencanaan surveinya pada Gambar 4.5.
Gambar 4.1
GAMBARAN MENGENAI DIMENSI ANOMALI
Gambar 4.2
GAMBARAN MENGENAI MAGNITUDE ANOMALI
Gambar 4.3
GAMBARAN MENGENAI MAGNITUDE, DIMENSI ANOMALI
DAN MODEL GRAVITASI
Gambar 4.4
ALUR KONSEP PERENCANAAN SURVEI GRAVITASI

Target

Pra model

Perkiraan
Dimensi & magnitude

Gravitasi Gravitasi Gravitasi Gravitasi Gravitasi Gravitasi


satelit udara laut zona darat mikro
transisi

Biaya

Rencana & spesifikasi


Survei gravitasi
Tabel 4.1
KISARAN KESALAHAN BERBAGAI
JENIS SURVEI GRAVITASI
No. Jenis survei gravitasi Kisaran kesalahan
Anomali Bouguer
(mgal)

1 Gravitasi mikro 0.03 – 0,05

2 Gravitasi darat 0.1 – 3.00

3 Gravitasi zona transisi antara darat laut 0.1 – 0.50

4 Gravitasi laut 0.2 – 1.0

5 Gravitasi udara 2

6 Gravitasi satelit 5

Spesifikasi survei gravitasi di udara dan di laut sangat tergantung pada alat yang
digunakan. Pada saat ini, alat-alat yang digunakan sudah cukup canggih dan
perbedaan kualitasnya tidak terlalu menyolok. Hal tersebut sangat memudahkan untuk
mengambil keputusan pada rencana survei gravitasi di udara dan di laut. Dilema yang
mungkin timbul biasanya adalah kerapatan lintasan, cuaca dan biaya.
Menentukan spesifikasi survei gravitasi di darat mempunyai masalah lebih banyak
dibandingkan di udara, laut dan zona transisi, karena penyebab kesalahan harga
anomali Bouguer di darat lebih banyak macamnya. Maka pada tulisan ini selanjutnya
akan dititik beratkan pada bahasan survei gravitasi di darat. Untuk memahami hal
tersebut perlu disegarkan kembali mengenai harga anomali bouguer. Penjelasan ini
ditunjukkan pada Apendiks Gravitasi.
4.1.2. Kajian penyebab kesalahan survei gravitasi di darat
Meskipun banyak faktor penyebab kesalahan, tetapi kesalahan-kesalahan utama survei
gravitasi di darat disebabkan oleh:
a. pengukuran elevasi
b. koreksi medan
c. pengukuran gravitasi.
Dibalik penyebab kesalahan ada pula penghilang kesalahan, yaitu suatu penerapan
teknik filter.
Gambar 4.5
ALUR KONSEP
PERENCANAAN SURVEI GRAVITASI DARAT

Perkiraan dimensi dan


magnitude anomali

Data kualitas sedang Data kualitas baik


berjumlah banyak sekali berjumlah pas-pasan

Pemilihan peralatan dan Pemilihan peralatan dan


metoda pengukuran metoda pengukuran
- Posisi - Posisi
- Elevasi - Elevasi
- Koreksi medan - Koreksi medan
- Gravitasi - Gravitasi
- Jenis filter - Jenis filter

Evaluasi perbandingan
biaya

Rencana & spesifikasi akhir


Survei gravitasi
Dengan adanya dua kekuatan yang saling berlawanan, yaitu penyebab dan penghilang
kesalahan tersebut, maka setiap rencana survei gravitasi harus digabungkan secara
seksama kekuatan-kekuatan tersebut untuk memperoleh suatu hasil yang optimal.
Untuk mengoptimalkan penghilangan kesalahan-kesalahan tersebut, terlebih dahulu
perlu diketahui magnitude, kisaran harganya dan sifat-sifat kesalahannya. Gambar 4.6
menunjukkan perkiraan kisaran harga kesalahan masing-masing penyebab, sedang
Tabel 4.2 memberikan keterangan lebih rinci mengenai perkiraan kesalahan dan jenis-
jenis pengukuran yang digunakan.
Pengetahuan-pengetahuan tersebut sangat penting diketahui oleh perencana-
perencana survei untuk menentukan jenis pengukuran apa yang cocok pada kasus-
kasus yang sedang dihadapinya.
Dari Gambar 4.6 dan Tabel 4.2 dapat dibuat urutan penyebab kesalahan besar yang
harus diperhatikan. Urutan tersebut sangat penting diketahui dengan kondisi medan
dan data pendukung survei yang berbeda-beda, untuk membuat strategi mengurangi
kesalahannya. Hal tersebut dijelaskan melalui tabel urutan penyebab kesalahan besar
di berbagai kondisi pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 memberi peringatan bahwa elevasi hampir selalu menempati urutan utama
biang keladi kesalahan dalam survei gravitasi. Urutan kedua ditempati oleh koreksi
medan sedang gravitasi hanya pada urutan ketiga.
4.1.3. Usaha mengurangi kesalahan survei gravitasi
Kajian mengenai teknik mengurangi kesalahan diuraikan secara berurutan dimulai dari
penyebab urutan pertama (elevasi), kedua (koreksi medan) dan paduan dari semua
penyebab kesalahan.
4.1.3.1. Elevasi
Untuk mengurangi kesalahan elevasi yang dapat mencapai 2 mgal (1 m equivalen 0,2
mgal), harus dapat memilih jenis pengukuran, alat-alat dan teknik pelaksanaannya.
Agar dapat memilih hal tersebut terlebih dahulu harus mengetahui kesalahan-
kesalahannya. Bagian dari Tabel 4.2 telah menjelaskan secara global mengenai
kesalahan berbagai jenis pengukuran elevasi, sedang Tabel 4.4 menjelaskan mengenai
peralatannya. Pemakaian peralatan pengukuran elevasi di berbagai kondisi medan
darat ditunjukkan pada Tabel 4.5. Dalam tulisan ini belum menjelaskan teknik
pelaksanaannya karena masih banyak variabel-variabel yang harus dikaji.
4.1.3.2. Koreksi medan
Nilai kesalahan koreksi medan dapat mencapai 2 mgal pada medan bergelombang
besar. Kesalahan tersebut dapat dibagi 3 bagian, yaitu medan inner-zone (0-60 m atau
0-160 m), medan middle zone (60-2000 m atau 160-2000 m), medan outer zone (2000-
20000 m). Bermacam-macam metoda koreksi medan dapat digunakan; misalnya
metode Robin dan Oliver (1919), Krohn (1976), Hammer (1939), Granser (1987) dll.
Masing-masing metode punya teknik-teknik khusus yang perlu dilakukan untuk
menekan kesalahan baik yang bersifat random sistematis atau blunder. Seperti halnya
dibagian elevasi, tulisan ini belum menjelaskan teknik-teknik khusus tersebut.
4.1.3.3. Gravitasi
Kesalahan pengukuran gravitasi hingga  0,1 mgal adalah pekerjaan yang sangat
mudah bagi mereka yang telah menyandang predikat sebagai operator gravitasi.
Dengan pengontrolan yang baik sebagian besar kesalahan dapat ditekan hingga
berharga  0,01 mgal.

Gambar 4.6
PERKIRAAN KISARAN MAGNITUDE KESALAHAN DALAM
SURVEI GRAVITASI DARAT
No Penyebab Magnitude Kisaran kesalahan (mgal)
. Kesalahan (mgal) 0.25 0.50 0.75 1.00 1.25
1.50 1.75
1 Koreksi 0.00 –
medan 2.00
2 Elevasi 0.01 –
2.00
3 Posisi 0.00 –
0.50
4 Gravitasi 0.01 –
0.10
5 Lain-lain Tidak
tentu
Elevasi daerah survei gravitasi berkisar 0 – 2000 m.
4.1.3.4. Paduan cara mengurangi kesalahan
Untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pengukuran elevasi, koreksi
medan, posisi, gravitasi dan lain-lain perlu pengetahuan mengenai sifat-sifatnya. Sifat-
sifat kesalahan tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.7, sedang alur teknik
menguranginya disajikan pada Gambar 4.8. Kesalahan bersifat random dapat dikurangi
dengan menggunakan filter yang cocok, kesalahan bersifat sistematis dikurangi dengan
teknik-teknik tertentu, sedang yang disebabkan oleh blunder atau gangguan lokal dapat
dibuang atau diedit datanya.
4.1.4. Pemilihan waktu dan pelaksana survei gravitasi
Faktor penting yang harus diperhatikan dalam merencana survei adalah waktu
dilaksanakan pengukuran di lapangan dan memilih personel pelaksana pengukurannya.
4.1.4.1. Waktu pelaksanaan survei gravitasi
Pelaksanaan survei harus diusahakan pada musim kemarau, kecuali pada tempat-
tempat susah air diperlukan pertimbangan khusus. Penurunan produksi survei di waktu
kerja pada musim hujan dapat mencapai 30% dari kondisi normal, konsekuensinya
adalah biaya produksi per unit pengukuran akan membesar. Kondisi ini biasanya susah
dimengerti oleh para birokrat.
Umumnya di Indonesia pelaksanaan survei sangat efisien dilakukan pada musim
kemarau yaitu bulan April hingga September. Tetapi anehnya banyak proyek-proyek
gravitasi dari pemerintah dilaksanakan pada musim hujan yaitu bulan september hingga
Maret.
Tabel 4.2
RINCIAN KESALAHAN BERBAGAI PARAMETER DALAM
SURVEI GRAVITASI

Penyebab Perkiraan Kisaran Kesalahan


Kesalahan Jenis pengukuran Meter Mgal Keterangan
Inner zone Sederhana (kompas, 10% - 40% 0,10 – 1,00 Sangat
ditempat klinometer, meteran, tergantung
berbukit dll.) pada operator
atau surveyor
Barometric/altimetry 2 – 10 0,40 – 2,00
Hydrostatic level 1–5 0,20 – 1,00
Elevasi Tacheometry (teodolit) 0,1 – 1,0 0,02 – 0,20
Sipat datar 0,05 –0,10 0,01 – 0,20
Diff. GPS (dikoreksi 0,1 – 1,0 0,02 – 0,20
dengan undulasi
geoid)
Sederhana (kompas, 25 – 100 ?
dan peta) Kesalahan
Posisi Single Fix GPS 10 – 200 ? dalam fraksi
Photogrametry 25 –50 ? mgal tergantung
Tachiometry (teodolit) 10 – 50 ? dari gradien
Diff. GPS 0,01 – 0,10 ? gravitasi di
tempat survei

Type geodetic 0,01 – 0,10


Gravitasi Type micro 0,005 – 0,01
Lain-lain - ? ? Tidak tentu
Tabel 4.3
URUTAN PENYEBAB KESALAHAN DALAM SURVEI GRAVITASI
DI BERBAGAI KONDISI DI DARAT

Hanya tersedia Hanya tersedia Tersedia peta


peta topografi peta topografi topografi skala
skala sangat skala kecil besar
kecil

1. Elevasi 1. Elevasi 1. Elevasi


Medan datar 2. Gravitasi 2. Gravitasi 2. Gravitasi
atau 3. Posisi* 3. Posisi* 3. Posisi*
berawa 4. Lain-lain 4. Lain-lain 4. Lain-lain
5. Koreksi medan 5. Koreksi medan 5. Koreksi medan

1. Elevasi 1. Elevasi 1. Elevasi


Medan 2. Koreksi medan 2. Koreksi medan 2. Koreksi medan
bergelombang 3. Gravitasi 3. Gravitasi 3. Gravitasi
sedang 4. Posisi* 4. Posisi* 4. Posisi*
5. Lain-lain 5. Lain-lain 5. Lain-lain

1. Koreksi medan 1. Koreksi medan 1. Koreksi medan


Medan 2. Elevasi 2. Elevasi 2. Elevasi
bergelombang 3. Gravitasi 3. Gravitasi 3. Gravitasi
besar 4. Posisi* 4. Posisi* 4. Posisi*
5. Lain-lain 5. Lain-lain 5. Lain-lain

Kondisi khusus Perlu pengkajian Perlu pengkajian


Khusus khusus

Perlu pengkajian secara cermat.


* Bila stasion pengukuran terletak di daerah dengan gradien harga anomali bouguer
tinggi urutannya bisa berubah di atas gravitasi.
Tabel 4.4
PERKIRAAN KESALAHAN BERBAGAI JENIS PERALATAN
PENGUKUR ELEVASI

Jenis Perkiraan Kesalahan


pengukuran Meter Mgal Keterangan
- Altimeter mikro  2 - 10  0,40 – Tergantung teknik
Barometric/ 2,00 pengukuran
altimetry - Barometer  2 - 10  0,40 – Tergantung teknik
2,00 pengukuran
Hydrostatic - Chane level 1-5  0,2 – 1,0 Tergantung teknik
level pengukuran
- Teodolit T0 1  0,2 Tergantung desain
lintasan
- Teodolit T1  0,1 -  0,02 – 0,1 Tergantung desain
Tacheometry 0,5 lintasan
- Teodolit T2  0,1 –  0,02 – 0,1 Tergantung desain
0,5 lintasan
- Surveyor sistem 0,1 – 0,02 – 0,20 Orde 1, secara cepat
Diff GPS 3 set 1,0 dan teknik koreksi
dengan geoidnya
dikoreksi - Surveyor sistem 2 - 10 0,4 – 2,0 Tergantung teknik diff.
undulasi geoid diff. Dengan GPS yang digunakan
tipe hand held dan teknik koreksi
geoidnya
Sifat datar - Automatic level 0,05– 0,01 – 0,02 Tergantung desain
level 0,1 lintasan
Tabel 4.5
PEMILIHAN ALAT PENGUKUR POSISI & ELEVASI
DI BERBAGAI MEDAN DARAT SECARA EFISIEN

Medan Medan Medan landai


Bergelombang bergelombang
besar sedang
Untuk survei gravitasi dengan kesalahan Anomali Bouguer 0,1 – 0,4 mgal

Tertutup Tacheometry Tacheometry Tacheometry


pepohonan (teodolit) (teodolit) (teodolit)

Pepohonan Tacheometry Tacheometry Diff. GPS


sedang (teodolit) (teodolit) atau diff. (6 – 8 channel)
GPS (6 – 8 channel)

Terbuka Diff. GPS Diff. GPS Diff. GPS

Untuk monitoring gravitasi dengan kesalahan harga gravitasi  0,007 mgal

Tertutup Tacheometry Tacheometry Tacheometry


pepohonan (teodolit) dan (teodolit) dan (teodolit) dan
sipat datar sipat datar sipat datar

Pepohonan Tacheometry atau Tacheometry atau Tacheometry atau


sedang Diff. GPS dan Diff. GPS dan Diff. GPS dan
sipat datar Sipat datar sipat datar

Terbuka Diff. GPS dan Diff. GPS dan Diff. GPS dan
Sipat datar Sipat datar Sipat datar
4.1.4.2. Pemilihan pelaksana survei gravitasi
Agar survei dapat terlaksana baik, sesuai dengan rencananya, diperlukan pelaksana-
pelaksana yang handal. Pengalaman real di lapangan dari para pelaksana sangat
berperan besar dalam kesuksesan survei, sedang latar belakang pendidikan para
pelaksana hanya merupakan penunjang.
Menurut pengalaman beberapa pelaksana survei, masalah lapangan berupa non teknis
sangat mendominasi dibanding masalah teknis. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka pemilihan pelaksana survei dilakukan dengan syarat seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.9.
Khusus pada jenis survei gravitasi dengan cara mengumpulkan data berketelitian baik
tetapi dengan jumlah yang pas-pasan atau melakukan survei gravitasi di daerah
dengan topografi bergelombang besar, harus menggunakan pelaksana koordinator dan
pengontrol kualitas yang benar-benar handal. Koordinator dan pengontrol kualitas data
adalah kunci keberhasilan survei gravitasi dengan jenis atau lokasi-lokasi tersebut di
atas.
Gambar 4.7
PERKIRAAN SIFAT KESALAHAN DALAM
SURVEI GRAVITASI DARAT

Sifat kesalahan (mgal)


Random Sistematis
No Penyebab 25% 50% 25% 50%
. Kesalahan 75% 75%
1 Koreksi
medan
2 Elevasi
3 Posisi
4 Gravitasi
5 Lain-lain
Elevasi daerah survei gravitasi berkisar 0 – 2000 m.
Gambar 4.8
ALUR TEKNIK MENGURANGI KESALAHAN

Data
tereduksi

Kesalahan Kesalahan Kesalahan Anomali


random sistematis blunder Lokal/pengganggu

Data Diedit dari


Ditekan dikoreksi dibuang
Dengan filter teknik tertentu catatan lokal

Data tereduksi dan terkontrol

Pengejaran Perapatan
anomali data

Data
siap pakai
Gambar 4.9
ALUR KONSEP
PEMILIHAN PELAKSANA SURVEI GRAVITASI

Rencana & spesifikasi


survei

Komposisi
pelaksana

Ahli olah data Ahli koordinator survei Operator


Ahli interpretasi Pengontrol kualitas Surveyor
(QC) Navigator

Syarat Syarat Syarat

- berpendidikan cukup - berpendidikan cukup - berpengalaman


- berpengalaman kerja - mengerti dan menghayati kerja pekerjaan
sejenis pengukuran topografi sejenis sebenarnya
- mengerti dan meng-hayati - berpengalaman
pengukuran GPS kerja sebenarnya
- mengerti dan menghayati - kondisi fisik baik
pengukuran gravitasi - berketerampilan
- berpengalaman kerja pekerjaan penunjang
sejenis sebenarnya - jujur
- berketerampilan penunjang
- jujur

Biaya
Pengukuran data di lapangan merupakan pekerjaan vital kedua setelah perencanaan
survei gravitasi, sedang pengolahan data lanjut dan interpretasi adalah bagian
pekerjaan dengan urutan ketiga. Urutan kevitalan tersebut terjadi karena bila ada
kesalahan pengukuran data di lapangan, sulit untuk diulang lagi setelah demobilisasi.
Pengolahan data lanjut dan interpretasi dapat diulang beberapa kali oleh beberapa ahli
yang berlainan dengan data lapangan yang sama.
4.2. Pengontrolan Kualitas Data Gravitasi
Untuk melakukan pengontrolan data, terlebih dahulu harus dimengerti alur pelaksanaan
survei gravitasi mulai dari rencana hingga interpretasi. Untuk mengingatkan kembali
tentang alur global pelaksanaan survei gravitasi, pada bagian ini dijelaskan secara
singkat melalui diagram alur pada Gambar 4.10. Pada Gambar tersebut dapat dipahami
bahwa posisi pengontrolan data terdapat di lapangan pada saat dilakukan pengukuran
gravitasi dan parameter pendukung survei gravitasi. Tugas pengontrol data telah
berakhir pada saat ahli-ahli olah data melakukan usaha memperjelas anomali dan pada
saat ahli-ahli interpretasi melakukan interpretasi kualitatif dan membuat model
kuantitatif.
Penjelasan rinci mengenai alur pengontrolan kualitas data di lapangan ditunjukkan pada
Gambar 4.11. Tugas pengontrol kualitas data terbatas pada saat pengumpulan data di
lapangan dan bertanggung jawab penuh atas kualitas data sesuai spesifikasi yang
direncanakan dan dapat mengejar perolehan anomali target hingga tuntas.
Sesuai dengan konsep pengontrolan data, pengukuran di lapangan harus dilakukan
dengan skala prioritas. Pekerjaan-pekerjaan yang mempunyai kemungkinan kesalahan
besar harus dikontrol lebih ketat dibanding dengan pekerjaan-pekerjaan yang kecil
kemungkinan salahnya. Dari Tabel 4.3 dapat memberikan gambaran bahwa urutan
penyebab kesalahan besar dan sekaligus menjadi urutan prioritas pengontrolan kualitas
data.
Meskipun pada tiap kondisi medan memerlukan pengkajian khusus tetapi secara umum
dapat diketahui urutan prioritasnya sebagai berikut:
a. Pengukuran elevasi
b. Koreksi medan
c. Pengukuran gravitasi atau posisi
d. Penyebab-penyebab lain.
Prioritas, jenis data beserta obyek pengontrolan dijelaskan pada Tabel 4.6. Selain
prioritas-prioritas tersebut di atas, perlu dikontrol pula hal-hal yang telah dijelaskan pada
bagian 3.2.
4.2.1. Pengontrolan data penyusun Anomali Bouguer
Data lapangan penyusun Anomali Bouguer terdiri dari data posisi, elevasi, koreksi
medan inner zone dan data gravitasi. Data topografi berupa peta atau digital
merupakan data penyusun Anomali Bouguer yang diperoleh dari hasil pemetaan yang
telah lalu.
4.2.1.1. Data elevasi
Agar dapat mengontrol kualitas data pengukuran elevasi, ahli pengontrol kualitas harus
mengetahui benar mengenai teknik pengukurannya, baik menggunakan metoda
differential GPS, sipat
Gambar 4.10
ALUR KONSEP UMUM
PELAKSANAAN SURVEI, OLAH DATA DAN INTERPRETASI

Rencana dan spesifikasi


survei

Pengukuran dan managemen kontrol


Data di lapangan kualitas

Pengejaran anomali
Perapatan data

Temuan anomali

Usaha memperjelas
anomali dengan cara
mengolah data

Interpretasi Interpretasi
kualitatif kualitatif
Hasil pengukuran GPS dapat dikontrol dengan melihat ketelitian base line, ketelitian
hasil perhitungan network dan koreksi geoidnya. Pengukuran elevasi dengan GPS ini
dapat juga diulang beberapa kali pada titik yang sama dan dihitung simpangan
kesalahan hasil pengukurannya.
Seorang pengontrol kualitas data tidak boleh hanya melihat hasil ukurannya saja tetapi
harus dapat memberikan jalan pemecahannya bila nilai kesalahan yang diperoleh
melebihi spesifikasi yang ditentukan meskipun sudah diulang.
Gambar 4.11
ALUR PENGONTROL KUALITAS DATA DI LAPANGAN (QC)

Data posisi Data elevasi Data koreksi Data gravitasi


lapangan lapangan Inner-zone lapangan

Pengontrol kualitas data

Data posisi Data elevasi Koreksi inner- Data gravitasi


terkontrol terkontrol Zone terkontrol terkontrol

Reduksi data
gravitasi

Data gravitasi tereduksi


Bouguer anomali
(sample bouguer)

Peta gravitasi Profil gravitasi Profil elevasi

Kontrol kualitas peta Kontrol kualitas profil

Perapatan data
Pengejaran anomali

Anomali Bouguer
(simple Bouguer)
siap pakai
Untuk pengukuran sipat datar dan tachiometry dapat dikontrol dari hasil tutupan
loopnya. Perbedaan hasil penutupan ini dapat dicocokan dengan toleransi
kesalahannya terhadap panjang pengukurannya. Misalnya untuk metoda sipat datar
toleransi kesalahannya 4mm √ D, 8mm √ D, 12mm √ D, dan sebagainya; D dalam
kilometer. Misalnya untuk metoda tachiometry kesalahannya 4cm √ k, 8cm √ k, 12cm √
k, dan sebagainya; k dalam kilometer.
Seperti halnya pada pengukuran GPS, bila terjadi kesulitan dalam pengukuran ini, ahli
pengontrol kualitas harus dapat mencari jalan pemecahannya.
Pengukuran dengan menggunakan barometer/altimeter biasanya mempunyai
kesalahan relatif besar. teknik pengontrolannya dapat dilakukan dengan cara mengukur
ulang beberapa stasion untuk dihitung standard deviasi dari hasil pengulangan tersebut.
Nilai deviasi mencerminkan kesalahan dari pengukurannya.
Banyak teknik untuk menekan kesalahan pengukuran elevasi dari berbagai alat dan
metoda pengukurannya. Hal ini belum dijelaskan dalam tulisan ini.
4.2.1.2. Data koreksi medan inner-zone
Telah dijelaskan di bagian 4.1.3.2 bahwa koreksi medan dapat dibagi menjadi 3 bagian
yaitu inner zone, middle zone dan outer zone. Harga koreksi inner zone harus dikontrol
mulai dari diperolehnya data sket lapangan hingga teknik perhitungannya. Untuk
memperkecil kesalahan inner zone, dalam tulisan ini dijelaskan dengan cara mengikuti
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Untuk memperkecil koreksi ini, harus menempatkan stasion gravitasi di daerah
relatif datar.
b. Sket lapangan diusahakan mulai dari 0 m hingga 160 m, bila hal tersebut tidak
mungkin dibuat mulai dari 0 m hingga 60 m.
c. Menghitung koreksi terrain dengan metoda yang cocok dengan bentuk-bentuk hasil
sketnya.
d. Melakukan pengulangan beberapa stasion untuk mengetahui harga
penyimpangannya. Standar deviasi harga penyimpangan tersebut dijadikan sebagai
evaluasi kesalahan data.
Harga koreksi middle zone dapat dihitung mulai 60 m atau 160 m hingga 2000 m.
Metoda perhitungannya harus lebih teliti dibanding dengan perhitungan pada outer
zone. Perhitungannya sebaiknya dibantu dengan komputer, dengan menggunakan data
elevasi dari grid sebesar 500 x 500 m atau lebih kecil. Harga koreksi outer zone
dilakukan dengan bantuan komputer dengan data elevasi grid tiap 50 x 50 m, 100 x 100
m, atau 250 x 250 m. Pembuatan grid untuk keperluan koreksi medan harus
menggunakan peta terbaik yang ada dan disesuaikan semua sistemnya.
Dalam tulisan ini belum dibahas mengenai kemungkinan-kemungkinan adanya
kesalahan peta dasar dan cara menanggulanginya
4.2.1.3. Data posisi dan gravitasi
Pengontrolan pengukuran posisi menggunakan teknik yang sama seperti pada
pengontrolan pengukuran elevasi. Pada pengukuran gravitasi sebenarnya banyak cara
untuk melakukan pengontrolan kesalahan harganya, tetapi dalam tulisan ini akan
menunjukkan suatu teknik pengontrolan yang praktis dan mudah dilakukan. Kesalahan
harga gravitasi yang telah dikoreksi dengan pasang surut dan drift alat dilakukan
dengan cara mengulang pembacaan pada stasion-stasion sama. Pengulangan tersebut
dilakukan sebanyak 10% - 20% dari semua stasion gravitasi yang diukur. Perbedaan
dua atau beberapa harga gravitasi dalam satu stasion pengukuran, dapat dihitung
deviasinya. Statistik harga deviasi tersebut dimonitor terus menerus seperti ditunjukkan
pada Gambar 4.12. Moda histogram pada kisaran kesalahan  0.001 mgal hingga 
0.02 mgal mencerminkan hasil pengukuran gravitasi yang baik. Selain memonitor harga
kesalahan tersebut, dimonitor pula harga drift tiap hari dan kalibrasi alat secara periodik
(1 bulan sekali).

4.2.2. Pengontrolan data tereduksi


Pengontrolan data tereduksi berupa Anomali Bouguer atau Sample Bouguer dapat
dilakukan dengan memonitor kesinambungan profil atau peta kontur. Penjelasan
pengontrolan data dari masing-masing cara tersebut dijelaskan pada uraian berikut.
Tabel 4.6
OBJEK DAN TEKNIK PENGONTROLAN DATA
SURVEI GRAVITASI DI LAPANGAN

Prioritas Jenis data Objek pengontrolan Teknik pengontrolan


- sket inner-zone Cross check
Ke-dua Koreksi medan - peta Menyeragamkan sistem
- posisi stasion Dicheck langsung
- harga acuan Pemastian sistem dan
ketelitian sama
Utama Elevasi - pemilihan jalur acuan Dapat memperkecil
kesalahan jalur biasa
- kesalahan pengukuran Mencocokan dengan harga
toleransi
- harga acuan Pemastian sistem dan
ketelitian sama
Posisi - pemilihan jalur acuan Dapat memperkecil
kesalahan jalur biasa
Ketiga - kesalahan pengukuran Mencocokan dengan harga
toleransi
- drift alat Monitoring drift
Gravitasi - sensitivity alat Monitoring sensitivity
- kesalahan pengukuran Sampling 10% - 20%
bacaan ulang
Ke-empat Tidak tentu - perbedaan letak pembacaan Disesuaikan dengan
elevasi, posisi dan gravitasi keadaan
Gambar 4.12

100%

90%

80%

70%
FREKUENSI KEJADIAN

61.6%
60%

50%

40%

30%
1 4.8%

20%
14.8%
10% 9.6%

6.1%
2.6% 3.5%
1.8%
0%

0.005 0.015 0.025 0.035 0.045 0.045 0.055 0.065 0.075 0.085 mgal
4.2.2.1. Pengontrolan kualitas melalui profil
Profil lintasan gravitasi dapat digunakan sebagai sarana pengontrol kualitas data. Profil
dibuat dari harga Anomali Bouguer atau Sample Bouguer, harga elevasi dan koreksi
medan pada posisi yang sama dengan skala yang sesuai, akan sangat membantu
mengontrol kualitas data.
Pola kesinambungan profil Anomali Bouguer atau Sample Bouguer berpola normal dan
smot, mencerminkan kualitas data baik, sedang adanya lonjakan-lonjakan atau ketidak
teraturan profil menunjukkan adanya kesalahan. Kesalahan tersebut dapat diusut dari
pola profil elevasi atau profil koreksi medan.
Pola profil bergerigi menunjukkan adanya kesalahan random pada tiap-tiap stasion
gravitasi. Kesalahan yang mengakibatkan lonjakan profil dan gerigi profil ini biasanya
sulit diketahui dari hanya mengontrol pada tiap-tiap data pendukung Anomali Bouguer.
Selain untuk mengontrol kualitas data, profil dapat digunakan sebagai alat untuk melihat
ada tidaknya anomali efek geologi. Dengan teknik melihat yang benar, anomali efek
geologi dapat diketahui dimensi dan magnitutnya.
Dengan diketahuinya kesalahan-kesalahan pada stasion gravitasi atau diketahuinya
anomali efek geologi maka akan dapat mempermudah memper-baiki kesalahannya dan
dapat mengejar anomali efek geologi yang menarik.

4.2.2.2. Pengontrolan kualitas melalui kontur


Meskipun pengontrolan dengan cara membuat peta kontur sementara tidak sebaik
teknik profil, tetapi cukup membantu dalam mengejar adanya anomali efek geologi yang
dianggap menarik. Dengan mengetahui gejala lateral anomali efek geologi secara dini,
maka akan membantu pula penempatan stasion-stasion perapatan yang berguna untuk
memastikan dan mengejar anomalinya hingga tuntas.
Dengan pengalaman dan teknik yang baik, memadukan pengontrolan melalui profil dan
peta kontur akan dapat menghasilkan optimasi survei gravitasi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA GRAVITASI

Allis, R.G. dan T.M. Hunt,1984, Modelling the Gravity Changes at Wairakei Geothermal
Field: Proc. 6th NZ Geothermal Workshop, p.117-121.
Allis, R.G., 1984, Precise Gravity Changes Over Exploited Geothermal Fields.
Defense Mapping Agency Aerospace Center (1987), WGS84 Ellipsoidal Gravity
Formula and Gravity Anomaly Correction Equation: Memorandum, April 4,
1989, 10 p.
Federal geodetic Control Committee (1989), Geometric Accuracy Standards and
Specifications for Using GPS Relative Positioning Techniques: Report, version
5.0/1988, corrected 1989 reprint.
Geoservices, P.T., Laporan-Laporan Survei Gravitasi, GPS, Topografi dan Elevasi Teliti
dari Tahun 1980 - 1995 (bersifat tertutup).
Grannell, R.B., J.H. Whitcomb, P.S. Aronstam, dan R.C. Clover, 1981, An Assessment
of Precise Surface Gravity Measurements for Monitoring the Response of a
Geothermal Reservoir to Exploitation: Geothermal Subsidence Research
Management Program, University of California, Lawrence Berkeley laboratory,
Earth Sciences Division.
Granser, H., 1987, Topographic Reduction of Gravity Measurements by Numerical
Integration of Boundary Integrals: Geophys. Prosp., 35, p.71-82.
Hammer, S., 1939, Terrain Corrections for Gravitymeter Stations: Geophysics 4, p.184-
194.
Hunt, T.M., 1977, Recharge of Water in Wairakei Geothermal Field Determinded from
Repeat Gravity Measurements: N.Z. Journal of Geology and Geophysics, vol.
20, no. 2, p. 303-317.
--------------, 1983, Recharge in Wairakei Geothermal Field for 1974-1983 : Proc. 5th
N.Z. Geothermal Workshop 1983, p. 49-54.
--------------, 1984, Recharge at Broadlands (Ohaaki) Geothermal Field 1967-1983 :
Proc. 6th N.Z. Geothermal Workshop 1984, p. 195-200.
Krohn, D.H., 1976, Gravity Terrain Corrections using Multi-quadric Equations:
Geophysics 41, p.266-275.
Longman, I.N., 1959, Formulas for Computing the Tidal Acceleration Due to the Moon
and the Sun: Journ of Geophys. Research, 64, p.2354-2355.
Mark Parker, 1994, Training Manual for Integrated Interpretation of Gravity and
Magnetic Data, Planning and QC of Potential Field Surveys, ARK-Geoservices
(Ltd.), Jakarta.
Nettleton, L.L., 1976, Gravity and Magnetics in Oil Prospecting: McGraw-Hill Book Co.,
U.S.A.
Richard von Blaricom, 1992, Practical Geophysics II for the Exploration Geologist,
Northwest Mining Association, U.S.A.
Robbins, S.L., dan H.W. Oliver, 1970, On Making Inner Zone Terrain Correction to
Gravity Data : U.S. Geological Survey, 16 p.
Robert E. Syarif, 1978, Geophysical Exploration and Interpretation, International Human
Resources Development Corporation, Boston.
Robertson A., 1984, Analysis of Subsurface Compaction and Subsidence at Wairakei
Geothermal Field : Proc., 6th N.Z. Geothermal Workshop 1984, p. 217-224.
Sazhina, N., Grushinsky N., 1971, Gravity Prospecting, Mir Publisher, Moscow.
Suprijadi, 1982, Penentuan Pengisian Kembali (recharge) Lapangan Panasbumi
dengan Pengukuran Gaya Berat Berulang dan Kemungkinan Aplikasi di
Indonesia: Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan VII, Himpunan Ahli Geofisika
Indonesia, Bandung, 1982.
APENDIKS GRAVITASI

Reduksi Gravitasi
Anomali Bouguer diperoleh dari pengukuran harga gravitasi direduksi dari pengaruh-
pengaruh yang bukan dari efek geologi. Macam reduksi tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Reduksi pasang surut gravitasi; magnitude reduksi ini biasanya berkisar antara -0,15
mgal hingga 0,15 mgal.
b. Reduksi drift peralatan gravitymeter, sebesar :
((t - t0)/(t1 - t0))(gt1 - gt0) mgal,
dimana t = waktu pengukuran pada stasion yang direduksi
t0 = waktu pengukuran pertama di base stasion
t1 = waktu pengukuran pada saat menutup kembali di base stasion
gt1 = harga pengukuran gravitasi pada saat menutup kembali di base
stasion sesudah direduksi dengan efek pasang surut (mgal)
gt0 = harga pengukuran gravitasi pada saat pertama mengukur di
base stasion sesudah direduksi dengan efek pasang surut
(mgal)
c. Reduksi udara bebas, sebesar:
0,3086 . Z mgal,
dimana Z = elevasi titik pengukuran (m)
d. Reduksi Bouguer, sebesar:
- 0,04193. Z . d mgal,
dimana d = berat jenis permukaan dihitung dengan cara Parasnis, Nettleton
atau dari hasil pengukuran contoh batuan di laboratorium
(gr/cc).
Z = elevasi titik pengukuran (m).
e. Reduksi lintang, misalnya dengan mengikuti rumusan tahun 1967, sebesar :
97803.185(1 + 0.005278895sin2 + 0.000023462sin4) mgal,
dimana  = lintang dari stasion pengukuran
f. Reduksi medan; dihitung dari efek medan sekitar titik pengukuran. Medan tersebut
dapat diukur berdasarkan sket lapangan dan peta topografi yang telah ada.
g. Reduksi-reduksi lain; dihitung berdasarkan pendekatan matematis dan fisis dari tiap-
tiap kasus yang dijumpai.
BAB 5
MAGNETIK

Pada bab ini diuraikan mengenai merencana dan mengontrol kualitas data survei
magnetik di darat.

5.1. Merencana Survei Magnetik


Untuk merencana survei magnetik terlebih dahulu harus mengingat kembali tentang
cara mereduksi data magnetik. Teknik reduksi tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.1.
Untuk mempermudah melihat anomali, biasanya dikoreksi dengan peta-peta regional.
Secara teoritis mengukur dan menyajikan data magnetik tereduksi yang berkualitas
baik, jauh lebih mudah dibanding dengan gravitasi. Merencana surveinyapun juga lebih
mudah. Sehubungan dengan mudahnya masalah tersebut, penjelasan merencana
survei magnetik, cukup diterangkan pada hal-hal pentingnya saja, selebihnya dapat
dianalogikan dengan survei gravitasi.

5.1.1. Menentukan dimensi, magnitude dan paduan pola anomali magnetik


Seperti halnya pada survei gravitasi, dimensi dan magnitude anomali dipelajari dari
studi pramodel atau pengalaman dari survei-survei berhasil yang telah lalu, atau
perpaduan keduanya.
Sebagai ilustrasi mengenai dimensi dan magnitude anomali, diperlihatkan beberapa
model benda dengan posisi yang berbeda pada Gambar 5.2, 5.3 dan 5.4. Dari gambar
tersebut terlihat bahwa anomali magnetik mempunyai dua buah kutub anomali,
sehingga design lintasan dan kerapatan datanya harus benar-benar tepat. Selain
dimensi dan magnitude anomali, pola profil atau kontur magnetik dapat dijadikan
konsep dasar intepretasi. Pada dasarnya pola-pola tersebut dapat dibedakan menjadi 3
macam yaitu :
a. pola smot
b. pola bergelombang atau bernois sedang
c. pola bergelombang atau bernois besar.
Biasanya pola-pola ini agak sulit diresapi oleh ahli-ahli muda yang biasa bekerja
dengan model-model matematika, tetapi sangat mudah dimengerti oleh ahli-ahli
geologi. Guna memperjelas sifat-sifat pola profil dan kontur magnetik ini, dijelaskan
beberapa kondisi geologi dan kondisi-kondisi pengganggu pada Tabel 5.1. Salah satu
contoh gambaran mengenai pola-pola tersebut ditunjukkan pada Gambar 5.5.
Beberapa pertanyaan yang kadang-kadang timbul dalam survei magnetik bila dijumpai
profil atau kontur yang bergelombang tajam adalah sebagai berikut:
a. Benarkah pola profil atau kontur magnetik tersebut disebabkan oleh gangguan atau
nois lokal.
b. Benarkah pola tersebut disebabkan oleh kerusakan alat.
c. Benarkah pola tersebut dibentuk oleh efek-efek geologi.
d. Mungkinkah pola tersebut terjadi karena perpaduan sebab a, b, & c. Hal ini sering
terjadi karena panjang gelombang dari efek ketiga penyebab tidak jauh berbeda.
Jauh sebelum survei dimulai, kemungkinan-kemungkinan di atas harus sudah
diantisipasi oleh perencana, koordinator dan pengontrol kualitas data survei magnetik.
Pada perencanaan survei magnetik perlu diketahui terlebih dahulu ada tidaknya paduan
pola anomali magnetik. Tidak diketahuinya kemungkinan ini dapat membuat blunder
para perencana survei magnetik.
Pola anomali magnetik bergelombang pendek dan tajam (bukan nois), biasanya sangat
mengganggu target anomali bergelombang panjang. Gangguan ini dapat diatasi
dengan cara melakukan pengukuran dengan kerapatan data yang banyak sehingga bila
dilakukan pemilteran dapat menghilangkan anomali bergelombang pendek dan tajam.
Kekurang rapatan data dapat memberikan suatu gambaran anomali palsu meskipun
diolah dengan cara yang canggih. Kondisi palsu ini sering terjadi pada survei magnetik
di daerah vulkanik dengan target benda atau struktur dalam (sebagai contoh survei
magnetik untuk geotermal).
Gambar 5.1
ALUR REDUKSI PENGUKURAN MAGNETIK

Harga bacaan intensitas Intensitas magnetik Harga bacaan magnetik


magnetik di base stasion base stasion di stasion lapangan

Koreksi
diurnal

Intensitas magnetik
terkoreksi stasion
lapangan
IGRF atau intensitas
magnetik regional

Anomali magnetik
di stasion lapangan
Gambar 5.2
GAMBARAN UMUM TENTANG
ANOMALI MAGNETIK DI DAERAH EQUATOR MAGNETIK

Modifikasi dari Mark Parker


Gambar 5.3
GAMBARAN UMUM TENTANG
ANOMALI MAGNETIK DI DAERAH LINTANG TENGAH

Modifikasi dari Mark Parker


Gambar 5.4
GAMBARAN UMUM TENTANG ANOMALI MAGNETIK
DI DAERAH KUTUB MAGNETIK

Modifikasi dari Mark Parker


Tabel 5.1
POLA HARGA MAGNETIK TEREDUKSI DAN
KEMUNGKINAN-KEMUNGKINAN PENYEBABNYA

Pola harga Kemungkinan litologi Kemungkinan


magnetik umum gangguan/ noise
tereduksi

Smot Sedimen Tidak ada

Bergelombang Vulkanik Nois lokal


sedang Zona mineralisasi

Bergelombang Vulkanik Nois lokal


tajam Batuan dasar
Batubara terbakar
Zona mineralisasi

Tabel 5.2
PILIHAN ALAT PENGUKUR POSISI STASION MAGNETIK

Kondisi Medan
Pepohonan Pepohonan terbuka
Luas Tertutup Ketelitian 1-5 m Ketelitian 50 m
daerah
Survei

Kecil Teodolit T0 atau Handheld GPS Handheld GPS


kompas dan (secara differential) (secara single fix)
meteran

Besar Teodolit T0 Handheld GPS Handheld GPS


(secara differential) (secara single fix)
Gambar 5.5
CONTOH PETA MAGNETIK DENGAN BEBERAPA POLA UNDULASI HARGANYA
Gambar 5.6
ALUR KERJA SIMULASI MENCARI OPTIMASI
KERAPATAN DATA MAGNETIK

Anomali
buatan
Paduan nois buatan Jarak stasion
Anomali buatan diperlebar
Nois
buatan

Pemilihan filter Penerapan


Penghilang nois Filter terpilih

Filter terpilih Penerapan filter


sukses terpilih sukses

Jarak stasion
optimal

5.1.2. Menentukan kerapatan data dan orientasi lintasan magnetik


Pada bagian ini dijelaskan mengenai cara-cara menentukan kerapatan data, orientasi
lintasan dan paduan pola anomali secara berurutan.
5.1.2.1. Kerapatan data
Telah dijelaskan pada bagian 5.1.1 bahwa anomali magnetik mempunyai dua buah
kutup. Tiap kutup anomali magnetik panjang gelombangnya kurang lebih atau lebih
kecil setengah dari panjang gelombang anomali gravitasi. Kondisi tersebut
mengisyaratkan untuk merencana kerapatan data magnetik minimal 2 kali lebih rapat
dari kerapatan data gravitasi.
Pengaruh gangguan lokal magnetik jauh lebih besar dibandingkan dengan gravitasi.
Gangguan-gangguan tersebut dapat dihilangkan dengan cara menerapkan filter yang
cocok. Optimasi kerapatan data magnetik dapat dilakukan dengan cara mensimulasi
penerapan filter terhadap kerapatan data, untuk menghilangkan nois gangguan lokal
buatan. Alur kerja simulasi tersebut dijelaskan pada Gambar 5.6.
5.1.2.2. Orientasi lintasan
Karena adanya dua kutup anomali magnetik yang berorientasi utara selatan magnetik
(di Indonesia berarah hampir utara-selatan), maka orientasi lintasan harus didesign
agar dapat memotong kedua kutub anomali tersebut.
Orientasi lintasan dan jarak lintasan magnetik yang salah akan mengakibatkan
menurunnya daya guna survei atau bahkan dapat memberikan gambaran yang salah
pada para pengolah data dan para pengintepretasi data.
Beberapa blunder design lintasan salah ditunjukkan pada Gambar 5.7. Diharapkan dari
contoh-contoh blunder tersebut dapat memberikan wawasan para ahli geofisika
perencana survei magnetik.

5.1.3.Memilih peralatan, metoda pengukuran dan pelaksana survei


magnetik
Memilih peralatan pengukuran, pemilihan metode pengukuran dan memilih pelaksana-
pelaksana survei magnetik dijelaskan pada uraian berikut secara berurutan.
5.1.3.1. Memilih peralatan survei magnetik
Memilih peralatan magnetik darat, hampir tidak ada masalah, karena pada saat ini
teknologi peralatan magnetik dari berbagai merk hampir tidak ada bedanya.
Ketelitiannya sekarang berstandard 0,1 gamma dan hampir semua jenis magnetik
dilengkapi dengan memori data dan dapat membaca secara otomatis. Survei magnetik
untuk keperluan eksplorasi minyak di darat, mineral di darat dan geotermal cukup
menggunakan magnetometer dengan ketelitian 0.1 gamma, sedang untuk studi-studi
khusus diperlukan magnetometer dengan pembacaan kontinu berketelitian 0.01
gamma.
Teknik pengukuran magnetik di lapangan harus didesign sesuai dengan target anomali
yang akan dicapai. Untuk target anomali yang bermagnitude besar dan berpola
gelombang tajam, cukup menggunakan sebuah megnetometer. Cara pengukurannya
ditutup di base station tidak lebih dari 15 menit. Pada target-target anomali selain
tersebut di atas, akan optimal dengan menggunakan minimal 2 buah magnetometer
bermemori dimana satu magnetometer digunakan sebagai base station dan lainnya
untuk mengukur di lintasan. Reduksi pengukuran magnetik di darat tidak memerlukan
harga elevasi stasion pengukurannya sehingga dalam survei magnetik hanya
memerlukan pengukuran posisi saja.
Pilihan alat-alat pengukur posisi di darat yang efisien dan berdaya guna optimal sesuai
keperluannya ditunjukkan pada Tabel 5.2. Untuk pengukuran di laut, udara dan zona
transisi antara darat dan laut, pengukuran posisi stasion sangat optimal digunakan cara
differential GPS.
5.1.3.2. Memilih metoda pengukuran magnetik
Seperti pada survei gravitasi, pemilihan metoda dan jenis survei disesuaikan dengan
kondisi lokasi dan target anomalinya.

Gambar 5.7
CONTOH DESIGN LINTASAN MAGNETIK BENAR DAN SALAH

Modifikasi dari Breiner S., Geometrics


Pada saat ini pengukuran magnetik total jauh lebih populer dibanding dengan
pengukuran magnetik vertikal. Karena sulitnya pelaksana di lapangan, pada saat ini
hampir tidak ada lagi pengukuran magnetik vertikal ataupun horizontal. Pengukuran
magnetik total dapat dilakukan di udara, di laut, di zona transisi antara darat dan laut,
dan di darat. Pengukuran magnetik di udara dan di laut dapat mencapai ketelitian yang
tinggi dibanding di darat. Pengukuran magnetik di udara dan di laut dapat menghasilkan
peta dengan ketelitian lebih kecil dari 1 gamma. Optimasi pengukuran tersebut selalu
menerapkan cara mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dengan ketelitian yang
tinggi dan penerapan filter yang cocok.
Pada pengukuran magnetik total di darat biasanya dicapai ketelitian peta kontur antara
1 sampai 10 gamma.
Pengukuran magnet total bisa dilakukan dengan beberapa metoda antara lain:
a. Pengukuran magnet normal
b. Pengukuran gradien magnet vertikal
c. Pengukuran gradien magnet horizontal
Masing-masing metoda mempunyai kelemahan dan keunggulan tersendiri, sedang
penerapannya disesuaikan dengan target anomalinya.
5.1.3.3. Pemilihan Pelaksana Survei Magnetik
Seperti halnya pada survei gravitasi, survei magnetik harus dilaksanakan oleh personel-
personel yang benar-benar profesional dalam arti yang luas.
Pemilihan personel survei magnetik dapat dianalogikan seperti Gambar 4.9. Perlu
dipertimbangkan lebih matang untuk memilih tenaga pengolah data magnetik lanjut dan
interpretasinya. Kondisi tersebut perlu diperhatikan karena dibanding gravitasi,
pengolahan data lanjut dan interpretasi magnetik jauh lebih sulit. Selain unsur
matematika, fisis dan seni, dalam interpretasi magnet ditentukan juga pengalaman
pencirian kenampakan pola anomali. keahlian tersebut hanya dapat diperoleh dengan
pengalaman melakukan interpretasi magnetik dengan kondisi geologi yang berbeda-
beda.
5.2 Mengontrol Kualitas Survei Magnetik
Mengingat sedikitnya jumlah parameter yang dikontrol dan cara reduksinya yang sangat
sederhana, pengontrolan kualitas data magnetik di lapangan ini sangatlah mudah.
Prioritas pengontrolan data diurut sesuai dengan urutan sebagai berikut:
a. Pengecekan periodik peralatan magnetometer. Teknik pengontrolannya dilakukan
dengan cara mengkalibrasi atau sinkronisasi setiap hari atau setiap minggu.
b. Kedisiplinan operator dan buruh-buruh lokal dalam menjaga masuknya pengaruh
benda-benda asing yang bersifat magnetik sangat mempengaruhi kualitas data.
Untuk memberikan gambaran mengenai pentingnya penjagaan dari benda-benda
pengganggu tersebut, ditunjukkan pada Gambar 5.8 kurva-kurva pengaruh
beberapa benda terhadap bacaan magnetometer.
c. Memonitor kesalahan bacaan tereduksi pada stasion-stasion ulangan yang
berjumlah antara sampai 20% (seperti halnya gravitasi).
d. Memonitor ada tidaknya gangguan base stasion magnetik (badai magnetik,
gangguan benda-benda yang bersifat magnetik). Gambaran mengenai pola
perubahan harian magnetik normal dan badai ditunjukkan pada Gambar 5.9.
e. Menjaga kesinambungan profil dan rangkaian harga base stasion.
f. Membuat gambar susunan profil magnetik dengan urutan posisi profil yang sesuai
dan skala yang memadai.
g. Membuat peta kontur sederhana. Kontur-kontur dengan pola anomali sejajar
lintasan memerlukan pengecekan lebih baik.
Selain prioritas-prioritas tersebut di atas, pengontrolan kualitas survei magnetik juga
harus memperhatikan apa yang telah diuraikan pada bagian 5.3.
Gambar 5.8
KURVA PENGARUH BENDA-BENDA PADA PENGUKURAN MAGNETIK

Breiner S., Geometrics


Gambar 5.9
KURVA VARIASI MAGNETIK HARIAN

Breiner S., Geometrics


DAFTAR PUSTAKA MAGNETIK

Breiner S., 1973, Applications Mannual for Portable Magnetometers, Geometrics,


California.
Geoservices, P.T., Laporan-Laporan Survei Magnetik dari tahun 1980 - 1995 (bersifat
tertutup).
Gibson R. I. and Millegan P. S., Geologic Applications of Gravity and Magnetics: Case
Histories, Society of Exploration Geophysicists, Tusla, U.S.A.
Mark Parker, 1994, Training Manual for Integrated Interpretation of Gravity and
Magnetic Data, Planning and QC of Potential Field Surveys, ARK-Geoservices
(Ltd.), Jakarta.
Nettleton, L.L., 1976, Gravity and Magnetics in Oil Prospecting: McGraw-Hill Book Co.,
U.S.A.
Richard von Blaricom, 1992, Practical Geophysics II for the Exploration Geologist,
Northwest Mining Association, U.S.A.
Robert E. Syarif, 1978, Geophysical Exploration and Interpretation, International Human
Resources Development Corporation, Boston.
Telford, W.M., Geldart L.P. dan Sheriff R.E., 1990, Applied Geophysics Second Edition,
Cambridge University Press, Cambridge.
BAB 6
TAHANAN JENIS

Telah diketahui bahwa survei tahanan jenis (resistivity) dapat dilakukan dengan cara
profiling atau mapping, serta sounding dengan berbagai macam konfigurasi elektroda.
Ada beberapa konfigurasi biasa dilakukan dan telah populer di Indonesia, yaitu
Schlumberger dan Wenner. Konfigurasi-konfigurasi tersebut dilakukan untuk penetrasi
dalam (lebih dari 300 m), sedang (50 hingga 300 m) dan dangkal (kurang dari 50 m)
untuk tujuan berbeda-beda. Tujuan, penetrasi dan konfigurasi tersebut secara umum
dapat dikelompokkan pada Tabel 6.1.
Untuk mengingatkan kembali mengenai konfigurasi, pada gambar 6.1 dijelaskan
dengan beberapa gambar dari macam-macam konfigurasi pengukuran tahanan jenis.
Dalam bab ini akan dijelaskan survei tahanan jenis mengenai cara merencana dan cara
mengontrol kualitasnya.
Tabel 6.1
KONFIGURASI SURVEI TAHANAN JENIS LAZIM DIGUNAKAN
DI INDONESIA

Tujuan Survey Penetrasi Konfigurasi umum digunakan


Eksplorasi geotermal Dalam - Schlumberger profiling (mapping)
- Schlumberger sounding
- Head-on profiling
- Mise ala Masse
Eksplorasi air tanah Sedang - Schlumberger profiling (mapping)
- Schlumberger sounding
- Wenner profiling (mapping)
- Wenner sounding
Eksplorasi di aluvial Dangkal - Schlumberger profiling (mapping)
- Schlumberger sounding
- Wenner profiling (mapping)
Eksplorasi mineral Sedang - Schlumberger profiling (mapping)
- Schlumberger sounding
- Dipole-dipole profiling (mapping)
Geologi teknik Dangkal & sedang - Wenner profiling (mapping)
- Schlumberger sounding
- Schlumberger profiling (mapping)
Lain-lain Dangkal & sedang - Wenner profiling (mapping)
- Schlumberger sounding
- Schlumberger profiling (mapping)
Gambar 6.1
BEBERAPA CONTOH KONFIGURASI PENGUKURAN TAHANAN JENIS

Robert E. Syarif
6.1. Merencana Survei Tahanan Jenis
Berbeda dengan survei gravitasi dan magnet, survei tahanan jenis relatif lebih dapat
mengurangi efek ambiguitas. Pada metoda sounding efek tersebut relatif kecil dan
bahkan sebagian ahli eksplorasi mengatakan bahwa sounding hampir dapat disebut
sebagai pemboran semu. Hasil relatif baik tersebut harus dibayar dengan teknik
pelaksanaan yang relatif sulit pula.
Pada kasus-kasus tertentu jumlah sounding dapat dikurangi dengan cara melakukan
pengukuran profiling (mapping) terlebih dahulu. Kadang-kadang pengukuran profiling
(mapping) dapat mengarahkan lokasi-lokasi menarik. Pada lokasi-lokasi menarik saja,
dilakukan pengukuran sounding sehingga daya gunanya dapat lebih efisien dan efektif.
Perlu diketahui bahwa tidak selalu hasil pengukuran profiling (mapping) dapat
membantu melokalisir daerah menarik, bahkan kadang-kadang dapat menyesatkan bila
dilakukan dengan desain penetrasi yang salah. Desain penetrasi, jarak stasion dan
lintasan harus disesuaikan dengan dimensi target. Sehubungan dengan dilema tersebut
di atas maka merencana survei tahanan jenis harus dilakukan secara baik agar
mendapat hasil yang optimal. Optimasi tersebut dilakukan pada parameter-parameter
berikut:
a. Kedalaman terhadap luas atau volume target
b. Ketelitian dan kerapatan data terhadap lebar dan magnitude anomali (pengertian
lebar dan magnitude anomali dijelaskan pada Gambar 6.2).
c. Konfigurasi elektroda dan pemilihan sounding atau mapping.
Optimasi dari parameter-parameter di atas dijelaskan melalui diagram alir dan uraian
berikut.
Pada prinsipnya alur konsep merencana survai tahanan jenis optimal ditunjukkan pada
Gambar 6.3. Alur tersebut masih bersifat sangat umum sekali. Untuk menjelaskan alur
konsep merencana suatu survei tahanan jenis optimal secara rinci, dipisah-pisahkan
menurut tujuan surveinya. Pada sub-bab 6.1.1 hingga 6.1.3 akan dijelaskan tahapan-
tahapan merencana survei tahanan jenis masing-masing untuk penetrasi dalam,
sedang dan dangkal. Penetrasi dalam biasanya digunakan untuk eksplorasi geotermal,
penetrasi sedang untuk eksplorasi air tanah, mineral primer, dan penetrasi dangkal
hingga sedang untuk eksplorasi mineral sekunder, penelitian lingkungan dan geologi
teknik.
6.1.1. Merencana survei tahanan jenis untuk penetrasi dalam
Sebagaimana diketahui bahwa pengukuran tahanan jenis penetrasi dalam, biasanya
digunakan untuk eksplorasi geotermal dan mineral primer yang dalam. Biasanya survei
ini mempunyai target besar dan luas. Hampir dapat dipastikan bahwa untuk keperluan
eksplorasi geotermal baik di Jawa ataupun diluar Jawa daerah surveinya sangat
berundulasi, terletak pada elevasi di atas 1000 m dan berhutan lebat.
Agar diperoleh hasil optimal maka perencanaan survei tahanan jenis untuk penetrasi
dalam tahap awal, sebaiknya mengikuti konsep pada Gambar 6.4. Konsep tersebut
menjelaskan mengenai tahapan penerapan metoda-metoda survei tahanan jenis yang
terdiri dari pengukuran profiling (mapping) dan sounding. Pada tahap penentuan lokasi
sounding dapat direncanakan secara detil atau cukup hanya untuk mengecek indikasi
prospeknya saja.
Gambar 6.2
PENJELASAN LEBAR DAN MAGNITUDE ANOMALI TAHANAN JENIS DARI
PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE

Modifikasi dari Robert E. Syarif


Gambar 6.3
ALUR KONSEP MERENCANA SURVEI TAHANAN JENIS SECARA UMUM

Target
atau
Anomali

Target Target Dimensi, Target


relatif kedalaman dan relatif
tegak Tahanan Jenis datar

Menentukan: Memilih: Menentukan:


- Konfigurasi elektroda - Alat pengukur - Konfigurasi elektroda
profiling (mapping) tahanan jenis profiling (mapping)
- Penetrasi - Alat pengatur posisi - Konfigurasi elektroda
- Kerapatan stasion sounding
- Penetrasi
- Kerapatan stasion

Biaya Survei

Design Survey
Gambar 6.4
ALUR KONSEP MERENCANA SURVEI TAHANAN JENIS
UNTUK EKSPLORASI PENETRASI DALAM

Menentukan target

Menentukan Kerapatan Pembuatan peta Schlumberger Menentukan


peralatan stasion tahanan jenis semu profiling peralatan
pengukur pengukuran dan (mapping) tahanan jenis
posisi landaiannya penetrasi
dalam

Menentukan lokasi menarik


dan
melaksanakan sounding Schlumberger

Data geologi

Hasil akhir

Pada tahap detil biasanya dilakukan dengan cara merapatkan stasion sounding
Schlumberger dengan AB/2 hingga 2000 m atau lebih. Selain itu dilakukan juga
pengukuran dengan konfigurasi head on untuk menentukan sesar pada tempat-tempat
dianggap penting.
Untuk memperoleh data akurat, pengukuran tahanan jenis harus menghindari beberapa
kesalahan yang bersifat blunder, sistimatis, random, teoritis dan kekurang rapatan data.
Kajian mengenai potensi problem penyebab kesalahan pengukuran, kerapatan data
dan design survei tahanan jenis dijelaskan pada uraian berikut:
6.1.1.1 Kajian kesalahan pengukuran dan penanggulangannya
Kesalahan harga tahanan jenis semu hasil pengukuran lapangan biasanya bersifat
blunder, sistimatis dan random. Banyak faktor yang mempengaruhinya antara lain:
a. Kemampuan penetrasi alat pengukur tahanan jenis.
b. Kesalahan posisi elektroda.
c. Perubahan kontak porouspot (elektroda potensial).
d. Kontak porouspot dan elektroda arus.
Pada metoda Schlumberger dengan AB/2 di atas 500 m, arus yang dipancarkan
transmitter harus berupa arus DC dan besar magnitudenya di atas 1 Amper agar
receiver dapat dibaca pada satuan m-volt. Biasanya untuk mencapai hal tersebut harus
menggunakan tenaga generator minimal 3 kVA.

Gambar 6.5
PENGUKURAN KONFIGURASI GANDA DAN SIMULTAN
DARI METODA SCLUMBERGER

Modifikasi dari Zonge Engenering


Receiver penerima harus mempunyai kemampuan menghilangkan SP. Bila sinyal
benar-benar sulit diterima dengan kualitas baik, maka pengukuran disarankan
menggunakan receiver recorder. Bila hal tersebut masih tidak memberikan hasil baik,
maka pengukuran harus menggunakan receiver berkemampuan melakukan staking
dengan menggunakan arus squer bolak-balik berfrekuensi lebih kecil 0.125 Hz
(misalnya 0.065 Hz). Pengukurannya diulang berkali-kali dan dirata-rata dengan
bantuan komputer. Dengan teknik ini kesalahan manusia dapat ditekan menjadi sangat
kecil.
Bila penggunaan teknik-teknik tersebut di atas masih belum memadai, maka harus
dilakukan teknik terakhir dengan biaya relatif mahal yaitu:
a. menggunakan receiver berkemampuan staking berfrekuensi lebih kecil 0,125 Hz.
b. menggunakan konfigurasi dobel dan simultan lihat penjelasan Gambar 6.5.
c. Dilakukan pengukuran berulang-ulang dan dirata-rata dengan bantuan komputer.
Teknik pamungkas ini minimal menggunakan receiver semi komputer 5 channel.
Disini kesalahan manusia benar-benar dapat ditekan menjadi sangat kecil.
Tidak ditaatinya persyaratan tersebut di atas dapat menyebabkan kesalahan harga
tahanan jenis hingga 100%. Selain itu, kesalahan posisi elektroda dapat menyebabkan
kesalahan penghitungan harga tahanan jenis semu. Magnitude kesalahan ini bervariasi
dan sangat tergantung pada konfigurasi saat dilakukan pengukuran. Pada metode
Schlumberger dengan AB/2 kecil, sedikit kesalahan posisi elektroda akan menimbulkan
kesalahan harga tahanan jenis semu besar. Sebaliknya pada AB/2 besar kesalahan
posisi elektroda beberapa meter tidak terlalu mempengaruhi harga tahanan jenis semu.
Untuk mengurangi kesalahan tersebut maka pengukuran posisi lintasan-lintasan
elektroda arus & potensial harus dilakukan dengan menggunakan peralatan Theodolite
dengan teknik pengukuran yang benar. Penggunaan Kompas dan klinometer saja tidak
cukup untuk menjamin kebenaran posisi pada lintasan-lintasan yang sangat panjang.
Pada pengukuran sounding setiap perubahan posisi elektroda potensial harus selalu
dilakukan pengukuran overlap minimal dengan satu posisi elektroda arus. Hal ini
bertujuan agar dapat diketahui pergeseran harga tahanan jenis semu pada posisi AB/2
yang sama (lihat gambar 6.6). Pergeseran tersebut bersifat sistematis sehingga dengan
teknik pengukuran overlap dapat mengurangi kesalahan pergeseran tersebut.
Kontak porouspot (elektroda potensial) sangat menentukan ketelitian data. Kontak
porouspot yang jelek selain menyebabkan kesalahan baca receiver juga menyebabkan
kenaikan nois yang bersifat rondom. Untuk menghindari hal tersebut diusahakan
menggunakan receiver dengan tahanan diri minimal dua mega-Ohm dan memperkecil
tahanan porouspot terpasang hingga dibawah dua kilo-Ohm. Pengecilan tahanan
porouspot terpasang dapat dilakukan dengan menyiram tanah sekitar porouspot jauh
sebulum dilakukan pengukuran atau menggunakan bubur bentonit.
Lemahnya kontak eletroda arus akan menurunkan efektivitas pengiriman arus. Arus
kecil akan sangat menyulitkan pembacaan receiver. Untuk menanggulangi hal tersebut
diusahakan agar elektroda arus menggunakan alluminiumvoil dan disiram dengan air
garam.
6.1.1.2. Kajian kesalahan teoritis
Kesalahan teoritis ini disebabkan tidak dipenuhinya asumsi teori pengukuran. Misalnya
pada pengukuran sounding selalu diintepretasikan berdasarkan asumsi medium sejajar
homogen & isotropis. Biasanya kondisi tersebut jarang dapat dipenuhi, pengukuran-
pengukuran di lapangan hanya berusaha menempatkan posisi sounding pada kondisi
medan yang hampir menyerupai ideal.
Kesalahan-kesalahan tersebut di atas biasanya disebabkan antara lain:
a. kondisi medan yang berundulasi
b. kondisi perlapisan batuan yang terlalu miring
c. kondisi perlapisan yang tidak homogen (berubah mendadak) ke arah lateral.
Gambar 6.6
PERGESERAN DATA PENGUKURAN TAHANAN JENIS SOUNDING AKIBAT
PERUBAHAN ELEKTRODA POTENSIAL
Undulasi medan pengukuran akan mempengaruhi kesalahan harga tahanan jenis
semu. Semakin rata medan pengukuran, semakin kecil kesalahannya.
Bila survei tahanan jenis penetrasi dalam digunakan di daerah geotermal, hampir dapat
dikatakan selalu sangat berundulasi. Untuk mengurangi kesalahan tersebut harus
mengusahakan posisi titik pengukuran pada tempat yang relatif datar. Kondisi
perlapisan batuan yang terlalu miring dapat menyebabkan ketidak wajaran data dalam
pengukuran sounding. Penaikan data atau penurunan data terhadap membesarnya
bentangan elektroda arus dapat terjadi secara mendadak. Hal ini kadang-kadang dapat
menyulitkan intepretasi sounding satu dimensi. Untuk menghindari kondisi tersebut
sebaiknya arah bentangan diubah hingga pada arah sejajar jurus perlapisan.
Kondisi perlapisan yang tidak homogen dalam arah lateral (perubahan mendadak
dalam arah lateral) dapat menyebabkan loncatan data pada pengukuran sounding.
Biasanya kondisi tersebut terjadi pada lokasi-lokasi sesar. Kondisi ketidak wajaran data
ini jauh lebih menyolok dibanding dengan akibat kemiringan perlapisan batuan. Seperti
halnya pada pengukuran perlapisan batuan, dalam kasus ini arah bentangan harus
diubah hingga sejajar dengan arah sesar.
Dapat disimpulkan bahwa kondisi undulasi medan, kemiringan perlapisan dan struktur-
struktur geologi dapat menyebabkan penyimpangan-penyimpangan data dan bahkan
loncatan-loncatan data. Jadi bila dijumpai adanya loncatan data pengukuran di
lapangan harus benar-benar dipastikan penyebabnya, dari kesalahan pengukuran
(random, blunder) atau benar-benar disebabkan oleh kondisi geologi stasion
pengukuran.
6.1.1.3. Kajian kerapatan data
Kerapatan data stasion pengukuran maupun kerapatan sampling data pengukuran
sounding, sangat menentukan tingkat kepercayaan suatu survei tahanan jenis. Semakin
rapat distribusi suatu data akan semakin tinggi tingkat kepercayaan survei. Selain
distribusi data, kondisi geologi daerah survei sangat menentukan tingkat kerapatan
data. Daerah dengan kondisi geologi komplek memerlukan kerapatan data yang tinggi,
sedang kondisi geologi sederhana cukup dengan kerapatan data yang sedang.
Banyaknya data dan teknik smoothing yang tepat dapat mengatasi kesalahan-
kesalahan pengukuran yang bersifat random. Meskipun teknik smoothing berhasil
menghilangkan kesalahan-kesalahan random tetapi penerapannya harus benar-benar
hati-hati pada kondisi-kondisi geologi yang cukup komplek.
Tidak menutup kemungkinan bahwa loncatan suatu harga pengukuran benar-benar
disebabkan oleh benda anomali, bukan akibat kesalahan random. Untuk memahami hal
tersebut diberikan beberapa contoh profil dari beberapa anomali benda yang dapat
mengakibatkan loncatan data (lihat Gambar 6.7).
6.1.1.4. Kajian design survei
Design survei tahanan jenis untuk penetrasi dalam tahap awal terdiri dari 2 macam,
yaitu distribusi stasion pengukuran dan spesifikasi pengukuran mapping dan sounding.
Untuk mempermudah pengukuran topografi, distribusi stasion pengukuran mapping
diusahakan membentuk lintasan-lintasan lurus dengan jarak stasion dan jarak lintasan
disesuaikan dengan dimensi target anomali. Jangkauan kedalaman pengukuran
mapping juga disesuaikan dengan target anomali. Biasanya mapping dilakukan dengan
metoda Sclumberger dengan AB/2 = 250, 500, 750, 1000 m, kadang-kadang ada juga
mengukur dengan AB/2 = 1250 dan 1500 m.
Diharapkan hasil pengukuran tersebut dapat memberikan gambaran penyebaran harga
tahanan jenis semu secara lateral di beberapa kedalaman. Informasi landaian tahanan
jenis semu yang dapat memberikan informasi kemungkinan naik turunnya harga
tahanan jenis di kedalaman juga dapat diperoleh dari data pada pengukuran AB/2 =
250, 500, 750 dan 1000 m. Sounding Schlumberger hingga AB/2 = 2000 m atau lebih
dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap menarik. Secara umum alur tahapan
survei tahanan jenis untuk penetrasi dalam tahap awal telah ditunjukkan pada Gambar
6.4 di depan.
Survei tahanan jenis semu dengan metode head-on dan sounding Schlumberger rapat
dapat dilakukan untuk mendetilkan suatu indikasi prospek yang berhasil dikenali dari
survei tahap awal. Untuk mengetahui penyebaran lebih lanjut prospek dari suatu sumur
dapat dilakukan dengan metoda misse ala mase.
Gambar 6.7
CONTOH DATA SEAKAN-AKAN MELONCAT
DARI SUATU PENGUKURAN TAHANAN JENIS

6.1.2. Merencana survei tahanan jenis untuk penetrasi sedang


Berbagai pengertian dalam merencana survei tahanan jenis telah diterangkan pada
sub-bab 6.1.1, antara lain mengenai bentuk, volume, kedalaman dan magnitude
anomali. Pada survei penetrasi sedang, tidak terlalu menyaratkan peralatan-peralatan
yang relatif canggih seperti pada survei penetrasi dalam.
Potensi problem survei ini biasanya berupa kerapatan data dan design surveinya. Untuk
mengantisipasi problem tersebut sebaiknya rencana survei tahanan jenis penetrasi
sedang disesuaikan dengan diagram alir pada Gambar 6.8. Khusus pada daerah yang
sangat kering dimana arus sangat susah untuk dialirkan, maka peralatan pengukur
tanahan jenis harus dipilih yang bertenaga sedang (1 KVA sampai 3 KVA).
Jenis peralatan pengukur posisi dan pengukur tahanan jenis biasanya tidak terlalu
mempengaruhi kualitas data. Hal tersebut disebabkan oleh:
a. Biasanya survei penetrasi sedang dilakukan pada daerah yang tidak terlalu luas
dengan penetrasi yang tidak dalam (50 hingga 300 m).
b. Luas daerah dan dalamnya penetrasi tersebut tidak menuntut spesifikasi alat
pengukur posisi dan tahanan jenis yang sangat baik (cukup sedang saja).
c. Alat-alat yang telah memenuhi standar pabrik (mempunyai nama tertentu), biasanya
dapat digunakan dalam survei ini.
Survei tahanan jenis penetrasi sedang (50 m hingga 300 m) biasanya dilakukan untuk
eksplorasi air tanah, kadang-kadang dilakukan juga untuk keperluan geologi teknik,
eksplorasi mineral dan penelitian-penelitian khusus. Untuk keperluan geologi teknik dan
penelitian khusus, pengukuran harus direncana dengan cara yang sangat teliti.
6.1.3. Merencana survei tahanan jenis untuk penetrasi dangkal
Pengertian mengenai bentuk, volume, kedalaman dan magnitude anomali telah
diterangkan pada bagian 6.1.1. Seperti halnya survei untuk penetrasi sedang, pada
survei penetrasi dangkal (hingga 50 m) ini tidak mensyaratkan peralatan-peralatan
relatif canggih. Potensi problemnya hanya berupa kerapatan data dan design surveinya.
Diagram alir Gambar 6.9 memberikan alternatif merencana survei untuk penetrasi
dangkal.
Biasanya survei ini memerlukan ketelitian tinggi sehingga kerapatan stasion dan
kerapatan data sounding harus benar-benar diperhatikan. Interpretasi sounding dari
survei ini harus bersifat detil dan benar-benar hati-hati. Sebuah lekukan kecil pada
kurva sounding harus diperhatikan, tidak boleh melakukan penghalusan tanpa dasar
yang kuat. Untuk mendukung keyakinan interpretasi, perlu dilakukan beberapa
pengecekan bentangan elektroda sounding dengan arah yang berbeda di suatu stasion
pengukuran. Sangat perlu dibuat rencana pengecekan dengan pemboran tangan atau
pemboran sederhana. Diharapkan dari hasil pengecekan tersebut dapat diketahui
faktor-faktor koreksi interpretasi sounding. Faktor-faktor koreksi tersebut sangat
berguna untuk mengoreksi perhitungan kedalaman atau volume target.

6.2. Mengontrol Kualitas Survei Tahanan Jenis


Pada bagian ini diuraikan secara berurutan mengenai teknik mengontrol kualitas survei
tahanan jenis penetrasi dalam, penetrasi sedang dan penetrasi dangkal.
Gambar 6.8
ALUR KONSEP MERENCANA SURVEI TAHANAN JENIS
UNTUK EKSPLORASI PENETRASI SEDANG

Menentukan
target

Menentukan Memilih Menentukan


kerapatan metoda penetrasi
stasion sounding sounding

Menentukan Menentukan
perapatan Melakukan profiling
sounding sounding (mapping)

Melakukan Melakukan
perapatan profiling
sounding (mapping)

Hasil akhir

Baik pada survei tahanan jenis penetrasi dangkal, sedang maupun dalam, selalu
diperlukan evaluasi magnitude anomali untuk menentukan ketelitian data yang sedang
diukur. Guna mempertajam kemampuan evaluasi magnitude anomali seorang
perencana dan pengontrol kualitas survei tahanan jenis, hendaknya harus mempunyai
banyak perbendaharaan model interpretasi anomali. Interpretasi data sounding 1-
dimensi tidak terlalu sulit mengevaluasinya, sedang interpretasi 2-dimensi atau 2,5-
dimensi benar-benar memerlukan banyak pengalaman dan perbendaharaan modelnya.
Berikut ini disajikan serangkaian model interpretasi 2,5-dimensi dari model pengukuran
dipole-dipole pada Gambar 6.10 hingga Gambar 6.15. Gambar 6.10 dan 6.11
menunjukkan model blok benda konduktif di permukaan dan di kedalaman. Contoh
tersebut disalin dari “Practical Geophysics II”.

Gambar 6.10
MODEL 2,5 DIMENSI BENDA KONDUKTIF DI PERMUKAAN

Gambar 6.11
MODEL 2,5 DIMENSI BENDA KONDUKTIF DI KEDALAMAN
Gambar 6.12 dan 6.13 masing-masing menunjukkan suatu model benda vertikal
konduktif di permukaan dan benda vertikal konduktif hingga sangat dalam tanpa
gangguan overburden. Contoh tersebut disalin dari “Practical Geophysics II”.

Gambar 6.12
MODEL 2,5 DIMENSI BENDA TEGAK KONDUKTIF DI PERMUKAAN

Gambar 6.13
MODEL 2,5 DIMENSI BENDA TEGAK KONDUKTIF HINGGA SANGAT DALAM
Gambar 6.14 dan 6.15 masing-masing menunjukkan model benda vertikal konduktif
hingga sangat dalam tanpa gangguan overburden buatan dan benda vertikal konduktif
hingga sangat dalam dengan gangguan overburden buatan. Contoh tersebut disalin
dari “Practical Geophysics II”.
Gambar 6.14
MODEL 2,5 DIMENSI BENDA TEGAK KONDUKTIF HINGGA SANGAT DALAM
TANPA OVERBURDEN

Gambar 6.15
MODEL 2,5 DIMENSI BENDA TEGAK KONDUKTIF DITUTUP OVERBURDEN
6.2.1 Mengontrol kualitas survei tahanan jenis penetrasi dalam
Kualitas survei tahanan jenis penetrasi dalam sangat tergantung pada pengontrolan
datanya. Teknik pengontrolan yang baik akan menghasilkan data bermutu tinggi dan
mempermudah pelaksanaan operasi lapangan. Mengontrol kualitas survei diawali dari
pengontrolan spesifikasi alat pokok, sarana penunjang, penyediaan rintisan stasion
pengukuran hingga diakhiri dengan mengontrol kualitas data pengukuran.
Untuk memperoleh data berkualitas baik harus menggunakan peralatan dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. Kekuatan transmitter minimal 3 KVA
b. Receiver harus dapat menghilangkan self potensial (SP) dan dapat dibaca dengan
baik hingga 0,001 mVolt. Akan sangat baik bila pengukuran dicatat secara kontinu
dalam suatu "recording paper" atau menggunakan penekanan noise dengan cara
staking.
c. Didukung dengan sarana komunikasi lapangan yang memadai.
Gambar 6.9
ALUR KONSEP MERENCANA SURVEI TAHANAN JENIS
UNTUK EKSPLORASI PENETRASI DANGKAL

Menentukan target

Menentukan
- konfigurasi mapping
- penetrasi
- kerapatan stasion

Menentukan Menentukan Pengetesan


lokasi sounding dari kerapatan dan ketelitian pemboran
hasil mapping target sounding Schlumberger kecil

Hasil akhir
Sebelum pengukuran tahanan jenis dimulai terlebih dahulu dibuat lintasan-lintasan
stasion pengukurannya. Tanda patok elektroda arus sangat menentukan kebenaran
pengukuran tahanan jenis. Tanda patok yang sulit dipahami akan menimbulkan
kekeliruan pemasangan elektroda arus. Kekeliruan tersebut akan mengakibatkan
kesalahan pengukuran. Posisi titik-titik elektroda harus diukur minimal dengan peralatan
teodolit T0.
Sebagai kunci dari keberhasilan mengontrol kualitas data tahanan jenis penetrasi
dalam, terutama sounding harus ditempuh hal-hal sebagai berikut:
a. Harus melakukan pengeplotan data pada saat dilakukan pengukuran.
b. Kesinambungan kurva sounding atau harga mapping (profiling) dapat dilihat dari
hasil pengeplotan tersebut.
c. Ketidak sinambungan kurva sounding atau harga mapping (profiling) merupakan
manifestasi dari kesalahan pengukuran.
d. Untuk mengurangi efek statik diusahakan agar selalu ada pengukuran overlap
(pengulangan) pada setiap perpindahan elektroda potensial.
Hal tersebut harus langsung diatasi pada saat melakukan pengukuran di stasion.
6.2.2. Mengontrol kualitas survei tahanan jenis penetrasi sedang
Survei tahanan jenis penetrasi sedang relatif lebih mudah dibanding dengan penetrasi
dalam. Hampir semua pelajaran dibangku kuliah geofisika memper-siapkan survei
tahanan jenis penetrasi ini. Pemilihan alat relatif lebih mudah karena hampir semua
resistivitymeter telah diuji pabrik pembuatnya pada survei tahanan jenis penetrasi
sedang. Khusus di daerah yang benar-benar resistif dan kering permukaannya, harus
menggunakan alat dengan spesifikasi seperti digunakan pada survai penetrasi dalam.
Penentuan posisi stasion dan titik-titik elektroda arus kadang-kadang dapat dilakukan
hanya menggunakan kompas dan meteran pada daerah survei yang sempit dan datar.
Biasanya lokasi surveinya terletak didaerah datar, mudah dicapai dan tidak luas. Bila
survei dilakukan di daerah yang luas dan berundulasi, pengukuran posisi stasion dan
titik-titik elektroda arusnya harus diukur menggunakan alat minimal seperti teodolit T-0.
Seperti halnya pada penetrasi dalam, pengontrolan pengukuran kurva sounding harga
pengukuran mapping (profiling) harus dilakukan pada saat melakukan pengukuran di
lapangan. Loncatan data pada kurva sounding dapat langsung dicari dan diatasi
penyebabnya.
Untuk menekan efek statik, setiap perpindahan elektroda potensial harus dibuat data
pengukuran overlap (pengulangan). Perbedaan harga pengulangan dapat digunakan
sebagai acuan mengoreksinya.

6.2.3. Pengontrolan survei tahanan jenis penetrasi dangkal


Hampir bisa dikatakan tidak ada problem dalam pengukuran tahanan jenis penetrasi
dangkal. Masalahnya hanya pada efisiensi penerapan survei saja. Untuk mencapai
efisiensi survei yang tinggi sebaiknya selalu harus diketahui batasan-batasan surveinya
yang meliputi antara lain:
a. batasan kerapatan mapping
b. batasan penetrasi mapping
c. batasan kerapatan sounding
d. batasan ketelitian sounding.
Biasanya dari batasan-batasan tersebut dapat ditentukan konfigurasi dan tahapan-
tahapan survei efisien. Dari pengalaman-pengalaman yang telah dikerjakan, konfigurasi
Wenner tepat untuk melakukan mapping, sedang Schlumberger untuk sounding.
Sampling data pada pengukuran sounding harus lebih rapat dari 14 pengukuran tiap
dekade grafik logaritma.
DAFTAR PUSTAKA
TAHANAN JENIS

Geoservices, P.T., Laporan-Laporan Survei Kombinasi, Gravitasi, Magnetik, Tahanan


Jenis, Tahanan Jenis Kompleks, Elektromagnetik, CSAMT, TEM, GPS,
Topografi, Leveling, Kelogistikan dan Lingkungan tahun 1980 - 1995 (bersifat
tertutup).
Grant, F. S., and West, G. F.,1965, Interpretation theory in applied geophysics,
McGraw-Hill, New York, U.S.A.
Parasnis, D.S.,1966, Mining Geophysics, Elsevier, Amsterdam.
Richard von Blaricom, 1992, Practical Geophysics II for the Exploration Geologist,
Northwest Mining Association, U.S.A.
Robert E. Syarif, 1978, Geophysical Exploration and Interpretation, International Human
Resources Development Corporation, Boston.
BAB 7
POLARISASI TERIMBAS (IP)

Telah banyak buku menerangkan prinsip dasar atau filosofi pengukuran IP. Dalam buku
ini hanya dititik beratkan pada manajemen penerapan IP pada eksplorasi mineral.
Meskipun telah ada studi tentang penerapan IP pada geologi teknik dan eksplorasi
minyak tetapi dalam buku ini belum membahasnya.
Ada dua metoda dalam mengukur IP, bahkan dapat dikatakan ada 3 metoda dalam
mengukur IP di lapangan, yaitu:
a. Frekuensi domain, dikenal dengan sebutan frekuensi domain IP
b. Time domain, dikenal dengan sebutan TDIP
c. Phase domain, dikenal dengan sebutan RPIP.
Pada pengukuran frekuensi domain IP diperoleh dua parameter yaitu tahanan jenis
(ohm-m) dan persen frekuensi efek (%fe), TDIP diperoleh parameter tahanan jenis
(ohm-m) dan chergeability (m), sedang pada RPIP diperoleh paramater tahanan jenis
(ohm-m) dan phase (miliradian). Dari ketiga metoda tersebut dapat dibuat smoot
modelnya. Contoh hasil pengukuran dan hasil smoot model ditunjukkan pada Gambar
7.1. Ketiga metoda tersebut sama-sama menunjukkan adanya kandungan sulfida yang
ada pada mineral target. Kandungan sulfida di bawah 5% masih dapat dideteksi pada
pengukuran IP. Hal tersebut tidak dapat dilakukan pada jenis-jenis survei lainnya.
Telah banyak pabrik peralatan geofisika membuat peralatan pengukur IP, dari power
transmitter kecil hingga 30 KVA. Biasanya tiap alat hanya menggunakan satu atau dua
metoda mengukur IP saja. Sangat jarang ketiga metoda tersedia dalam satu unit
peralatan. Pada peralatan buatan Zonge Engineering, ketiga metoda tersebut tersedia
dalam satu unit alat dan bisa mengukur secara bergantian tergantung dari ahli geofisika
memilihnya.

7.1. Merencana Survei IP


Untuk merencana survei IP diperlukan pengetahuan mengenai metoda, konfigurasi,
perkiraan model geologi dan aspek-aspek lain yang mempengaruhi efisiensi
pengukuran dan hasilnya.
7.1.1. Metoda Pengukuran IP
Telah diterangkan di depan bahwa ada 3 metoda pengukuran IP yaitu frekuensi domain
(FDIP), time domain (TDIP), dan resistivity phase (RPIP). Ketiga metoda tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Banyak keuntungan yang
diperoleh bila ketiga metoda tersebut dapat diuji coba dipilih dalam suatu pengukuran di
lapangan eksplorasi. Cara TDIP sangat sensitif terhadap nois lokal, sensitif juga
terhadap anomali targetnya. Sebaliknya frekuensi domain IP tidak sensitif terhadap
nois, relatif kurang sensitif terhadap anomali target dibandingkan dengan TDIP. Pada
pengukuran metoda TDIP, biasanya magnitude anomali berkisar antara 5 dan 40
dengan kesalahan (error) pengukuran rata-rata berkisar antara 0,1 dan 2.5. Biasanya
magnitude anomali pada metoda frekuensi domain IP berkisar antara 1 %fe dan 8 %fe
dengan error pengukuran berkisar antara 0,1 %fe dan 0,5 %fe.
Gambar 7.1
CONTOH HASIL PENGUKURAN IP METODA RESISTIVITY PHASE

Zonge Engenering
Menurut penulis, frekuensi domain IP sangat cocok diterapkan pada daerah yang relatif
bernois tetapi mempunyai magnitude anomali target relatif besar, sedang TDIP cocok
pada tempat yang benar-benar bebas nois (di hutan) dengan magnitude anomali target
relatif kecil. RPIP kondisinya relatif sama dengan TDIP.

7.1.2. Konfigurasi pengukuran IP


Meskipun banyak macam konfigurasi pengukuran tetapi hanya 2 macam konfigurasi
yang sering dilakukan, yaitu gradient array dan dipole-dipole.
Kedua konfigurasi tersebut digunakan sebagai profiling dan mapping. Konfigurasi pole-
pole, pole-dipole, Wenner, Schlumberger dan sebagainya jarang digunakan. Pemilihan
konfigurasi gradient array dimaksudkan agar survei berjalan cepat sedang konfigurasi
dipole-dipole dipilih karena resolusinya relatif baik dalam arah lateral.

7.1.2.1 Konfigurasi gradient array


Konfigurasi ini dilakukan untuk mendapatkan peta penyebaran IP pada kedalaman
ekuivalen tertentu. Kedalaman pemetaannya tergantung dari bentangan elektroda arus
AB yang digunakan (diperkirakan sekitar 0,125 kali bentangan AB). Pada pengukuran
ini, data relatif baik bila dilakukan dengan bentangan elektroda potensial 50 m. 10% dari
jumlah data harus berupa pengukuran overlap. Error pada pengukuran overlap tersebut
dijadikan dasar sebagai evaluasi kualitas data. Penggunaan receiver berchannel
banyak sangat membantu kecepatan produksi di lapangan. Penggunaan transmitter
dan generator berkekuatan besar (7,5 KVA), sangat menentukan mutu data yang
diperoleh. Pada bentangan AB sebesar 3 sampai 4 km diperlukan arus minimal 4
Amper untuk memperoleh data bermutu baik. Peningkatan arus dapat dilakukan
dengan menggunakan plat tembaga disiram air garam pada elektroda arus. Data
bermutu baik biasanya terletak pada lintasan yang relatif dekat dengan bentangan
elektroda arus AB, semakin jauh dari bentangan elektroda arus AB mutu data semakin
menurun. Untuk mengatasi hal tersebut harus dilakukan pemindahan bentangan
alektroda AB agar relatif dekat dengan lintasan pengukuran elektroda potensial.
Anomali peta tahanan jenis atau IP yang diperoleh dapat mengarahkan pengukuran
relatif lebih detil menggunakan konfigurasi dipole-dipole.
7.1.2.2 Konfigurasi dipole-dipole
Biasanya konfigurasi ini dilakukan untuk memperoleh data lebih detil dibanding gradient
array. Dipole-dipole dapat dilakukan dengan berbagai harga x dan n tergantung dari
penetrasi yang dikehendaki. Meskipun harga x diubah-ubah dari 25 m, 50 m, 100 m,
200 m hingga 300 m, biasanya harga n selalu dipergunakan dari 1 hingga 6.
Pengukuran dengan n=7 sangat jarang dilakukan karena sinyalnya yang relatif lemah
mengakibatkan data relatif besar kesalahannya.
Pemakaian receiver berchannel banyak (6 channel) sangat membantu produksi
pengukuran di lapangan. Digunakannya receiver berchannel banyak, relatif mengurangi
kesalahan pengukuran. Berikut ini ditunjukkan beberapa cara mengukur dipole-dipole
dan hasil ploting point pengukurannya dengan menggunakan receiver berchannel
banyak. Gambar 7.2 menjelaskan tentang mengukur IP cara bergerak searah.
Transmitter selalu bergerak menyusul bentangan kabel receiver dan menghasilkan
rangkaian data yang seragam sepanjang lintasan. Gambar 7.3 menjelaskan tentang
pengukuran IP cara receiver ditengah. Pada setiap posisi receiver selalu dilakukan dua
set pengukuran; satu set pengukuran dengan transmitter dibelakang (gambar 7.4) dan
satu set dengan transmitter di depan. Cara ini menghasilkan data overlap sebanyak 7-
10 %.

7.1.3. Perkiraan model geologi aspek-aspek lain yang mempengaruhi


efisiensi
Perkiraan model geologi daerah eksplorasi sangat menentukan kesuksesan penerapan
survei IP. Perkiraan model geologi menentukan konfigurasi kerapatan data dalam
lintasan, jarak antar lintasan dan design penetrasi survei. Lintasan survei IP diusahakan
agar relatif tegak lurus dengan benda anomali. Ketajaman seorang perencana survei IP
sangat ditentukan oleh pengalaman dan perbendaharaan model-model geologi atau
model-model IP yang pernah diketahui dan dihayatinya.
Gambar 7.2
CONTOH PENGUKURAN IP DENGAN CARA BERGERAK SEARAH

Zonge Engenering
Gambar 7.3
CONTOH PENGUKURAN IP DENGAN CARA RECEIVER DITENGAH

Zonge Engenering
Gambar 7.4
CONTOH PENGUKURAN IP DENGAN
RECEIVER DITENGAH DAN TRANSMITTER DISALAH SATU SISI

Zonge Engenering
Beberapa model IP dan contoh-contoh pengukuran IP beserta kontrol pemborannya
ditunjukkan pada sub-bagian 7.3. Diharapkan dari contoh-contoh tersebut dapat
mempertajam kemampuan ahli geofisika untuk merencana survei IP.
Untuk memperoleh efisiensi yang relatif besar dan hasil relatif baik, pada rencana
survai harus mencantumkan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Membuat panjang lintasan survai dipole-dipole IP berkelipatan bulat dari jarak satu
set rangkaian bentangan kabel pengukuran.
b. Menggunakan tenaga ahli yang telah berpengalaman cukup pada pengukuran
konfigurasi domain IP, TDIP, dan RPIP serta dapat berkomunikasi baik dengan
buruh lokal.
c. Menyediakan buruh dan kabel yang cukup agar dapat memasang rangkaian
bentangan kabel terlebih dahulu sebelum peralatan datang mengukurnya.
d. Menyediakan sarana komunikasi yang baik.

7.2. Pengontrolan Kualitas Data


a. Pada pengontrolan kualitas data dilapangan, tidak terlepas dari lima aspek penting
dan masih banyak hal-hal lain yang harus diperhatikan. Aspek penting tersebut
adalah:
b. Evaluasi harga magnitude anomali, untuk menentukan standart error data lapangan.
c. Evaluasi lebar dan panjang anomali, untuk menentukan kerapatan data.
d. Menghindari efek kopling yang tidak diinginkan.
e. Efisiensi pengukuran.
f. Mempertinggi mutu data.
Hal-hal tersebut dijelaskan dalam subbab-subbab berikut.

7.2.1. Melakukan evaluasi magnitude anomali


Evaluasi magnitude anomali dilakukan dari data yang diperoleh dari hasil pengukuran
percobaan di target yang telah ditentukan/diketahui. Magnitude anomali besar
memberikan kelonggaran error pengukuran, sedang magnitude anomali kecil harus
diimbangi dengan error yang kecil pula. Anomali kecil menuntut pengukuran yang
sangat teliti, hal tersebut harus dilakukan oleh pelaksana-pelaksana yang benar-banar
profesional dan menggunakan alat yang teliti.
Pada setiap lintasan pengukuran selalu membuat data overlap dengan posisi elektroda
arus dan elektroda potensial dibolak-balik. Jumlah data overlap tersebut disarankan
sebesar kurang lebih 10% dari jumlah data pada lintasan yang bersangkutan. Error data
overlap tersebut dibandingkan terhadap magnitude anomali yang diperoleh atau
terhadap harga rata-rata pengukurannya.
Diharapkan error berkisar antara 10% hingga 25% dari magnitude anomali. Error
dibawah 10% bahkan dibawah 5% dari magnitude anomali merupakan data yang
sangat bagus. Setiap pengukuran harus diusahakan untuk mencapai data yang sangat
bagus tersebut. Sebagian ahli berpendapat bahwa harga error harus lebih kecil dari
10% dari harga rata-rata pengukuran. Tidak dapat dipenuhinya persyaratan tersebut
menjadikan gugurnya penerapan magnitude IP. Hal tersebut juga berlaku pada
pengukuran tahanan jenis dan tahanan jenis kompleks.
7.2.2. Melakukan evaluasi dimensi anomali
Lebar dan panjang anomali menentukan design atau perubahan design pengukuran IP.
Lebar anomali menentukan kerapatan data yang mana dapat diatur dari jarak stasion
pengukuran atau lebar bentangan dipole (x), nilai harga n. Panjang anomali
menentukan jarak antar lintasan pengukuran.
7.2.3. Menghindari efek kopling yang tidak diinginkan
Efek kopling terjadi pada pengukuran dipole-dipole pada bentangan panjang (x = 300
m) atau kondisi permukaan yang sangat konduktif (<10 Ohm-m). Persilangan kabel
transmitter dan receiver dapat juga menyebabkan efek kopling.
Untuk menghindari efek kopling yang tidak diinginkan diusahakan tidak menggunakan
kabel elektroda potensial maupun kabel elektroda arus dalam kondisi banyak tergulung
dan bertumpuk-tumpuk pada saat dilakukan pengukuran. Setiap pengukuran tidak
diperbolehkan untuk melakukan penumpukan kabel elektroda arus dengan kabel
elektroda potensial. Pengukuran dilakukan pada satu arah, dimana posisi elektroda
arus beserta kabelnya selalu di belakang atau di depan dari rangkaian kabel elektroda
potensial. Pada teknik pengukuran ini tidak mungkin terdapat pertemuan kabel
elektroda arus dan elektroda potensial sehingga efek kopling yang tidak diinginkan
dapat dihindari. Contoh cara pengukuran dipole-dipole IP pada gambar 7.2, 7.3 dan 7.4
dapat menghindari efek kopling tersebut.
7.2.4. Mengefisienkan pengukuran di lapangan
Efisiensi pengukuran lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan receiver
berchannel banyak (6 channel). Dengan menggunakan 6 channel tersebut dapat diukur
6 data secara bersamaan dari satu posisi elektroda arus. Panjang lintasan pengukuran
diusahakan sedemikian rupa agar merupakan kelipatan bulat dari rangkaian seting
kabel dan peralatan yang telah dijelaskan pada gambar 7.2, 7.3 dan 7.4.

7.2.5. Mengusahakan kualitas data sebaik mungkin


Mutu data pengukuran IP dapat ditingkatkan dengan melakukan pengontrolan kualitas
sebagai berikut:
a. Hanya mencatat atau mememori harga pengukuran yang benar-benar stabil, atau
Standard Error Mean (SEM) yang benar-benar kecil. Bila SEM tidak dapat kecil,
maka harus mememori dalam banyak blok data.
b. Mengusahakan arus yang cukup sehingga receiver dapat menerimanya dengan
besaran di atas 0.1 mVolt.
c. Pengeplotan data dan pengonturan manual pada pseudo-section harus dilakukan
secara langsung di lintasan lapangan. Hal tersebut dimaksudkan agar dapat
diketahui secara cepat bila terdapat penyimpangan pengukuran; baik yang
diakibatkan oleh kesalahan pemasangan kabel, adanya efek kopling atau nois-nois
lokal lainnya.
Dengan diikutinya semua petunjuk tersebut, diharapkan dapat diperoleh data sebaik-
baiknya dan sesuai dengan target anomalinya. Sebelum membuat pseudosection final,
terlebih dahulu data harus dievaluasi dan dilakukan penyortiran.
Data yang tergolong berkualitas sangat jelek, dibuang. Bila dengan dibuangnya data
berkualitas jelek menyebabkan hilangnya data pada pseudo section, maka pada posisi
data tersebut ditulis keterangan "tidak ada data" atau "noise".

7.3. Potensi problem dan Antisipasinya


Meskipun telah mengikuti petunjuk pengukuran dan teknik mengontrol kualitas survei
seperti telah dijelaskan di atas, diperkirakan masih ada potensi-potensi problem yang
harus diantisipasi. Potensi-potensi problem tersebut antara lain:
7.3.1. Kesulitan mengirim arus
Kesulitan mengirim arus sesuai dengan permintaan receiver, agar diperoleh bacaan
receiver stabil atau lebih dari 0.1 mVolt antara lain disebabkan oleh kondisi
tanah/batuan yang kering dan adanya lapisan lava yang menutup daerah eksplorasi.
Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Elektroda arus dibuat dari alumunium foil dan disiram dengan air garam.
b. Menggunakan kabel dengan tahanan jenis yang cukup kecil.
c. Menggunakan transmitter dan generator berkekuatan relatif besar (3 KVA sampai
dengan 7,5 KVA).
7.3.2. Kekeliruan penentuan posisi
Kekeliruan penentuan posisi elektroda arus maupun potensial akan menyebabkan
kesalahan "ploting point" dan kesalahan harga tahanan jenis semu tetapi tidak terlalu
mempengaruhi harga persen frekuensi efek ataupun chergeability.
Kekeliruan penentuan posisi dapat disebabkan oleh teknik pengukuran yang tidak baik
(hanya menggunakan kompas dan meteran saja) dan penggunaan sistem peta yang
berbeda-beda. Kekeliruan ini dapat berkisar antara 25 m hingga 500 m. Kekeliruan 25
m hingga 200 m dapat disebabkan oleh kesalahan pengukuran di lapangan sedang
kekeliruan hingga 500 m dapat disebabkan oleh penggunaan sistem peta yang
berbeda-beda atau campuran keduanya. Kesalahan ini banyak dialami pada eksplorasi-
eksplorasi mineral karena biasanya pada eksplorasi mineral dilakukan oleh ahli-ahli
geologi atau geofisika yang rata-rata mengabaikan masalah positioning. Untuk
menghemat biaya biasanya masalah positioning banyak dikorbankan dengan cara
antara lain:
a. mempercayakan pada asisten lapangan yang belum tentu tahu masalah positioning
tanpa ada kontrol kualitas.
b. menggunakan peralatan teresteristis yang sangat sederhana (compas dan meteran)
tanpa memperhatikan faktor-faktor blundernya.
c. menggunakan peralatan hand held GPS tanpa memahami kesalahan-kesalahannya
dan sistem peta yang digunakan.
d. Selain hal-hal tersebut diatas, banyak peta-peta batas wilayah kerja yang diberikan
Departemen Pertambangan dan Energi tanpa menyebut sistem dan elipsoide yang
digunakannya (kasus di Indonesia).
e. Untuk menghindari kesalahan-kesalahan tersebut dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
f. semua pengukuran posisi pada tahap survei lebih detil harus menggunakan minimal
peralatan teodolit T0. Penggunaan GPS cara single fix dapat dilakukan pada tahap
survei pendahuluan atau regional.
g. harus menggunakan sistem peta (proyeksi & ellipsoide) yang seragam, baik untuk
posisi data geologi, geofisika, geokimia, batas wilayah dan sebagainya.
h. bila menggunakan sistem koordinat dan elevasi lokal harus dibuat benchmark
sebagai titik tetapnya. Semua pengukuran selanjutnya harus mengacu pada
benchmark tersebut.

7.4. Beberapa Contoh Model Anomali IP


Untuk mempertajam lokasi eksplorasi dan mengontrol kualitas survei IP, perlu
pengetahuan mengenai model-model anomali IP. Dalam hal ini sengaja penulis
mengumpulkan contoh-contoh model ideal pada pseudo section IP dan contoh-contoh
anomali pseudo section dari pengukuran konfigurasi IP yang telah dibuktikan dengan
pemboran. Kumpulan tersebut disajikan dalam bentuk gambar-gambar yang disalin dari
“Practical Geophysics II”.

7.4.1. Model benda ideal


Contoh beberapa anomali IP dari model 2,5 dimensi benda ideal ditunjukkan pada
Gambar 7.5 hingga Gambar 7.10. Model-model tersebut dibuat pada konfigurasi dipole-
dipole dengan n=1 hingga n=3 atau 5 atau 6.
Gambar 7.5 menunjukkan model 2,5 dimensi benda horizontal berpolarisasi tinggi tanpa
overburden. Gambar 7.6 menunjukkan benda tegak bersulfida tinggi (berpolarisasi
tinggi) tanpa overburden, sedang gambar 7.7 ditutupi dengan overburden. Gambar 7.8,
7.9 dan 7.10 masing-masing menunjukkan model benda berpolarisasi tinggi di berbagai
macam kedalaman. Pada Gambar 7.8 mempunyai kedalaman sebesar 1600 ft, Gambar
7.9 berkedalaman 2000 ft, sedang Gambar 7.10 berkedalaman 2400 ft.
7.4.2. Anomali tahanan jenis semu dan persen frekuensi efek terkontrol
Beberapa anomali IP dari pengukuran konfigurasi dipole-dipole berupa tahanan jenis
semu ( a), persen frekuensi efek (fe) dan metal faktor (mf) yang telah dibuktikan dengan
pemboran ditunjukkan pada gambar-gambar berikut. Anomali-anomali tersebut dibagi
menjadi dua bagian, yaitu anomali bermagnitude normal dan bermagnitude relatif kecil.

7.4.2.1. Anomali bermagnitude normal


Gambar 7.13 dan Gambar 7.14 memperlihatkan hasil pengukuran dipole-dipole IP
disertai hasil pemboran, dari "Pine Point type Mineralization". Gambar 7.11
memperlihatkan pengukuran dipole-dipole n=1 hingga n=3 dengan harga x=200 ft,
sedang Gambar 7.12 menggunakan harga x=100 ft. Kedua gambar menunjukkan
anomali klasik dengan magnitude sangat besar. Magnitude anomali persen frekuensi
efek membesar (positif) dari harga umumnya dan anomali tahanan jenis semunya
mengecil (negatif) dari harga umumnya.
Hal serupa diperlihatkan pada Gambar 7.13 dan Gambar 7.14. Dipole-dipole IP, n=1
hingga n=4 dengan x=200 ft pada Gambar 7.13 dan x=25 ft pada Gambar 7.14. Kedua
pseudo-section tersebut memperlihatkan anomali klasik dengan magnitude besar.
Gambar 7.5
MODEL BENDA HORIZONTAL BERPOLARISASI TINGGI TANPA OVERBURDEN
Gambar 7.6
MODEL BENDA TEGAK HINGGA DALAM SEKALI BERPOLARISASI TINGGI
TANPA OVERBURDEN
Gambar 7.7
MODEL BENDA TEGAK HINGGA DALAM SEKALI BERPOLARISASI TINGGI
DENGAN OVERBURDEN
Gambar 7.8
MODEL BENDA BERPOLARISASI TINGGI DIKEDALAMAN 1600 FT.
Gambar 7.9
MODEL BENDA BERPOLARISASI TINGGI DIKEDALAMAN 2000 FT.
Gambar 7.10
MODEL BENDA BERPOLARISASI TINGGI DIKEDALAMAN 2400 FT.
Gambar 7.11
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=200FT DARI PINE POINT
TYPE MINERALIZATION PADA ORE BODY
Gambar 7.12
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=100FT DARI PINE POINT
TYPE MINERALIZATION PADA ORE BODY
Gambar 7.13
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=200FT DARI PINE POINT
TYPE MINERALIZATION PADA ORE ZONE
Gambar 7.14
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=25FT DARI PINE POINT
TYPE MINERALIZATION PADA ORE ZONE
7.4.2.2 Anomali bermagnitude relatif kecil
Rangkaian contoh hasil pengukuran IP berikut mempunyai magnitude anomali yang
relatif kecil. Harga magnitude anomalinya lebih kecil dari 2% fe, interpretasinya relatif
sulit dan harus benar-benar hati-hati mempertimbangkan kesalahan maupun pola
anomali.
Rangkaian Gambar 7.15 hingga 7.16 memperlihatkan anomali pengukuran IP yang
telah dikontrol oleh hasil pemboran, dari "Lakeshore orebody", Pinal Country, Arizona
pada tahun 1966 dan 1967. Pengukuran tahun 1996 dilakukan pada line-500N
menggunakan konfigurasi dipole-dipole n=1 hingga n=5 dengan x=200ft (Gambar 7.15)
dan x=300 ft (Gambar 7.16). Pada tahun berikutnya pengukuran dilakukan pada line
498N menggunakan konfigurasi yang sama dengan harga x=500ft (Gambar 7.17) dan
x=1000 ft (Gambar 7.18), magnitude anomali Persen Frekuensi Effek sebesar 1% fe
hingga 1,5% fe dengan harga umum (background) sekitar 2% fe. Pada kondisi seperti
ini pengukuran IP harus dilakukan dengan ketelitian yang tinggi.
Gambar 7.19, 7.20 dan 7.21 menunjukkan hasil pengukuran dipole-dipole IP pada x=1
hingga n=4 masing-masing pada harga x=500 ft, x=300 ft dan x=100 ft. Ketiga
rangkaian gambar tersebut merupakan hasil pengukuran IP line-25N yang telah
dikontrol oleh hasil pemboran dari "massive sulfides" atau "massive lead-silver ore with
pyrite" di daerah Broken Hill, New South Wales. Magnitude anomalinya relatif kecil,
yaitu sekitar 1,5% fe dengan harga background 2% fe. Pada survei ini harus diukur
dengan ketelitian yang tinggi.
Pengukuran dipole-dipole IP, n=1 hingga n=3 dan x=100 ft, di daerah Kalgoorlie, West
Australian diperlihatkan pada Gambar 7.22. Hasil pengukuran mencerminkan anomali
mineralisasi sulfida masif.
Gambar 7.23 memperlihatkan hasil survei dipole-dipole IP, n=1 hingga n=4 dan x=200
ft dapat mengungkapkan adanya Cn-Zn sulfida zone di daerah Hebecort Township,
Noranda, Quebec, Canada.
Gambar 7.15
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=200FT
DARI LAKESHORE ORE ZONE
Gambar 7.16
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=300FT
DARI LAKESHORE ORE ZONE
Gambar 7.17
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=500FT
DARI LAKESHORE ORE ZONE
Gambar 7.18
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=1000FT
DARI LAKESHORE ORE ZONE
Gambar 7.19
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=500FT
DARI SULFIDA MASIF
Gambar 7.20
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=300FT
DARI SULFIDA MASIF
Gambar 7.21
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=100FT
DARI SULFIDA MASIF
Gambar 7.22
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP DENGAN X=100FT
DARI SULFIDA MASIF DISERTAI PEMBORAN
Gambar 7.23
HASIL PENGUKURAN DIPOLE-DIPOLE IP
UNTUK MENGETES ISO-COPPER FIELD DISERTAI PEMBORAN
DAFTAR PUSTAKA
POLARISASI TEREMBAS (IP)

Geoservices, P.T., Laporan-Laporan Survei Kombinasi, Gravitasi, Magnetik, Tahanan


Jenis Kompleks, Elektromagnetik, CSAMT, TEM, GPS, Topografi, Leveling,
Kelogistikan dan Lingkungan tahun 1980 - 1995 (bersifat tertutup).
Grant, F. S., and West, G. F.,1965, Interpretation theory in applied geophysics,
McGraw-Hill, New York, U.S.A.
Parasnis, D.S.,1966, Mining Geophysics, Elsevier, Amsterdam.
Richard von Blaricom, 1992, Practical Geophysics II for the Exploration Geologist,
Northwest Mining Association, U.S.A.
Robert E. Syarif, 1978, Geophysical Exploration and Interpretation, International Human
Resources Development Corporation, Boston.

You might also like