You are on page 1of 8

Asuhan Keperawatan Halusinasi (sikozfrenia)

A. Pengkajian

1. Faktor predisposisi.

Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan
oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai
factor perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress.

a. Faktor Perkembangan lambat


 Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman
 usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
 usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b. Faktor Sosiokultural
 Faktor Biokimia : Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP).
 Faktor Psikologis : Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan stress dan
kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan orientasi realitas.
 Faktor genetik : Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.

2. Faktor Presipitasi

Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman / tuntutan yang
memerlukan energi ekstra untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga
suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.

a. Perilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman,
gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan
serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock,
1993 mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang
individu sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
 Dimensi Fisik

Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang
diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

 Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

 Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.

 Dimensi Sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan


untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri
yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau
orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses
interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

 Dimensi Spiritual

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi dengan


manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut
cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

b. Sumber Koping

Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress
dan anxietas dengan menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai
modal untuk menyelesaikan masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi
koping yang berhasil.

c. Kesehatan

Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan,
system syaraf pusat,kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.

d. Lingkungan

Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup
dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain,
isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja ( kurang tampil dalam berkerja),
stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat tranportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.

e. Sikap

Merasa tidak mampu( harga diri rendah), putus asa ( tidak percaya diri), merasa gagal ( kehilangan
motovasi menggunakan keterampilan diri ), kehilangan kendali diri ( demonstrasi), merasa punya
kekuatan berkelebihan,, merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual ),
bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan
sosialisasi, prilaku asertif, prilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan
ketidakadekuatan penanganan gejala.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Halusinasi pendengaran

2. Resiko Perilaku Kekerasan

3. Defisit Perawatan Diri

C. Intervensi Keperawatan
1.Halusinasi Pendengaran

Tujuan :

 Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya.

 Klien mampu mengontrol halusinasinya

 Pasien dapat mengikuti program pengobatan secara optimal

Kriteria Hasil :

 Pasien dapat dan mau berjabat tangan.

 Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk bersama.

 Pasien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri.


 Pasien mau berhubungan dengan orang lain.

 Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap dengan
keluarga.

D. Intervensi
a. Membina hubungan saling percaya, melakukan kontrak dengan pasien dan mengajak pasien
bercakap-cakap.

b. Membantu pasien mengenali halusinasi

Untuk membantu pasien mengenali halusinasi , perwat dapat berdiskusi dengan pasien tentang
isi halusinasi ( apa yang didengar , dilihat , atau dirasa) , waktu terjadinya halusinasi , situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasimuncul.

c. Melatih pasien mengontrol halusinasi

Ada 4 cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut:

1. Menghardik halusinasi

Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara
menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi
yang muncul atau tidak memperdulukan halusinasi. Jika ini dapat dilakukan , pasien akan
mampu mengendalikan diri dari dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin
halusinasi tetap ada , tetapi dengan kemampuan ini , pasien tidak akan larut untuk mengikuti
halusinasinya. Berikut ini tahapan intervensiyang dilakukan perawat dalam mengajarkan
pasien.

 Menjelaskan cara menghardik halusinasi

 Memperagakan cara menghardik

 Meminta pasien memperagakan ulang

 Memantau penerapan cara , menguatkan perilaku pasien.

2. Bercakap-cakap dengan orang lain

Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol halusinasi. Ketika pasien
bercakap-cakap denga orang lain , terjadi distraksi , focus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi kepercakapan yang dilakukan dengan orang lain.

3. Melakukan aktivitas yang terjadwal

Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri melakukan
aktivitas yang teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal , pasien tidak akan
mengalamibanyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi. Oleh karena
itu , halusinasi dapat dikontro dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi
sampai malam. Tahapan intervensi perawat dalam memberikan aktivitas yang terjadwal ,
yaitu :
 Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi halusinasi.

 Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien.

 Melatih pasien melakukan aktivitas.

 Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih.
Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari bangu pagi sampai tidur malam.

 Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan : memberiak penguatan terhadap perilaku


pasien yg positif.

4. Minum obat secara teratur

Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi.pasien juga harus dilatih untuk
minum obat secara teratur sesuai dengan program terapi dokter. Pasien gangguan jiwa yang
dirawat dirumah sering mengalami putus obat sehingga mengalami kekambuhan. Jika
kekambuhan terjadi , untuk mencapai kondisi seperti semula akan membutuhkan waktu.
Oleh karena itu dilatih minum obat sesuai program dan kelanjutan dengan cara:

1. Menjelaskan kegunaan obat

2. menjelaskan akibat jiak putus obat

3. menjelaskan caramendapatkan obat/ berobat

4. menjelaskan cara minum obat dengan prinsip lima benar ( benar obat ,benar pasien , benar
waktu , dan benar dosis).

2. Resiko Perilaku Kekerasan

Tujuan :

 Pasien dapat mengidentifikasi penyebab RPK

 Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala RPK

 Pasein dapat menyebutkan jenis PK yang pernah dilakukannya

 Pasien dapat menyebutkan cara mencegah / mengendalikan PK

 Pasien dapat mencegah / mengendalikan PK secara fisik, spritul, social , dan dengan psikofarmasi.

Kriteria hasil :

 Klien percaya kepada perawat dan mau terbuka kepada perawat

 Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau jengkel

 Klien mampu mengungkapakan cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan masalah dan
mengendalikan PK

 Klien dapat melakukan dengan baik cara untuk mengendalikan PK


Intervensi keperawatan :

a. Membina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya , pasien harus merasa aman dan nyaman saat berinteraksi
dengan perawat. Tindakan yang harus perawat lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya
adalah :

 Mengucapkan salam teraupeutik

 Berjabat tangan

 Menjelaskan tujuan interaksi

 Membuat kontrak topic , waktu , dan tempat setiap kali bertemu dengan pasien.

b. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasaan sekarang dan yang lalu.

c. Diskusikan perasaan , tanda ,dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi penyebab PK :

1. Diskusikan penyebab PK

2. Diskusikan tanda dan gejala PK secara psikologis

3. Diskusikan tanda dan gejala PK secara sosial

4. Diskusikan tanda dan gejala PK secara spritual

5. Diskusikan tanda dan gejala PK secara intelektual

d. Diskusikan bersama pasien tentang PK yang biasa dilakukan pada saat marah :

a. Verbal

b. Terhadap orang lain

c. Terhadap diri sendiri

d. Terhadap lingkungan

e. Diskusikan bersama pasien akibat PK yang ia lakukan

f. Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan PK , yaitu dengan cara brikut :

 Fisik : tarik nafas dalam atau pukul kasur

 Obat

 Social / verbal : menyatakan secara asertif rasa amarahanya

 Spiritual : beribadah sesuai keyekinan pasien

g. Bantu pasien latihan mengendalikan PK secara fisik :


 Latihan nafas dalam dan pukul kasur / bantal

 Susun jadwal latihan dan pukul kasur / bantal

h. Bantu pasien latihan mengendalikan PK secara sosialk dan verbal

 Bantu mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak dan meminta dengan baik ,
mengungkapkan perasaan dengan baik

 Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

i. Bantu pasien latihan mengendalikan PK secara spritul :

 Bantu pasien mengendalikan marah secara spritul : kegiatan ibadah yang biasa dilakukan

 Buat jadwal latihan ibadah dan berdoa

j. Bantu pasien mengendalikan PK dengan patuh minum obat :

 Bantu pasien minum obatsecara teratur dengan prinsif lima benar ( benar nama pasien , benar nama
obat , benar dosis ) disertai penjelasan mengenai kegunaan obat dan akibat berhenti minum obat.

 Susun jadwal minum obat secara teratur

k. Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk mengendalikan PK.

3. Defisit Perawatan Diri

Tujuan :

 Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri

 Pasien mampu melakukan berhias secara baik

 Pasien mampu melakukan makan dengan baik

 Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri

Kriteria hasil :

 Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan
kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara
merawat diri.

 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air
sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.

 Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa
anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.

 Klien selalu tampak bersih dan rapi

Intervensi Keperawatan:
1. Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri dengan cara :

a. Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri

b. Menjelaskan ala-alat untuk menjaga kebersihan

c. Menjelaskan cara –cara melakukan kebersihan diri

d. Melatih pasien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri

2. Membantu pasien latihan berhias

Latihan berhias pada pria harus dibedakan dengan wanita . Pada pasien laki – laki , latihan meliputi latihan
berpakain , menyisir rambut ,dan bercukur , sedangkan pada pasien wanita latihan meliputi berpakaian
, menyisir rambut dan berhias / berdandan.

3. Melatih pasien makan secara mandiri dengan cara :

a. Menjelaskan cara mempersiapkan makanan

b. Menjelaskan cara makan yang tertip

c. Menjelaskan cara marapikan perlatan makan setelah makan

d. Mempraktikan cara makan yang baik

4. Mengajarkan pasien melakukan BAB/ BAK yang sesuai dengan cara :

a. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

b. Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK

c. Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

You might also like