You are on page 1of 3

ANALISA USAHA PRODUKSI SERAT SABUT KELAPA (COCO FIBER)

A. LATAR BELAKANG

Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang
mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun
2000, luas areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi
diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen) merupakan
perkebunan rakyat. Sedangkan di daerah kabupaten tasikmalaya sendiri yang luas lahan
Kebun Kelapa nya mencapai 31.020 hektare. Lahan seluas itu dapat menghasilkan
138.270.000 kilogran kelapa atau 41.481.000 butir kelapa dan % nya adalah Sabut kelapa.

Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa,
yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi
buah kelapa di Kabupaten Tasikmalaya per tahun adalah sebesar 138.270 ton, maka berarti terdapat
sekitar 48 ribu ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar
belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.

Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber, Coir fiber, coir
yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil serat
sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga
lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke
bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan
dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk
pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coir Fiber Sheet yang digunakan
untuk lapisan kursi mobil, Spring Bed dan lain-lain.

Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan komoditi
ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton pada tahun 1990. Indonesia
walaupun merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa masih
sangat kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan
perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam menggunakan serat
sabut kelapa sebagai bahan baku / bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi
pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa.

Hasil samping pengolahan serat sabut kelapa berupa butiran-butiran gabus sabut kelapa,
dikenal dengan nama Coco Peat. Sifat fisika-kimianya yang dapat menahan kandungan air dan unsur
kimia pupuk, serta dapat menetralkan keasaman tanah menjadikan hasil samping ini mempunyai nilai
ekonomi. Coco Peat digunakan sebagai media pertumbuhan tanaman hortikultur dan media tanaman
rumah kaca.

Dari aspek teknologi, pengolahan serat sabut kelapa relatif sederhana yang dapat dilaksanakan
oleh usaha-usaha kecil. Adapun kendala dan masalah dalam pengembangan usaha kecil/menengah
industri pengolahan serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal, akses terhadap informasi pasar dan
pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang masih belum memenuhi persyaratan.

Dalam rangka menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial ini, dan
tersedianya bahan baku di daerah kami maka sangat cocok kami BUMDESMA Si cikal Agropolitan
Kecamatan cikalong Kabupaten Tasikmalaya untuk mengimplementasikan pengembangan usaha
pengolahan serat sabut kelapa ini.

B. ASPEK ESTIMASI LABA RUGI USAHA SABUT KELAPA

Berdasarkan studi kasus di Kabupaten Pangandaran:

Spesifikasi
– Produksi cocofi ber
– Kapasitas produksi 800 kg/hari
– Hasil sampingan cocodust

1. Investasi
– Saung 6 m x 16 m (masa pakai 7 tahun) Rp 7.000.000
– Mesin pengurai sabut 30 PK (masa pakai 6 tahun) Rp 20.000.000
Total investasi Rp 34.000.000

2. Biaya operasional
– Sabut kelapa 8.000 @ Rp70 Rp 560.000
– Penyusutan mesin Rp 14.000
– Penyusutan saung Rp 4.273
– Solar 25 liter @ Rp5.150 Rp 128.750
– Tenaga kerja 4 orang @ Rp 25000 Rp 100.000
– Pengiriman cocofiber ke konsumen Rp 400.000
Total biaya Rp 1.207.023

3. Penerimaan
Setelah pengolahan dari 8000 sabut kelapa menjadi:
– Cocofi ber 800 kg @ Rp2.000 = Rp 1.600.000
– Cocodust 800 kg @ Rp150 = Rp 120.000
Total penerimaan Rp 1.720.000

4. Keuntungan
– Rp1.720.000—Rp1.207.023 = Rp 512.977
Keuntungan yang diperoleh produsen cocofiber Rp512.977 per hari

5. Pertimbangan usaha
BEP (Break Even Point)
BEP untuk harga produksi
BEP = Rp1.207.023 : 800 kg = Rp1.508/kg
Titik balik modal tercapai jika harga cocofiber Rp1.508/kg.
B/C (Perbandingan Penerimaan dan Biaya)
B/C = Rp1.720.000 : Rp1.207.023 = 1,42
Setiap penambahan biaya Rp1 memperoleh penerimaan Rp1,42

You might also like