You are on page 1of 13

ASFIKSIA NEONATORUM

A. DEFINISI ASFIKSIA NEONATORUM


Suatu keadaaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur
setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intrauterine dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan, persalinan atau
segera setelah lahir.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Pada dasarnya anatomi dan fisiologi neonatus dan bayi mempunyai kesamaan. Hal yang
membedakannya hanya pada irama, kedalaman dan frekuensi pernapasannya. Hal ini
dikarenakan proses adaptasi neonatus dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstra
uterin.
C. ETIOLOGI ASFIKSIA NEONATORUM
Hipoksia yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran
gas serta transpor O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2
dan dalam menghilangkan CO2. Towell (1966) mengajukan penggolongan penyebab
asfiksia neonatorum terdiri dari:
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu yang akan terjadi akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya, hipoksia ini terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian anastesia.
b. Gangguan kontraksi usus
c. Hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan
d. Hipertensi
e. Hb yang menurun berakibat pada janin karena kekuatan mengikat O2 akan berkurang
sehingga terjadi hipoksia
f. Gangguan penyakit jantung
2. Faktor fetus
a. Kompresi umbilicus
b. Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
c. Lilitan tali pusat
3. Faktor plasenta
a. Plasenta tipis
b. Plasenta kecil
c. Plasenta tidak menempel
d. Solusio plasenta
4. Faktor neonatus
a. Pemakaian obat anastesi yang berlebihan pada ibu
b. Trauma yang terjadi saat persalinan
c. Kelainan kongenital pada bayi
d. Prematur
5. Faktor persalinan
a. Partus lama
b. Partus tindakan
6. Faktor resiko
a. Gizi ibu yang buruk
b. Anemia
c. Gangguan oksigenasi
d. Gangguan pemberian zat makanan/nutrisi
e. Penyakit menahun (hipertensi, gangguan penyakit jantung)
D. TANDA DAN GEJALA ASFIKSIA NEONATORUM
1. Tingkat kesadaran Sangat waspada Lesu (letargia) Pingsan (stupor), koma
2. Tonus oto Normal Hipotonik Flasid
3. Postur Normal Fleksi Disorientasi
4. Reflek tendo / klenus Hyperaktif Hyperaktif Tidak ada
5. Mioklonus Ada Ada Tidak ada
6. Reflek morrow Kuat Lemah Tidak ada
7. Pupil Midriasis Miosis Tidak sama, refleks cahaya jelek
8. Kejang – kejang Tidak ada Lazim Desebrasi
9. EEG Normal aktivitas kejang-kejangVoltase rendah Supresi ledakan sampai
isoelektrik
10. Lamanya 24 jam jika ada kemajuan 24 jam sampai 14 hari Beberapa hari sampai
beberapa minggu
11. Hasil akhir Baik Bervariasi Kematian, defisit berat
E. PATOFISIOLOGI ASFIKSIA NEONATORUM
Setiap bayi baru lahir selalu mengalami keadaan hipoksia, dan karena hipoksia itu akan
merangsang bayi untuk berusaha bernapas. Tetapi bila bayi tidak menunjukkan usaha
bernapas hipoksia itu berlanjut sampai ke keadaan yang parah. Hipoksia janin itu
sendiri dipengaruhi oleh faktor ibu, fetus, plasenta, neonatus, dan resiko.
Hipoksia pada ibu akan mengakibatkan gangguan aliran plasenta sehingga terjadi
penurunan aliran O2 ke janin sehingga janin akan mengalami hipoksia. Untuk faktor
fetus hipoksia janin terjadi akibat kompresi tali pusat sehingga terjadi gangguan aliran
darah umbilikus pada janin. Sedangkan untuk faktor plasenta terjadi insufisiensi
plasenta yang menyebabkan penurunan aliran O2 ke janin. Anastesi yang diberikan
secara berlebihan pada waktu proses persalinan dan trauma yang dialami bayi sewaktu
persalinan (partus lama dan partus tindakan) akan mengakibatkan depresi susunan
saraf pusat pada janin. Sehingga akan terjadi kekacauan pada SSP dalam memberikan
impuls kepada organ pernapasan dan berakibat gangguan fungsi organ pernapasan.
Udara yang dihirup akan mengandung bakteri, virus maupun benda-benda asing yang
semestinya tidak ikut masuk ke organ pernapasan untuk itu organ-organ pernapasan
atas akan melakukan kompensasi dengan mengeluarkan lendir atau mukus, tetapi
karena terjadinya kerusakan organ-organ pernapasan terjadilah produksi lendir yang
berlebih sehingga akan mengakibatkan penumpukan mukus atau lendir. Hal ini akan
menurunkan kadar O2 yang seharusnya diterima janin secara normal (terjadilah
hipoksia janin). Untuk faktor resiko diakibatkan karena gizi buruk pada ibu sehingga
mempengaruhi penurunan kadar Hb dalam darah ibu. Karena Hb yang berfungsi
mengikat O2 menurun mengakibatkan O2 dalam darah ibu berkurang, hal ini
mengakibatkan sirkulasi O2 dan nutrisi dari ibu ke janin terganggu, pada akhirnya
terjadi penurunan IVGR dan hipoksia janin. Dalam hal ini terjadi pula kematuran paru
yang mengakibatkan ekspansi paru belum maksimal sehingga terjadi kelemahan-
kelemahan otot pernapasan yang berakibat hipoksia janin.
Hipoksia janin mengakibatkan perfusi jaringan yang berakhir pada kematian jaringan.
Selain itu hipoksia janin mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga terjadi
akumulasi asam laktat, hal itu akan membuat bayi mengalami asidosis yang akan
berakibat pada asfiksia. Hipoksia janin juga akan menstimulasi nevus vagus saraf
simpatis yang akan mengaktifkan kontraksi otot polos kolon. Sehingga janin mengalami
defakasi intrauterin yang akan membuat air ketuban berwarna hijau. Pada saat janin
melakukan aspirasi intrapartum air ketuban yang terkontaminasi oleh tinja tersebut
akan ikut masuk ke dalam sistem pernapasan janin yang berakibat janin mengalami
asfiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnoe I disertai penurunan
frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menujukkan usaha nafas, dan kemudian diikuti
pernapasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat, usaha nafas tidak tampak sehingga
bayi berada pada periode apnoe yang ke II. Apabila perawatan yang dilakukan berhasil
bayi akan menunjukkan usaha bernapas, tetapi jika tidak bayi akan mati.
F. KOMPLIKASI ASFIKSIA NEONATORUM
Komplikasi ini meliputi beberapa organ:
1. Otak: hipokstik iskemik ensefalopati, edeme serebri, palsi selebralis
2. Jantung dan paru: hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, pendarahan paru,
edema paru.
3. Gastrointestinal: enterokolitis nekotrikans
4. Ginjal : tubular nekrosis akut
5. Hematologi
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASFIKSIA NEONATORUM
1. Analisa gas darah (PH kurang dari 7.20)
2. Penilaian APGAR score meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha napas, tonus otot
dan reflek
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah tumbuh komplikasi
4. Pengkajian spesifik
5. Elektrolit garam, baby gram, USG, gula darah.
H. PENATALAKSANAAN ASFIKSIA NEONATORUM
Penatalaksaan medis dengan asfiksia neonatorum sedang. Bila nilai APGAR 4-6:
1. Bayi kadang-kadan memerlukan resusitasi aktif, langkah pertama melakukan tindakan
seperti pada bayi dengan nilai Apgar 7 – 10.
2. Pernapasan buatan yang dikerjakan:
a. Pernapasan kodok (frog breathing) tindakan di hentikan apabila dalam 1 – 2 menit
tidak didapatkan hasil yang diharapkan
b. Pernapasan mulut ke mulut / penggunaan pompa resusitasi. Dalam hal ini harus di
gunakan ”pharyngeal airway” agar jalan napas dapat bebas.
c. Intubasi endotrakea dan O2 di berikan melalui kateter endotrakeal dengan tekanan
tidak melebihi 30 ml H2O.
d. Pemberian natrium bikarbonat 7.5% dengan dosis 2-4 ml/kg BB bersama-sama dengan
glukosa 40% 1 – 2 ml/kg BB dapat diberikan apabila bayi belum bernapas 3 menit
setelah lahir, walaupun tindakan-tindakan resusitasi sudah dikerjakan secara adekuat
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Asfiksia Neonatorum?
2. Apa etiologi dari Asfiksia Neonatorum?
3. Bagaimana Patofisiologi dari Asfiksia Neonatorum?
4. Apa tanda dan gejala dari Asfiksia Neonatorum?
5. Apa Klasifikasi dari Asfiksia Neonatorum?
6. Apa Komplikasi dari Asfiksia Neonatorum?
7. Bagaimana cara penatalaksanaan pada Asfiksia Neonatorum?
8. Bagaimana pencegahan Asfiksia Neonatorum?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami apa yang
dimaksud dengan Asfiksia dan hal-hal yang menyangkut asuhan
keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Asfiksia Neonatorum.
b. Untuk mengetahui etiologi dari Asfiksia Neonatorum.
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari Asfiksia Neonatorum.
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Asfiksia Neonatorum.
e. Untuk mengetahui klasifikasi dari Asfiksia Neonatorum.
f. Untuk mengetahui komplikasi dari Asfiksia Neonatorum.
g. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan dari Asfiksia
Neonatorum.
h. Untuk mengetahui cara pencegahan dari Asfiksia Neonatorum.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat
segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini
disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,
persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang
tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.
Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan dimana hipoksia dan
hiperapneu serta sering berakhir dengan asidosis (Santoso NI, 1992).
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson,
1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir
dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini
merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru
lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian
statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan
bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas
bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang
mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi
hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian
yang tinggi.
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan
perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis,
gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat langsung
dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru
lahir (James, 1958). Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom
gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir (James, 1959).
Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan
Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan
otak bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah
mengherankan bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada
penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan
fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau
mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan
istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan perubahan yang mungkin
terjadi pada penderita asfiksia.
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan
asfiksia.

B. Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit
pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila
terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke
janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat
timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan
asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan,
persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan
bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir
selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia
neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal
pada saat lahir.

Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah :


1. Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat
pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.Gangguan aliran darah
uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering
ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya
hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi
mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi
dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan
plasenta, dan lain-lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara
ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan
tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan
jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ;
pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma
yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan
kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.

C. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan
dalam pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan
mengangkat CO2keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin
tidak berisi udara, sedangkanalveoli janin berisi cairan yang diproduksi
didalam paru sehingga paru janin tidak berfungsi untuk respirasi.
Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah dibandingkan dengan
setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari arteriol dalam
paru janin. Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus
Arteriosus (DA) tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru.
Segera setelah lahir bayi akan menariknafas yang pertama kali
(menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi untuk respirasi.
Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan yang ada
didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam
paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan
mulai menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam
aliran darah. Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati
DA dan masuk kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang
cukup berarti kedalam arteriole paru yang mulai mengembang DA akan
tetap tertutup sehingga bentuk sirkulasi extrauterin akan dipertahankan.
Hipoksia janin atau bayi baru lahir sebagai akibat dari
vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut dengan asfiksia,
pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal, otot dan
kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan
otak akan meningkat. Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan
pada fungsi miokard dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan
penyediaan oksigen pada organ vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu
“Hypoxic Ischemic Enchephalopathy (HIE) yang akan memberikan
gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan kematian bayi baru
lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat dalam waktu
1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna, 1997).

D. Manifestasi Klinis
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan
oleh beberapa keadaan diantaranya :
1. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi
fungsi jantung.
2. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan
menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga
menimbulkan kelemahan jantung.
3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan
menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru
sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala Klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang
cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan
pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan
tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki
periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas
antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis,
nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Tachikardi
2. Denyut jantung terus menurun.
3. Tekanan darah mulai menurun.
4. Bayi terlihat lemas (flaccid).
5. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2).
6. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2).
7. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik).
8. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme
anaerob.
9. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular.
10. Pernafasan terganggu.
11. Reflek / respon bayi melemah.
12. Tonus otot menurun.
13. Warna kulit biru atau pucat.

E. Klasifikasi
1. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti
jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum
pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005).
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah
dengan :
a. Menghitung frekuensi jantung.
b. Melihat usaha bernafas.
c. Menilai tonus otot.
d. Menilai reflek rangsangan.
e. Memperlihatkan warna kulit.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang
dialami bayi:

Tanda 0 1 3
Detak jantung Tidak ada < 100x/menit > 100x/menit
Pernafasan Tidak ada Tidak teratur Menangis kuat
Tonus otot Lunglai Fleksi Fleksi kuat
ekstermitas Gerakan aktif
(lemah)
Reflek saat Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
jalan nafas
dibersihkan
Warna kulit Biru/pucat Tubuh Merah seluruh
kemerahan tubuh
Ekstermitas biru

Nilai 0-3 : Asfiksia berat


Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Ringan/ bisa dianggap Normal

Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor
Apgar) Sumber : Utomo, (2006).
Menurut Mochtar (1998) asfiksia dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a. Asfiksia livida (biru)
b. Asfiksia Pallida (putih)
Tabel 2.2. Perbedaan antara asfiksia livida dan asfiksia pallida
Perbedaan Asfiksia livida Asfiksia Pallida
Warna kulit Kebiru-biruan Pucat
Tonus otot Masih baik Sudah kurang
Reaksi Positif Negatif
rangsangan Masih teratur Tidak teratur
Bunyi jantung Lebih baik jelek
Prognosis

Asfiksia livida lebih baik dari pada asfiksia pallida, prognosis


tergantung pada kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi
yang dalam keadaan asfiksia dan pulih kembali harus di pikirkan
kemungkinannya menderita cacat mental seperti epilepsi dan bodoh pada
masa mendatang.

F. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke
otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya,
yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung
akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal
inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan otak.
Komplikasi pada berbagai organ yakni meliputi :
1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi
serebralis.
2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada
neonatorum, perdarahan paru, edema paru.
3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans.
4. Ginjal: tubular nekrosis akut.
5. Hematologi.

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro
(2005) adalah sebagai berikut :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh
penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel
jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan
untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan :
1. Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
2. Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
3. Bungkus bayi dengan kain kering.
b. Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan
amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan
keluarnya lender

c. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan


Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua
telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan
vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
1. Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan
O2 secara langsung dan berulang atau dengan melakukan intubasi
endotracheal dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari
30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga
dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan
meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi
kantong ke pipa.
2. Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
3. Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan
diatas tulang dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini
berselingan dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x
pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan
kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks jika tindakan
ini dilakukan bersamaan.
4. Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5-
1 cc secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium
glukonat 50-100 mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan
frekuensi jantung.
b. Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)
Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :
1. Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR
1 menit.
2. Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam
hidung, O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi
diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan
membuka dan menutup lubang hidung dan mulut disertai dengan
menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 x/
menit.
3. Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam
mulut bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi
mendorong pangkal lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi
O2 sebelum peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan
frekuensi 20-30 x/menit.
2. Tindakan lain dalam resusitasi
a. Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu
yaitu pada bayi prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin,
pada ibu yang mendapatkan anastesia dalam persalinan.
b. Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang
disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin
yang diberikan selama proses persalinan.
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan
asfiksia, antara lain :
1. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
Caranya:
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian mulut.
c. Bersihkan badan dan tali pusat.
d. Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan
ke dalam inkubator.
2. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
Caranya :
a. Bersihkan jalan napas.
b. Berikan oksigen 2 liter per menit.
c. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila
belu ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker
(ambubag).
d. Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc
disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk
mencegah tekanan intra kranial meningkat.
3. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
Caranya:
a. Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
b. Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
c. Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
d. Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
e. Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis
berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40%
sebanyak 4cc.

H. Pencegahan
Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan
dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :
1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali
kunjungan.
2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih lengkap pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir
dengan asfiksia neonatorum.
3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan
pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan
janin dan deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama
persalinan dengan kardiotokografi.
5. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan
asfiksia neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan
kesehatan.
6. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan
dan penanganan persalinan.
7. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari :
a. Persalinan yang bersih dan aman.
b. Stabilisasi suhu.
c. Inisiasi pernapasan spontan.
d. Inisiasi menyusu dini.
e. Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi.

You might also like