Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh:
Agnes
11.2017.027
Dr. pembimbing/penguji :
dr. Mayorita, Sp.PD
dr. Suryantini Sp.PD
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSAU dr. ESNAWAN ANTARIKSA
Nama : Agnes Tanda Tangan
NIM : 11.2017.027
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.T Jenis kelamin : Laki-Laki
ANAMNESIS
Diambil dari Autoanamnesis, tanggal 22 Januari 2019, jam 06.00
Keluhan utama: Pasien datang dengan keluhan nyeri pada sekitar dubur sejak 1 minggu SMRS.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien dating dengan keluhan nyeri pada bagian sekitar dubur. Nyeri dirasakan perih pada saat
buang air besar namun buang air kecil tidak bermasalah. Nyeri disertai adanya benjolan dan sakit
ketika disentuh. Pasien mengatakan nyeri disertai badan terasa panas disertai rasa mual namun
tidak sampai muntah. Pasien mengatakan badan terasa lemas disertai pusing berdenyut di seluruh
2
kepala. Keluhan seperti diatas baru pertama kali di rasakan oleh pasien. Pasien memiliki riwayat
diabetes namun tidak rutin mengonsumsi obat dan menyuntik.
Riwayat penyakit dahulu
Os memiliki riwayat diabetes sejak 2001
Tahun 2014 Riwayat Tb paru dan dinyatakan sembuh.
Tahun 2016 dirawat dengan CAD dan telah di pasang ring jantung .
Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga pasien, tidak ada yang memiliki keluhan serupa dengan pasien.
Riwayat pemakaian obat
Metformin 500mg, humalog insulin, fenofibrate 100mg, arcabose 50mg, dan atrovastatin 20mg
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tinggi Badan : 167 cm
Berat Badan : 64 kg
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 62x/menit irregular
Suhu : 36.7OC
Pernapasan : 23x/menit
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : tidak terdapat udema pada tungkai dan anggota badan.
Cara berjalan : Baik
Mobilitas (aktif/pasif) : Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : 54 tahun
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar
Alam Perasaan : biasa
Proses Pikir : wajar
Kulit
Warna : Kuning Langsat Effloresensi : Tidak ada
3
Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah :Tidak ada penebalan
Suhu raba : Hangat Lembab / kering : Lembab
Keringat : tidak berlebihan
Umum : (-) Turgor : Normal
Setempat : (-) Ikterus : Tidak ada
Lapisan lemak : Tebal, merata Edema : Tidak ada
Kelenjar getah bening
Submandibula : Tidak teraba membesar Leher : Tidak teraba membesar
Supraklavikula : Tidak teraba membesar Ketiak : Tidak teraba membesar
Lipat paha : Tidak teraba membesar
Kepala
Ekspresi wajah : Tenang Simetri muka : Simetris
Rambut : hitam dan putih Pembuluh darah temporal :Teraba
Mata
Exophthalamus : Tidak ada Enopthalamus : Tidak ada
Kelopak : Edema (-) Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis (+/+) Visus : OD 6/6&OS 6/6
Sklera : Ikterik (-) Gerakan mata : Aktif
Lapangan penglihatan: Normal Tekanan bola mata : Normal
Nistagmus : Tidak ada
Telinga
Tuli : Tidak tuli Selaput pendengaran :Utuh
Lubang : Lapang di kedua telinga Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Tidak ada Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
Mulut
Bibir : Merah muda, kering
Tonsil : T1- T1 tenang
Langit-langit : Normal, tidak ada celah
Bau pernapasan : Normal, tidak tercium bau busuk
4
Gigi geligi : Normal, karies (-)
Trismus : Tidak ada
Faring : Normal
Selaput lendir : Normal
Lidah : normal
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : Tidak meningkat
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar limfe : Tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : Simetris, sela iga tidak melebar atau menyempit
Pembuluh darah : Tidak ada spider nevi
Paru-paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Kiri Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal
Kanan Sela iga normal, benjolan (-), Sela iga normal, benjolan (-),
nyeri tekan (-), fremitus normal nyeri tekan (-), fremitus normal
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri Vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-) Vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-)
Kanan Vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-) Vesikuler, Wheezing (-), Rhonki (-)
Jantung
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba di parasterna kiri
5
Perkusi Redup
Batas atas: ICS II linea midclavicula sinistra
Batas kanan: ICS V, linea sternal dekstra
Batas kiri: ICS V 2 jari medial dari linea parasternal sinistra
Auskultasi Normal, Murni, Reguler, Gallop (-), Murmur (-)
Katup Aorta : BJ 2 > BJ 1
Katup Pulmonalis : BJ 2 > BJ 1
Katup Mitral : BJ 1 > BJ 2
Katup Trikuspid : BJ 1 > BJ 2
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : Teraba pulsasi
Arteri Karotis : Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi
Arteri Radialis : Teraba pulsasi
Arteri Femoralis : Teraba pulsasi
Arteri Poplitea : Teraba pulsasi
Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi
Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi
Perut
Inspeksi : warna sawo matang, tidak ada lesi, datar, tidak ada dilatasi vena
Palpasi Dinding perut : Nyeri tekan (-)
Hati : Tidak ada pembesaran
Limpa : Tidak ada pembesaran
Ginjal : Ballotemen (-/-), bimanual (-/-)
Lain-lain : Nyeri tekan epigastrium
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), nyeriketok CVA (-)
Auskultasi : Bising usus, 15x/menit
Refleks dinding perut : Normal
Alat Kelamin: tidak dilakukan pemeriksaan
6
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Eutrofi Eutrofi
Sendi : Aktif, tidak ada tahanan Aktif, tidak ada tahanan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : +5 +5
Lain-lain : - -
Tungkai dan Kaki Kanan Kiri
Luka : Tidak ada Tidak ada
Varises : Tidak ada Tidak ada
Otot : Normotonus, massa normal Normotonus, massa normal
Sendi : Aktif Aktif
Gerakkan : Aktif Aktif
Kekuatan : +5 +5
Edema : edema minimal edema minimal
Reflex
Refleks Tendon Kanan Kiri
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achiles + +
Refleks kulit + +
Refleks patologis _ _
Colok Dubur: Tidak dilakukan, namun pada saat inspeksi ditemukan abses didekat anus.
7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan tanggal 17 januari 2019
Hematocrit 46 % 35 - 47
Ureum 42 mg/dl 10 – 50
Clorida
92 mmEq/L 95-105
Keton 3.5 mmol/L 0,0-0,5
Suhu 36.0
PH 7.423 7,37-7,43
O2 122.3 70-99
Saturasi O2 99.1
Konsentrasi O2 13.5
8
Buffer Base/BB -12.5 mmol/L
A 676.6 mmol/L
Urinalisa lengkap
PH 5.5 5.0-6.0
9
Kristal Negative Negative
RESUME
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada bagian sekitar dubur. Nyeri dirasakan perih pada saat
buang air besar namun buang air kecil tidak bermasalah. Nyeri disertai benjolan dan sakit ketika
disentuh. badan terasa panas disertai rasa mual, lemas , pusing berdenyut di seluruh kepala.
Keluhan seperti diatas baru pertama kali di rasakan oleh pasien. Pasien memiliki riwayat diabetes
namun tidak rutin mengonsumsi obat dan menyuntik. Os memiliki riwayat diabetes sejak 2001,
tahun 2014 Riwayat Tb paru dan dinyatakan sembuh, tahun 2016 dirawat dengan CAD dan telah
di pasang ring jantung. Riwayat pengobatan Metformin 500mg, humalog insulin, fenofibrate
100mg, arcabose 50mg, dan atrovastatin 20mg. Pada pemeriksaan fisik didapati keadaan tampak
sakit ringan, kesadaran compos mentis GCS 15, Tekanan darah 120/70mmHG, nadi 62x/menit
regular , suhu 36,7oC, pernafasan 23x/menit. Head to toe didapati adanya abses perianal pada
saat inspeksi. Pemeriksaan laboratrium: leukosit 12.200 mm3; GDS : 314 mg/dL ; keton darah :
3,5mmol/L ; natrium : 131mmEq/L; CL : 92 mmE q/L; reduksi urin ; positif ++++ (empat),
keton urin : positif ++ (dua).
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja:
Abses perianal
Ketoasidosis Diabetes Melitus
Diagnosis Banding:
HONK
Diabetes mellitus type 2
Non ketotikasidosis DM
Dasar diagnosis:
- Pasien mengeluh nyeri pada bagian daerah anus disertai benjolan pada saat disentuh,
pada saat dilakukan pemeriksaan inspeksi didapati benjolan disekitar anus disertai
gambaran abses.
10
- Gejala klinis didapati adanya lemas, mual dan pusing. Pasien memiliki riwayat diabetes
dengan pengobatan yang tidak rutin. Pada pemeriksaan fisik didapati adanya peningkatan
frekuensi nafas.
Pada pemeriksaan penunjang terdapat peningkatan leukosit yang dicurigai akibat adanya infeksi
pada abses perianal. Kemudian didapati GDS meningkat menjadi 314 mg/dL disertai adanya
benda keton darah sebanyak 3,5mmol/L ; natrium : 131mmEq/L; CL : 92 mmE q/L; reduksi
urin ; positif ++++ (empat), keton urin : positif ++ (dua).
PENATALAKASANAAN
- Loading NaCl 0,9% dalam 1 jam
- Metformin 500mg
- Arcabose 50mg
- Fenofibrate 100mg
Rencana edukasi:
- Diet disesuaikan, mengedukasi pasien tatacara mengonsumsi obat dengan teratur.
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad funcionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
FOLLOW UP
11
Tanggal 23 januari 2019
Pemeriksaan lab
Hematocrit 46 43
Ureum 42
Creatinine 0,8
12
Glukosa 314 267 250 252 497 138 230
sewaktu
SGOT 15
SGPT 11
Trigliserid 110
Albumin 4.5
Clorida 90
92 91
Keton 3.5
Analisis Gas
Darah
Suhu 36.0 36
PH 7.423 7.551
O2 122.3 87.0
13
Buffer -12.5 2.3
Base/BB
HCO3 9.4 23.2
A 676.6 195.5
14
Pembahasan Kasus
Definisi
Abses perianal merupakan infeksi pada jaringan lunak sekitar saluran anal, dengan
pembentukan abses rongga diskrit. Tingkat keparahan dan kedalaman dari abses cukup variabel,
dan rongga abses sering dikaitkan dengan pembentukan saluran fistulous. Kejadian puncak dari
abses anorektal adalah di dekade ketiga dan keempat kehidupan. Pria lebih sering terkena
daripada wanita, dengan dominasi laki-perempuan 2:01-3:01. Sekitar 30% dari pasien dengan
abses anorektal laporan riwayat abses serupa yang baik diselesaikan secara spontan atau
intervensi bedah diperlukan.2
Epidemiologi.1
Insidensi KAD di Indonesia tidak sebesar insidensi di negara lain, mengingat prevalensi
diabetes tipe I yang rendah. Kejadian KAD di Indonesia terutama pada pasien dengan diabetes
melitus tipe II. Pada pasien dengan gagal ginjal kronik dapat terjadi ketoasidosis akibat kadar
gula darah yang tidak terkontrol.
Angka kematian pada KAD menjadi lebih tinggi pada keadaan sepsis, syok berat, infark
miokard akut, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi,uremia dan konsentrasi
15
keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien KAD usia muda umunya dapat dihindari
dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional serta memadai sesuai dengan dasar
patofisiologinya
Etiologi
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung insulin
disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan non insulin
dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak tergantung insulin disebabkan
kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya.
Artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi
insulin pada perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi
terhadap glukosa.
Terjadinya KAD disebabkan oleh berbagai macam faktor pencetus. Faktor pencetus yang
berperan adalah infeksi, infark miokard akut, pancreatitis akut, penggunaan obat golongan
steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Kebanyakan kasus KAD dicetuskan oleh
infeksi umum, antara influenza dan infeksi saluran kemih.Infeksi tersebut menyebabkan
peningkatan kebutuhan metabolik dan peningkatan kebutuhan insulin.Penyebab umum KAD
lainnya adalah kegagalan dalam mempertahankan insulin yang diresepkan dan/atau regimen diet
dan dehidrasi. Pada 20% pasien KAD juga dapat disebabkan tanpa adanya keterlibatan faktor
pencetus.1
Faktor Pencetus
Penyakit Penyerta
Pengobatan
Infark miokard Akut
Antagonis Kalsium
Tumor yang menghasilkan Obat
Kemoterapi
hormone adrenokortikotropin
16
Klorpromazin (thorazine)
Kejadian Serebrovaskular Simetidin
(tagamet)
Sindrom Cushing Diazoxid
(hyperstat)
Hipertermia
Glukokortikoid
Hipotermia Loop
diuretik
Trombosis Mesenterika Olanzapin
(zyprexa)
Pankreatitis Fenitoin
(dilantin)
Emboli Paru
Propanolol (Inderal)
Gagal Ginjal
DiuretikTiazid
Luka Bakar Berat Nutrisi
Parenteral Total
Tirokotoksikosis
Noncompliance
Infeksi (57,1%)
Penyalahgunaan obat
Selulitis Alkohol
Infeksi Gigi Kokain
Pneumonia DM tidak
terdiagnosis
Sepsis
Infeksi saluran kemih
17
A. KLASIFIKASI.3
Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Assosiation sesuai anjuran perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah :
18
Patofisiologi
KAD adalah suatu keadaan di mana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatan hormone kontra regulator (glucagon, katekolamin, kortisol dan hormone
pertumbuhan) yang menyebabkan produksi glukosa hati meningkat, utilisasi glukosa oleh sel
tubuh menurun dan mengakibatkan hiperglikemia. Gejala dan tanda KAD dapat dikelompokkan
menjadi bagian dari akibat hiperglikemia dan akibat ketosis.
Sistem homeostasis tubuh teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak
sehingga terjadi hiperglikemia. Defisiensi insulin dan faktor-faktor pencetus yang menyebabkan
meningkatnya kadar hormone kontra regulator terutama epinefrin mengaktivasi hormone lipase
pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat sehingga terjadi peningkatan benda keton
dan asam lemak secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat
menyebabkan asidosis metabolik. Meskipun sudah tersedia bahan bakar sel-sel tubuh masih
merasa lapar dan terus memproduksi glukosa dengan berbagai macam proses seperti
glukoneogenesis, glikogenolisis maupun lipolisis. Insulin bekerja menginduksi transport glukosa
ke dalam sel, mengaktivasi pembentukan glukosa menjadi glikogen, menghambat lipolisis pada
sel lemak, menghambat glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui
siklus krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut akan dihasilkan ATP yang
merupakan sumber energi utama sel.4
19
Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolute atau relative terhadap hormon kontra
regulasi yang berlebihan (glucagon, epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan). Defisiensi
insulin dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang
berkurang. Defisiensi aktivitas insulin menyebabkan 3 proses patofisiologi pada 3 organ, yaitu
sel lema, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama melibatkan metabolism lemak dan
karbohidrat. Di antara hormon-hormon kontraregulator, glucagon menghambat proses
glikolisisdan menghambatn pembentukan malonyl CoA. Dengan demikian peningkatan
glukagon akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis.4
Gejala Klinis
Sekitar 70%-90% pasien KAD telah diketahui menderita DM sebelumnya, kenyataan ini
tentunya sangat membantu untuk mengenali KAD lebih cepat sebagai komplikasi akut DM dan
segera mengatasinya. Sesuai dengan mekanisme penyakit KAD, akan dijumpai pasien dalam
keadaan ketoasidosis dengan pernafasan kussmaul, berbagai dehidrasi(turgor kulit berkurang,
lidah dan bibir kering), badan lemas, kadang sampai terjadi syok hipovolemik.5
Keluhan poliuri dan polidipsi seringkali menyertai KAD, serta pada umumnya
didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala
yang sering dijumpai. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan
dengan gastroparesis-dilatasi lambung. Pada KAD derajat kesadaran pasien bervariasi, mulai dari
compos mentis sampai koma, bau nafas aseton dapat tercium namun tidak selalu disertai.5
20
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin
memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada
derajat dehidrasi.
Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler. Untuk setiap 100
mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar
1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah
yang sesuai.
Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan perawatan. EKG
dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di tingkat potasium.
Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang rendah (6,8-7,3).
Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg) mencerminkan kompensasi respiratorik
(pernapasan kussmaul) terhadap asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang
mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin.
Gunakan tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat
asidosis.
21
Sel darah lengkap (CBC).
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai pergeseran kiri
mungkin menyarankan mendasari infeksi.
Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu, ketonuria dapat
berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang mendasarinya.
β-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti respons terhadap
pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat
dari 3 mmol / L berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi infeksi saluran
kencing yang mendasari.
Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg / dL) / 2.8.
Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan koma biasanya memiliki
osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O
ini, maka pasien jatuh pada kondisi koma.
Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk, alkoholisme kronis),
maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
22
Tingkat BUN meningkat.
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat terjadi pada
dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum
yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
Pemeriksaan Diagnostik
Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi
stress.
Gula darah puasa normal atau diatas normal.
Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan
kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
Diagnosis
Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD terdiri dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama memperhatikan patensi jalan nafas,
status mental, status ginjal, dan kardiovaskular dan status hidrasi. Langkah-langkah ini harus
dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang harus segera dilakukan sehingga
penatalaksanaan dapat segera dilakukan tanpa adanya penundaan.5
23
Tissue turgor Normal Absent Absent
Pemeriksaan laboratorium yang paling penting dan mudah untuk segera dilakukan adalah
pemeriksaan kadar glukosa darah dengan glucose sticks dan pemeriksaan urine dengan
menggunakan urine strip untuk melihat secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat dan
leukosit dalam urine. Pemeriksaan lab lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat
keparahan KAD meliputi kadar HCO3, anion gap, pH darah, dan idealnya dilakukan juga
pemeriksaan kadar AcAc, laktat dan 3HB.
pH<7,35
24
TABLE 4
Diagnostic Criteria for Diabetic Ketoacidosis and Hyperosmolar
Hyperglycemic State
Mild Moderate
DKA DKA Severe DKA HHS
Plasma glucose > 250 > 250 > 250 > 600 (33.3)
(mg per dL (13.9)
[mmol per L])
Arterial pH 7.25 to 7.00 to 7.24 < 7.00 > 7.30
7.30
Serum 15 to 18 10 to < 15 < 10 > 15
bicarbonate
(mEq per L)
Urine ketones Positive Positive Positive Small
Serum ketones Positive Positive Positive Small
Beta- High High High Normal or
hydroxybutyra elevated20
te
Effective serum Variable Variable Variable > 320
osmolality
(mOsm per
kg)*
Anion gap† > 10 > 12 > 12 Variable
Alteration in Alert Alert/drowsy Stupor/coma Stupor/coma
sensoria or
mental
obtundation
25
DKA = diabetic ketoacidosis; HHS = hyperosmolar hyperglycemic state.
*-Effective serum osmolality = 2 3 measured Na (mEq per L) + (glucose [mg per
dL] ÷ 18).
Adapted with permission from Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB,
Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, et al. Hyperglycemic crises in diabetes.
Diabetes Care 2004;27(suppl 1):S95, with additional information from
reference 20.
KAD perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun hiperglikemia hiperosmolar non
ketotik. Beratnya hiperglikemia, ketonemia dan asidosis dapat dipakai dengan kriteria diagnosis
KAD pada tabel diatas. Dua bentuk lainnya dari dekompensasi metabolik yang hebat, dapat
terjadi pada diabetes. Bentuk-bentuk ini adalah hyperosmolar non-ketotic (HONK) dan laktik
asidosis. Tabel dibawah memperlihatkan sifat sifat utama dari kondisi ini dibandingkan dengan
KAD.5
26
Hiperventilasi Ada Tidak ada Ada
Penting untuk memperhatikan koreksi cairan dan elektrolit imbalance pada 1 jam pertama.
Ini biasanya diikuti dengan terapi hiperglikemia dan asidosis. Koreksi cairan biasanya dapat
membuat gejala klinis semakin jelas, dan biasanya cukup untuk memperbaiki asidosis. Adanya
dehidrasi biasanya mengindikasikan bahwa setidaknya 3 liter cairan hilang dari tubuh.6
Pasien biasanya tidak diperbolehkan untuk pulang sampai mereka dapat menggunakan
insulinnya tanpa adanya rekuren dari ketosis. Ketika keadaanya sudah stabil, (pH > 7,3 &
bikarbonat > 18 mEq/L) pasien dapat kembali makan dan menggunakan insulin subkutannya.6
Infuse insulin dapat dihentikan 30 menit setelahnya, bila pasien masih mual dan tidak ingin
makan dan terjadi hipoglikemia, maka harus diberikan dextrose 10% dan insulin kerja cepat
subkutan setiap 4 jam, dengan GDS dipertahankan dalam 100-180 mg/dl.6
Terapi cairan
Ketika pasien sudah euvolemi, maka dapat diberikan setengah dari cairan yang diperlukan,
untuk mencegah hipernatremia yang akan berlanjut menjadi Cerebral Pontine Myelinosis.
Namun, cairan ini harus cukup untuk mempertahankan TD dan urin output. . Ketika gula darah <
180 mg/dl, ganti cairan dengan 50% (dextrose 10%) + 50% (NaCl 0,9%).6
Terapi insulin
Perlu diketahui pada pasien KAD, insulin dosis rendah mempunyai keuntungan agar tidak
terjadi hipoglikemia dan hipokalemia yang dapat dilihat pada regimen insulin dosis tinggi.
27
Insulin yang digunakan adalah insulin short-acting. Absorpsi subkutan menurun pada KAD
karena dehidrasi. Karena itu biasanya digunakan infuse insulin.6
Dosis awal infuse insulin dengan pump infus adalah 0,1/Unit/kg/jam. Campuran 24 unit
insulin dengan 60 ml NaCl diinfus dengan kecepatan 15 ml/jam (6 unit/jam) hingga gula darah
turun sampai 180 mg/dl; setelah itu, kecepatannya dikurangi menjadi 5-7,5 ml/jam (2-3 unit/jam)
hingga ketosis reda. Bila tidak ada infuse pump, maka dapat digunakan dosis besar. Seperti 60
unit insulin dalam 500 ml NaCl 0,9% diberikan dengan kecepatan 50ml/jam.6
Penurunan gula darah optimal ialah 100mg/dl/jam. Jangan turunkan gula darah < 200
mg/dl pada 4-5 jam pengobatan. Karena dapat terjadi hipoglikemia yang berat, sehingga dapat
menimbulkan kembali rebound ketosis.6
Terapi elektrolit
Bila Kalium > 6 mEq/L, tidak diperlukan supplement tambahan. Bila kalium 4,5- 5
mEq/L dapat diberikan KCl 10-20 mEq/jam. Bila kalium 3-4,5 mEq/L dapat diberikan KCl 30-
40 mEq/jam. Monitor elektrolit tiap jam dan terapi harus dihentikan bila kalium > 5 mEq/L,
namun monitoring harus tetap dilakukan untuk mencegah adanya rekuren hipokalemia.6
Pada hipokalemia berat, lebih baik tidak diberikan insulin terlebih dahulu hingga
diberikan terapinya, ini untuk mencegah gangguan irama jantung yang terjadi pada hipokalemia.6
Terapi asam-basa
Bikarbonat hanya diberikan bila asidosis mengancam nyawa pasien, terutama adanya
sepsis dan asidosis laktat. Bila ada indikasi, maka berikan 100-150 ml mengandung 1,4%
konsentrasi bikarbonat diinfus. Terapi ini dapat diulang setiap setengah jam bila diperlukan.
Hati-hati bila terlalu cepat mengkoreksi asidosis, maka dapat memperburuk hipokalemia.6
Dibawah ini adalah standard protokol KAD menurut Joint British Diabetes Societies
Inpatient Care Group :7
28
1. Terapi 1 jam pertama7
29
Gambar 4. Terapi cairan pada KAD.7
30
2. Terapi 1 jam hingga 6 jam
31
3. Terapi 6 hingga 12 jam.
32
Bila keadaan pasien sudah membaik, maka insulinnya harus diganti ke subkutan, berikut
ini ekspektasi klinis pasien dan penatalaksanaan lanjut.
Abses anorektal harus diobati dengan drainase sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan. Jika diagnosis masih diragukan, pemeriksaan di bawah anestesi sering merupakan
cara yang paling tepat baik untuk mengkonfirmasi diagnosis serta mengobati. Pengobatan yang
tertunda atau tidak memadai terkadang dapat menyebabkan perluasan abses dan dapat
mengancam nyawa apabila terjadi nekrosis jaringan yang besar, atau bahkan septikemia.
Antibiotik hanya diindikasikan jika terjadi selulitis luas atau apabila pasien
immunocompromised, menderita diabetes mellitus, atau memiliki penyakit katub jantung.
Namun, pemberian antibiotik secara tunggal bukan merupakan pengobatan yang efektif untuk
mengobati abses perianal atau perirektal Kebanyakan abses perianal dapat didrainase di bawah
anestesi lokal di kantor, klinik, atau unit gawat darurat. Pada kasus abses yang besar maupun
pada lokasinya yang sulit mungkin memerlukan drainase di dalam ruang operasi. Insisi
dilakukan sampai ke bagian subkutan pada bagian yang paling menonjol dari abses.
33
Prognosis
Pada pasien KAD yang sudah stabil, maka glukosa darah harus tetap dikontrol. Berikut
ini rekomendasi dari ADA.8
Prognosis pasien baik bila kondisi gula pasien terkontrol. Marker prognosis untuk DM ialah
HbA1c. Menurut ADA, prognosis yang baik adalah HbA1c < 6,5%.8
34
Daftar Pustaka
1. Sudoyo, A. W dkk. Ketoasidosis Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009.
2. Gearheart, Susan L. 2008. Chapter 291. Diverticular Disease and Common Anorectal
Disorders, in : Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th edition.
3. Konsensus penelolaan dan pencegahan Diabetes mellitus I Indonesia. 2006.
4. American Diabetes Asociation. Hyperglycemic Crises in Diabetes. Diunduh dari:
http://care.diabetesjournals.org
5. Vanzyl DG. Diagnosis and treatment of diabetic ketoacidosis. SA Fam Pract 2008; Vol
50(1), p.35-39
6. VA. Raghavan, O. Hamdy, GT. Griffing, HE Bessen, BE Benner, DW Rucker, et al.
Diabetic Ketoacidosis Treatment & Management. Di unduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/118361-treatment, 15 Agustus 2013
7. MW. Savage, KK. Dhatariya, A. Kilvert, G. Rayman, JAE. Rees, CH. Courtney, et al.
Joint British Diabetes Societies Guideline for the Management of Diabetic Ketoacidosis.
[Diabet Med] 2011 May; Vol. 28 (5), p. 508-15
8. RG Nelson, KR Tuttle, P Aschner, GL Bakris, RW Bilous, ML Caramori. Management
of Hyperglycemia and General Diabetes Care in Chronic Kidney Disease in Clinical
Practice Guidelines for Diabetes and Chronic Kidney Disease. AJKD Vol 49(2), Feb
2007.
35