Professional Documents
Culture Documents
URINALISIS
Disusun oleh :
Kelompok 1 Offering B 2017
Amna Roisah M. (170341615019)
Arum Yuni R. (170341615100)
Femi Mega Lestari (170341615098)
Furzania Mumtaza (170341615056)
Mafazatud D. (170341615017)
Rodliyah Fajrin B. (170341615052)
Silvi Dwi Pangestu (170341615015)
B. Dasar Teori
Sistem urinaria terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, uretra. Sistem ini
membantu mempertahankan homeostasis dengan menghasilkan urine yang merupakan
hasil sisa metabolisme (Soewolo, 2003). Ginjal yang mempertahankan susunan kimia
cairan tubuh melalui beberapa proses, yaitu:
1) Filtrasi Glomerular, yaitu filtrasi plasma darah oleh Glomerulus
2) Reabsorpsi tubular, melakukan reabsorpsi (absorpsi kembali) secara selektif zat
–zat seperti garam, air, gula sederhana, asam amino dari tubulus ginjal ke kapiler
peritubular.
3) Sekresi peritubular, sekresi zat – zat dari kapiler darah ke dalam lumen tubulus,
proses sekresi ini mengikutsertakan penahanan kalium, asam urat, amino organic dan ion
hydrogen, yang berfungsi untuk memperbaiki komponen buffer darah dan mengeluarkan
zat – zat yang mungkin merugikan.
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urine pasien untuk tujuan
diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit
ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah
tinggi (hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Urine yang normal memiliki cirri-ciri antara lain: warnanya kuning atau kuing
gading, transparan, pH berkisar dari 4,6-8,0 atau rata-rata 6, berat jenis 1,001-1,035, bila
agak lama berbau seperti amoniak (Basoeki, 2000).
Unsur-nsur normal dalam urine misalnya adanya urea yang lebih dari 25-30 gram
dalam urine. Urea ini merupakan hasil akhir dari metabolisme protein pada mamalia.
Ekskresi urea meningkat bila katabolisme protein meningkat, seperti pada demam,
diabetes, atau aktifitas korteks adrenal yang berlebihan. Jika terdapat penurunan produksi
urea misalnya pada stadium akhir penyakit hati yang fatal atau pada asidosis karena
sebagian dari nitrogen yang diubah menjadi urea dibelokkan ke pembentukan amoniak
(Soewolo, 2003).
Reaksi urine biasanya asam dengan pH kurang dari 6 (berkisar 4,7-8). Bila
masukan protein tinggi, urine menjadi asam sebab fosfat dan sulfat berlebihan dari hasil
katabolisme protein. Keasaman meningkat pada asidosis dan demam. Urine menjadi
alkali karena perubahan urea menjadi ammonia dan kehilangan CO2 di udara. Urine
menjadi alkali pada alkalosis seperti setelah banyak muntah. Pigmen utama pada urine
adalah urokrom, sedikit urobilin dan hematofopirin (Soewolo, 2003).
Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. Setiap ginjal memiliki sebuah
ureter, yang mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal yang merupakan
pusat pengumpulan air kemih) ke dalam kandung kemih. Dari kandung kemih, air kemih
mengalir melalui uretra, meninggalkan tubuh melalui penis (pria) dan vulva (wanita)
(Medicastore).
Dalam http://medicastore.com ini juga di paparkan bahwa darah yang masuk ke
dalam glomerulus memiliki tekanan yang tinggi. sebagian besar bagian darah yang
berupa cairan disaring melalui lubang-lubang kecil pada dinding pembuluh darah di
dalam glomerulus dan pada lapisan dalam kapsula bowman; sehingga yang tersisa hanya
sel-sel darah dan molekul-molekul yang besar (misalnya saja beruupa protein).
Cairan yang telah disaring (filtrat) masuk ke dalam rongga bowman dan mengalir
ke dalam tubulus kontortus proksimal (tabung/saluran di bagian hulu yang berasal dari
kapsula bowman); natrium, air, glukosa dan bahan lainnya yang ikut tersaring diserap
kembali dan dikembalikan ke darah.
3) Reaksi urine biasanya asam dengan pH kurang dari 6(berkisar 4,7 – 8). Bila
masukan protein tinggi, urine menjadi asam sebab fosfor dan sulfat berlebihan dari hasil
metabolism protein.
4) Warna urine normal adalah kuning pucat atau ambar. Pigmen utamanya
urokrom, sedikit urobilin dan hematopofirin. Pada keadaan demam, urine berwarna
kuning tua atau kecoklatan. Pada penyakit hati pigmen empedu mewarnai urine menjadi
hijau, coklat atau kuning tua. Darah (hemoglobin) memberi warna seperti asap sampai
merah pada urine.
5) Urine segar beraroma sesuai dengan zat – zat yang dimakannya.
Unsur – unsur normal dalam urine misalnya adalah:
1) Urea yang lebih dari 25 – 30 gram dalam urine.
2) Amonia, pada keadaan normal terdapat sedikit dalam urine segar
2) Glukosa: glukosaria tidak tetap dapat ditemukan setelah stress emosi, 15%
kasus glikosuria tidak karena diabetes.
C. Alat dan Bahan
ALAT BAHAN
D. Prosedur Kerja
1. Analisis Fisik
Memasukkan urin ke dalam tabung urinalis, kemudian mengamati warna urin tersebut
Setelah itu memasukkan urinometer ke dalam botol urinalis tersebut, putarlah kemudian
membiarkan urinometer mengapung bebas
Memasukkan termometer batang pada botol urinalis tersebut, mencatat suhu yang
ditunjukkan
Memasukkan kertas indikator pada botol urinalis tersebut, mengamati perubahan warna
pada kertas indicator kemudian mencocokkan pada indicator universal dan mencatat
pHnya
2. Analisis Kimia
Glukosa
Memasukkan 8 tetes urin ke dalam tabung reaksi kemudian menambahkan dengan 5 ml
larutan Benedict
Memasukkan tabung reaksi tersebut di dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian
mengamati perubahan warnanya
Protein
Memasukkan urin ke dalam tabung sentrifugasi, dan mensentrifuse selama 15 menit
Benda Keton
Melarutkan Kristal sodium nitroprusside dalam 5 ml urin ke dalam tabung reaksi
Meneteskan satu tetes NaOH pada tepi dinding dalam tabung reaksi
Pigmen Empedu
Masukkan urin ke dalam tabung reaksi
Kocoklah urin tersebut secara perlahan sampai mengeluarkan buih (apabila terdapat
buih berarti urin mengandung pigmen empedu)
↓
Amati kemudian catat hasilnya
Analisis Mikroskopik
Mengambil beberapa endapan urin dari tabung yang sudah disentrifuge, kemudian
diteteskan pada kaca benda
1. AnalisisFisik
Sifat yang diamati
Warna Kuning
Berat Jenis 1,05833333
pH 6
Suhu Urine/Suhu Termometer 31°C/29°C
2. Analisis Kimia
3. Analisis Mikroskopis
Yang teramati pada mikroskop Ada / Tidak
Eritrosit -
Leukosit -
Sel epitel bakteri -
Serabut tanaman -
Kristal -
Lainnya: -
F. Analisis Data
1. Analisis Fisik
a. Warna Urine
= 1,05833333 gram/cm3
Berat jenis dikatakan normal apabila mendekati angka 1,003 – 1,030 (ada
yang menyatakan berat jenis normal 1,001 – 1,035). Berdasarkan data yang
didapat dan brdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa berat jenis subjek
(1,05833333 gram/cm3) adalah tidak normal karea tidakberada dalam rentang
1,003 – 1,030.
c. pH
Protein
Reagen Milon
Untuk mengetahui adanya unsur protein dalam urine, pada percobaan ini
menggunakan reagen milon. Setelah 3 ml supernatant urine ditambah 5 tetes
reagen milon, larutan berwarna kuning terang dan terdapat sedikit endapan, tidak
mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa urine subjek
negatif protein.
Benda Keton
Pada percobaan benda keton, dilakukan dengan melarutkan Kristal sodium
nitroprusside dalam 5 ml urine ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan
dengan 5 tetes asam asetat dan diteteskan satu tetes NaOH pada tepi tabung
reaksi. Dari percobaan yang dilakukan didapatkan hasil urine berubah menjadi
warna jingga kuning dan tidak menunjukkan adanya cincin ungu kemerahan pada
sampel urin. Hal tersebut menujukkan bahwa urine subjek tidak mengandung
benda keton.
Pigmen Empedu
Pada percobaan pigmen empedu, dilakukan dengan memasukkan urin ke
dalam tabung reaksi lalu dikocok secara perlahan. Dari percobaan yang dilakukan
didapatkan bahwa urine subjek setelah dikocok tidak terdapat buih. Hal tersebut
menunjukkan bahwa urine subjek normal tidak mengandung pigmen empedu.
e. Analisis Mikroskopis
G. Pembahasan
Urinalisis adalah tes yang dilakukan pada sampel urine pasien untuk tujuan
diagnosis infeksi saluran kemih, batu ginjal, skrining dan evaluasi berbagai jenis penyakit
ginjal, memantau perkembangan penyakit seperti diabetes melitus dan tekanan darah tinggi
(hipertensi), dan skrining terhadap status kesehatan umum.
Sebelum menilai hasil analisa urine, perlu diketahui tentang proses pembentukan
urine. Urine merupakan hasil metabolism tubuh yang dikeluarkan melalui ginjal. Dari 1200
ml darah yang melalui glomeruli permenit akan terbentuk filtrat 120 ml per menit. Filtrat
tersebut akan mengalami reabsorpsi, difusi dan ekskresi oleh tubuli ginjal yang akhirnya
terbentuk 1 ml urine per menit. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemeriksaan urine
selain untuk mengetahui kelainan ginjal dan salurannya juga bertujuan untuk mengetahui
kelainan-kelainan di pelbagai organ tubuh seperti hati, saluran empedu, pankreas, korteks
adrenal, uterus dan lain-lain (dr.Wirawan, Tanpa Tahun).
Pada praktikum urinalisis ini, praktikan melakukan pengujian terhadap urine laki-
laki. Praktikum ini meliputi beberapa pengamatan, yaitu analisis fisik (warna urine, berat
jenis, dan pH), analisis kimia (uji glukosa, uji protein, dan pigmen empedu), serta analisis
mikroskopis. Bahan urine yang diuji adalah urine yang segar. Jadi, setelah dilakukan
pengumpulan bahan urine, praktikan segera dilakukan pemeriksaan. Sesuai dengan teori
oleh bahwa apabila terlalu lama akan terjadi perubahan pada komposisi zat dan hasil yang
keluar, sebagian di antaranya adalah pertumbuhan bakteri meningkat, kadar glukosa
menurun, pH menjadi alkalis, dekomposisi silinder, lisisnya eritrosit, urine menjadi makin
keruh, perubahan warna dan bau, dan nitrit menjadi positif
Urinalisis, istilah untuk tes urine umum, dilakukan untuk mengevaluasi kesehatan
seseorang, mendiagnosis kondisi medis seseorang, atau untuk memonitor penyakit
seseorang. Tidak semua tes pada urine disebut urinalisis, misalnya tes kehamilan dan tes
narkoba. Berdasarkan hasil urinalisis, kita akan mengetahui apakah kondisi kita baik atau
buruk secara medis, biasanya dibuat berdasarkan tiga pemeriksaan, yaitu analisis fisik,
analisis kimiawi, dan analisis mikroskopis (Husada, 2010).
1. Analisis Fisik
a. Analisis Warna Urine
Pertama yang dilakukan adalah analisis fisik mengenai warna urine. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan dengan melihat warna urine secara langsung yang berada
pada tabung , diketahui bahwa warna urine subjek adalah kuning. Warna kuning
gading mengindikasikan bahwa pigmen yang terkandung dalam urine adalah
normal. Menurut Adnan (2008), urine normal berwarna kuning atau kuning gading,
transparan, pH berkisar 4,6 – 8,0 atau rata-rata 6,0, berat jenis 1,001 – 1,035, bila
agak lama berbau seperti amoniak.
Disebutkan dalam Kompas oleh Acandra (2010) bahwa warna kuning dalam urine
berasal dari pigmen warna yang disebut urochorme. Warna urine yang normal adalah
kuning hingga kuning pucat. Warna urine kuning gelap merupakan tanda tubuh
kekurangan air. Sebaliknya, warna urine yang terlalu bening bisa menjadi tanda Anda
terlalu banyak minum air atau sedang mengonsumsi obat diuretik (penyerap air yang
membuat volume urine bertambah). Warna urine juga bisa berubah-ubah sesuai
dengan makanan yang kita asup. Misalnya, makan wortel bisa membuat warna urine
menjadi agak oranye, sedangkan obat-obatan juga bisa mengubah warna urine.
Disebutkan juga oleh Smith (2007) bahwa urine berbusa bisa jadi tanda yang
sangat awal adanya proteinuria (kadang-kadang disebut albiminaria), terbentuknya
garam-garam empedu atau protein albumin dalam urine. Proteinuria adalah tanda
adanya kerusakan ginjal dan jantung terutama pada orang yang mengidap diabetes
atau hipertensi. Urine berbusa juga sering menjadi tanda awal adanya sindrom
nefrotik, sebuah gangguan yang serius dimana sistem penyaring ginjal bisa rusak
karena infeksi virus, diabetes, dan lupus. Hal ini menyebabkan kelebihan protein
mencari jalan menuju urine. Buih-buih dalam uriner juga menjadi tanda
adanya fistula, sebuah koneksi abnormal antara kandung kemih dan vagina atau
rectum.
b. Suhu dan Berat Jenis
Berdasarkan data pengamatan berat jenis urine, hasil penghitungan didapatkan
suhu urin adalah 31⁰C. Dari nilai suhu ini kemudian dapat dihitung berapa nilai berat
jenis urin. Dari penghitungan dalam analisis data didapatkan berat jenis urin praktikan
adalah skala yang ditunjukkan pada urineometer yaitu 1,05833333 gram/cm3.
Menurut Kuspratiknyo (2009) bahwa berat jenis urine, tergantung dari jumlah air
yang larut di dalam urine atau terbawa di dalam urine. Berat jenis plasma (tanpa
protein) adalah 1,010. Bila ginjal mengencerkan urine (misalnya sesudah minum air)
maka berat jenisnya kurang dari 1,010. bila ginjal memekatkan urine (sebagaimana
fungsinya) maka berat jenis urine naik diatas 1010. Daya pemekatan ginjal diukur
menurut berat jenis tertinggi yang dapat dihasilkan, yang seharusnya dapat lebih dari
1,025.
Berat jenis (BJ) atau specific gravity (SG) dipengaruhi oleh tingkat keenceran air
seni. Seberapa banyak minum atau berkemih akan mempengaruhi berat jenis urine ;
semakin banyak berkemih, akan semakin rendah berat jenis, demikian sebaliknya.
Adanya protein atau glukosa dalam urine akan meningkatkan berat jenis urine. jika
ada protein dalam urine, maka setiap 1% proteinuria berat jenis bertambah 0,003. Jika
ada glukosa dalam urine, maka setiap 1% glukosuria berat jenis bertambah 0,004
(Ari, 2017)
Ditegaskan pula bahwa pemeriksaan berat jenis urine bertalian dengan faal
pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan
memakai falling drop, gravimetri, menggunakan pikno meter, refraktometer dan
reagens pita'. Namun, dalam praktikum kali ini kami menggunakan urinometer
(hydrometer)
Berat jenis urine sewaktu pada orang normal antara 1,003 - 1,030. Berat jenis
urine berhubungan erat dengan diuresa, makin besar diuresa makin rendah berat
jenisnya dan sebaliknya. Makin pekat urine makin tinggi berat jenisnya, jadi berat
jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Urine sewaktu yang mempunyai berat
jenis 1,020 atau lebih, menunjukkan bahwa faal pemekat ginjal baik. Keadaan ini
dapat dijumpai pada penderita dengan demam dan dehidrasi. Sedangkan berat jenis
urine kurang dari 1,009 dapat disebabkan oleh intake cairan yang
berlebihan hipotermi, alkalosis dan kegagalan ginjal yang menahun (dr.Wirawan,
dkk. Tanpa Tahun).
Disebutkan pula oleh Riswanto (2010) bahwa berat jenis (yang berbanding lurus
dengan osmolalitas urine yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur
kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk memekatkan
dan mengencerkan urine.
Spesifik gravitasi antara 1,005 dan 1,035 pada sampel acak harus dianggap wajar
jika fungsi ginjal normal. Nilai rujukan untuk urine pagi adalah 1,015 – 1,025,
sedangkan dengan pembatasan minum selama 12 jam nilai normal > 1,022, dan
selama 24 jam bisa mencapai ≥1,026. Defek fungsi dini yang tampak pada kerusakan
tubulus adalah kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine (Riswanto, 2010).
Berat jenis urine yang rendah persisten menunjukkan gangguan fungsi reabsorbsi
tubulus. Nokturia dengan ekskresi urine malam > 500 ml dan berat jenis kurang dari
1.018, kadar glukosa sangat tinggi, atau mungkin pasien baru-baru ini menerima
pewarna radiopaque kepadatan tinggi secara intravena untuk studi radiografi, atau
larutan dekstran dengan berat molekul rendah. Kurangi 0,004 untuk setiap 1%
glukosa untuk menentukan konsentrasi zat terlarut non-glukosa (Riswanto, 2010).
Jadi, berdasarkan data yang didapat dan berdasarkan teori tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa berat jenis subjek (1,05833333 gram/cm3) adalah tidak normal,
karena tidak dalam rentangan angka berat jenis normal 1,003 – 1,030 (ada yang
menyatakan berat jenis normal 1,001 – 1,035).
c. pH
Pada pengamatan pH urine, urine yang kami periksa adalah segar, sebab bila
disimpan terlalu lama, maka pH akan berubah menjadi basa. Urine basa dapat
memberi hasil negatif atau tidak memadai terhadap albuminuria dan unsure-unsur
mikroskopik sedimen urine, seperti eritrosit, silinder yang akan mengalami lisis. pH
urine yang basa sepanjang hari kemungkinan oleh adanya infeksi. Urine dengan pH
yang selalu asam dapat menyebabkan terjadinya batu asam urat.
Pada saat pengamatan pH urine dengan mencelupkan ketas indicator universal
pada urine, selanjutnya melihat perubahan warna kertas indikator dengan warna
standart pH, ternyata didapatkan pH urine subjek (perempuan) adalah 6. Berdasarkan
Harnawatiaj (2008) bahwa pH urine normal adalah 4,5 – 7,5. Dari sumber tersebut
dapat dikatakan bahwa pH urine subjek adalah normal.
Berikut ini adalah keadaan-keadaan yang dapat mempengaruhi pH urine :
a) pH basa : setelah makan, vegetarian, alkalosis sistemik, infeksi saluran kemih
(Proteus atau Pseudomonas menguraikan urea menjadi CO2 dan ammonia), terapi
alkalinisasi, asidosis tubulus ginjal, spesimen basi.
b) pH asam : ketosis (diabetes, kelaparan, penyakit demam pada anak), asidosis
sistemik (kecuali pada gangguan fungsi tubulus, asidosis respiratorik atau
metabolic memicu pengasaman urine dan meningkatkan ekskresi NH4+), terapi
pengasaman (Riswanto, 2010).
Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena dapat
memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urine normal berkisar antar 4,5-
8,0. Selain itu, penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke
arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urine bereaksi asam,
sedangkan pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi
atnoniak akan menyebabkan urine bersifat basa. Dalam pengobatan batu karbonat
atau kalsium fosfat urine dipertahankan asam, sedangkan untuk mencegah
terbentuknya batu urat atau oksalat pH urine sebaiknya dipertahankan basa
(dr.Wirawan, dkk, Tanpa Tahun).
Jadi, dari hasil pengamatan yang kami lakukan mengenai pH urine dengan
indicator universal dengan urine pH 6, maka dapat disimpulkan bahwa pH urine
subjek yang kami amati adalah normal karena berada dalam rentangan pH 4,5 – 7,5
(ada pula yang menyebutkan pH urine normal adalah 4,5 – 8,0).
2. Analisis Kimia
a. Uji Glukosa
Glukosa mempunyai sifat mereduksi. Ion cupri direduksi menjadi cupro dan
mengendap dalam bentuk merah bata. Semua larutan sakar yang mempunyai gugusan
aldehid atau keton bebas akan memberikan reaksi positif. Na sitrat dan Na karbonat
(basa yang tidak begitu kuat) berguna untuk mencegah pengendapan Cu ++ . Sukrosa
memberikan reaksi negative karena tidak mempunyai gugusan aktif (aldehid/keton
bebas) (Putri, 2011).
Reaksi benedict sensitive karena larutan sakar dalam jumlah sedikit menyebabkan
perubahan warna dari seluruh larutan, sedikit menyebabkan perubahan warna dari
seluruh larutan, hingga praktis dan lebih mudah mengenalnya. Hanya terlihat sedikit
endapan pada dasar tabung. Uji benedict lebih peka karena benedict dapat dipakai
untuk menafsir kadar glukosa secara kasar, karena dengan berbagai kadar glukosa
memberikan warna yang berlainan (Putri, 2011).
Ditegaskan pula bahwa uji benedict spesifik pada karbohidrat, terutama gula
pereduksi, sakarida yang memiliki kemampuan mereduksi, yaitu sakarida dengan
gugus aldosa dan ketosa bebas. Hal ini disebabkan karena kandungan atom C dan
gugus hidroksil (OH) bebas yang aktif. Reaksinya adalah sebagai berikut:
(D-glukosa) + 2 CuO → (asam glukonat) + Cu2O
Adanya endapan Cu2O menyebabkan terjadinya warna merah, sehingga jika hasil
uji glukosa dalam urine positip, urine subyek mengandung gugus (OH) bebas yang
reaktif. Menurut Poedjiadi (1994:40), pereaksi benedict berupa larutan yang
mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat
mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadiion Cu+ yang kemudian mengendap
sebagai Cu2O. adapun natrium karbnat dan natrium sitrat membuat pereaksi benedict
bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk bisa berwarna hijau, kuning atau merah
bata tergantung konsentrasi karbohidrat yang diperiksa.
Contoh reaksi uji benedict pada glukosa:
CHO COOH
Ι Ι
H − C − OH H − C − OH
Ι Ι
H − C − OH + 2CuO H − C − OH + Cu2O
H − C − OH Oksida H − C − OH
Ι Ι
H − C − OH H − C − OH
Ι Ι
CH2OH CH2O
H. Kesimpulan
Berdasarkan data yang didapat berat jenis subjek (1,05833333 gram/cm3) adalah tidak
normal, karena tidak dalam rentangan angka berat jenis normal 1,003 – 1,030 (ada yang
menyatakan berat jenis normal 1,001 – 1,035). Hasil pengamatan yang kami lakukan mengenai
pH urine dengan indicator universal dengan urine pH 6, maka dapat disimpulkan bahwa pH urine
subjek yang kami amati adalah normal. Dari uji glukosa menujukkan warna biru kehijauan,
artinya urine subjek mengandung salah satu unsur abnormal yaitu glukosa (Soewolo, 2003:346).
Menurut Soewolo (2005), hal ini dapat disebabkan karena subjek telah makan makanan yang
mengandung gula pentosa. Namun tidak mengandung protein di dalamnya. Terdapat perubahan
warna menjadi putih keruh dan pada Uji Heller hasil percobaan adalah terbentuk cincin coklat.
Berdasarkan data hasil percobaan, dapat diketahui bahwa urine subyek adalah normal
karena tidak mengandung pigmen empedu. Kenormalan ini dapat dilihat dengan buih pada urine
subjek yang berwarna bening. Sedangkan pada urine yang tidak normal (mengandung pigmen
empedu) ditandai dengan adanya buih berwarna kuning. Adapun kesimpulan dari praktikum ini
bahwa dari hasil percobaan yang dilakukan, urin subjek tidak normal dikarenakan pada beberapa
obyek pengamatan terdapat hasil yang melebihi batas normal seperti berat jenis urin subyek.
Selain itu warna urine subyek pada uji glukosa menunjukkan warna biru kehijauan yang
menandakan urine mengandung salah satu unsur abnormal yaitu glukosa. Sehingga dapat kita
katakan sampel urin yang dipakai dalam percobaan kali ini adalah urin yang tidak normal dan
kurang sehat.
I. Saran
Adapun saran dalam praktikum ini adalah agar setiap praktikan mengamati secara seksama
penelitian yang dilakukan, melakukan penakaran sesuai dengan takarannya, serta berhati-hati
dalam menuangkan ataupun memindahkan cairan urin sehingga dihasilkan pengamatan yang
benar dan akurat.
DAFTAR RUJUKAN
Soewolo. 2003. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UM
Basoeki, Soedjono, dkk. 2000. Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang:
FMIPA UM.
Sloane, Ethel. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: Buku Kedokteran EGC-
IKAPI
Wella, B, B. 2006. Clinic Pathology Application and Interpretasion Third Edition. USA : WB
Saunders Company.
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.