You are on page 1of 37

Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

MASALAH ABORTUS, GOSIP DAN |MODUL


|
INFOTAINTMENT DAN NIKAH GADIS | |
DI BAWAH UMUR | | 5
PENDAHULUAN

S
alah satu dampak dari perilaku seks bebas adalah aborsi, semakin meningkat
perilaku seks bebas semakin meningkat pula praktek aborsi. Aborsi adalah
pengguguran kehamilan yang tidak diharapkan keberadaannya. Para ulama telah
sepakat bahwa usia kehamilan di atas 40 hari hukumnya adalah haram kecuali ada
indikasi medis yang mengharuskan dilakukan aborsi. Karena aborsi pada hakikatnya
adalah pembunuhan terhadap calon manusia (janin).
Gosip dan infotaintment pun sempat menjadi perbincangan publik tentang
keharaman acara-acara gosip, karena acara seperti ini lebih kepada keharaman
menyebarkan aib orang lain. Membicarakan aib-aib seorang muslim bahkan
menyebarkannya merupakan tindakan yang dilarang dalam Islam.
Masalah nikah gadis di bawah umur pun menjadi sesuatu yang perlu diteliti
dan dibahas secara lebih lanjut, karena praktek ini berdasarkan keterangan hadits
Aisyah telah dipraktekkan oleh Rasulullah Saw yang pernah menikahinya pada usia 7
tahun dan baru menggaulinya pada usia 9 tahun. Di masyarakat kita menjadi sesuaatu
yang aneh menikahi gadis di bawah umur (belum mencapai usia baligh) terlebih jika
ada motif kelemahan ekonomi. Misalnya karena orang tua wanita tersebut terkait
hutang.
Dalam Modul V ini terdiri dari:
Kegiatan Belajar I : Masalah Abortus
Kegiatan Belajar II : Gosip dan Infotaintment
Kegiatan Belajar III : Nikah Gadis di Bawah Umur

Masail Fiqhiyah 155


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

MASALAH ABORTUS
INDIKATOR KOMPETENSI DASAR
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Mengetahui hukum Islam tentang aborsi
2. Mengetahui dalil keharaman menggugurkan kandungan
3. Mengetahui resiko menggugurkan kandungan
4. Menjelaskan pandangan ulama tentang aborsi
5. Menjelaskan UU KUHP tentang aborsi
6. Mengetahui fatwa MUI tentang aborsi

PETUNJUK BELAJAR
Untuk mempelajari modul ini hendaknya diterapkan bebarapa langkah berikut ini:
1. Mahasiswa mendengarkan serta menyimak sebagian isi modul ini dengan baik
dan dapat juga membaca secara keseluruhan isi modul.
2. Mahasiswa memperkaya pengetahuannya dengan membaca buku-buku lain
yang berkaitan dengan isi modul.
3. Mahasiswa dapat memperbandingkan dan mendiskusikan isi modul dengan
dosen dan dengan sesama mahasiswa lainnya.
4. Mahasiswa mengambil kesimpulan serta membuat ringkasan tentang isi modul.
5. Mahasiswa menjawab beberapa pertanyaan yang ada di akhir setiap kegiatan
belajar.
6. Mahasiswa mengevaluasi pemahamannya pada isi modul dengan melihat kunci
jawaban yang sudah disediakan.
7. Jika hasil evaluasi kurang dari yang semestinya, maka mahasiswa wajib
mempelajari kembali isi modul sampai benar-benar mengerti dan dapat
menjawab pertanyaan dengan benar.

A pabila Islam telah membolehkan seorang muslim untuk mencegah kehamilan


karena suatu alasan yang mengharuskan, maka di balik itu Islam tidak
membenarkan menggugurkan kandungan apabila sudah terjadi. Pengguguran
kandungan ini dikenal dengan abortus/aborsi. Imam Ghazali membedakan antara
mencegah kehamilan dan pengguguran kandungan. Ia berkata, “Mencegah kehamilan
tidak sama dengan pengguguran dan pembunuhan. Sebab apa yang disebut
pembunuhan atau pengguguran, yaitu suatu tindak kriminal terhadap manusia yang
sudah ujud, sedang ujudnya anak itu sendiri bertahap. Tahap pertama yaitu
bersarangnya sperma dalam rahim dan bercampur dengan air perempuan dan dia

156 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

siap menghadapi kehidupan. Merusaknya berarti suatu tindak kriminal. Jika sperma
ini sudah menjadi darah, maka tindakan kriminal daalam hl ini lebih kejam. Jika
telah ditiupnya roh dan sudah sempurna kejadiannya, maka tindak kriminal dalam
soal ini lebih kejam lagi. Sikap paling keji dalam soal kriminal ini, ialah apabila si anak
tersebut telah lahir dan dalam keadaan hidup.
Abortus menurut Sardikin Ginaputra adalah pengakhiran kehamilan atau hasil
konsepsi sebelum janin hidup di luar kandungan. Dan menurut Maryono Reksodipura
adalah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat
lahir secara alamiah). Sedangkan obat telat bulan adalah salah satu cara yang
digunakan untuk menggugurkan kandungan dikenal juga dengan menstrual
regulation, yaitu mengkonsumsi obat karena merasa terlambat menstruasi dan positif
mulai mengandung dengan tujuan agar tidak terjadi kehamilan yang berkelanjutan.
Abortus (pengguguran) ada dua macam, yaitu:
1. Abortus spontan (spontaneus abortus), yaitu abortus yang tidak disengaja.
Abortus spontan bisa terjadi karena penyakit tertentu seperti syphilis, atau
akibat kecelakaan dan lain sebagaimya.
2. Abortus yang disengaja (abortus provocatus/induced pro abortion). Aborsi
macam ini terbagi kepada abortus artificialis therapicus, yakni abortus yang
dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis. Seperti kehamilan yang
diteruskan bisa memabahayakan jiwa si calon ibu, karena si ibu tersebut memiliki
penyakit-penyakit berat, seperti TBC yang berat dan penyakit ginjal dan lain
sebagainya. Dan abartus provocatus criminalis, yaitu abortus yang dilakukan
tanpa dasar indikasi medis. Misalnya abortus yang dilakukan untuk meniadakan
hasil hubungan seks di luar perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang
tidak dikehendaki.
Mengkonsumsi obat telat bulan dengan tujuan menggugurkan kandungan yang
disebut juga menstrual regulation pada hakikatnya adalah jenis aborustus
provocatus criminalis karena pembunuhan janin secara terselubung. Karena itu,
berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 299, 346, 348 dan 349
negara melarang abortus, termasuk menstrual regulation dan sanksi hukumannya
cukup berap; bahkan hukumannya tidak hanya ditujukan kepada wanita yang
bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut,
seperti dokter, dukun, tukang obat, dan sebagainya yang mengobati atau yang
menyuruh atau yang membantu atau yang melakukannya sendiri.
Pasal 299 (1) KUHP dinyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja mengobati
seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau
ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan,
diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu
rupiah. (2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia
seorang tabib, bidan, atau juru obat; pidananya dapat ditambah sepertiga. (3) Jika
yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut; dalam menjalankan pencarian, maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 346 dinyatakan bahwa wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.

Masail Fiqhiyah 157


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Pasal 347 (1) : “Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan


kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 (1): Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau
mematikan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun enam bulan. (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan
matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan
kejahaan yang tersebut Pasa 346, atau pun melakukan atau membantu melakukan
salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan yang dilakukan.
Selain itu, ada 2 aturan aborsi di Indonesia yang berlaku hingga saat ini,
Pertama, Undang-undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) yang menjelaskan dengan alasan apapun, aborsi adalah tindakan
melanggar hukum. Sampai saat ini masih diterapkan.
Kedua, Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang menuliskan
dalam kondisi tertentu, bisa dilakukan tindakan medis tertentu (aborsi).

ABORSI MENURUT HUKUM ISLAM


Sebelum membahas mengenai boleh-tidaknya aborsi dilakukan, ada baiknya
kita melihat bagaimana awal terjadinya kehamilan dalam perspektif ilmu kedokteran.
Ketika terjadi hubungan seksual, kira-kira 200 juta sel sperma (spermatozoa)
terpancar dari zakar laki-laki ke lubang vagina perempuan. Sel sperma tersebut —
yang dilindungi oleh cairan semen dari asam yang ada di vagina, berenang dengan
ekornya, dan berusaha menembus ke dalam saluran telur melalui uterus (rahim).
Dalam empat puluh menit perjalanannya, sebagian besar sel sperma mati. Bila ada
satu sel sperma yang bertemu dengan ovum atau sel telur maka terjadilah konsepsi
atau pembuahan. Pada saat itu, kepala spermatozoa berusaha masuk ke dalam ovum
melalui permukaan luarnya. Jika ada sel sperma yang berhasil masuk, membran ovum
berubah sehingga tidak bisa dimasuki oleh sel sperma yang lain. Sel baru yang baru
terbentuk tersebut disebut zigot.
Beberapa jam setelah pembuahan, zigot mengalami pembelahan atau mitosis
menjadi dua sel baru yang serupa. Kemudian, masing-masing sel membelah diri
menjadi dua, empat, delapan, dan seterusnya sampai membentuk bola sel yang
disebut morula. Setelah mengalami pembelahan berkali-kali, morula berubah menjadi
bulatan berongga yang disebut blastosit. Kemudian, blastosit menanamkan diri ke
dalam selaput lendir rahim, dan tumbuh menjadi janin (embrio). Sel yang membelah
diri itu kemudian tumbuh berbeda. Sejumlah sel menjadi embrio, dan yang lain
membentuk kantung yang mengelilingi embrio yang disebut korion (selaput luar
embrio yang berfungsi sebagai selaput pelindung dan pencari makanan) dan amnion
(selaput ketuban atau selaput paling dalam yang mengelilingi janin sebelum kelahiran
yang berisi cairan).
Dari 46 kromosom dalam diri kita — 23 di antaranya berasal dari ayah dan 23
lainnya dari ibu, ada dua kromosom yang secara khusus menentukan jenis kelamin

158 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

individu. Kedua kromosom ini disebut kromosom seks. Dalam diri perempuan,
kromosom ini serupa, dan masing-masing disebut kromosom X sehingga kromosom
seks dalam diri perempuan disebut XX. Akan tetapi, dalam diri laki-laki hanya ada
satu kromosom X dan satu kromosom Y sehingga kromosom seks dalam diri laki-laki
disebut XY. Oleh karena itu, seorang ayah bisa mewariskan kromosom X atau Y kepada
anaknya, sementara seorang ibu hanya bisa mewariskan satu kromosom X. Sebuah
sel sperma yang mengandung kromosom X kebetulan membuahi ovum maka akan
terbentuk sel yang mengandung komplemen kromosom 46 + XX, dan bayi yang akan
lahir nanti adalah perempuan. Sebaliknya, jika sel sperma yang membuahi itu
mengandung kromosom Y, sel yang akan terbentuk mempunyai komplemen kromosom
46 + XY, dan bayi yang akan lahir nanti, insya Allah, laki-laki. Dengan demikian, faktor
yang menentukan jenis kelamin bayi adalah jenis sel sperma yang membuahi.
Pengetahuan tentang embriologi (ilmu yang menguraikan tentang
pembentukan, pertumbuhan pada tingkat permulaan, dan perkembangan embrio)
baru diketahui oleh ilmuwan pada abad ketujuh belas karena penemuannya harus
menunggu berbagai kemajuan luar biasa yang berpuncak pada kemampuan manusia
untuk melihat kromosom-kromosom (dengan menggunakan mikroskop), dan
menyelidiki peran yang dimainkannya. Akan tetapi, empat belas abad yang lampau
Alquran secara tidak langsung sudah memberikan rujukan mengenai peranan faktor
sperma dalam menentukan jenis kelamin. Alquran menyatakan, “Apakah manusia
mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah
ia (pada mulanya) setetes nuthfah (sperma) yang ditumpahkan ke (dalam rahim)?
Kemudian menjadi `alaqah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya,
lalu Allah menciptakan sepasang laki-laki dan perempuan.” (Q.S. 75: 36-39). Dalam
ayat lain disebutkan, “Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan pasangan laki-
laki dan perempuan, dari setitik nuthfah apabila dipancarkan.” (Q.S. 53: 45-46).
Kedua ayat termaktub memberikan gambaran bahwa sperma laki-lakilah yang
menentukan jenis kelamin janin laki-laki atau perempuan karena hanya sperma
dipancarkan oleh laki-laki ke dalam vagina perempuan.
Dalam perspektif hukum Islam klasik, aborsi masih merupakan kontroversi.
Sebagian fukaha (ulama ahli hukum Islam) ada yang berpendapat bahwa melakukan
aborsi berdosa kalau dilakukan sesudah masa kehamilan enam belas minggu karena
ketika itu Allah sudah meniupkan roh kepada janin,sehingga dia hidup seperti manusia
juga. Akan tetapi, kalau aborsi dilakukan sebelum itu, tidak berdosa. Dalil yang
digunakan untuk menunjukkan kebolehan aborsi itu sebagai berikut. “Setiap orang
di antaramu diciptakan dalam rahim ibunya dari setetes nuthfah selama empat puluh
hari, lalu dia menjadi `alaqah selama (kurun) waktu yang sama, kemudian menjadi
mudhghah selama kurun waktu yang sama juga, dan kemudian Allah mengutus
malaikat datang kepadanya dengan membawa empat perintah. Sang malaikat itu
diperintahkan untuk menuliskan rezeki, usia, amal perbuatan, dan akhirnya nasibnya
bahagia atau sengsara, lantas meniupkan ruh kepadanya” (H.R. Bukhari dan Muslim
dari Ibnu Mas`ud). Dalam hadis lain disebutkan, ‘Ketika nuthfah telah berusia empat
puluh dua hari, Allah mengutus malaikat yang membentuknya, menciptakan
pendengaran, penglihatan, kulit, daging, dan tulangnya, lalu bertanya, “Tuhanku,
apakah dia laki-laki atau perempuan?” (H.R. Muslim dari Hudzaifah bin Asid).
Kedua hadis di atas mempunyai variasi susunan kata-kata yang berbeda,
tergantung kepada siapa yang meriwayatkannya. Tampaknya kebolehan melakukan

Masail Fiqhiyah 159


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

aborsi berawal dari kedua hadis ini. Sebagian fukaha dulu telah salah memandang
ditiupkannya roh sebagai bermakna permulaan kehidupan. Karena perempuan hamil
tidak merasakan gerakan sebelumnya, maka janin itu pastilah “belum hidup”.
Demikianlah data yang dikemukakan oleh embriologi pada zaman mereka. Hadis kedua
dijadikan alasan membolehkan aborsi sebelum tujuh minggu masa kehamilan. Itulah
waktu kunjungan malaikat yang diperkirakan dalam hadis tersebut, yaitu ketika
janin berbentuk sesosok manusia.
Padahal di zaman kita sekarang ini, kita mengetahui bahwa janin sudah hidup
sejak awal, tetapi karena ukuran dan anggota badannya kecil, serta banyaknya cairan
dalam kantong amniotik di sekitarnya maka sang ibu belum bisa merasakan gerakan-
gerakannya. Hadis kedua juga tidak dapat dijadikan alasan kebolehan aborsi sebelum
usia tujuh minggu masa kehamilan karena proses pembentukan manusia berawal
jauh sebelum itu. Hassan Hathout berpendapat bahwa fase kehidupan seorang
manusia yang pantas dikualifikasikan sebagai permulaan kehidupan harus
menggabungkan semua kriteria sebagai berikut.
1. Ia harus berupa suatu kejadian yang jelas dan memiliki batasan yang gamblang
yang secara aktual bisa disebut sebagai awal-mula kehidupan.
2. Ia harus memperlihatkan ciri utama kehidupan awal, yakni “pertumbuhan”.
3. Jika pertumbuhan itu tidak terhambat, secara alami ia akan menuju pada tahap-
tahap kehidupan berikutnya seperti fetus, neonatus, kanak-kanak, remaja,
dewasa, tua, sampai mati.
4. Ia mengandung gen-gen khas yang dimiliki ras manusia pada umumnya dan juga
yang unik dimiliki oleh seorang individu tertentu yang tak ada orang lain benar-
benar menyerupainya, sejak zaman azali hingga zaman azali lagi.
5. Ia tidak didahului oleh fase lainnya yang menggabungkan semua karakteristik
sebelumnya dari nomor 1 sampai 4.
Dengan menerapkan kriteria termaktub, kehidupan manusia berawal dari
berpadunya spermatozoa dengan ovum yang disebut pembuahan atau konsepsi guna
membentuk zigot. Zigot inilah yang mengandung 46 kromosom, separuh dari ibu
dan separuh lagi dari ayah. Sperma atau ovum yang tidak dibuahi tidak memenuhi
kriteria ini sekalipun keduanya hidup karena sel sperma dan ovum hanya memiliki
setengah jumlah kromosom manusia, yaitu 23 kromosom. Oleh karena itu, pernyataan
Gadis Arivia dalam “Etika Feminis dan Aborsi” menjadi tidak relevan dan terlalu
menyederhanakan masalah ketika dia membandingkan terkonsepsinya janin sudah
menjadi manusia adalah sama dengan durian sebelum ditanam sudah menjadi pohon
durian (Kompas, 8 Oktober 2001). Kehidupan seorang manusia — kendati masih
berbentuk janin — jauh lebih kompleks dari sekadar biji durian.
Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumuddin mengatakan, “Keberadaan (manusia)
memiliki tahapan-tahapan. Tahapan pertama adalah penempatan air mani dalam rahim
dan campurannya dengan telur wanita. Kemudian siaplah ia menerima kehidupan.
Mengusiknya adalah suatu kejahatan. Ketika ia berkembang lebih lanjut dan menjadi
suatu gumpalan, menggugurkannya adalah suatu kejahatan yang lebih besar.” (Lihat
Abul Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi, Kontrasepsi, dan Mengatasi Kemandulan: Isu-Isu
Biomedis dalam Perspektif Islam, Mizan, Bandung, 1977, hlm. 113). Apa yang dikatakan
oleh al-Ghazali tampaknya sesuai dengan etika kedokteran yang menyatakan bahwa
“dokter wajib menghormati kehidupan manusia sejak saat pembuahan” (Deklarasi

160 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Jenewa 1948). Pembuahan adalah suatu masa pertemuan antara ovum dan
spermatozoa, dan itulah permulaan kehidupan yang tidak teramati, tetapi dapat
dirasakan oleh ibu melalui perubahan fisiologis tubuhnya.
Al-Ghazali tampaknya cukup piawai merumuskan bahwa kehidupan janin mulai
dalam dua fase, yaitu fase kehidupan tak teramati yang ditandai oleh pertumbuhan
diam-diam dan tengah menyiapkan diri untuk menerima roh, yang kemudian disusul
oleh kehidupan yang bisa diamati, yang mulai dengan dirasakannya fase cepatnya
gerak pertumbuhan oleh sang ibu. Kedua fase ini harus dihormati dan tidak boleh
dilanggar. Dengan demikian, pengguguran kandungan adalah suatu bentuk
pembunuhan. Padahal, ajaran Islam pada dasarnya sangat menghargai kehidupan
manusia. Al-Quran menyebutkan bahwa tindakan seseorang baik positif maupun
negatif, berkenaan dengan kehidupan itu selalu mempunyai dampak yang lebih luas
yang bisa dirasakan bukan hanya oleh individu pelaku tindakan itu sendiri karena
dampak itu akan menyangkut keseluruhan kemanusiaan. Dengan demikian,
menghabisi jiwa seseorang bagaikan mengakhiri kehidupan masyarakat dan
memelihara jiwa seseorang bagaikan memelihara kehidupan manusia seluruhnya (Q.S.
5: 32).
Dr. Abdurrahman al-Baghdadi (1998:127-128) dalam bukunya Emansipasi Adakah
dalam Islam menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh
(nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh yaitu setelah 4 bulan
masa kehamilan, maka semua ulama sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama
berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian
memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Diantara ulama yang membolehkan adalah Muhammad Ramli dengan alasan
karena janin belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya
makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Sedangkan
ulama yang mengharamkan adalah Ibnu Hajar dan al-Ghazali bahkan Mahmud Syaltut,
mereka beralasan bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka
aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang
mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa
yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya.
Abdul Qadim Zallum dan Abdurrahman al-Baghadadi mengungkapkan bahwa
pendapat yang lebih kuat (rajih) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 hari atau 42
hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya
haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah
peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum
mencapai 40 hari, maka hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah
peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum
mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (jaiz). Pendapat ini didasarkan kepada
sabda Rasulullah Saw:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka
Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah
tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya
dan tulang belulang. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), “Ya Tuhanku,
apakah dia (akan Engkau (tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan? “Maka
Allah kemudian memberi keputusan...” (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a).

Masail Fiqhiyah 161


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Alasan dibolehkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari,
maka hukumnya boleh dikarenakan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi
janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum
sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri sebagai manusia. Selain
itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan
dengan ‘azal (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
kehamilan.
Pendapat ini jangan dijadikan alasan bagi kaum wanita muda kita yang
diakibatkan pergaulan bebas, mereka mengetahui tanda-tanda kehamilan dengan
telat bulan dan kemudian mengkonsumsi obat telat bulan. Dengan tujuan tidak
terjadi kehamilan di luar nikah. Tetapi harus memperhatikan hukum keharaman aborsi
ini dalam firman Allah Swt:

             

 
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin, sebab
Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepada mu” (QS. Al-Isra:31).

        


“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan, sebab
Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (QS. Al-
An’am:151).
Abu Fadl mengatakan bahwa janin dibawah 4 bulan dalam Islam mempunyai
hak-hak yang harus diberikan oleh orangtuanya. Sehingga aborsi sebelum 4 bulan
tetap diharamkan. Lebih lanjut beliau mengungkapkan hak-hak yang harus diberikan
kepada janin.
Pertama, Hak untuk Hidup
Islam menetapkan bahwa janin memiliki hak untuk hidup. Hal ini diperkuat
dengan kisah seorang wanita di zaman Rasul Saw yang melakukan perbuatan zina.
Ketika ia minta diadili karena dirinya telah melakukan perbuatan haram tersebut.
Namun Rasulullah Saw memerintahkan untuk menunda pelaksanaan hukumannya
hingga ia melahirkan. Setelah wanita itu melahirkan kemudian ia kembali mendatangi
Rasul, ketika itu Rasul menyuruhnya untuk memberikan air susu ibu yang menjadi
hak bayi itu sampai 2 tahun penyapihan. Setelah itu baru Rasul dapat memperlakukan
hukuman atas dirinya.
Kedua, hak untuk mendapat waris
Dalam Islam, janin diperhitungkan untuk mendapat waris. Pembagian waris
harus ditunda sampai janin itu lahir.

162 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Ketiga, penguburan bayi


Janin yang gugur atau lahir tanpa selamat harus dikebumikan. Sebagaimana
ditunjukkan Ibn Abidin, bahwa janin yang tidak mengeluarkan suara pada saat lahir
harus dimandikan (ghusl), bahwa janin yang tidak mengelluarkan suara pada saat
lahir harus dimandikan (ghusl), diberi nama, dibungkus dalam selembar kain kafan
dan dikubur, tetapi tidak dibacakan doa, baik pada janin yang sempurna maupun
belum sempurna.
Dengan demikian, seluruh ulama sepakat bahwa pengguguran kandungan
sesudah janin diberi nyawa, hukumannya haram dan suatu tindakan kriminal. Karena
perbuatan tersebut diangap sebagai pembunuhan terhadap orang hidup yang
wujudnya telah sempurna. Para ulama juga berpendapat apabila menurut tim medis
bahwa hidupnya anak dalam kandngan akan membahayakan kehidupan si ibu, maka
syariat Islam dengan kaidah-kaidahnya yang umum memerintahkan untuk mengambil
salah satu darurat yang paling ringan. Si ibu tidak boleh dikorbankan untuk
menyelamatkan anak, sebab ibu adalah pokok, dan hidupnya pun sudah dapat
dipastikan, dia mempunyai kebebasan hidup. Dan tidak rasional jika mengorbankan
ibu guna menyelamatkan janin yang belum tentu hidupnya dan belum memperoleh
hak dan kewajiban.
Berikut ini uraian aborsi sebagai berikut:
Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)
Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-
bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak
tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan
semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu
diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun
yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah
ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan
seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah
dikeluarkan dari kandungan.
Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang dihancurkan
ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh
lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan
cara yang paling mengerikan.
Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan)
Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah
terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam.
Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk
dengan baik. Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum
dikeluarkan. Pertama, diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan
ke dalam ketuban bayi. Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-
lahan, menyesakkan pernafasannya dan akhirnya setelah menderita selama berjam-
jam sampai satu hari bayi itu akhirnya meninggal. Selama proses ini dilakukan, bayi
akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak keras. Aborsi bukan
saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan secara amat keji. Setiap pelakunya
harus sadar mengenai hal ini.

Masail Fiqhiyah 163


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan)


Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan,
termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah
menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik. Untuk kasus seperti ini, proses
aborsi dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian
dibunuh. Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat
sampah, ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga
tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas hanya
saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi
ini bahwa pembunuhan keji telah terjadi.
Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para wanita calon ibu yang
melakukan aborsi. Mereka merasa bahwa aborsi itu cepat dan tidak sakit, mereka
tidak sadar karena dibawah pengaruh obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak
lama setelah aborsi dilakukan.
Benar, bagi sang wanita, proses aborsi cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi,
itu adalah proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak
manusiawi. Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon
ibu. Seorang w anita yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan
menggendong bayinya, telah menjadi algojo bagi anaknya sendiri.

DAMPAK ABORSI BAGI KESEHATAN


Ada dua macam resiko kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi:
1. Resiko kesehatan dan keselamatan secara fisik
Brian Clowes dalam bukunya Facts of Life menyebukan beberapa resiko yang
akan dihadapi oleh wanita yang melakukan aborsi, yaitu:
a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius di sekitar kandungan
d. Rahim yang sobek (uterine Perforation)
e. Kerusakan leher rahim (cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya.
f. Kanker payudara karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
g. Kanker indung telur (ovarium cancer)
h. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
i. Kanker hati (liver cancer)
j. Kelainan pada placenta/ari-ari (plasenta previa) yang akan menyebabkan cacat
pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
k. Menjadi mandul/ tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
l. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
m. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
2. Resiko gangguan psikologis.
Resiko aborsi bukan saja pada aspek fisik tetapi juga memiliki dampat yang sangat
hebat terhadap keadaan mental seorang wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia
psikologi sebagai “post-abortion syndrome” (sindrom paska aborsi). Seperti:
a. Kehilangan harga diri (82%)

164 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

b. Berteriak-teriak histeris (51%)


c. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
d. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
e. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
f. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%).

FATWA MUI TENTANG ABORSI


Keputusan Fatwa MUI tanggal 29 Juli 2000 menetapkan bahwa
1. aborsi sesudah nafk al-ruh hukumnya adalah haram, kecuali jika adalasan medis,
seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu.
2. Aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkh al-ruh,
hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan
ole syariat Islam.
3. Mengharamkan semua pihak untuk melakukan, membantu, atau mengizinkan
aborsi.
Keputusan ini didasarkan bahwa janin adalah makhluk yang telah memiliki
kehidupan yang harus dihormati; menggugurkannya berarti menghentikan
(menghilangkan) kehidupan yang telah ada; dan ini hukumnya haram, berdasarkan
sejumlah dalil, antara lain:

        


“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya),
melainkan dengan suatu alasan yang benar...” (QS. al-Isra:33).
Menurut Imam al-Ghazali dari kalangan Syafi’i, jika nutfah (sperma) telah
bercampur (ikhtilat) dengan ovum dan siap menerima kehidupan, maka merusaknya
dipandang sebagai tindak pidana (jinayah); ini berarti haram melakukannya.
Membolehkan aborsi sebelum nafkh al-ruh dapat menimbulkan banyak dampak
negatif, di samping dampak positif. Kaidah fiqh mengatakan:

“Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan daripada


mendatangkan kemaslahatan.”

Untuk memantapkan pemahaman Anda dalam materi ini, jawablah pertanyaan-


pertanyaan di bawah ini:
1. Jelaskan pengertian aborsi?
2. Jelaskan pandangan ulama tentang aborsi?
3. Jelaskan UU KUHP tentang aborsi?
4. Jelaskan fatwa MUI tentang aborsi?
5. Jelaskan bahaya yang dihasilkan dari praktek aborsi?

Masail Fiqhiyah 165


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

1.Aborsi adalah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin


hidup di luar kandungan.
2. Aborsi terbagi kepada aborsi tidak disengaja dan aborsi disengaja. Aborsi
tidak disengaja karena kecelakaan. Sedangkan aborsi disengaja terbagi
kepada dua, yaitu aborsi karena alasan medis dan aborsi karena bukan
alasan medis.
3. Hukum aborsi karena alasan medis diperbolehkan, sedangkan aborsi
karena bukan alasan medis adalah tidak dibolehkan. Hal ini didasarkan
kepada firman Allah Swt QS. al-al-Isra:31.
4. Ulama terbagi kepada dua pendapat berkaitan dengan hukum aborsi,
pendapat pertama bahwa dibolehkan aborsi sebelum usia kehamilan 40
hari. Pendapat kedua, bahwa aborsi tetap tidak dibolehkan meskipun
sebelum 40 hari kehamilan.
5. Berikut ini dampak yang dihadapi oleh wanita yang melakukan aborsi,
seperti, kematian mendadak karena pendarahan hebat, rahim yang sobek
(uterine Perforation), dan kerusakan leher rahim (cervical Lacerations)
yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.

Petunjuk: Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling tepat!


1. Pengakhiran hasil konsepsi sebelum janin hidup di luar kandungan, disebut:
A. Anemia C. Kanker rahim
B. Aborsi D. Euthanasia

2. Aborsi yang disebabkan karena kecelakaan, disebut::


A. Aborsi spontan C. Aborsi karena medis
B. Aborsi tidak spontan D. Aborsi disengaja

3. Aborsi yang disebabkan karena alasan medis, disebut:


A. Aborsi spontan C. Aborsi karena medis
B. Aborsi tidak spontan D. Aborsi disengaja

4. Berikut ini dalil larangan melakukan aborsi:


A. QS. al-Isra:30 C. QS. al-An’am:50
B. QS. al-Isra:31 D. QS. al-An’am:51

166 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

5. Berikut ini resiko fisik bagi wanita yang melakukan aborsi, kecuali
A. Kematian mendadak C. Rahim yang sobek
B. Kerusakan leher rahim D. Keturunan yang sehat

6. Berikut ini resiko psikis bagi wanita yang melakukan aborsi:


A. Kematian mendadak C. Rahim yang sobek
B. Kerusakan leher rahim D. Keinginan untuk bunuh diri

7. Ulama yang mengharamkan aborsi sebelum usia 4 bulan adalah:


A. Abu Fadl C. Abu Ahmad
B. Ahmad Fadl D. Abu Yakan

8. Berikut hak-hak yang harus diberikan kepada janin, kecuali:


A. Hak hidup C. Hak dikuburkan
B. Hak waris D. Hak kematian

9. Cervical Laseration, istilah ini dikenal dengan:


A. Kerusakan ginjal C. Robek rahim
B. Kerusakan leher rahim D. Kanker rahim

10. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan seorang


wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
belas tahun enam bulan, tercantum dalam pasal:
A. Pasal 346 C. Pasal 348
B. Pasal 347 D. Pasal 349

Cocokkan jawaban Anda dengan menggunakan kunci jawaban Tes Formatif 1


yang terdapat di bagian akhir bahan belajar mandiri ini. Hitunglah jawaban Anda
yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
Rumus :
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = ______________________________ X 100 %
10
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :
90 % - 100% = Baik sekali
80 % - 89% = Baik
70% - 79 % = Cukup
< 70% = Kurang
Apabila tingkat penguasaan Anda telah mencapai 80 % atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar selanjutnya. Bagus ! Tetapi apabila nilai tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 1,
terutama bagian yang belum Anda kuasai.

Masail Fiqhiyah 167


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

MASALAH GOSIP DAN INFOTAINTMEN


INDIKATOR KOMPETENSI DASAR
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mengetahui hukum Islam tentang gosip dan infotainment
2. Mengetahui dalil keharaman menyebarkan aib dan mencari kesalahan orang
lain
3. Mengetahui resiko menyebarkan aib dan mencari kesalahan orang lain.
4. Mengetahui bahaya terlalu cinta terhadap hiburan (infotainment)

PETUNJUK BELAJAR
Untuk mempelajari modul ini hendaknya diterapkan bebarapa langkah berikut ini:
1. Mahasiswa mendengarkan serta menyimak sebagian isi modul ini dengan baik
dan dapat juga membaca secara keseluruhan isi modul.
2. Mahasiswa memperkaya pengetahuannya dengan membaca buku-buku lain
yang berkaitan dengan isi modul.
3. Mahasiswa dapat memperbandingkan dan mendiskusikan isi modul dengan
dosen dan dengan sesama mahasiswa lainnya.
4. Mahasiswa mengambil kesimpulan serta membuat ringkasan tentang isi modul.
5. Mahasiswa menjawab beberapa pertanyaan yang ada di akhir setiap kegiatan
belajar.
6. Mahasiswa mengevaluasi pemahamannya pada isi modul dengan melihat kunci
jawaban yang sudah disediakan.
7. Jika hasil evaluasi kurang dari yang semestinya, maka mahasiswa wajib
mempelajari kembali isi modul sampai benar-benar mengerti dan dapat
menjawab pertanyaan dengan benar.

G osip dan infotaintment menjadi acara favorit setiap stasiun televisi, bahkan
penayangan acara ini melebihi kewajiban umat Islam menunaikan ibadah shalat
lima waktu setiap harinya, padahal acara ini memaparkan seputar kehidupan selebritis
bahkan gosip atau aib seorang selebritis yang menarik diberitakan kepada publik,
padahal dalam Islam aib seseorang harus disembunyikan atau dirahasiakan. Lalu
bagaimana Islam memandang hukum acara gosip dan infotaintment ini.
Gosip adalah suatu informasi yang belum diteliti kebenarannya, dalam Islam
gosip disebut dengan prasangka atau persangkaan. Islam mengajarkan kepada manusia
untuk tidak berprasangka buruk tetapi harus selalu berprasangka baik kepada orang

168 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

lain. Meskipun prasangka buruk itu benar terjadi pada diri seseorang maka prasangka
tersebut disebut dengan aib. Aib ini kemudian harus selalu disembunyikan dan tidak
disebarkan kepada publik.
Sedangkan infotaintment adalah berita yang menghibur. Menjadi aneh adalah
suatu yang tujuannya untuk menghibur ternyata menyebarkan aib seorang selebritis.
Dan anehnya juga semua masyarakat Indonesia tertarik dengan gosip terlebih gosip
berkaitan dengan aib atau keburukan mereka. Karena Islam menghendaki
masyarakatnya penuh dengan kejernihan hati dan rasa saling percaya, bukan saling
meragukan dan membimbangkan, menuduh bahkan saling bersangka buruk. Untuk
itu, turunlah ayat al-Quran yang menjelaskan tentang pengharaman sikap su’udhan
(berburuk sangka) demi melindungi kehormatan orang lain.
Kemudian Islam juga telah mengharamkan perbuatan tajassus yang bertujuan
untuk mencari-cari kesalahan orang lain. Karena Islam bertujuan agar masyarakatnya
selalu ada dalam situasi bersih, lahir dan batin. Oleh karena itu, larangan bertajassus
ini dibarengi dengan larangan su’udhan (buruk sangka). Kebanyakan suudhan timbul
karena adanya tajassus. Dalam hal ini Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa mengintip rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka halal buat
mereka untuk menusuk matanya.” (HR. Bukhari Muslim).

PANDANGAN ISLAM TENTANG GOSIP DAN INFOTAINTMEN


Sebelum mengetahui pandangan Islam tentang gosip dan infotaintmen,
hendaknya mengetahui beberapa prinsip penting yang harus diperhatikan berkaitan
kehidupan bermasyarakat dalam Islam. Karena gosip atau menyebarkan isu sangat
dibenci dalam Islam.
Setidaknya ada dua ujian buat seorang mukmin ketika saudaranya tersangkut
aib, yaitu: Pertama, kesabaran untuk menanggung keburukan secara bersama. Siapa
lagi yang layak memberi kritik dan saran kalau bukan saudara sesama mukmin, karena
dialah yang lebih paham seperti apa daya tahan keimanan saudaranya sesama mukmin.
Sabar senantiasa untuk menegur, mendekati, dan memberi solusi.
Kedua, kesabaran untuk tidak mengabarkan keburukan saudaranya kepada
orang lain, ini sulit, karena lidah kerap usil. Selalu saja tergelitik untuk menyampaikan
isu-isu baru yang menarik. Tapi sayang, sesuatu yang menarik buat orang lain kadang
buruk di mata objek yang dibicarakan. Di situlah ujian seorang mukmin untuk mampu
memilih dan memilah, mana yang perlu dikabarkan dan mana yang tidak. Rasulullah
SAW bersabda,
“Tidak akan masuk surga orang yang suka mendengar-dengar berita rahasia
orang lain.” (HR. Bukhari).
Tataplah kekurangan diri sebelum menilai kekurangan orang lain, ego manusia
selalu mengatakan kalau “sayalah yang selalu baik dan yang lainnya buruk.” Dominasi
ego yang seperti inilah yang kerap membuat timbangan penilaian jadi tidak adil.
Kesalahan dan kekurangan orang lain begitu jelas, tapi kekurangan diri tak pernah
terlihat. Padahal, kalau saja bukan karena anugerah Allah Swt berupa tertutupnya
aib diri, tentu orang lain pun akan secara jelas menemukan aib kita.
Sebelum memberi reaksi terhadap aib orang lain, lihatlah secara jernih seperti
apa mutu diri sendiri. Lebih baikkah atau jangan-jangan lebih buruk. Dari situlah

Masail Fiqhiyah 169


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

ucapan syukur dan istighfar mengalir dari hati yang paling dalam. Syukur kalau diri
ini ternyata lebih baik. Dan istighfar jika terlihat bahwa diri sendiri lebih buruk.
Tatap aib saudara mukmin lain dengan pandangan baik sangka. Mungkin ia
terpaksa, mungkin itulah pilihan terburuk dari salah satu pilihan yang terburuk.
Mungkin langkah dia jauh lebih baik dari langkah kita, jika berada pada situasi dan
kondisi yang sama.
Membuka aib seorang mukmin berarti memperlihatkan aib sendiri, seorang
mukmin dengan mukmin lainnya adalah bersaudara. Sebuah persaudaraan yang lebih
sakral ketimbang satu ayah satu ibu, karena Allah Swt sendiri yang mengatakan
kekuatan persaudaraan itu.

   


“Sesungguhnya orang orang beriman itu bersaudara.” (QS. 49 : 10).
Ketika seorang mukmin membuka dan menyebarkan aib saudaranya, ada dua
kesalahan yang dilakukan sekaligus. Pertama, ada citra keagungan orang-orang
beriman yang terkotori, dan reaksi yang muncul memojokkan umat Islam. Kedua,
orang yang menyebarkan aib saudaranya, sebenarnya tanpa sadar memperlihatkan
jati dirinya yang asli. Antara lain, tidak
bisa memegang rahasia, lemah kesetiakawanan, dan penyebar berita bohong.
Semakin banyak aib yang ia sebarkan, kian jelas keburukan diri si penyebar.
Benar apa yang di nasehatkan Rasulullah SAW, bahwa diam adalah pilihan terbaik
ketika tidak ada bahan ucapan yang baik. Simpanlah aib seorang teman dan saudara
sesama mukmin, karena dengan begitu kelak Allah SWT akan menutup aib kita di
hadapan manusia.
Untuk mengetahui pandangan Islam tentang gosip dan infotaintment ini, perlu
dipaparkan tentang prinsip-prinsip Islam berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat.
Pertama, Islam menghendaki untuk Berprasangka baik
Bertapa indahnya sistem kemasyarakatan yang telah Allah SWT buat untuk
kita. Dilarang menzalimi, dilarang mendedahkan keaiban diri sendiri dan orang lain,
dilarang mencari-cari kesalahan, dilarang mengumpat, dianjurkan saling memberi
hadiah, dianjurkan menyebarkan salam, disuruh mendoakan orang yang bersin,
disuruh memberi salam dan pelbagai lagi sarana yang Allah SWT tunjukkan pada kita
dalam rangka mewujudkan masyarakat saling sayang-menyayangi dan kasih-mengasihi.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tuhan menciptakan rasa kasih sayang itu seratus bahagian. Sembilan puluh
sembilan dari padanya disimpan di sisi-Nya. Satu bahagian sahaja yang
diturunkannya ke duna. Dengan kasih sayang itulah para makhluk saling
berkasih sayang, sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya
terinjak.” (HR Bukhari)
“Siapa yang tidak mencintai tidak akan dicintai.” (HR Bukhari)
“Anda lihat orang-orang yang beriman itu dalam kasih mengasihi, saling cinta-
mencintai dan saling tolong-menolong, seperti sebatang tubuh. Kalau ada

170 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

satu anggota badan yang sakit, maka seluruh tubuh akan ikut menderita tidak
dapat tidur dan kepanasan.” (HR Bukhari)
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:

             

        


“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun
kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu
tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah
mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (8:63)
Seandainya kita membelanjakan seluruh kekayaan yang ada di langit dan di
bumi sekalipun, tak akan pernah terjadinya penyatuan hati antara dua orang
sekalipun. Akan tetapi dengan berpandukan sistem yang dia turunkan dan ajaran
yang Da ajarkanlah, maka lahirlah suatu kaum yang tak pernah di kenal dan tak
pernah terbayang oleh manusia lantaran terlalu dalamnya kecintaan di antara sesama
mereka.
Mereka ibarat satu tubuh, tidak pernah terlintas untuk menyakiti tubuh yang
lain. Tidak pernah terlintas untuk membiarkan tubuh yang lain. Tidak pernah menghina
dan mencaci tubuh yang lain. Tidak pernah hilang kerjasama di antara mereka. Tidak
pernah diam suatu anggota melihat anggota lain terzalimi. Begitulah kuat dan
kukuhnya perhubungan di antara mereka.
Kedua, Islam menghendaki untuk menutupi aib seorang
Menyebarluaskan dan menampakkan aib-aib orang lain adalah diharamkan oleh
Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

            

        


“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang keji itu
tersiar dikalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih
di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui sedangkan kalian tidak
mengetahui” (Q.S.An Nur : 19).
Aib bisa dikatakan sebagai sebuah kesalahan atau perbuatan buruk yang
dilakukan oleh seseorang. Sebagai seorang Muslim hendaknya kita selalu berambisi
dan berupaya untuk menutupi aib saudaranya sesama Muslim dan tidak
menyingkapkan aib mereka. Meski menurut sebagian orang –seperti kebanyakan
yang terjadi sekarang, semoga Allah menunjuki mereka– tidak menganggap gunjingan
sebagai perbuatan yang munkar dan haram, jika aib yang dikatakan memang terdapat

Masail Fiqhiyah 171


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

pada seseorang. Mungkin yang sedang tren sekarang adalah –maaf– gosip. Atau
membicarakan keburukan teman kepada teman yang lain.
Meski apa yang dikatakan benar adanya dan terdapat pada diri seseorang,
menggunjing –membicarakan aib– seseorang adalah perbuatan haram dan termasuk
dosa besar. Baik aib yang dibicarakan itu benar-benar ada pada diri seseorang maupun
tidak ada. Dan Allah tidak memaafkan dosa menggunjing sebelum orang yang
menggunjing meminta maaf kepada saudaranya yang dibicarakan tersebut. Allah
berfirman,
“Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat
lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Hujuraat:12)
Nabi Saw pernah ditanya tentang menggunjing, beliau bersabda,
“Engkau membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak suka (bila
hal itu dibicarakan)”.
Lalu, ada yang bertanya, “Bagaimana bila yang aku katakan itu memang benar
ada pada saudaraku?” Beliau menjawab,
“Jika memang benar bahwa yang kau katakan itu ada padanya, berarti engkau
telah menggunjingnya, dan jika itu tidak ada padanya, berarti engkau telah
berdusta tentangnya”. (HR. Muslim)
Dalam hadits riwayat Abu Daud diceritakan bahwa pada saat Nabi diMi’rajkan
oleh Allah beliau melihat suatu kaum dengan kuku-kuku terbuat dari kuningan, mereka
mencakar wajah dan dada mereka dengan kuku-kuku tersebut, lalu beliau
menanyakan tentang mereka, kemudian dijawab bahwa mereka itu adalah orang-
orang yang memakan daging manusia dan merusak kehormatan manusia.
Begitu buruknya perilaku menggunjing ini sehingga begitu buruk pula balasan
yang akan didapatkan oleh orang yang suka membicarakan aib saudaranya dan merusak
kehormatam saudaranya. Selain itu, membicarakan aib seseorang bisa menjadi faktor
pemicu kebencian dan permusuhan dalam diri seseorang.
Ada menggunjing yang diperbolehkan. Menurut Ustadz Othman Shihab,
diperbolehkan menggunjing terhadap seseorang yang sudah tidak malu dengan aibnya
sendiri. Misal, pada saat ramadhan ada orang yang makan dan minum di depan banyak
orang, maka jika kita mengatakan, “si fulan tidak berpuasa” kepada orang lain, hal
itu diperbolehkan. Karena orang tersebut tidak malu lagi dengan perilakunya.
Kemudian dibolehkan membicarakan aib seseorang jika aibnya mengambil hak
ummat. Misalnya, koruptor atau orang yang telah terbukti melakukan korupsi. Hal
ini karena korupsi telah merampas hak-hak ummat.
Namun, alangkah baiknya jika kita tetap berusaha untuk tidak membicarakan
aib seseorang. Entah aib itu ada pada diri seseorang ataupun tidak. Seseorang yang
berusaha menutupi aib saudaranya dan tidak membicarakan aib tersebut, –insyaAllah–
Allah akan menyembunyikan aib orang itu.

172 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Allah amat murka kepada mereka yang menyebarkan keaiban di dalam


masyarakat. Sehingga disebabkan mereka maka masyarakat menganggap kejahatan
itu merupakan suatu yang biasa dan masyarakat merasa tidak aman daripada buah
mulut orang lain. Kerana itulah Allah SWT mengharamkan mengumpat sebagaimana
yang difirmankan di dalam ayat berikut:

             

           

         


“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebahagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu mengumpat
sebahagian yang lain. Suka kah salah seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Hujurat:12)
Rasulullah Saw mempertegas pengeertian ayat tersebut kepada para
sahabatnya yang dimulai dengan pertanyaan: Tahukah kamu apakah yang disebut
dengan ghibah itu? Mereka menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.
Maka Rasul pun menjawab: Kamu membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang
ia tidak menyukainya. Kemudian Nabi ditanya: Bagaimana jika pada saudaraku itu
terdapat yang saya katakan tadi? Rasulullah Saw menjawab: Jika padanya terdapat
apa yang kamu bicarakan itu, maka berarti kamu mengumpat dia, dan jika tidak
seperti apa yang kamu bicarakan itu, maka berarti kamu telah memfitnah
(menuduhnya).” (HR. Muslim).
Manusia tidak suka dibicarakan baik baik jasad, perangai (sifat), nasab maupun
ciri-cirinya dibicarakan. Seperti tersebut dalam hadits berikut ini: “Dari Aisyah ia
berkata: saya pernah berkata kepada Nabi: kiranya engkau cukup (puas) dengan
Shafiyah begini dan begini, yakni dia itu pendek, maka jawab Nabi, “Sungguh engkau
telah berkata suatu perkataan yang andaikata engkau campur dengan air laut niscaya
akan bercampur.” (HR. Abu Daud, Turmudzi dan Baihaqi).
Ghibah itu sendiri adalah keinginan untuk menghancurkan orang, atau
keinginan untuk menodai harga diri, kemuliaan dan kehormatan orang lain, sedang
orang lain tersebut tidak ada di hadapannya. Ini menunjukkan kelicikan, sebab sama
dengan menusuk dari belakang. Sikap semacam ini merupakan salah satu penjelmaan
dari penghancuran. Sebab pengumpatan ini, berarti melawan orang yang tidak
berdaya. Ghibah juga disebut ajakan merusak, sebab sedikit sekali orang yang lidahnya
dapat selamat dari cela dan cerca. Oleh karena itu tidak mengherankan, apabila al-
Quran melukiskannya tersendiri, yang cukup dapat menggetarkan hati dan
menumbuhkan perasan.

Masail Fiqhiyah 173


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Keaiban kadangkala dianggap suatu yang baik untuk dikongsi di atas banyak
sebab, antaranya untuk melepaskan tekanan perasaan, untuk menimbulkan rasa
insaf, sebagai pelajaran bagi orang lain, untuk menjadikan diri dipandang mulia,
memberi alasan dan sebagainya. Atas apa alasan pun, membocorkan keaiban
merupakan suatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul. Rasulullah SAW bersabda:
“Seorang Muslim itu saudara bagi Muslim yang lain. Dia tidak menganiayanya
dan tidak pula membiarkan dia teraniaya. Siapa yang menolong keperluan
saudaranya maka Allah akan menolong keperluannya pula. Siapa yang
menghilangkan kesusahan seorang Muslim, Allah akan menghilangkan
kesusahannya di hari kiamat. Dan siapa yang menutup keaiban seorang Muslim,
maka Allah SWT akan menutup keaibannya di hari akhirat.” (HR Bukhari)
“Siapa yang merusakkan nama baik atau harta benda orang lain, maka minta
maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang hari di mana mata wang
tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai amal baik, sebahagian dari amal itu akan
diambil sesuai dengan kadar aniaya yang dilakukannya. Seandainya ia tidak
mempunyai amal baik maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan
kepada dosanya.” (HR Bukhari)
“Tiada seorang yang menutupi aurat( keaiban) orang di dunia, melainkan
Allah akan menutupi keaibannya di hari kiamat.” (HR Muslim)
Bahkan, keaiban yang dilarang untuk diceritakan itu bukan cuma keaiban orang
lain. Keaiban diri sendiri juga harus dan perlu ditutup oleh setiap orang. Rasulullah
SAW bersabda:
“Semua umat ku selamat kecuali orang yang terang-terangan melakukan dosa.
Dan termasuk terang-terangan itu adalah seorang yang melakukan dosa di
waktu malam gelap mendadak pagi-pagi diceritakan kepada orang lain. Padahal
semalam Allah telah menutupi dosanya itu tetapi setelah paginya dia
membuka apa yang Allah tutup itu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Keburukan dan kelemahan seseorang yang disebar-sebarkan akan menimbulkan
perpecahan dan sangka buruk di dalam masyarakat. Perasaan ukhuwwah akan hilang
dan digantikan dengan perasaan benci-membenci dan saling menaruh perasaan
dendam. Biasanya seseorang yang membuka keaiban diri kepada orang lain akan
menggoda orang yang mendengar untuk membuka keaiban dirinya pula untuk memberi
nasihat atau sekadar balasan perkongsian tadi. Kalau tidak pun orang yang mendengar
akan mula berburuk sangka atau termotivasi untuk melakukan perbuatan yang sama.
Seandainya keaiban tadi adalah keaiban orang lain pula, maka itu sudah masuk
ke dalam kategori mengumpat dan seperti yang Allah fimankan tadi, perbuatan itu
diumpamakan sperti memakan daging saudara kita yang telah mati. Jelas perbuatan
ini merupakan punca perpecahan dan perbalahan sesama muslim. Bahkan, seperti
juga membuka aib sendiri, membuka keaiban orang lain juga memotivasi orang yang
mendengar untuk berkongsi keaiban orang lain yang dia ketahui juga. Maka tersebar
luaslah keburukan dan keaiban di dalam masyarakat sehingga terbuka luaslah pintu-
pintu kehancuran, fitnah dan perpecahan di dalam masyarakat.
Dengan demikian, Islam tidak menghendaki gosip yang disebarkan dalam acara-
acara hiburan sepert infotaintmen, karena acara ini tidak mendidik masyarakat tetapi

174 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

menghancurkan masyarakat, sehingga budaya menyebarkan aib, buruk sangka,


tajassus dan ghibah terus beredar di masyarakat.

Untuk memantapkan pemahaman Anda terhadap materi ini, jawablah


pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1. Jelaskan pengertian gosip dan infotaintmet?
2. Jelaskan hukum gosip (ghibah) dalam Islam?
3. Tuliskan dalil naqli tentang keharaman menyebarkan aib orang lain?
4. Jelaskan pengertian dari tajassus?
5. Jelaskan bahaya menyebarkan aib orang lain?

1. Gosip adalah suatu informasi yang belum diteliti kebenarannya, dalam


Islam gosip disebut dengan prasangka atau persangkaan. Islam
mengajarkan kepada manusia untuk tidak berprasangka buruk tetapi
harus selalu berprasangka baik kepada orang lain
2. Islam melarang untuk menzalimi, mendedahkan keaiban diri sendiri dan
orang lain, melarang mencari-cari kesalahan, melarang mengumpat, dan
Islam justru menganjurkan untuk saling memberi hadiah, menyebarkan
salam, mendoakan orang yang bersin.
3. Ada dua ujian buat seorang mukmin ketika saudaranya tersangkut aib,
yaitu: Pertama, kesabaran untuk menanggung keburukan secara
bersama. Siapa lagi yang layak memberi kritik dan saran kalau bukan
saudara sesama mukmin, karena dialah yang lebih paham seperti apa
daya tahan keimanan saudaranya sesama mukmin. Sabar senantiasa
untuk menegur, mendekati, dan memberi solusi dan kedua, kesabaran
untuk tidak mengabarkan keburukan saudaranya kepada orang lain.
4. Keaiban kadangkala dianggap suatu yang baik untuk dikongsi di atas
banyak sebab, antaranya untuk melepaskan tekanan perasaan, untuk
menimbulkan rasa insaf, sebagai pelajaran bagi orang lain, untuk
menjadikan diri dipandang mulia, memberi alasan dan sebagainya. Atas
apa alasan pun, membocorkan keaiban merupakan suatu yang dilarang
oleh Allah dan Rasul.

Masail Fiqhiyah 175


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Petunjuk: Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling tepat!


1. Informasi yang belum diteliti kebenarannya disebut:
A. Gosip C. Sinetron
B. Infotaintment D. Film

2. Islam sangat menghendaki untuk berhusnudz dzann, maksudnya adalah:


A. Berburuk sangka C. Berperilaku baik
B. Berbaik sangka D. Menutupi aib orang lain

3. Gosip dan infotaintment merupakan bagian dari perilaku: kecuali:


A. Berburuk sangka C. Menyebarkan aib orang lain
B. Berbaik sangka D. Mencari kesalahan orang lain

4. Berikut ini dalil diharamkannya untuk mencari-cari kesalahan orang lain:


A. QS. al-Hujurat:10 C. QS. al-Hujurat:12
B. QS. al-Hujurat:11 D. QS. al-Hujurat:13

5. Berikut ini dalil diharamkan menyebarkan aib saudaranya:


A. QS. al-Nur:16 C. QS. al-Nur:18
B. QS. al-Nur:17 D. QS. al-Nur:19

6. Berikut ini alasan banyak orang menyebarkan aib orang lain:


A. Sebagai pelajaran bagi orang lain C. Supaya ditakuti
B. Supaya terkenal D. Supaya dihormati.

7. Berikut ini alasan dibolehkannya menyebarkan aib orang lain:


A. Agar orang tersebut kapok dengan kelakuannya.
B. Agar dia mengulang perbuatan tercela tersebut
C. Agar dia tidak menyadari dirinya.
D. Agar dia mengakui kehebatan dirinya.

8. Berikut ini perumpamaan orang yang menyebarkan aib saudaranya adalah:


A. Seperti tubuh yang satu
B. Seperti saudara kandung
C. Seperti memakan bangkai saudaranya
D. Seperti membunuh saudaranya

9. Berikut ini dalil bahwa seorang mukmin dengan mukmin lainnya adalah saudara:

176 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

10. Berikut ini ganjaran bagi orang yang menutupi aib saudaranya:
A. Allah akan memasukkannya ke neraka
B. Allah akan mencelakakannya
C. Allah akan menutup aibnya
D. Allah akan membuka aibnya.

Cocokkan jawaban Anda dengan menggunakan kunci jawaban Tes Formatif 2


yang terdapat di bagian akhir bahan belajar mandiri ini. Hitunglah jawaban Anda
yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.
Rumus :
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = ______________________________ X 100 %
10
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :
90 % - 100% = Baik sekali
80 % - 89% = Baik
70% - 79 % = Cukup
< 70% = Kurang
Apabila tingkat penguasaan Anda telah mencapai 80 % atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan Kegiatan Belajar selanjutnya. Bagus ! Tetapi apabila nilai tingkat
penguasaan Anda masih di bawah 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 2,
terutama bagian yang belum Anda kuasai.

Masail Fiqhiyah 177


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

MASALAH NIKAH GADIS DI BAWAH UMUR


INDIKATOR KOMPETENSI DASAR
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mengetahui hukum Islam tentang menikahi gadis di bawah umur.
2. Mengetahui batas usia wanita yang dinikahi dalam UU Perkawinan
3. Mengetahui prinsip-prinsip Islam tentang wanita yang dinikahi.
4. Menjelaskan dampak menikahi gadis di bawah umur
5. Mengetahui hadits Aisyah tentang menikah usia di bawah umur

PETUNJUK BELAJAR
Untuk mempelajari modul ini hendaknya diterapkan bebarapa langkah berikut ini:
1. Mahasiswa mendengarkan serta menyimak sebagian isi modul ini dengan baik
dan dapat juga membaca secara keseluruhan isi modul.
2. Mahasiswa memperkaya pengetahuannya dengan membaca buku-buku lain
yang berkaitan dengan isi modul.
3. Mahasiswa dapat memperbandingkan dan mendiskusikan isi modul dengan
dosen dan dengan sesama mahasiswa lainnya.
4. Mahasiswa mengambil kesimpulan serta membuat ringkasan tentang isi modul.
5. Mahasiswa menjawab beberapa pertanyaan yang ada di akhir setiap kegiatan
belajar.
6. Mahasiswa mengevaluasi pemahamannya pada isi modul dengan melihat kunci
jawaban yang sudah disediakan.
7. Jika hasil evaluasi kurang dari yang semestinya, maka mahasiswa wajib
mempelajari kembali isi modul sampai benar-benar mengerti dan dapat
menjawab pertanyaan dengan benar.

P ernikahan merupakan sunnah Rasullah Saw yang menjadi kebutuhan setiap


manusia. Islam menghendaki umatnya untuk menikah dalam rangka memperbanyak
keturunan dan meneruskan budaya leluhur umat manusia. Oleh karena itu, Islam
menghendaki laki-laki yang dipilih menjadi pendampingnya betul-betul orang-orang
yang matang dan siap memikul tanggung jawabnya sebagai suami sekaligus kepala
rumah tangga. Begitu juga Islam menghendaki wanita-wanita yang dipilih menjadi
isteri betul-betul orang yang sanggup memikul tanggung jawab sebagai isteri dan
memberikan keturunan-keturunan yang sehat. Sehingga faktor usia harus menjadi
pertimbangan seseorang untuk siap menikah. Karena menikah bukan sebatas

178 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

dibolehkannya bersenggama tetapi juga bersama-sama antara suami dan isteri


membangun kehidupan keluarga yang lebih baik bersama anak-anak keturunannya.

MENIKAH GADIS DI BAWAH UMUR


Islam selalu memberikan batasan kepada seseorang untuk memikul kewajiban
yang telah dibebankan kepadanya. Batasan bagi laki-laki ketika usia balligh dengan
bermimpi atau keluar mani, sedangkan bagi kaum wanita ditandai dengan menstruasi.
Sejak usia itulah, Islam sudah memandang orang tersebut siap mental, fisik dan
psikis, dewasa dan memahami kewajiban yang telah dibebankan kepadanya. Jika
yang dimaksud menikahi gadis di bawah umur adalah menikahi orang-orang yang
belum mencapai usia balligh, maka pernikahan tersebut tidak dianggap sah dan ketika
dewasa (balligh) ia wajib menikah lagi, seperti halnya kewajiban ibadah haji bagi
anak kecil.
Tetapi jika dimaksudkan menikahi gadis di bawah umur adalah umur dibawah
yang ditetapkan oleh Undang-undan perkawinan no. 1 tahun 1974 yaitu biasanya
wanita Indonesia usia balligh 10 tahun sd 15 tahun), maka pernikahan tersebut
dalam pandangan Islam dianggap sah. Jika tujuan pernikahan semata-mata
menjalankan perintah Allah Swt. Namun pernikahannya bertentangan dengan
undang-undang perkawinan. Karena menurut undang-undang tersebut bahwa
pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai usia 19 tahun dan pihak
perempuan mencapai usia 16 tahun.
Ada beberapa faktor menikahi wanita di bawah umur, yaitu faktor ekonomi,
karena keluarga sudah tidak mampu menyekolahkan atau membiayi lagi. Fator
lingkungan atau tradisi. Pada zaman nenek kita usia menikah mereka sekitar 10 -19
tahun. Di atas usia tersebut termasuk orang-orang yang terlambat untuk menikah.
Sedangkan tradisi hari ini, usia wanita menikah 20-30 tahun. Faktor ketiga yang
masih juga terjadi di suatu daerah, menikahi wanita yang masih muda belia karena
jaminan hutang. Jika sang ayah tidak dapat melunasi hutangnya, maka si penghutang
berhak mengawini anak gadisnya meski masih anak-anak. (http://
WWW.eramuslim.com).

HUKUM MENIKAHI GADIS DI BAWAH UMUR


Hukum asal menikahi gadis di bawah umur (<16 tahun) adalah boleh, namun
pernikahan hakikatnya bertujuan untuk mencapai keluarga yang bahagia secara fisik
maupun psikis. Oleh karena itu, pernikahan harus mempersiapkan segala sesuatu
yang berkaitan dengan kehidupan pasca pernikahan. Kesiapan untuk pernikahan
pada umumnya diukur dengan tiga hal:
Pertama, kesiapan ilmu, yaitu kesiapan pemahaman hukum-hukum fiqh yang
berkaitan dengan urusan pernikahan dan pasca pernikahan, seperti kewajiban sebagai
isteri, ibu dari anak-anak, muamalah dan lain sebagainya.
Kedua, kesiapan materi/harta, yaitu harta sebagai mahar dan harta sebagai
nafkah suami kepada isterinya untuk memenuhi kebutuhan pokok/primer bagi isteri
yang berupa sandang, pangan dan papan.
Ketiga, kesiapan fisik/kesehatan khususnya bagi laki-laki, yaitu maksudnya
mampu menjalani tugasnya sebagai laki-laki, tidak impoten.

Masail Fiqhiyah 179


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Dengan demikian, kesiapan tersebut tidak khusus diperuntukan bagi calon


suami tetapi juga bagi calon isteri. Oleh karena itu, seorang isteri pun harus
mempersiapkan sebelum pernikahan dilangsungkan. Sehingga diperlukan kematangan
fisik seorang wanita yang akan menikah. Keharusan untuk mempersiapkan segala
sesuatu sebelum pernikahan didasarkan kepada sabda Rasulullah Saw:
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya kawin, sebab
kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga
kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan
menjadi perisai bagimu.” (HR. Bukhari-Muslim).
Kesiapan tersebut mencakup kematangan fisik seorang wanita yang akan
dinikahi, sebagaimana MUI juga menganjurkan untuk mengikuti UU yang mengatur
seorang perempuan menikah minimal berusia 16 tahun. Juga didasarkan kepada
kemaslahatan hidup berumah tangga yang akan siap menghadapi segala macam
problematikan kehidupan keluarga.

DAMPAK PERNIKAHAN DI BAWAH UMUR


Undang-undang perkawinan Indonesia sudah tepat memberikan batasan usia
pernikahan bagi wanita adalah 16 tahun. Karena pada usia ini, seorang wanita sudah
siap secara fisik dan psikis untuk berumah tangga. Karena usia balligh saja tidak
cukup untuk siap disetubuhi dan mengandung seorang bayi. Sebagaimana menurut
pandangan ahli kandungan Winahyo mengatakan bahwa, meskipun seorang wanita
telah menstruasi, seorang perempuan belum dapat dikatakan dewasa dan siap untuk
menikah. Menstruasi, hanya salah satu rangkaian dari siklus reproduksi. Selain itu,
perempuan berusia di bawah 16 tahun belum matang secara emosional.
Sependapat dengan di atas, Dokter spesialis obsteri dan ginekologi Deradjat
Mucharram mengatakan bahwa kematangan fisik seorang anak tidak sama dengan
kematangan psikologinya meskipun anak tersebut sudah menstruasi, secara mental
ia belum siap untuk berhubungan seks. Kehamilan bisa saja terjadi pada anak usia
12-15 tahun, namun psikologinya belum siap untuk mengandung dan melahirkan.
Sel telur yang dimiliki anak juga diperkirakan belum matang dan belum berkualitas
sehingga bisa terjadi kelainan kromosom pada bayi. Terlebih jika anak tersebut belum
menstruasi, bisa mengakibatkan robek berat pada bagian keintimannya dan bisa
mengganggu sistem reproduksinya. (Warta Kota, Jumat, 24 Oktober 2008).
Dengan demikian, Undang-Undang pernikahan bab II pasal 7 ayat satu yang
menyebutkan bahwan usia perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai usia 16 tahun dan
dalam bab IV Kompilasi Hukum Islam pasal 15 menyebutkan hal yang sama ternyata
UU perkawinan di sejumlah negara Arab hampir sama dengan UU kita di atas seperti
di Suriah, yang menjelaskan batas usia pernikahan untuk pria adalah jika telah
mencapai 18 tahun dan untuk perempuannya jika sudah berusia 16 tahun (UU
Perkawinan Suriah, pasal 16). (http://nu.or.id)
Menikahi gadis di bawah umur sering menjadi polemik dan kontroversi dalam
masyarakat dikarenakan masih adanya asumsi bahwa hal itu dicontohkan Nabi
Muhammad Saw yang menikahi Sayidah Aisyah. Akad pernikahan antara Rasul dengan

180 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Sayidah Aisyah yang kala itu berusia sekitar 10 tahun tidak dapat dijadikan sandaran
dan dasar pegangan menikahi gadis di bawah umur dengan alasan sebagai berikut:
Pertama, pernikahan itu merupakan perintah Allah sebagaimana sabda Rasul,
“Saya diperlihatkan wajahmu (Sayidah Aisyah) dalam mimpi sebanyak dua kali,
Malaikat membawamu dengan kain sutera nan indah dan mengatakan bahwa ini
adalah isterimu”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Kedua, Rasul sendiri sebenarnya tidak berniat berumah tangga kalaulah bukan
karena desakan para sahabat lain yang diwakili Sayidah Khawlah bin Hakim yang
masih merupakan kerabat Rasul, di mana mereka melihat betapa Rasul setelah
wafatnya Sayidah Khadijah, isteri tercintanya, sangat membutuhkan pendamping
dalam mengemban dakwah Islam.
Ketiga; perkawinan Rasul dengan Sayidah Aisyah mempunyai hikmah penting
dalam dakwah dan pengembangan ajaran Islam dan hukum-hukumnya dalam berbagai
aspek kehidupan khususnya yang berkaitan dengan masalah keperempuan yang
banyak dari mereka bertanya kepada Nabi melalui Sayidah Aisyah. Dikarenakan
kecakapan dan kecerdasan Sayidah Aisyah sehingga ia menjadi gudang dan sumber
ilmu pengetahuan sepanjang zaman.
Keempat, masyarakat Islam (Hijaz) saat itu sudah terbiasa dengan masalah
nikah muda dan sudah biasa menerima hal tersebut. Walaupun terdapat nikah muda,
namun secara fisik maupun psikis telah siap sehingga tidak timbul adanya asumsi
buruk dan negatif dalam masyarakat. (Amiruddin Thamrin, Id.Wikipedia.com).
Berbeda dengan pendapat di atas, Hilman Rosyad berpendapat bahwa menikahi
gadis di bawah umur tidak masalah, karena secara syariah Islam selama perempuan
sudah haid maupun belum haid sekalipun dapat dinikahkan. Jadi secara hukum agama
tidak masalah, diperbolehkan. Rasulullah menikahi Aisyah di usia 7 tahun, tetapi
tidak bersetubuh sampai akil balig.
Lebih lanjut Hilman mengatakan bahwa secara agama, kesehatan, psikologis
maupun sosiologis pernikahan itu tidak ada masalah. Secara agama sudah tidak ada
masalah. Secara kesehatan juga tidak masalah menikahi gadis di bawah umur kalau
sudah balligh tidak masalah, selama asupan gizinya tercukupi, jadi kalau dia hamil
dan masih dalam masa pertumbuhan dia cukup membutuhkan gizi yang lebih baik.
Selama tercukupi gizinya tidak menjadi masalah. Jika dilihat dari sisi psikologis pun
tidak masalah. Karena perkembangan psikologis beriringan dengan perkembangan
biologis. Jika normal, secara metabolisme mempengaruhi sikap psikologisnya, begitu
juga secara sosial bahwa orang tua akan bangga anaknya dinikahi oleh orang yang
lebih mapan dan dewasa (terlebih jika kiayi yang menikahinya seperti kasus Syekh
Fuji yang menikahi Ulfa) ketimbang dengan pemuda tanggung. Dan dari tinjauan
pendidikan, jika suaminya baik dan konsen pada pendidikan isterinya, maka
melibatkan isterinya meneruskan pendidikannya baik formal maupun nonformal.
(http://openx.detik.com)
Sependapat dengan Hilman, Umar Shihab ketua umum MUI berpendapat bahwa
menikahi perempuan yang sudah balligh dan memenuhi syarat-syarat pernikahan
secara Islam dibenarkan. Tetapi pernikahan tersebut melanggar Undang-undang
perkawinan. Bahkan jika pernikahan tersebut terbukti ada tanda-tanda pemaksaan
dan pelanggaran hak anak, maka pernikahan tersebut dipertanyakan dan dapat

Masail Fiqhiyah 181


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

dikenai pelanggaran UU perlindungan anak dan undang-undang Kekerasan dalam


Rumah Tangga (KDRT).
Namun menurut Hanafi bahwa pernikahan Rasulullah dengan Aisyah yang
berusia 7 dan 9 tahun masih diragukan, sebagaimana keterangan berikut ini: Sebagian
besar hadis yang mengisahkan pernikahan Nabi dengan ‘Aisyah diriwayatkan oleh
Hisyam bin ‘Urwah. Hadis-hadis tersebut, antara lain: “Khadijah wafat 3 tahun
sebelum hijrah Nabi ke Madinah. Rasul SAW sempat menduda kurang lebih 2 tahun
sampai kemudian menikahi ‘Aisyah yang kala itu berusia 6 tahun. Namun Nabi SAW
baru hidup serumah dengan ‘Aisyah saat gadis cilik itu telah memasuki usia 9 tahun”
(HR. Al-Bukhari).
Riwayat lain yang menceritakan hal serupa dengan informasi sedikit berbeda
adalah: “Nabi SAW meminang ‘Aisyah di usia 7 tahun dan menikahinya pada usia 9
tahun. Seringkali Nabi SAW mengajaknya bermain. Tatkala Nabi SAW wafat, usia
‘Aisyah saat itu baru 18 tahun” (HR. Al-Bukhari).
Sejarahwan Muslim klasik, al-Thabari dalam Târikh al-Umam wa al-Mulûk
mengamini riwayat di atas bahwa ‘Aisyah (puteri Abu Bakr) dipinang Nabi pada usia
7 tahun dan mulai berumah tangga dengannya pada usia 9 tahun. Pada bagian lain,
al-Thabari mengatakan bahwa semua anak Abu Bakr yang berjumlah 4 orang dilahirkan
pada masa jahiliyah dari 2 isterinya. Jika ‘Aisyah dipinang Nabi pada 620 M (saat
dirinya masih berusia 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623 M (pada usia 9 tahun),
hal itu menunjukkan bahwa ‘Aisyah dilahirkan pada tahun 613 M. Yakni, 3 tahun
sesudah masa Jahiliyah berakhir (tahun 610 M).
Padahal al-Thabari sendiri menyatakan bahwa ‘Aisyah dilahirkan pada masa
Jahiliyah. Jika ‘Aisyah dilahirkan pada masa Jahiliyah, setidaknya ‘Aisyah berusia 14
tahun saat dinikahi Nabi. Pendeknya, riwayat al-Thabari perihal usia ‘Aisyah ketika
menikah dengan Nabi tidak reliable dan tampak kontradiktif.
Kontradiksi perihal usia ‘Aisyah saat dinikahi Nabi akan semakin kentara jika
usia ‘Aisyah dihitung dari usia kakaknya, Asma’ binti Abi Bakr. Menurut Ibn Hajar al-
‘Asqallani dalam Tahdzîb al-Tahdzîb, Asma’ yang lebih tua 10 tahun dari ‘Aisyah
meninggal di usia 100 tahun pada 74 Hijrah. Jika Asma’ wafat di usia 100 tahun pada
74 H, maka Asma’ seharusnya berumur 27 tahun ketika adiknya ‘Aisyah menikah
pada tahun 1 Hijrah (yang bertepatan dengan tahun 623 M).
Kesimpulannya, berdasarkan riwayat di atas itu pula dapat dikalkulasi bahwa
‘Aisyah ketika berumah tangga dengan Nabi berusia sekitar 17 tahun.
Kontradiksi lain seputar mitos usia kanak-kanak ‘Aisyah tatkala dinikahi Nabi
dapat dicermati melalui teks riwayat Ahmad bin Hanbal berikut. Sepeninggal isteri
pertamanya, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehatinya agar menikah lagi.
Lantas Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada dalam pikiran Khaulah.
Khaulah kemudian berkata, “Anda dapat menikahi seorang perawan (bikr) atau
seorang janda (tsayyib).” Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis perawan
(bikr) tersebut, Khaulah menyebut nama ‘Aisyah (HR. Ahmad).
Bagi orang yang mengerti bahasa Arab, dia akan paham bahwa kata bikr tidak
digunakan untuk bocah ingusan berusia 7 atau 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis
ingusan yang masih kanak-kanak adalah jariyah. Sebutan bikr diperuntukkan bagi
seorang gadis yang belum menikah serta belum punya pengalaman seksual—yang

182 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

dalam bahasa Inggris diistilahkan “virgin”. Oleh karena itu, jelaslah bahwa ‘Aisyah
yang disebut bikr dalam hadis di atas telah melewati masa kanak-kanak dan mulai
menapaki usia dewasa saat menikah dengan Nabi.
Bahkan dalam perspektif al-Quran bahwa sebagai muslim merupakan kewajiban
untuk merujuk sumber utama dari ajaran Islam, yakni Alqur’an. Sebenarnya, tidak
ada satu ayat pun yang seucara eksplisit mengizinkan pernikahan seperti itu. Ada
sebuah ayat yang dapat dijadikan inspirasi untuk menjawab persoalan di atas, meski
substansi dasarnya adalah tuntunan bagi Muslim dalam mendidik dan memperlakukan
anak yatim. Meski demikian, petunjuk Alqur’an mengenai perlakuan terhadap anak
yatim itu dapat juga kita terapkan pada anak kandung kita sendiri.
Ayat tersebut adalah:

           


“Ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian
jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (mampu mengelola harta),
maka serahkan kepada mereka harta bendanya” (QS. al-Nisa’: 6).
Dalam kasus anak yang ditinggal wafat oleh orang tuanya, seorang bapak asuh
diperintahkan untuk: (1) mendidik, (2) menguji kedewasaan mereka “sampai usia
menikah” sebelum mempercayakan pengelolaan keuangan sepenuhnya. Di sini, ayat
Alqur’an mempersyaratkan perlunya test dan bukti obyektif perihal tingkat
kematangan fisik dan kedewasaan intelektual anak asuh sebelum memasuki usia
nikah sekaligus mempercayakan pengelolaan harta benda kepadanya.
Dengan demikian, logikanya, jika bapak asuh tidak diperbolehkan sembarang
mengalihkan pengelolaan keuangan kepada anak asuh yang masih kanak-kanak,
tentunya bocah ingusan tersebut juga tidak layak, baik secara fisik dan intelektual
untuk menikah. Oleh karena itu, sulit dipercaya, Abu Bakr al-Shiddiq, seorang pemuka
sahabat, menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 tahun, untuk kemudian
menikahkannya pada usia 9 tahun dengan sahabatnya yang telah berusia setengah
abad. Demikian pula halnya, sungguh sulit untuk dibayangkan bahwa Nabi SAW
menikahi gadis ingusan berusia 7 atau 9 tahun.
Namun pendapat ini dibantah oleh Ibnu Mundzir yang dikutip Muhammad
Djabir bahwa Menikahi atau menikahkan perempuan di bawah umum, sebelum
haid atau usia 15 tahun, dalam pandangan Islam sah. Dalam hal ini, tidak ada ikhtilaf
di kalangan ulama’. Ibn Mundzir menyatakan:
“Semua ahli ilmu, yang pandangannya kami hapal, telah sepakat, bahwa
seorang ayah yang menikahkan anak gadisnya yang masih kecil hukumnya
mubah (sah).”

Masail Fiqhiyah 183


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Salah satu argumentasi yang digunakan adalah firman Allah SWT yang
menyatakan:

            

              

  


“Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya),
maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-
perempuan yang belum haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.  Siapa siapa
yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan
dalam urusannya.” (QS. at-Thalaq [65]: 04)
Allah menetapkan perempuan dengan predikat: wa al-la’i lam yahidhna (yang 
belum haid) dengan ‘iddah selama 3 bulan, sementara ‘iddah 3 bulan tersebut hanya
berlaku bagi perempuan yang ditalak atau difasakh, maka ayat ini menjadi dalalah
iltizam, bahwa perempuan yang disebutkan tadi sebelumnya telah dinikah, kemudian
ditalak atau difasakh.
Selain itu, juga hadits yang dituturkan oleh Aisyah —radhiya-Llahu ‘anha—
dari Hisyam, dari ayahnya (‘Urwah), yang menyatakan:
“Saya dinikahi oleh Nabi saw. ketika saya gadis berusia enam tahun, dan
baginda membawa saya, ketika saya berusia sembilan tahun.” (H.r. Muttafaq
‘Alaih)
Selain redaksi di atas, juga terdapat riwayat lain, yang dikeluarkan oleh Bukhari
dan Muslim, dari ‘Urwah dari Aisyah, yang menyatakan:
“Nabi menikahi beliau (Aisyah) ketika beliau berumur tujuh tahun. Penikahan
beliau dengan Nabi diumumkan ketika beliau berumur sembilan tahun, ketika
beliau masih menggendong mainannya. Nabi meninggalkan beliau (wafat),
ketika beliau berusia delapan belas tahun.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Ibn Hazm, mengutip pendapat Abu Muhammad, bahwa argumentasi yang
digunakan untuk melegalkan tindakan orang tua menikahkan anak perempuannya di
bawah umur adalah tindakan Abu Bakar —radhiya-Llahu ‘anhu— menikahkan Aisyah
ra. dengan Nabi saw. ketika Aisyah berusia enam tahun. Ini merupakan riwayat yang
populer, dan tidak perlu dikemukakan lagi isnad-nya.
Namun, Ibn Hazm juga mengutip pendapat Ibn Syubramah, yang menyatakan,
bahwa tidak boleh menikahkan anak di bawah umur sampai akil baligh, dan
menegaskan bahwa pernikahan Nabi saw. dengan Aisyah ra. itu merupakan
kekhususan bagi Nabi, tidak untuk yang lain. Pendapat ini telah digugurkan dengan
sejumlah fakta pernikahan para sahabat dengan perempuan di bawah umum, seperti

184 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

yang dilakukan oleh ‘Umar bin al-Khatthab ketika menikahi Ummu Kaltsum, putri
‘Ali bin Abi Thalib, dan Qudamah bin Math’ghun yang menikahi putri Zubair.

SEPUTAR HADITS PERNIKAHAN ‘AISYAH


Hadits tersebut, selain dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, juga dikeluarkan
oleh an-Nasai. Bedanya, an-Nasai tidak hanya menuturkan melulu melalui jalur Hisyam
dari ayahnya, ‘Urwah, tetapi juga jalur Abu ‘Ubaidah dan al-Aswad. Jika menganalisis
lafadz kedua hadits di atas memang ada perbedaan; Lafadz pertama menyatakan,
Nabi menikahi Aisyah ketika berumur enam tahun. Sedangkan lafadz kedua,
menyatakan, bahwa Nabi menikahi Aisyah ketika berumur tujuh tahun. Hanya saja,
dalam menentukan mana yang lebih kuat; apakah penuturan Aisyah sendiri, atau
kesimpulan perawi? Tentu, yang paling kuat adalah penuturan pelaku langsung. Sebab
ini bukan kesimpulan perawi, tetapi penuturan langsung pelakunya, yang mengalami
sendiri peristiwa tersebut. Karena itu, riwayat yang menyatakan, bahwa Aisyah
dinikahi oleh Nabi dalam usia enam tahunlah yang paling kuat. Ini dari segi matan
(redaksi) hadits.
Adapun dari segi sanad, kedua hadits di atas adalah sama-sama merupakan
hadits sahih, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Jika dilihat dari segi sanad,
kedua hadits tersebut bisa masuk dalam katagori hadits mu’an’an, yang dalam
lazimnya kaidah periwayatan hadits termasuk dalam kelompok hadits dhaif. Namun,
khusus kasus hadits mu’an’an dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, dikecualikan
dari kaidah tersebut. Dengan kata lain, hadits mu’an’an dalam Shahih al-Bukhari
dan Muslim tetap dianggap oleh para ahli hadits sebagai hadits sahih. Selain itu juga
harus dicatat, bahwa kaidah atau teori hadits itu baru muncul belakangan, jauh
setelah munculnya Shahih al-Bukhari dan Muslim. Karena itu, hadits pernikahan
Aisyah dengan Nabi saw. tersebut jelas merupakan hadits sahih, yang kesahihannya
tidak patut diperdebatkan lagi. Selain itu, makna hadits tersebut juga tidak
bertentangan dengan nas yang qath’i, seperti al-Qur’an, surat at-Thalaq: 4, justru
saling menguatkan.
Mengenai status Hisyam (w 145 H), yang konon baru meriwayatkan hadits ini
di usianya ketujuhpuluh tahun, dan itu pun dituturkan pada saat di Irak, maka
harus diteliti:
Pertama, dalam konteks ada’ (penyampaian) riwayat, tidak ada larangan
seseorang menyampaikan riwayat di usia senja. Tentu dengan catatan, bahwa faktor
ingatan (dhabt)-nya tidak ada masalah. Dalam kasus periwayatan Hisyam di Irak,
yang dipersoalkan oleh ahli hadits adalah ketidakkonsistenan Hisyam dalam
menyampaikan model periwayatan.[9] Beliau kadang mengatakan: haddatsani abi,
yang berarti Hisyam mendengar langsung dari ayahnya, dalam posisi beliau sudah
mempersiapkan materi hadits dan menghapalnya. Kadang beliau mengatakan:
akhbarani abi, yang berari hadits tersebut dibacakan oleh ayahnya. Kadang beliau
mengatakan: yaqulu li abi, yang berarti beliau mendengarkan hadits tersebut dari
ayahnya, tanpa persiapan dan hapalan sebelumnya.[10] Namun, secara umum Hisyam,
sebagaimana penuturan Ibn Hibban, dalam kitabnya, ats-Tsiqat, adalah orang yang
terpercaya (mutqin), wara’, mulia (fadhil) dan hafidh.[11]
Kedua, tidak ada bukti satu pun yang bisa memastikan, bahwa hadits Aisyah
tersebut dituturkan oleh Hisyam di usianya yang senja, atau ketika beliau pindah

Masail Fiqhiyah 185


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

ke Irak. Karena itu, catatan Ya’kub bin Syibah, tentang kondisi Hisyam di Irak: “Hisyam
adalah tsiqah, yang tidak ada penolakan sedikit pun terhadap riwayat yang datang
darinya, kecuali setelah dia menetap di Irak.” Tidak bisa digunakan untuk
menjustifikasi, bahwa hadits pernikahan Aisyah tersebut tidak kredibel. Sebab,
semua ahli hadits dan biografi perawi sepakat, bahwa hadits Hisyam tetap kredibel,
terutama hadits yang terdapat dalam kitab Shahih. Salah satunya, bisa kita lihat
pernyataan Ibn Kharrasy: “Hisyam adalah orang yang jujur (shaduq), dimana haditsnya
banyak masuk di dalam kitab Shahih.”
Jika kesimpulan hadits pernikahan Aisyah tersebut ditarik pada posisi Hisyam
setelah pindah ke Irak dan di usianya yang senja, maka penarikan kesimpulan seperti
ini tidak didasarkan pada fakta, melainkan hanya asumsi. Karenanya, kesimpulan
hadits tersebut tidak kredibel, karena faktor Hisyam, ini merupakan kesimpulan
logika mantik. Inilah sebenarnya yang terjadi. Karena itu, cara berfikir seperti ini
sangat fatal.

BERAPA UMUR AISYAH KETIKA MENIKAH?


Dalam konteks ini memang ada dua riwayat; penuturan Aisyah sendiri, yang
menyatakan dinikahi oleh Nabi ketika berusia enam tahun, dan penuturan ‘Urwah,
yang menyatakan tujuh tahun. Dalam konteks matan, sebagaimana yang dikemukakan
di atas, maka penuturan Aisyah tentu lebih kuat, ketimbang penuturan tidak langsung
yang disampaikan oleh ‘Urwan. Selain itu, perbedaan seperti ini tidak terlalu urgen,
mengingat selisih waktu sering kali terjadi, karena beda pijakan dalam
perhitungannya. Namun demikian, dua riwayat ini juga bisa dikompromikan,
sebagaimana yang dilakukan oleh Ibn Hajar, sehingga bisa disimpulkan, bahwa Aisyah
telah berusia enam tahun, memasuki tahun ketujuh.
Namun, ada kesimpulan lain yang dikembangkan, seolah-olah Aisyah berusia
tujuhbelas, delapanbelas atau sembilanbelas tahun. Kesimpulan seperti ini tentu
tidak mempunyai pijakan faktual, selain asumsi mantik. Sebagai contoh, pernyataan
at-Thabari: “Semua anak Abu Bakar dilahirkan pada masa Jalihiyah dari dua isterinya.”
Dengan asumsi ini, maka Aisyah pun diklaim telah lahir pada masa pra Islam.
Padahal, menurut riwayat yang sahih, sebagaimana dinyatakan oleh Ibn Hajar, dalam
al-Ishabah fi Tamyiz as-Shahabah, Aisyah dilahirkan pada tahun keempat atau kelima
bi’tsah. Menarik Aisyah dalam katagori “semua anak” Abu Bakar jelas bertentangan
dengan fakta, bahwa Aisyah tidak sama dengan anak-anak Abu Bakar yang lain, dimana
Aisyah dilahirkan setelah bi’tsah, sementara yang lain sebelumnya.
Undang-Undang pernikahan bab II pasal 7 ayat satu yang menyebutkan bahwan
usia perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak perempuan sudah mencapai usia 16 tahun dan dalam bab IV Kompilasi Hukum
Islam pasal 15 menyebutkan hal yang sama ternyata UU perkawinan di sejumlah
negara Arab hampir sama dengan UU kita di atas seperti di Suriah, yang menjelaskan
batas usia pernikahan untuk pria adalah jika telah mencapai 18 tahun dan untuk
perempuannya jika sudah berusia 16 tahun (UU Perkawinan Suriah, pasal 16). (http:/
/nu.or.id)

186 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

Untuk memantapkan pemahaman Anda terhadap materi ini, jawablah pertanyaan-


pertanyaan di bawah ini:
1. Jelaskan pandangan Islam tentang menikahi gadis di bawah umur?
2. Jelaskan kedua ayat al-Quran yang membolehkan dan melarang menikahi gadis
di bawah umur?
3. Jelaskan UU Perkawinan tentang usia menikah?
4. Jelaskan seputar hadits Aisyah tentang usia menikah?
5. Jelaskan dampak menikahi gadis di bawah umur?

1. Menikahi gadis di bawah umur adalah menikahi gadis di bawah umur


yang ditetapkan oleh Undang-undang pernikahan Bab II pasal 7 yaitu
usia 16 tahun.
2. Ulama berbeda pendapat berkaitan dengan menikahi gadis di bawah
umur, pendapat pertama mengatakan bahwa secara agama menikahi
gadis yang belum mencapai usia balligh dibolehkan tetapi tidak boleh
disetubuhi sampai ia menstruasi. Sedangkan pendapat kedua, bahwa
menikahi gadis di bawah umur tidak dibolehkan dikarenakan belum
terkena taklif.
3. Menurut ahli medis, bahwa menstruasi bukan syarat kematangan seorang
wanita untuk disetubuhi, karena secara psikologis, anak di bawah 16
tahun belum matang dan siap untuk hamil dan melahirkan.
4. Kesiapan untuk pernikahan pada umumnya diukur dengan tiga hal:
kesiapan ilmu pengetahuan, kesiapan ekonomi dan kesiapan fisik.
5. Tidak ada satu ayat pun yang secara eksplisit mengizinkan pernikahan
wanita di bawah umur. Tetapi ada sebuah ayat yang dapat dijadikan
inspirasi untuk menjawab persoalan di atas, meski substansi dasarnya
adalah tuntunan bagi Muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak
yatim. Ayat tersebut adalah:

           

 

Masail Fiqhiyah 187


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

“Ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.
Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (mampu
mengelola harta), maka serahkan kepada mereka harta bendanya”
(QS. al-Nisa’: 6).
Di sini, ayat Alqur’an ini mempersyaratkan perlunya test dan bukti
obyektif perihal tingkat kematangan fisik dan kedewasaan intelektual
anak asuh sebelum memasuki usia nikah sekaligus mempercayakan
pengelolaan harta benda kepadanya.
6. Namun ada ayat lain tentang iddah wanita yang belum haid yakni
“Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa
iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang belum haid. (QS. al-Thalaq:4). Ayat ini
menunjukkan bahwa dibolehkan menikahi wanita di bawah umur. Karena
syarat iddah adalah adanya perkawinan. Keterangan ayat ini juga
dikuatkan dengan pernikahan Rasulullah Saw dengan Aisyah: “Saya
dinikahi oleh Nabi saw. ketika saya gadis berusia enam tahun, dan baginda
membawa saya, ketika saya berusia sembilan tahun.” (H.r. Muttafaq
‘Alaih)

Petunjuk: Pilihlah salah satu jawaban yang dianggap paling tepat!


1. Berikut ini isteri yang paling muda dinikahi oleh Rasulullah Saw adalah:
A. Khadijah C. Fatimah
B. Aisyah D. Maimunah

2. Berikut ini alasan menikahi Sayidah Aisyah r.a di usia muda:


A. Karena adat masyarakat Islam C. Karena anak sahabat beliau
B. Karena syahwat D. Karena kecantikan Aisyah

3. Berikut ini maksud dari kalimat ba’ah, kecuali


A. Kemampuan ekonomi C. Kemampuan ilmu pengetahuan
B. Kemampuan fisik D. Memiliki pengalaman menikah

4. Berikut ini usia yang dianjurkan menikah bagi wanita berdasarkan UU Perkawinan:
A. 16 tahun C. 18 tahun
B. 17 tahun D. 19 tahun

5. Berikut ini usia yang dianjurkan menikah bagi laki-laki berdasarkan UU


Perkawinan:
A. 16 tahun C. 18 tahun
B. 17 tahun D. 19 tahun

188 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

6. Hukum asal menikahi wanita di bawah umur adalah:


A. Haram C. Halal
B. Makruh D. Sunnah

7. MUI menganjurkan untuk usia menikah bagi wanita adalah:


A. 16 tahun C. 18 tahun
B. 17 tahun D. 19 tahun

8. Jika wanita yang belum menstruasi dinikahi dan disetubuhi berakibat:


A. Menjaga sistem reproduksi C. melindungi sistem reproduksi
B. Merusak sistem reproduksi D. Merusak mata

9. Kelainan kromosom pada bayi diakibatkan oleh:


A. Menikahi wanita di bawah umur C. Menikahi orang sejenis
B. Menikahi wanita tua D. Menikahi wanita pezina

10. Berikut ini anjuran Rasulullah bagi mereka yang belum mampu untuk menikah:
A. Mencari nafkah C. Berpuasa
B. Berolah raga D. Berdzikir

Cocokkan jawaban Anda dengan menggunakan kunci jawaban Tes Formatif 3


yang terdapat di bagian akhir bahan belajar mandiri ini. Hitunglah jawaban Anda
yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.
Rumus :
Jumlah jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan = ______________________________ X 100 %
10
Arti tingkat penguasaan yang Anda capai :
90 % - 100% = Baik sekali
80 % - 89% = Baik
70% - 79 % = Cukup
< 70% = Kurang
Apabila tingkat penguasaan Anda telah mencapai 80 % atau lebih, Anda telah
menuntaskan bahan belajar mandiri ini. Bagus ! Tetapi apabila nilai tingkat penguasaan
Anda masih di bawah 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 3, terutama
bagian yang belum Anda kuasai.

Masail Fiqhiyah 189


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF


TES FORMATIF 1
1. B
2. A
3. C
4. B
5. D
6. D
7. A
8. D
9. B
10. C

TES FORMATIF 2
1. A
2. B
3. B
4. C
5. D
6. A
7. A
8. C
9. B
10. C

TES FORMATIF 3
1. B
2. A
3. D
4. A
5. D
6. C
7. A
8. B
9. A
10. C

190 Masail Fiqhiyah


Masalah Abortus, Gosip dan Infotaintment dan Nikah Gadis di Bawah Umur

DAFTAR PUSTAKA

Abu Fadl Muhsin, 1997, Aborsi Kontrasepsi dan mengatasi Kemandulan, Bandung:
Mizan.
Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer dalam Pandangan Islam:
Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ
Tubuh Buatan.
Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Terj. Jamaludin Miri, Jakarta:
Pustaka Amani, 1999.
Abd Rahman Umran, 1997, Islam dan KB, Jakarta:Lentera.
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta: Elsas,
2008.
Dadang Hawari, Al-Quran: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Yogyakarta:
Dana Bhakti Prima Yasa, 1997.
Hisyam Tholbah, Ensiklopedia Mukjizat al-Quran dan Sunnah, jilid 3.Sapta Sentosa,
2008.
Sayid Qutb, Fi Zhilalil Quran,
Mahjuddin, 2005, Masailul Fiqhiyah, Jakarta: Kalam Mulia.
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta: Toko Gunung Agung, 1997
M. Ali Hasan 1997, Masil Fiqhiyah al-Haditsah, Jakarta: Raja Grafindo.
Muhlish Usman, MA Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Jakarta: Raja Grafindo,
1996
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, Terj. Tim Kuadran, Bandung: Jabal, 2007.
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, Terj. Tim Kuadran, Bandung: Jabal, 2007.
www.wordpress.com

Masail Fiqhiyah 191

You might also like