You are on page 1of 5

PROSES KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian yang dapat dilakukan oleh perawat ketika menghadapi klien dengan gangguan
system pernafasan meliputi riwayat kesehatan, review system (head to toe), dan pengkajian
psikososial.
1) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi masalah actual yang terjadi saat ini dan masalah
kesehatan dimasa yang lalu. Dalam mengkaji klien dan keluarga, perawat berfokus pada
manifestasi klinis dari keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini,
riwayat perawatan terdahulu, riwayat keluarga, dan riwayat psikosoial.
Riwayat kesehatan dimulai dari biografi klien. Aspek biografi yang sangat erat
hubungannya dengan gangguan oksigenasi mencakup usia, jenis kelamin, pekerjaan
(terutama yang berhubungan dengan kondisi tempat kerja), dan tempat tinggal. Keadaan
tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal serta apakah klien tinggal sendiri atau
dengan orang lain (berguna ketika perawat melakukan perencanaan pulang-discharge
planning).
a) Keluhan Utama
Keluhan utama akan membantudalam mengkaji pengetahuan klien tentang kondisi
saat ini dan menentukan prioritas intervensi. Keluhan utama yang biasa muncul pada
klien gangguan kebutuhan oksigen dan karbon dioksida antara lain batuk, peningkatan
produksi sputum, dyspnea, hemoptysis, wheezing, stridor, dan chest pain.
(1) Batuk (Cough)
Batuk merupakan gejala utama pada klien dengan penyakit system pernapasan.
Tanyakan berapa lama klien batuk (misalnya 1 minggu, 3 bulan). Tanyakan juga
apakah batuknya timbul pada waktu yang spesifik (missal pada malam hari atau
ketika bangun tidur) atau ada hubungannya dengan aktivitas fisik. Tentukan batuk
tersebut adalah batuk yang produktif atau nonproduktif, kongesti, dan kering.
(2) Peningkatan Produksi Sputum
Sputum merupakan suatu substansi yang keluar bersama dengan batuk atau
bersihan tenggorok. Trakeobrankial tree secara normal memproduksi sekitar tiga
ons mucus setiap hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal
(normal cleansing mechanism). Akan tetapi produksi sputum akibat batuk adalah
tidak normal. Lakukan pengkajian terkait warna, konsistensi, baud an jumlah dari
sputum, karena hal-hal tersebut dapat menunjukkan keadaan patologis. Jika terjadi
infeksi, sputum dapat berwarna kuning atau hijau, sputum yang normal mungkin
jernih putih atau kelabu. Pada keadaan edema paru, sputum akan berwarna merah
muda, mengandung darah, dan dengan jumlah yang banyak.
(3) Dispena
Dyspnea merupakan suatu persepsi (perasaan subjektif) klien yang merasa
kesulitan untuk bernapas/napas pendek. Perawat mengkaji tentang kemampuan
klien untuk melakukan aktivitas. Contoh ketika klien berjalan apakah mengalami
dyspnea? Kaji juga kemungkinan timbulnya proksimal nocturnal dyspnea serta
ortpnea, yang berhubungan dengan penyakit paru kronik dan gagal jantung kiri.
(4) Hemoptysis
Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat
mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau
perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah
dalam paru distimulasi segera oleh reflex batuk. Penyakit yang menyebabkan
hemoptysis antara lain bronchitis kronik, bronkiektasis, TB paru, kistik fibrosis,
upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru, dan
abses paru.
(5) Nyeri dada (Chest pain)
Nyeri dada (Chest pain) dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru.
Gambaran yang lengkap mengenai nyeri dada dapat menolong perawat untuk
membedakan nyeri pada pleura, musculoskeletal, kardiak, dan gastrointestinal.
Paru-paru tidak mempunyai saraf yang sensitif terhadap nyeri, hal ini berbeda
dengan iga, otot, pleura parietal, dan trakeobronkial tree yang mempunyai hal
tersebut. Dikarenakan perasaan nyeri murni adalah subjektif, maka perawat harus
menganalisis nyeri yang berhubungan dengan masalah dan penyebab timbulnya
nyeri.
b) Riwayat kesehatan masa lalu
Perawat menanykan tentang riwayat penyakit pernapasan klien. Secara umum
pertanyaan yang dapat diajukan pada klien adalah sebagai berikut.
(1) Riwayat merokok
Merokok sigaret merupakan penyebab penting terjadinya kanker paru-paru,
emfisema, dan bronchitis kronik. Semua kondisi tersebut sanagt jarang menimpa
nonperokok. Anamnesis harus mencakup hal-hal berikut ini.
(a) Usia ketika merokok secara rutin.
(b) Rata-rata jumlah rokok yang dishisap perhari.
(c) Usia ketika melepas kebiasaan merokok.
(2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
(3) Alergi
(4) Tempat tinggal
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Sekurang-kurangnya ada tiga alas an yang mengharuskan perawat menanyakan
riwayat kesehatan keluarga dan riwayat sosial klien pada penyakit paru-paru, yaitu
sebagai berikut :
(1) Penyakit infeksi tertentu
Khususnya tuberculosis, ditularkan melalui satu orang ke orang lainnya. Oleh
karena itu, dengan menanyakan riwayat kontak dengan orang terinfeksi dapat
diketahui sumber penularannya.
(2) Kelainan alergis, seperti asma bronkial, menunjukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu. Selain itu, serangan asma mungkin dicetuskan oleh knflik
keluarga atau kenalan dekat.
(3) Klien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya tinggi.
Namun, polusi udara tidak menjadi penyebab timbulnya bronchitis kronik, hanya
memperburuk penyakit tersebut.
2) Review Sistem (Head To Toe)
a) Inspeksi
(1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi duduk
(2) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan lainnya
(3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai bawah.
(4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa,
dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, scoliosis, dan lordosis.
(5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakkan dada.
(6) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung atau pernapasan diafragma,
dan penggunaan otot bantu pernapasan.
(7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dan fase inspirasi (I) dan fase Ekspirasi
(E). rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi yang memanjang
menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada klien
Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD).
(8) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter anteroposterior (AP) dengan
diameter lateral/tranversal (T). rasio ini normalnya berkisar 1:2 sampai 5:7,
bergantung pada cairan tubuh klien.
(9) Kelainan pada bentuk dada
(a) Barrel Chest
Timbul akibat terjadinya overinflation paru. Terjadi peningkatan diameter AP
: T (1 : 1), sering terjadi pada klien emfisema.
(b) Funnel Chest (Pectus Excavatum)
Timbul jika terjadi depresi pada bagian bawah dari sternum. Hal ini akan
menekan jantung dan pembuluh darah besar, yang akan menimbulkan suara
murmur. Kondisi ini dapat timbul pada rickettsia, marfan’s syndrome atau
akibat kecelakaan kerja.
(c) Pigeon Chest (Pectus Carinatum)
Timbul sebagai akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana terjadi
peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan kifoskoliosis berat.
(d) Kifoskoliosis (Kyphoscoliosis)
Ditunjukkan dengan adanya elevasi scapula. Deformitas ini akan mengganggu
pergerakkan paru-paru, dapat timbul pada klien dengan osteoporosis dan
kelainan musculoskeletal lain yang memengaruhi torak.
Kifosis yaitu meningkatnya kelengkungan normal kolumna vertebrae torakalis
menyebabkan klien tampak bungkuk.
Scoliosis yaitu melengkungnya vertebraa torakalis ke lateral, disertai rotasi
vertebral.
(10) Observasi kisemetrisan pergerakan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
(11) Observasi retraksi abnormal ruang intercostal selama inspirasi, yang dapat
mengindikasikan obstruksi jalan napas.
b) Palpasi
(1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakkan dada dan mengobservasi
abnormalitas, mengidentifikasi keadaan kulit, dan mengetahui vocal/tactile
premitus (vibrasi).
(2) Palpasi torak untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi seperti :
massa, lesi, bengkak.
(3) Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
(4) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika berbicara.
c) Perkusi
Perkusi adalah mengetuk struktur tubuh untuk menghasilkan suara. Terdapat dua
teknik perkusi untuk region torak.
(1) Perkusi langsung, yakni pemeriksaan memukul torak klien dengan bagian palmar
jari tengah atau keempat ujung jari tangannya yang dirapatkan.
(2) Perkusi tak langsung, yakni pemeriksa menempelkan suatu obyek padat yang
disebut pleksimeter (biasanya satu jari tengah) pada dada klien, lalu sebuah objek
lain yang disebut pleksor (jari tengah lainnya) untuk memukul pleksimeter tadi,
sehingga menimbulkan suara.
Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmoner, organ yang ada
disekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Berikut akan dijelaskan
berbagai jenis suara perkusi.
(a) Suara perkusi normal
 Resonan (Sonor) : Bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan
paru normal
 Dullness : Bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae dan hari.
 Timpani : Musikal, bernada tinggi dihasilkan diatas perut yang
berisi
udara.
(b) Suara Perkusi Abnormal
 Hiperresonan : Bergaung lebih rendah dibandingkan dengan resonan dan
timbul pada bagian paru yang berisi udara.
 Flatness : Sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi.
Dapat didengar pada perkusi daerah hati, dimana areanya seluruhnya berisi
jaringan.
d) Auskultasi
(1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup mendengarkan bunyi
napas normal, bunyi napas tambahan (abnormal), dan suara.
(2) Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas dari
laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
(3) Suara napas normal meliputi bronkial, bronkovesikular, dan vesicular.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Bersihan jalan napas tidak efektif
Ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan
jalan napas tetap paten.
2) Gangguan penyapihan ventilator
Ketidakmampuan beradaptasi dengan pengurangan bantuan ventilator mekanik yang
dapat menghambat dan memperlama proses penyapihan.
3) Gangguan pertukaran gas
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membrane
alveolus-kapiler.
4) Gangguan ventilasi spontan
Penurunan cadangan energy yang mengakibatkan individu tidak mampu bernapas secara
adekuat.
5) Pola napas tidak efektif
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
6) Risiko aspirasi
Berisiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, sekresi orofaring, benda cair atau
padat kedalam saluran trakeobronkial akibat disfungsi mekanisme protektif saluran napas.

You might also like