You are on page 1of 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Masalah gizi buruk masih jadi pekerjaan rumah besar yang dihadapi oleh
Indonesia (Christina, 2012). Perilaku dalam kaitannya dengan masalah kekurangan
gizi pada anak balita dapat dilihat dari adanya kebiasaan yang salah dari ibu terhadap gizi
anak balitanya, misalnya ibu yang tidak memberikan telur dan ikan kepada anak
mereka, hal ini dilakukan karena mereka percaya bahwa ikan dapat
menyebabkan kecacingan dan telur dapat menyebabkan bisul bagi anak-anak, anggapan
larangan tentang makanan bagi anak-anak dimaksudkan untuk kepentingan
kesehatannya tetapi pada kenyataannya berpengaruh sebaliknya (Mardiana,
2006: 2). Pengembangan perilaku ibu dalam pemenuhan gizi berpengaruh
terhadap status gizi anak balita sehingga perlu upaya peningkatan perilaku ibu di
dengan pendekatan Health Promotion Model (HPM) (Sugeng dan Ririn. 2014: 30).
Kurang gizi pada balita dapat juga disebabkan perilaku ibu dalam pemilihan bahan

makanan yang tidak benar. Pemilihan bahan makanan, tersedianya jumlah makanan

yang cukup dan keanekaragaman makanan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan

ibu tentang makanan dan gizinya, ketidaktahuan ibu dapat menyebabkan

kesalahan pemilihan makanan terutama makanan untuk anak balita (Mardiana, 2006:

2).

Penurunan prevalensi gizi buruk pada anak balita adalah dengan pemberdayaan

keluarga, terutama ibu. Sebagai salah satu upaya mengevaluasi perilaku ibu

dalam memenuhi kebutuhan gizi anak balita dapat diidentifikasi dengan HPM. HPM,

perilaku kesehatan individu dapat timbul dan dipertahankan karena adanya komitmen

dalam berperilaku, bukan karena takut akan ancaman suatu penyakit (Sugeng dan Ririn.

2014).

Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa anak yang mendapatkan

perilaku pemenuhan kebutuhan gizi yang kurang baik dari keluarga, baik secara

4
kualitas maupun kuantitas dapat menyebabkan anak kurang gizi. Hal ini akan

berpengaruh terhadap pembentukan sumber daya manusia manusia yang berkualitas,

oleh karena itu peranan pengetahuan, sikap dan tindakan ibu akan menentukan corak dan

mutu pemberian makan pada anaknya, mengingat ibu adalah pelaksana utama dalam

diagnose dan perawatan keadaan gizi anak (Mardiana, 2006 : 3).

1.2 Tujuan Penulisan


Mini project ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan
intervensi kepada pasien dengan kodisi gizi buruk di daerah cipayung
1.3 Manfaat Penulisan
Laporan Mini project ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan
informasi dan pengetahuan mengenai gizi buruk dan tuberculosis paru bagi
pasien, masyarakat, ataupun tenaga kesehata secara khusus. Terutama bagi
tenaga kesehatan di puskesmas, diharapkan dapat memberikan pencerahan
dalam menanganikasus permasalahan gizi pada anak dengan penyakit
tuberculosis.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Gizi Buruk


Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata-rata. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah
lima tahun).
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi,
atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori atau keduaya. Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan
dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun.
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari
pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun. Balita disebut gizi
buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) < -3 SD (standar deviasi).

2.2 Pengukuran Status Gizi


Status gizi ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:
a. Pengukuran Klinis
Metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi buruk atau
tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi dan
dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti
kulit,rambut,atau mata. Pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada
balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy pavement
dermatosis).
b. Pengukuran Antropometrik
Pada metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain pengukuran
tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan.

6
Tabel 1. Penentuan Status Gizi secara Klinis dan Antropometri

No. INDIKATOR STATUS GIZI STANDAR DEVIASI


1. BB/U Gizi sangat kurang <-3SD
Gizi Kurang -3SD s/d <-2SD
Gizi Normal -2SD s/d 2SD
Gizi Lebih >2SD
2. TB/U atau PB/U Sangat Pendek <-3SD
Pendek -3SD s/d <-2SD
Normal ≥-2SD
3 BB/TB atau BB/PB Sangat kurus <-3SD
Kurus -3SD s/d <-2SD
Normal -2SD s/d 2SD
Kegemukan >2SD

Tabel 2. Status Gizi Berdasarkan Standar Antropometri WHO Tahun 2005

2.3 Klasifikasi Gizi Buruk


2.3.1 Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering ditemukan pada
balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala marasmus
antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan jarang,kulit keriput yang disebabkan karena
lemak di bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel
meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang.
Pada patologi marasmus, awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi otot serta
menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses fisiologis. Tubuh membutuhkan
energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk
memenuhi kebutuhan energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada

7
defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sistesis
glukosa.

Gambar 1. Balita dengan Marasmus

2.3.2 Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat disebabkan oleh
asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat. Kwashiorkor
juga merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Tanda khas kwashiorkor antara
lain pertumbuhan terganggu, perubahan mental, pada sebagian besar penderita ditemukan
edema baik ringan maupun berat, gejala gastrointestinal, rambut kepala mudah dicabut, kulit
penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan
lebar, sering ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit,pembesaran hati, anemia ringan,
pada biopsi hati ditemukan perlemakan.
Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat menyebabkan perlemakan hati dan
oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan yang
sangat berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup
dalam asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan yang terdapat cukup

8
karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian asam amino dari dalam
serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan
albumin oleh hepar disebabkan oleh berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian
menimbulkan edema.

Gambar 2. Balita dengan Kwarshiorkor

2.3.3 Marasmik – Kwarshiorkor


Marasmic-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala
klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) < 60%
baku median WHO-NCHS yang disertai edema yang tidak mencolok.

2.4 Faktor Penyebab Gizi Buruk


Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk pada balita adalah
sebagai berikut :
2.4.1 Pola Asuh dalam Praktek Pemberian Makanan
Pengasuhan berasal dari kata asuh yang mempunyai makna menjaga, merawat dan
mendidik anak yang masih kecil. Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya

9
dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia
1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan
dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan gizi pada masa ini dapat
menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan intelektual yang
sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa.
Menurut Soekirman, pola asuh gizi adalah berupa sikap dan praktek ibu atau
pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat,
kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Sedangkan menurut Engle et al dikutip
dari Ritayani menekankan bahwa terdapat tiga faktor yang berperan dalam menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal yaitu makanan, kesehatan dan asuhan.
Untuk tumbuh dengan baik anak tidak cukup dengan memberinya makan, asal memilih
menu makanan dan asal menyuapi anak nasi. Akan tetapi anak membutuhkan perhatian
orangtuanya dalam memberi makan.
Pola Asuh ibu yang salah akan menyebabkan kurangnya asupan makanan. Selain itu,
asupan makanan yang kurang juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak
tersedianya makanan secara adekuat, dan anak tidak cukup atau salah mendapat makanan
bergizi seimbang.
Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein, lemak,
karbohidrat, vitamin dan mineral. Setiap gram protein menghasilkan 4 kalori, lemak
menghasilkan 9 kalori, dan karbohidrat menghasilkan 4 kalori. Distribusi kalori dalam
makanan balita dalam keseimbangan diet adalah 15% dari protein, 35% dari lemak, dan 50%
dari karbohidrat. Kelebihan kalori yang menetap setiap hari sekitar 500 kalori menyebabkan
kenaikan berat badan 500 gram dalam seminggu.
Setiap golongan umur terdapat perbedaan asupan makanan misalnya pada golongan
umur 1-2 tahun masih diperlukan pemberian nasi tim walaupun tidak perlu disaring. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan gigi susu telah lengkap apabila sudah berumur 2-2,5 tahun. Lalu
pada umur 3-5 tahun balita sudah dapat memilih makanan sendiri sehingga asupan makanan
harus diatur dengan sebaik mungkin. Memilih makanan yang tepat untuk balita harus
menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien, menentukan jenis bahan makanan yang
dipilih, dan menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan yang
dikehendaki.
Sebagian besar balita dengan gizi buruk memiliki pola makan yang kurang beragam.
Pola makanan yang kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut mengkonsumsi

10
hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang. Berdasarkan dari
keseragaman susunan hidangan pangan, pola makanan yang meliputi gizi seimbang adalah
jika mengandung unsur zat tenaga yaitu makanan pokok, zat pembangun dan pemelihara
jaringan yaitu lauk pauk dan zat pengatur yaitu sayur dan buah.

2.4.2 Pengetahuan Ibu tentang Gizi


Ibu merupakan orang yang berperan penting dalam penentuan konsumsi makanan
dalam keluaga khususnya pada anak balita. Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh
terhadap pola konsumsi makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi
menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan lebih banyak
membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi
juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam
kehidupan sehari-hari.

2.4.3 Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan Ibu


Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya beli pada
keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan, merupakan
penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita. Keadaan sosial ekonomi yang
rendah berkaitan dengan masalah kesehatan yang dihadapi karena ketidaktahuan dan
ketidakmampuan untuk mengatasi berbagai masalah tersebut. Balita dengan gizi buruk pada
umumnya hidup dengan makanan yang kurang bergizi.
Bekerja bagi ibu mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Ibu yang bekerja
mempunyai batasan yaitu ibu yang melakukan aktivitas ekonomi yang mencari penghasilan
baik dari sektor formal atau informal yang dilakukan secara reguler di luar rumah yang akan
berpengaruh terhadap waktu yang dimiliki oleh ibu untuk memberikan pelayanan terhadap
anaknya. Pekerjaan tetap ibu yang mengharuskan ibu meninggalkan anaknya dari pagi
sampai sore menyebabkan pemberian ASI tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya.
Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam keluarga,
yang selanjutnya mempengaruhi kuantitasdan kualitas konsumsi pangan yang merupakan
penyebab langsung dari kekurangan gizi pada anak balita.Tingkat pendidikan ibu dapat
mempengaruhi derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas
pengasuhan anak. Selain itu, tingkat pendidikan ibu juga berhubungan dengan status gizi
balita karena pendidikan yang meningkat kemungkinan akan meningkatkan pendapatan dan
dapat meningkatkan daya beli makanan.

11
2.4.4 Pemberian ASI dan Imunisasi
ASI eksklusif (eksklusif breast feeding) adalah pemberian ASI pada bayi tanpa
tambahan makanan lainnya ataupun cairan lainnya seperti susu formula, jeruk, madu, teh, air
putih dan tanpa tambahan makanan padat apapun seperti pisang, pepaya, bubur susu biskuit,
bubur nasi dan tim sampai usia enam bulan. Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk
jangka waktu minimal 4 bulan dan akan lebih baik lagi apabila diberikan sampai bayi berusia
6 bulan. Setelah bayi berusia 6 bulan ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat,
dan pemberian ASI dapat diteruskan sampai ia berusia 2 tahun.
Mengganti ASI dengan cairan yang tidak bergizi akan berdampak buruk bagi kondisi
bayi, daya tahan hidup, pertumbuhan, dan perkembangannya. Konsumsi air putih atau cairan
lain meskipun dalam jumlah sedikit akan membuat bayi merasa kenyang, sehingga tidak mau
menyusu.
Pemberian ASI eksklusif bagi bayi sangat penting, di mana ASI mengandung semua
nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan anak. ASI memiliki zat
kekebalan, seperti Imunoglobin (lg)A sekretorik, yang membuat bayi jarang mengalami
infeksi pencernaan. Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap
penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi balita.
Imunisasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh. Sistem
kekebalan tersebut yang menyebabkan balita menjadi tidak terjangkit penyakit. Apabila balita
tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita akan berkurang dan akan rentan
terkena penyakit. Hal ini mempunyai dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi.
Imunisasi tidak cukup hanya dilakukan satu kali tetapi dilakukan secara bertahap dan lengkap
terhadap berbagai penyakit untuk mempertahankan agar kekebalan dapat tetap melindungi
terhadap paparan bibit penyakit.

2.4.5 Penyakit Penyerta


Adanya penyakit penyerta juga dapat menyebabkan rendahnya status gizi balita.
Kaitan infeksi dan kurang gizi sangat erat, karena keduanya saling terkait dan saling
memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi
sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan
terjadinya infeksi. Penyakit penyerta seperti diare kronik, Tuberkulosis Paru dan HIV AIDS
merupakan penyakit tersering yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.

12
2.5 PRINSIP DASAR PELAYANAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK

Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu:

1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
8. Koreksi defisiensi nutrien mikro
9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.

Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase
transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang
sesuai untuk setiap fase.

B. SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI BURUK

1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah)


Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP
berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak
sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam
sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan
sendok. Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera
rujuk ke RSU kabupaten.

2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)


Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini
anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain
mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak
tetap dapat bernafas.

Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu
didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama
masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap
setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut
atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia.

13
3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan

Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan
dehidrasi adalah :
 Ada riwayat diare sebelumnya
 Anak sangat kehausan
 Mata cekung
 Nadi lemah
 Tangan dan kaki teraba dingin
 Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

Tindakan yang dapat dilakukan adalah :

 Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali
tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral
dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan
sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal (lampiran 4).
 Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan
NaCL dengan perbandingan 1:1.

Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya :

 Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.


 Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)

Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan


keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.

Berikan :
- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan
penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP
bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn,
Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak

Contoh bahan makanan sumber mineral

Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah,


telur ayam
Sumber Cuprum : daging, hati.
Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.

Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam.

14
Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel, alpukat, bayam, daging
tanpa lemak.

5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi


Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti
demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara
rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut :

UMUR KOTRIMOKSASOL AMOKSISILIN

ATAU (Trimetoprim + Sulfametoksazol)  Beri 3 kali


sehari untuk 5
hari
BERAT BADAN  Beri 2 kali sehari selama 5 hari
Tablet dewasa Tablet Anak Sirup/5ml Sirup

80 mg trimeto 20 mg trimeto 40 mg trimeto

prim + 400 mg prim + 100 mg prim + 200 mg


125 mg
sulfametok sulfametok sulfametok

per 5 ml
sazol sazol sazol

2 sampai 4 bulan

(4 - < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml

4 sampai 12 bulan

(6 - < 10 Kg) ½ 2 5 ml 5 ml

12 bln s/d 5 thn

(10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml

Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan

Catatan :

 Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit


infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi

15
lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah
Sakit Umum.

 Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang
dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan
metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera
rujuk ke rumah sakit

6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk


Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi

Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)


Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali
anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai
segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein
cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja.

Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan


dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai
prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut :

- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa


- Energi : 100 kkal/kg/hari
- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu
lemah berikan dengan sendok/pipet
- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal
pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak

Keterangan :

 Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian
formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
 Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½
dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik (
dibutuhkan ketrampilan petugas )
 Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
 Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan
pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
 Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)

16
Pantau dan catat :

- Jumlah yang diberikan dan sisanya


- Banyaknya muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- Berat badan (harian)
- selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema ,
mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik

7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)

Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi :

Fase Transisi (minggu ke 2)

 Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk


menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
 Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100
ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat
digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
 Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari).

Pemantauan pada fase transisi:

1. frekwensi nafas
2. frekwensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit
dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.
Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
3.Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:

- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.


- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk
tumbuh-kejar.

17
Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :

- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering


- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
- Protein 4-6 g/kgbb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula (
lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

Pemantauan fase rehabilitasi

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :


- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
 Baik bila kenaikan bb  50 g/Kg bb/minggu.
 Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh.

TAHAPAN PEMBERIAN DIET


FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75  FORMULA WHO 100 ATAU
PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA

8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro

Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral. Walaupun
anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai
anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian
besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya.
Berikan setiap hari :

 Tambahan multivitamin lain

 Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau
sirup besi dengan dosis sebagai berikut :

18
Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi

UMUR TABLET BESI/FOLAT SIRUP BESI


DAN Sulfas ferosus 200 mg + Sulfas ferosus 150 ml
BERAT BADAN 0,25 mg Asam Folat  Berikan 3 kali sehari
 Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan ¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
(7 - < 10 Kg)
12 bulan sampai 5 ½ tablet 5 ml (1 sendok teh)
tahun

 Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis
tunggal sebagai berikut :

UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT


(125mg/tablet)
(DOSIS TUNGGAL)
4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet
9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet
1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet
3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet

 Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis

Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A


200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -

Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A

9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional


Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan :
- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)

10.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah

Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di
rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa.

19
Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah
setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan
aktifitas bermain.

Nasehatkan kepada orang tua untuk :

- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas


- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5)
dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di
posyandu/puskesmas.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal

Tabel 1 :

KEBUTUHAN GIZI MENURUT FASE PEMBERIAN MAKAN

FASE
ZAT GIZI STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Energi 100 Kkal/kgbb/hr 150 Kkal/kgbb/hr 150-200 Kkal/kgbb/hr
Protein 1-1,5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6 g/kgbb/hr
Vitamin A Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
Asam Folat Idem Idem Idem
Zink Idem Idem Idem
Cuprum Idem Idem Idem
Fe Idem Idem Idem
Cairan 130 ml/Kgbb/hr 150 ml/Kgbb/hr 150-200 ml/Kgbb/hr
atau
100 ml/kgbb/hr
bila ada edema

20
Tabel 2
JADWAL, JENIS, DAN JUMLAH MAKANAN YANG DIBERIKAN

JUMLAH CAIRAN (ml)


SETIAP MINUM
FASE
WAKTU JENIS FREKWENSI MENURUT BB ANAK
PEMBERIAN MAKANAN 4 Kg 6 Kg 8 Kg 10
Kg
Stabilisasi Hari 1-2 F75/modifika 12 x ( dg ASI ) 45 65 - -
si/Modisco ½ 12 x ( tanpa 45 65 90 110
ASI)

Hari 3-4 F75/modifika 8 x ( dg ASI) 65 100 - -


si/Modisco½ 8 x (tanpa 65 100 130 160
ASI)

Hari 5-7 F75/Modifika 6 x (dg ASI) 90 130 - -


si/Modisco ½ 6 x (Tanpa 90 130 175 220
ASI)
Transisi Minggu 2-3 F100/modifi 4 x ( dg ASI ) 130 195 - -
kasi/Modisco 6 x ( tanpa 90 130 175 220
I ASI)
Atau II
Rehabilita Minggu 3-6 F135/modifi 3 x ( dg/tanpa 90 100 150 175
Si
kasi/Modisco ASI )
III, ditambah
BB < 7 Kg
Makanan 3 x 1 porsi - - - -
lumat/maka
n
lembik 1x 100 100 100 100
sari buah

BB >7 Kg Makanan 3 x 1 porsi - - - -


lunak/makan
An biasa
Buah 1 –2 x 1 buah - - - -
*) 200 ml = 1 gelas
Contoh :
Kebutuhan anak dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi diperlukan :
Energi : 1200 Kkal
400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F 135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan
lumat/makanan lembik dan 1 kali 100 cc sari buah

21
Tabel 3
FORMULA WHO
Bahan Per 100 ml F 75 F 100 F 135
FORMULA WHO
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
Larutan elektrolit Ml 20 20 27
Tambahan air s/d Ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI
Energi Kalori 750 1000 1350
Protein g 9 29 33
Lactosa g 13 42 48
Potasium Mmol 36 59 63
Sodium Mmol 6 19 22
Magnesium Mmol 4.3 7.3 8
Seng Mg 20 23 30
Copper Mg 2.5 2.5 3.4
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolality Mosm/l 413 419 508

Tabel 4
MODIFIKASI FORMULA WHO
FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Bahan Makanan F75 I F75 F75 M½ F100 M1 MII F135 MIII
II III
Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 - -
Susu full cream (g) - 35 - - 110 - - 25 120
Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - - -
Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75 75
Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - 50 -
Tempe (g) - - - - - - - 150 -
Minyak sayur (g) 27 17 17 25 30 50 - 60 -
Margarine (g) - - - - - - 50 - 50
Lar. Elektrolit (ml) 20 20 20 - 20 - - 27 -
Tambahan air (L) 1 1 1 1 1 1 1 1 1

*) M : Modisco

Keterangan :

1. Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.


Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga kemungkinan
tidak dapat diterima oleh semua anak, terutama yang mengalami diare. Dengan demikian
pada kasus diare lebih baik digunakan modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan
tepung

22
2. Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau modifikasi
3. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO 135
sampai makanan biasa

CARA MEMBUAT

1. Larutan Formula WHO75


Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan elektrolit, diencerkan dengan air
hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml.
Larutan ini bisa langsung diminum
Larutan modifikasi :
Campurkan susu skim/full cream/susu segar, gula, tepung, minyak. Tambahkan air
sehingga mencapai 1 L (liter) dan didihkan hingga 5-7 menit.
2. Larutan Formula WHO 100 dan modifikasi Formula WHO 100
Cara seperti membuat larutan Formula WHO 75
Larutan modifikasi :
Tempe dikukus hingga matang kemudian dihaluskan dengan ulekan (blender, dengan
ditambah air). Selanjutnya tempe yang sudah halus disaring dengan air secukupnya.
Tambahkan susu, gula, tepung beras, minyak, dan larutan elektrolit. Tambahkan air
sampai 1000 ml, masak hingga mendidih selama 5-7 menit.

2.6 Komplikasi Gizi Buruk


Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam jiwa karena
berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul antara lain hipotermi (mudah
kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang
dibawah kadar normal) dan kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani
dan namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat ”catch up” dan
mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini berdampak buruk terhadap
pertumbuhan maupun perkembangannya.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan
perkembangan yang lain. Sedangkan dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ,
penurunan perkembangn kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan
perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu saja merosotnya prestasi anak.
Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral.
Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu
luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak.
Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang

23
sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan
gangguan hormonal.
Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena
kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak tampak
pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang
terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan)
Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid menurun. Hormon-hormon
tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan
kematian.
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP, khususnya pada
KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian cukup besar,
adalah sekitar 55%. Kematian ini seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti
Tuberculosis, radang paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak.
Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan mekanisme
pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila terkena infeksi beresiko terjadi
komplikasi yang lebih berat hingga mengancam jiwa.

2.7 TB PARU PADA ANAK


A. DEFINISI

Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium


tuberkulosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme
patogen maupun saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainya. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman/bakteri
Mycobacteriumtuberculosis. Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan
sebagianlagi dapat menyerang di luar paru - paru, seperti kelenjar getah bening(kelenjar),
kulit, usus/saluran pencernaan, selaput otak, dan sebagianya.2

B. ETIOLOGI

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis dan Mycobacterium bovis (sangat jarang disebabkan oleh Mycobacterium
avium). Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882.
Basil tuberkulosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering,

24
tetapi bila dalam cairan akan mati pada suhu 60°C dalam waktu 15-20 menit. Fraksi
protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya
menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan
terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai
Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

C. FAKTOR RESIKO
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya tuberkulosis primer:
1. Faktor Infeksi
Penularan tuberkulosis primer dapat melalui beberapa cara, yaitu:
- Batuk orang dewasa
Saat orang dewasa batuk atau bersin, sejumlah tetesan cairan (ludah) tersembur ke
udara. Bila orang tersebut menderita tuberkulosis paru, maka tetesan tersebut
mengandung kuman. Jika disekitar orang tersebut terdapat orang dewasa atau anak-
anak yang pada saat itu kekebalan tubuhnya menurun maka dengan mudah akan
terinfeksi atau tertular.
- Makanan atau susu
Anak- anak bisa terinfeksi tuberkulosis dari susu atau makanan, dan infeksi bisa
terjadi mulai pada mulut atau usus. Susu dapat mengandung tuberkulosis dari sapi
(bovine TB), bila sapi di daerah tersebut menderita tuberkulosis dan susu tidak direbus
sebelum diminum. Bila hal ini terjadi, infeksi primer terjadi pada usus, atau terkadang
pada amandel.

2. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan mendukung
perkembangbiakan basil Mycobacterium Tuberkulosis. Seperti diketahui basil
tuberkulosis merupakan BTA (Basil Tahan Asam) yang dapat berkembangbiak apabila
ada di ruangan yang gelap dan lembab, akan mati jika terkena sinar matahari secara
langsung. Jadi kebersihan lingkungan perlu diperhatikan.

25
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi berkaitan dengan ketersediaan pangan yang kaya zat gizi.
Ekonomi juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi penyebab penularan
tuberkulosis primer. Seorang ibu dengan perekonomian rendah maka untuk mencukupi
makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak susah, sehingga mereka hanya memberi
makanan apa saja tanpa mengetahui nilai gizinya. Padahal kita tahu bahwa dengan
mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi akan bermanfaat bagi tumbuh kembang anak
dan meningkatkan kekebalan tubuh anak terhadap penyakit.

4. Pelayanan Kesehatan
Adanya penyakit tuberkulosis primer yang semakin tinggi prevalensi di Indonesia
maka pelayanan kesehatan yang harus ditingkatkan oleh pemerintah, melihat penderita
penyakit tersebut adalah anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan membutuhkan
perawatan intensive. Apabila tingkat pelayanan kesehatan tidak optimal maka akan
mempengaruhi penyembuhan tuberkulosis primer dan bila tingkat pelayanan kesehatan
bekerja secara optimal maka laju peningkatan penyakit tuberkulosis primer dapat ditekan
seminimal mungkin. Hal ini tidak lepas pula dari peran pemerintah dan masyarakat
dalam menanggapi segala macam penyakit agar tidak terjadi angka kematian anak yang
tinggi.

26
D. PATOFISIOLOGI

Penularan tuberkulosis primer terjadi karena batuk atau percikan ludah yang
mengandung basil Mycobacterium Tuuberkulosis bertebaran di udara, kemudian terhirup
oleh anak yang pada saat itu sistem imunitas dalam tubuhnya menurun sehingga mudah
terinfeksi. Basil tersebut berkembangbiak perlahan-lahan dalam paru sehingga
menyebabkan kelainan paru. Basil ini bila menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dan
berkembangbiak dalam sitoplasma makrofag. Basil juga dapat terbawa masuk ke organ
tubuh lain yang nantinya bisa menyebabkan tuberculosis hati, ginjal, jantung, kulit dan
lain-lain.1
Bersamaan dengan itu, sebagian kuman akan dibawa melalui cairan getah bening
ke kelenjar getah bening yang terdekat disamping bronkus. Dari kedua tempat tersebut,
kuman akan menimbulkan reaksi tubuh, dan sel-sel kekebalan tubuh akan berkumpul.
Dalam waktu 4 hingga 8 minggu akan muncul daerah kecil di tengah-tengah proses
tersebut dimana terdapat jaringan tubuh yang mati (perkijuan) yang dikelilingi sel-sel
kekebalan tubuh yang makin membesar. Perubahan-perubahan yang terjadi pada paru
dan kelenjar getah bening ini dikenal sebagai tuberkulosis primer. Basil Mycobacterium
Tuberculosis ini dapat bertahan selama 1-2 jam pada suasana lembab dan gelap,
sebaliknya akan mati jika terkena sinar matahari. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.1

27
E. MANIFESTASI KLINIS

Gejala penyakit TBC paru dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara
klinik.5

1. Gejala sistemik/umum
- Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
- Penurunan nafsu makan dan berat badan.
- Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
- Perasaan malaise, lemah.
2. Gejala khusus
- Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak.
- Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
- Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
- Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada
anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa
dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.5

28
F. PENEGAKAN DIAGNOSA
1. Anamnesis
- Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh
- Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu
- Batuk kronik >3 minggu, dengan atau tanpa wheeze
- Riwayat kontak dengan pasien tb paru dewasa.5
2. Pemeriksaan fisik
- Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal
- Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang
- Uji tuberculin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bias negative pada
anak dengan TB milier atau juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk atau beru
menderita campak
- Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut
panjang/tinggi badan.5
3. Pemeriksaan penunjang
- Uji Tuberkulin
Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu yang
terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberculin sangat
dibutuhkan.Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam
menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat uji Mantoux
karena dosis antigen tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit tidak dapat di
control.Uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui adanya
konvensi dari negatif. Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji tuberkulin positif,
proses tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis
dan radiologis.10
Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 – 72 jam. Setelah penyuntikan diukur
diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang-kadang penderita akan mulai
berindurasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji, ini adalah hasil positif. Faktor –
factor yang terkait hospes, termasuk umur yang amat muda, malnutrisi,
immunosupresi karena penyakit atau obat – obat, infeksi virus, vaksin virus hidup,
dan tuberculosis yang berat, dapat menekan reaksi uji kulit pada anak yang terinfeksi
dengan M.tuberculosis. Terapi kortikosteroid dapat menurunkan reaksi erhadap
tuberculin, dengan pengaruh yang sangat bervariasi10.

29
Interpretasi hasil test Mantoux9:
1. Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif
Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman Mycobacterium
tuberculosis.
2. Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang
sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi dengan
Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm berarti cross reaction atau
BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain daritubeculosis yang jelas
maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali infeksi dengan Mycobacterium
tuberculosis.
3. Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.
Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh sensitisi silang
terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini biasanya sementara
selama beberapa bulan sampai beberapa tahundan menghasilkan indurasi kurang dari
10 – 12 mm. Vaksinasi sebelumnya (BCG) juga dapat menimbulkan reaksi terhadap
uji kulit tuberculin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin BCG tidak
pernah menimbulkan uji kulit tuberculin reaktif, dan reaktivitas akan berkurang 2 – 3
tahun kemudian pada penderitayang pada mulanya memiliki uji kulit positif.9

- Pemeriksaan Radiologis9
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk
menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih
dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam beberapa hal pemeriksaan radiologis
memberikan beberapa keuntungan seperti tuberkulosis pada anak – anak dan
tuberculosis millier. Pada kedua hal tersebut diagnosa dapat diperoleh melalui
pemeriksaan radiologi dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Gambaran
radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru:
1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran.
2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.
3. Penyebaran milier.

30
4. Penyebaran bronkogen
5. Atelektasis
6. Pleuritis dengan efusi.
Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis
tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.

- Pemeriksaan Laboratorium9
1. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai ( aktif ) akan didapatkan sedikit
leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih normal. Laju Endap Darah
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
2. Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum
juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan, tetapi
kadang – kadang tidak mudah untuk menemukan sputum terutama penderita yang
tidak batuk atau pada anak –anak. Padapemeriksaan sputum kurang begitu berhasil
karena pada umumnya sputum langsung ditelan, untuk itu dibutuhkan fasilitas
laboratorium berteknologi yang cukup baik, yang berarti membutuhkan biaya yang
banyak Adapun bahan – bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi
adalah :
1. Bilasan lambung
2. Sekret bronkus
3. Sputum
4. Cairan pleura
5. Liquor cerebrospinalis
6. Cairan asites
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurang nya ditemukan tiga
batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman
dalam 1 ml sputum.

31
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang maka
dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor >6 (sama atau
lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan
obat anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke
arah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan dll.

Tabel Sistem scoring diagnosis TB anak

Catatan:
 Diagnosis dengan sistem scoring ditegakkan oleh dokter
 Bila dijumpai skrofuloderma (tb pada kelenjar dan kulit
), langsung didiagnosis TB.
 Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
 Demam dan Batuk tidak memiliki respon terhadap terapi baku
 Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
 Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul <7 hari setelah
penyuntikan), harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak
 Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6 (skor maksimal 13)

32
 Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS

Gambar Alur diagnosis dan tatalaksana TB Anak

G. PENCEGAHAN
1. Vaksinasi BCG
Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberkulosis yang virulen. Imunitas timbul 6 – 8 minggu setelah pemberian BCG.
Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin terjadi super infeksi
meskipun biasanya tidak progresif dan menimbulkan komplikasi yang berat.

H. PENATALAKSANAAN5
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat.
Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan
penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai
keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran
radiologic tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/ intensif (2 bulan pertama)
dan sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3
macam obat pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam
obat pada fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak dapat diberikan
setiap hari, baik pada intensif maupun tahap lanjutan.
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam
bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket
OAT anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (Z), sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin dan isoniazid.

33
Nama Dosis (mg/kgBB/hari) Dosis maksimal (mg/hari)
Isoniazid (INH) 5-15 mg/kgBB/hari 300 mg/hari
Rifampisin (RIF) 10-20 mg/kgBB/hari 600 mg/hari
Pirazinamid (PZA) 25-35 mg/kgBB/hari 2000 mg/hari
Streptomisin (harus 15-40 mg/kgBB/hari 1250 mg/hari
parenteral)
Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari 1000 mg/hari

Paduan OAT disediakan dalam bentuk kombinasi dosis tetap = KDT. Tablet KDT untuk
anak tersedia dalam 2 macam tablet, yaitu :
- Tablet RHZ yang merupakan kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid), dan Z
(Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
- Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid)
yang digunakan pada tahap lanjutan.
Jumlah tablet KDT yang diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan
komposisi dari tablet KDT tersebut.
Dosis KDT pada anak
Berat badan (KG) 2 bulan tiap hari 4 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150) RH (75/50)
5-9 1 Tablet 1 Tablet
10-14 2 Tablet 2 Tablet
15-19 3 Tablet 3 Tablet
20-32 4 Tablet 4 Tablet
Keterangan :
- Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk kerumah sakit
- Anak dengan BB > 33 kg, disesuaikan dengan dosis dewasa
- Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
- OAT KDT dapat diberikan dengan cara ditelan secara utuh atau digerus
Bila paket KDT belum tersedia dapat digunakan paket OAT Kombipak anak dosisnya

34
Dosis OAT Kombipak fase awal/intensif pada anak
Jenis obat BB <10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg
Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Dosis OAT Kombipak fase lanjutan pada anak


Jenis obat BB <10 KG BB 10-20 KG BB 20-32 KG
(KOMBIPAK)
Isoniazid 50 mg 100 mg 200 mg
Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

I. PROGNOSIS 6
Dipengaruhi oleh banyak faktor seperti umur anak, lamanya mendapat infeksi,
keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan
adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lain-lain.

35
BAB III

INTERVENSI KEGIATAN

PENANGGULANGAN GIZI BURUK


PUSKESMAS KECAMATAN CIPAYUNG

Kronologis kasus balita gizi buruk dengan (BB/U = Gizi Buruk dan BB/TB = Kurus
Sekali ) di Puskesmas Kelurahan Cipayung Kecamatan Cipayung

1. IDENTITAS ANAK
 Nama Anak : an. F
 Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Februari 2018
 Umur : 7 bulan
 Jenis Kelamin : Pria
 Berat Badan : 5.4 kg
 Tinggi Badan : 64 cm
 Nama Orang Tua (Asuh) : Bpk. S/ Ny. NA
 Pekerjaan Orang Tua : Wiraswasta / Ibu Rumah Tangga
 Pendidikan Orang Tua : SMP/ SMP
 Alamat : Jln. TPU Cipayung RT: 08 RW: 04 Kelurahan
Cipayung Kec.Cipayung - Jakarta Timur
 Tanggal ditemukan : 25 September 2018
 Status Gizi : BB/U : Gizi Buruk
PB/U : Pendek
BB/TB : Sangat Kurus

2. RIWAYAT ANAK
Os lahir dengan operasi caesar di Jakarta ditolong oleh dokter dengan BB : 2.75
kg panjang badan : 46 cm dan lingkar kepala: 34 cm. Riwayat imunisasi belum lengkap
(DPT-HB-Hib3, Polio 4 dan IPV). Kondisi fisik Os sejak lahir lengkap dan tidak nampak
tanda-tanda klinis seperti udem atau baggy pants.

36
Sesaat setelah lahir, Os tidak diberi ASI. Os baru diberi ASI saat umur 2 hari
karena ASI baru keluar. Setiap Os menyusu tidak pernah lama, yaitu sekitar 5 menit tapi
sering. Os mendapatkan ASI Eksklusif, namun dari data yang didapat pada KMS, pada
usia 3 bulan menuju 4 bulan berat badan Os hanya naik 100 gr dari 5 kg ke 5.1 kg
(dengan KBM 600 gr). Lalu pada usia 6 bulan berat badan Os hanya mencapai 5.3 kg. Os
sering mengalami batuk pilek.
Os merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara, Os mempunyai seorang kaka yang
masih duduk di bangku PAUD. Os tinggal bersama orang tua, kakek, nenek dan beberapa
keluarga yang lain dalam satu rumah. Di sekitar lingkungan rumah Os terdapat kandang
bebek, kandang burung, aquarium bekas dan kumpulan barang-barang bekas. Kondisi
ventilasi dan pencahayaan di rumah Os cukup. Nenek Os diketahui memiliki riwayat
batuk-batuk lama namun tidak mau berobat. Pada saat kehamilan kondisi Ibu Os normal
dan tidak ada penyakit atau nilai lab tidak normal.
Pola makan Os 3 kali sehari dan selingan 1 kali sehari, dalam sekali makan Os
menghabiskan 1/3 mangkok bubur bayi yang dibeli disekitar rumah Os, dan diberikan
selingan biscuit 2-3 keping sehari dan ASI, namun setiap Os menyusu tidak lama yaitu
sekitar 5 menit setiap menyusu. Os pernah diberikan susu formula namun Os menolak
dan tidak suka/ tidak mau memakai botol susu (dot).
Pada tanggal 21 november, pasien berobat ke RS untuk dilakukan pemeriksaan
apakah OS menderita penyakit penyerta lainnya atau tidak, dikarenakan jika tidak ada
penyakit peserta pasien akan di berikan perawatan khusus di Puskesmas Kecamatan
Cipayung untuk dilakukan pemasangan selang nutrisi. Kemudian setelah ke RS, pasien
dianjurkan untuk pemeriksaan darah dan foto rontgen.
Setelah dilakukan pemeriksaan, pada tanggal 26 november pasien datang dan
hasilnya positif menderita TB paru. Lalu pasien diberikan pengobatan OAT selama 6
bulan lamanya. Satu keluarga pasien kemudian juga dianjurkan untuk dilakukan skrining.
Dalam 1 rumah terdapat 3 keluarga yaitu keluarga OS, kakek dan nenek OS, serta Paman
dan bibi OS. Keluarga OS lalu diperiksa ke Puskesmas Kelurahan Cipayung.
Pada kakak OS dilakukan pemeriksaan Mantoux test karena masih berusia 5
tahun, sedangkan yang lainnya dilakukan pemeriksaan dahak. Hasilnya adakah terdapat
undurasi sebesar 19mm pada lengan kakak OS yang mengartikan bahwa kakak OS juga
menderita TB paru dan segera dilakukan pengobatan TB selama 6 bulan di puskesmas.

37
Untuk keluarganya hasilnya baru kakek dan bapak OS saja yang memberikan
dahak dan keluar hasilnya yaitu negatif, Sisanya kesulitan untuk mengeluarkan dahak.

3. Dokumentasi

Tidak terdapat udema dan tidak baggy pants

38
Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal

Terdapat banyak barang bekas dan kandang burung

39
ANALISA DAN EVALUASI TINDAK LANJUT KEGIATAN
TANGGAL : 25 / 09/2018

Nama Anak An. F


Umur 7 bulan
Jenis kelamin Laki – laki
IDENTITAS KASUS

KONDISI KASUS SAAT INI


BB (KG) :5,4 kg Status gizi, BB/U : gizi buruk
PB (CM) : 66.5 cm TB/U : normal
BB/TB : sangat kurus
Rencana tindak lanjut - Merencanakan merujuk balita untuk periksa ke
puskesmas secepatnya.
- Tetap diberikan ASI dan ada makanan tambahan berupa
F100, biskuit MP-ASI
- informasi tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA) sesuai usia balita.
- Informasi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat
Tindak lanjut - ASI sesering mungkin
- Sudah diberikan makan dengan porsi kecil tapi sering
secara bertahap
- Sudah diberi konseling tentang kebersihan
Evaluasi - Menyusui lebih sering dan memberikan F 100 walaupun
tidak dihabiskan
- Os hanya menghabiskan 3-4 sdt bubur setiap kali
makan.
Makanan berupa biscuit MP-ASI sudah diberikan
namun Os kurang suka
- Kebersihan masih sangat kurang yaitu teras rumah dan
halaman rumah Os terdapat hewan peliharaan unggas
dan tidak terawat, banyak kotoran hewan, begitu juga
dengan area sekitar belakang rumah Os. Halaman depan
rumah Os banyak tumpukan barang-barang tidak
terpakai dan terlihat sangat kotor.

TANGGAL : 1 / 10 / 2018
KONDISI KASUS SAAT INI
BB (KG) :5,5 kg Status gizi, BB/U : gizi buruk
PB (CM) : 66.5 cm TB/U : normal
BB/TB : sangat kurus
Rencana tindak lanjut - Merencanakan kunjungan rumah kembali pada tanggal
9 Oktober 2018
- Tetap diberikan ASI dan ada makanan tambahan berupa

40
F100, biskuit MP-ASI
- Informasi tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA) sesuai usia balita.
Tindak lanjut - ASI sesering mungkin dan F100 diberikan sehari 8x
dengan penambahan bubur
- Sudah diberikan makan dengan porsi kecil tapi sering
secara bertahap
Evaluasi - Menyusui lebih sering dan memberikan F 100 walaupun
tidak dihabiskan (sehari 3x dengan setiap pemberian
hanya dihabiskan kurang dari 50 ml). Os mengalami
kesulitan menghisap jika menggunakan dot.
- Ada peningkatan frekuensi dan jumlah pemberian
makan yaitu sudah diberikan makan minimal 3x/ hari
dengan menghabiskan 1/3 mangkok bubur setiap kali
makan.
- Makanan berupa biscuit MP-ASI sudah diberikan namun
Os kurang suka dan sulit mencerna/ tersedak
- Kebersihan masih sangat kurang yaitu teras rumah dan
halaman rumah Os terdapat hewan peliharaan unggas
dan tidak terawat, banyak kotoran hewan, begitu juga
dengan area sekitar belakang rumah Os. Halaman depan
rumah Os banyak tumpukan barang-barang tidak
terpakai dan terlihat sangat kotor.
- Bagian dalam rumah Os tidak bersih dan kurang rapi.
- Unggas yang berada di rumah Os merupakan milik kakek
Os sehingga orang tua Os tidak berani untuk
menyingkirkan unggas tersebut.
- Terdapat aktifitas pemotongan ayam dibelakang rumah
Os karena nenek Os merupakan pedagang ayam.

TANGGAL 9 / 10 / 2018
KONDISI SAAT INI
BB (KG) :5,6 kg Status gizi, BB/U : gizi buruk
PB (CM) : 66.5 cm TB/U : normal
BB/TB : sangat kurus
Rencana tindak lanjut - Merencanakan kunjungan rumah kembali pada tanggal
17 Oktober 2018
- Tetap diberikan ASI dan ada makanan tambahan berupa
F100, biskuit MP-ASI. Pemberian F100 dengan
menggunakan beberapa alternative dot dan sendok
- Informasi tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA) sesuai usia balita.
Tindak lanjut - ASI sesering mungkin dan F100 diberikan sehari 8x
dengan penambahan bubur
- Sudah diberikan makan dengan porsi kecil tapi sering
secara bertahap. Pemberian biscuit MP-ASI dengan
dilumatkan menggunakan larutan F100

41
- Sudah diberi konseling tentang kebersihan
Evaluasi - Menyusui lebih sering dan memberikan F 100 walaupun
tidak dihabiskan (sehari 3x dengan setiap pemberian
hanya dihabiskan 60-70 ml). Kesulitan menghisap sudah
cukup teratasi dengan menggunakan sendok secara
bertahap dan sering.
- Frekuensi dan jumlah pemberian makan yaitu sudah
diberikan makan minimal 3x/ hari dengan
menghabiskan 1/3 mangkok bubur setiap kali makan.
- Makanan berupa biscuit MP-ASI sudah diberikan
dengan cara dilumatkan dengan F100 namun Os hanya
menghabiskan 2-3 keping/ hari

TANGGAL 17 / 10 / 2018
KONDISI SAAT INI
BB (KG) :5,7 kg Status gizi, BB/U : gizi buruk
PB (CM) : 66.5 cm TB/U : normal
BB/TB : sangat kurus
Rencana tindak lanjut - Merencanakan kunjungan rumah kembali pada tanggal
5 November 2018
- Tetap diberikan ASI dan ada makanan tambahan berupa
F100, biskuit MP-ASI. Pemberian F100 dengan
menggunakan beberapa alternative dot dan sendok
- Informasi tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA) sesuai usia balita.
- Informasi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat
Tindak lanjut - ASI sesering mungkin dan F100 diberikan sehari 8x
dengan penambahan bubur
- Sudah diberikan makan dengan porsi kecil tapi sering
secara bertahap. Pemberian biscuit MP-ASI dengan
dilumatkan menggunakan larutan F100
- Sudah diberi konseling tentang kebersihan
Evaluasi - Menyusui lebih sering dan memberikan F 100 sehari 5x
dan Os sudah mampu menghabiskan setiap 100 ml .
Kesulitan menghisap sudah cukup teratasi dengan
menggunakan sendok secara bertahap dan sering.
- Frekuensi dan jumlah pemberian makan yaitu sudah
diberikan makan minimal 3x/ hari dengan
menghabiskan 1/3 mangkok bubur setiap kali makan.
- Makanan berupa biscuit MP-ASI sudah diberikan dengan
cara dilumatkan dengan F100 namun Os hanya
menghabiskan 2-3 keping/ hari

TANGGAL 5 / 11 / 2018
KONDISI SAAT INI
BB (KG) :5,7 kg Status gizi, BB/U : gizi buruk
PB (CM) : 66.5 cm TB/U : normal

42
BB/TB : sangat kurus
Rencana tindak lanjut - Merencanakan kunjungan rumah kembali pada tanggal
19 November 2018
- Tetap diberikan ASI dan ada makanan tambahan berupa
F100, biskuit MP-ASI. Pemberian F100 dengan
menggunakan beberapa alternative dot dan sendok
- Informasi tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA) sesuai usia balita.
- Informasi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat
Tindak lanjut - ASI sesering mungkin dan F100 diberikan sehari 8x
dengan penambahan bubur
- Sudah diberikan makan dengan porsi kecil tapi sering
secara bertahap. Pemberian biscuit MP-ASI dengan
dilumatkan menggunakan larutan F100
- Sudah diberi konseling tentang kebersihan
Evaluasi - Menyusui lebih sering dan memberikan F 100 sehari 5x
dan Os sudah mampu menghabiskan setiap 100 ml .
Kesulitan menghisap sudah cukup teratasi dengan
menggunakan sendok secara bertahap dan sering.
- Frekuensi dan jumlah pemberian makan yaitu sudah
diberikan makan minimal 3x/ hari dengan
menghabiskan 1/3 sampai ½ mangkok bubur setiap kali
makan.
- Makanan berupa biscuit MP-ASI sudah diberikan dengan
cara dilumatkan dengan F100 namun Os hanya
menghabiskan 2-3 keping/ hari

TANGGAL 19 / 11 /2018
KONDISI SAAT INI
BB (KG) :5,5 kg Status gizi, BB/U : gizi buruk
PB (CM) : 66.5 cm TB/U : normal
BB/TB : sangat kurus
Rencana tindak lanjut - Merencanakan merujuk Os ke rumah sakit untuk
diperiksakan lebih lanjut apakah ada penyakit penyerta
atau tidak
- Tetap diberikan ASI dan ada makanan tambahan berupa
F100, biskuit MP-ASI. Pemberian F100 dengan
menggunakan beberapa alternative dot dan sendok
- Informasi tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA) sesuai usia balita.
- Informasi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat
Tindak lanjut - ASI sesering mungkin dan F100 diberikan sehari 8x
dengan penambahan bubur
- Sudah diberikan makan dengan porsi kecil tapi sering
secara bertahap. Pemberian biscuit MP-ASI dengan
dilumatkan menggunakan larutan F100
- Sudah diberi konseling tentang kebersihan

43
Evaluasi - Menyusui lebih sering dan memberikan F 100 sehari 5x
dan Os hanya menghabiskan kurang dari 100 ml . Os
mengalami batuk, pilek dan demam.
- Frekuensi dan jumlah pemberian makan yaitu sudah
diberikan makan minimal 3x/ hari dengan
menghabiskan 1/3 mangkok bubur setiap kali makan
(nafsu makan Os berkurang).
- Diketahui nenek Os sering mengalami batuk-batuk, dan
Ayah Os jg merupakan seorang perokok. Ayah Os sulit
untuk diberikan informasi (ayah Os menolak untuk
diberikan konseling)

TANGGAL 27 / 11 / 2018
KONDISI SAAT INI
BB (KG) :5,5 kg Status gizi, BB/U : gizi buruk
PB (CM) : 66.5 cm TB/U : normal
BB/TB : sangat kurus
Rencana tindak lanjut - Pada tanggal 21 pasien ke rs untuk dilakukan
pemeriksaan ke dokter spesialis anak lalu dilakukan
pemeriksaan rontgen dan darah, kemudian hasil keluar
tanggal 26 november lalu pasien terdiagnosis positif TB
paru
- Langsung diberikan terapi OAT dari rs.
- Merencanakan merujuk semua anggota keluarga Os
yang tinggal serumah untuk diperiksakan apakah ada yg
terkena TB paru
- Tetap diberikan ASI dan ada makanan tambahan berupa
F100, biskuit MP-ASI. Pemberian F100 dengan
menggunakan sendok
- Informasi tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA) sesuai usia balita.
- Informasi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat
Tindak lanjut - ASI sesering mungkin dan F100 diberikan sehari 8x
dengan penambahan bubur
- Sudah diberikan makan dengan porsi kecil tapi sering
secara bertahap. Pemberian biscuit MP-ASI dengan
dilumatkan menggunakan larutan F100
- Sudah diberi konseling tentang kebersihan
Evaluasi - Hampir semua keluarga Os mau untuk memeriksakan
dirinya namun ayah Os tidak hadir saat akan dirujuk.
- Menyusui lebih sering dan memberikan F 100 sehari 4-
5x dan Os hanya menghabiskan hampir 100 ml .
- Frekuensi dan jumlah pemberian makan yaitu sudah
diberikan makan minimal 3x/ hari dengan
menghabiskan 1/3 mangkok bubur setiap kali makan.
- Keluarga Os bersikap positif namun belum melakukan
suatu tindakan untuk membersihkan rumahnya.

44
TANGGAL 21 /12/2018
KONDISI KASUS SAAT INI
BB (KG) :6,2 kg Status gizi, BB/U : gizi buruk
PB (CM) : 66.5 cm TB/U : normal
BB/TB : sangat kurus
Rencana tindak lanjut - Tetap diberikan ASI dan ada makanan tambahan berupa
F100, biskuit MP-ASI. Pemberian F100 dengan
menggunakan beberapa alternative dot dan sendok
- Informasi tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA) sesuai usia balita.
- Informasi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat
Tindak lanjut - ASI sesering mungkin dan F100 diberikan sehari 8x
dengan penambahan bubur
- Sudah diberikan makan dengan porsi kecil tapi sering
secara bertahap. Pemberian biscuit MP-ASI dengan
dilumatkan menggunakan larutan F100
- Sudah diberi konseling tentang kebersihan
Evaluasi - Kakak pasien positif TB karena pada saat pemeriksaan
mantoux undurasi sekitar 19 mm, kemudian diberikan
pengobatan OAT dari puskesmas kelurahan cipayung.
- Untuk hasil dahak pada bapak os dan kakek os adalah
negatif, tp pada anggota keluarga yang lain belom
dilakukan pemeriksaan karena dahak tidak bisa keluar
- Frekuensi dan jumlah pemberian makan yaitu sudah
diberikan makan minimal 3x/ hari dengan
menghabiskan 1/3 mangkok bubur setiap kali makan.
- Sudah ada peningkatan BB dari OS

45
DOKUMENTASI

TANGGAL 31 / 12 / 2018
KONDISI SAAT INI
BB (KG) :5,7 kg Status gizi, BB/U : gizi buruk
PB (CM) : 66.5 cm TB/U : normal
BB/TB : sangat kurus
Rencana tindak lanjut - Tetap diberikan ASI dan ada makanan tambahan berupa
F100, biskuit MP-ASI. Pemberian F100 dengan
menggunakan beberapa alternative dot dan sendok
- Informasi tentang Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA) sesuai usia balita.
- Informasi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat
Tindak lanjut - ASI sesering mungkin dan F100 diberikan sehari 8x
dengan penambahan bubur
- Sudah diberikan makan dengan porsi kecil tapi sering
secara bertahap. Pemberian biscuit MP-ASI dengan
dilumatkan menggunakan larutan F100
- Sudah diberi konseling tentang kebersihan
- Edukasi mengenai keluarga pasien yang dahaknya belom
bisa dikeluarkan dengan memberi obat GG untuk
pengencer dahak.
Evaluasi - Os kembali sulit mengunyah makanan karena itu bb nya
jadi turun kembali, saat makan hanya sedikit.

46
DOKUMENTASI

47
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Gizi buruk yang terjadi pada os merupakan kondisi yang disebabkan oleh kondisi dan
penyakit utamanya yaitu Tuberculosis Paru. Penanganan yang dilakukan terhadap kondisi OS
harus secara komprehensif karena sifatnya berkaitan harus diobati sampai tuntas. Penanganan
os secara bertahap dan perlahan tidak hanya menanggulangi masalah gizinya tetapi juga
secara menyeluruh sampai pengobatan OAT OS tuntas serta dicari penyebab keluarga yang
terjangkit TB paru juga seperti OS

4.2 SARAN
Perlunya pendokumentasian yang lengkap dan penanganan yang komprehensif dan
berkala terhadap os dimulai dari pententuan target dan penyusunan rencana intervensi
penanggulangan kondisi os sehingga os dapat mencapai target yang diinginkan. Serta edukasi
mengenai pemukiman yang sehat untuk ditinggali os dan harus diberi tahu kepada pihak
keluarga os guna menciptakan situasi dan kondisi yang aman dan sehat

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Jonkers C, Kouwenoord K, et al. Guideline screening and treatment of malnutrition.


Dutch Malnutrition Steering Group: Amsterdam; 2011
2. UNICEF Indonesia. Laporan Tahunan 2012.
3. Badan Pusat Statistik (BPS). Balita (0-59) bulan menurut status gizi, tahun 1998-
2005. available from www.bps.go.id [diunduh tanggal 30 november 2018]
4. Amelia, Karyadi L, Muljati S, dkk. Dampak kekurangan gizi terhadap kecerdasan
anak SD pasca pemulihan gizi buruk. The Journal of Nutririon and Food Research.
1995; 8:1-16
5. Siswanto, Hadi, et al. “Berapa besar masalah gizi di Indonesia dan bagaimana
menanggulanginya?”. Jurnal data dan informasi kesehatan: 2011; vol 1(1):9
6. Kemenkes RI. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, Buku I. Depkes RI: Jakarta; 2011
7. Guidelines for the inpatient treatment of severly malnourished children [intenet].
WHO.[cited 2016 Jan 22]. Available from:
http://www.who.int/nutrition/publications/guide_inpatient_text.pdf
8. Kemenkes RI. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Depkes RI: Jakarta; 2011
9. Rahajoe NN, Basir D, Kartasasmita CB, editor. Pedoman nasional tuberculosis anak.
Jakarta : UKK Pulmonologi PP IDAI; 2007.
10. Herchline T. Tuberculosis. [Online]. 2007 Jan 8 [cited 2007 Sept 10];[15 screens].
Available from:URL:http://www.eMedicine.com
11. WHO Indonesia, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Jakrta :
WHO Indonesia; 2009;113-118
12. Latief A,dkk. Ilmu kesehatan anak 2. Jakarta : Bagian ilmu kesehatan anak
FKUI;2008.
13. Mansjoer A. Pulmologi anak. Dalam : Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
Media Aeculapius;2000; hal.459.
14. Tuberkulosis. [Online]. [cited 2007 Sept 10];[5 screens]. Available from:
URL:http://www.infeksi.com
15. Alatas, Dr. Husein et al : Ilmu Kesehatan Anak, edisi ke 7, buku 2, Jakarta; Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia 2007, hal 573 – 761.
16. Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M. : Patofisiologi Klinik, edisi ke 5, Tuberkulosis,
hal 753 – 761.

49

You might also like