You are on page 1of 13

GARIS-GARIS BESAR DOKTRIN ASWAJA

Disusun oleh:
Shindy Wardatul Fidiyah 1130017150
Faisal Tanjung 1130017155
Lukmanul Hakim 1130017156

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA


PRODI S1 KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunyayangberjudul“DoktrinASWAJA”, Makalah ini membahas
Aqidah,Islam,Dan Ihsan. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua tentang Doktrin ASWAJA Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Akhir kata, kami sampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal
sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Surabaya,25 februari 2019

Penyusun:

Lukmanul hakim, Faisal tanjung, Shindy wardatul fidiyah


DAFTAR ISI
Halaman judul...................................................................................... i

Kata pengantar..................................................................................... ii

Daftar isi.............................................................................................. iii


BAB I................................................................................................... 1
PENDAHULUAN............................................................................... 1
1. Latar Belakang................................................................................. 1
2.Rumusan masalah............................................................................ 1
BAB II................................................................................................. 2
Pembahasan......................................................................................... 2
a. Aqidah (Keimanan).......................................................................... 2
b. Syari’ah (Keislaman)....................................................................... 4
c. Ihsan (Akhlak)................................................................................. 5

3. Pengertian sumber ajaran Aswaja ................................................... 7

4. Sumber ajaran Aswaja ......................................................................7

a. Al-Qur’an...........................................................................................7

b. Al-Hadits............................................................................................7

c. Al-Ijma’..............................................................................................7

d. Al-Qiyas.............................................................................................8

BAB III...................................................................................................9
KESIMPULAN.......................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, Ihsan. Tiap-tiap
tingkatan memiliki rukun-rukun yang membangunnya.Jika Islam dan Iman disebut secara
bersamaan, maka yang dimaksud Islam adalah amalan-amalan yang tampak dan mempunyai
lima rukun. Sedangkan yang dimaksud Iman adalah amal-amal batin yang memiliki enam
rukun. Dan jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka masing-masing menyandang makna
dan hukumnya tersendiri.Ihsan berarti berbuat baik.Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin
berarti orang yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan
prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah da syariat Islam disebut Ihsan. Dengan
demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih
besar yang disebut akhlaqul karimah.

2. Rumusan Masalah

1. Mengetahui Hakikat Iman, ?


2. Mengetahui Hakikat Islam ?
3. Mengetahui Hakikat Ikhsan?
BAB II

PEMBAHASAN

a.Aqidah (Keimanan)

Iman adalah keyakinan yang menghujam dalam hati, kokoh penuh keyakinan tanpa
dicampuri keraguan sedikitpun.Sedangkan keimanan dalam Islam itu sendiri adalah percaya
kepada Alloh, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rosul-rosulNya, hari akhir dan
berIman kepada takdir baik dan buruk. Iman mencakup perbuatan, ucapan hati dan lisan,
amal hati dan amal lisan serta amal anggota tubuh. Iman bertambah dengan ketaatan dan
berkurang karena kemaksiatan.

Kedudukan Iman lebih tinggi dari pada Islam, Iman memiliki cakupan yang lebih umum dari
pada cakupan Islam, karena ia mencakup Islam, maka seorang hamba tidaklah mencapai
keImanan kecuali jika seorang hamba telah mamapu mewujudka keislamannya. Iman juga
lebih khusus dipandang dari segi pelakunya, karena pelaku keimanan adalah kelompok dari
pelaku keIslaman dan tidak semua pelaku keIslaman menjadi pelaku keImanan, jelaslah
setiap mukmin adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin[2]

Keimanan tidak terpisah dari amal, karena amal merupakan buah keImanan dan salah satu
indikasi yang terlihat oleh manusia. Karena itu Alloh menyebut Iman dan amal soleh secara
beriringan dalam Qur’an surat Al Anfal ayat 2-4 yang artinya:

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu


adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah
mereka bertawakkal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan
sebagian dari rizki yang kami berikan kepada me-reka. Itulah orang-orang yang beriman
dengan sebenar-benar-nya.” (Al-Anfal: 2-4)
Keimanan memiliki satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis. Yang mayoritas ulama
memandang keImanan beriringan dengan amal soleh, sehinga mereka menganggap keImanan
akan bertambah dengan bertambahnya amal soleh. Akan tetapi ada sebagaian ulama yang
melihat Iman berdasarkan sudut pandang bahwa ia merupakan aqidah yang tidak menerima
pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya memiliki dua kemungkinan saja: mukmin atau
kafir, tidak ada kedudukan lain diantara keduanya. Karena itu mereka berpendapat Iman tidak
bertambah dan tidak berkurang.

Iman adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang, maka perlu diketahui kriteria
bertambahnya Iman hingga sempurnanya Iman, yaitu:

1) Diyakini dalam hati

2) Diucapkan dengan lisan

3) Diamalkan dengan anggota tubuh.

Sedangkan dalam Islam sendiri jika membahas mengenai Iman tidak akan terlepas dari
adanya rukun Iman yang enam, yaitu:

1) Iman kepada Alloh

2) Iman kepada malaikatNya

3) Iman kepada kitabNya

4) Iman kepada rosulNya

5) Iman kepada Qodho dan Qodar

6) Iman kepada hari akhir

Demikianlah kriteria amalan hati dari pribadi yang berIman, yang jika telah tertanam dalam
hati seorang mukmin enam keImanan itu maka akan secara otomatis tercermin dalam
prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria keImanan terhadap enam poin di atas.
Jika Iman adalah suatu keadaan yang bersifat dinamis, maka sesekali didapati kelemahan
Iman, maka yang harus kita lakukan adalah memperkuat segala lini dari hal-hal yang dapat
memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat dilakukan bisa kita mulai dengan memperkuat
aqidah, serta ibadah kita karena Iman bertambah karena taat dan berkurang karena
maksiat.Ketika Iman telah mencapai taraf yang diinginkan maka akan dirasakan oleh
pemiliknya suatu manisnya Iman, sebagaImana hadits Nabi Muhammad saw. yang
artinya:“Tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan
manisnya Iman: Menjadikan Alloh dan RosulNya lebih dicintainya melebihi dari selain
keduanya, mencintai seseorang yang tidak dicintainya melainkan karena Alloh, membenci
dirinya kembali kepada kekufuran sebagaImana bencinya ia kembali dilemparkan ke dalam
api neraka.” (HR.Bukhori Muslim).

b. Syari’ah (Keislaman)

Islam bersal dari kata, as-salamu, as-salmu, danas-silmu yang berarti: menyerahkan
diri, pasrah, tunduk, dan patuh. Berasal dari kata as-silmu atau as-salmu yang berarti damai
dan aman. Berasal dari kata as-salmu, as-salamu, dan as-salamatu yang berarti bersih dan
selamat dari kecacatan-kecacatan lahir dan batin.Pengertian Islam menurut istilah yaitu, sikap
penyerahan diri (kepasrahan, ketundukan, kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya
dengan senantiasa melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, demi mencapai
kedamaian dan keselamatan hidup, di dunia maupun di akhirat.Siapa saja yang menyerahkan
diri sepenuhnya hanya kepada Allah, maka ia seorang muslim, dan barang siapa yang

menyerahkan diri kepada Allah dan selain Allah maka ia seorang musyrik, sedangkan
seorang yang tidak menyerahkan diri kepada Alloh maka ia seorang kafir yang
sombong.Dalam pengertian kebahasan ini, kata Islam dekat dengan arti kata agama. Senada
dengan hal itu Nurkholis Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan adalah
merupakan hakikat dari pengertian Islam. Dari pengertian itu, seolah Nurkholis Madjid ingin
mengajak kita memahami Islam dari sisi manusia sebagai yang sejak dalam kandungan sudah
menyatakan kepatuhan dan ketundukan kepada Tuhan, sebagaImana yang telah diisyaratkan
dalam surat al-A’rof ayat 172 yang artinya:Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): “Bukankah Aku Ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban
kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap Ini (keesaan Tuhan)”Berkaitan dengan Islam sebagai agama, maka tidak dapat
terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa rukun Islam, yaitu:

1) Membaca dua kalimat Syahadat

2) Mendirikan sholat lima waktu

3) Menunaikan zakat

4) Puasa Romadhon

5) Haji ke Baitulloh jika mampu.

c. Ihsan (Akhlak)

Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang
yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang
sesuai atau dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam disebit Ihsan. Dengan demikian akhlak
dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut
akhlaqul karimah. Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril
yang sangat terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika
nabi ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab yang Artinya
:“Hendaklah engkau

beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya. Tapi jika engkau tidak melihatNya,
maka sesungguhnya Allah melihatmu”.
Hadits tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan Ihsan, sebagai rumusnya adalah
memposisikan diri saat beribadah kepada Alloh seakan-akan kita bisa melihatNya, atau jika
belum bisa memposisikan seperti itu maka posisikanlah bahwa kita selalu dilihat olehNya

sehingga akan muncul kesadaran dalam diri untuk tidak melakukan tindakan selain berbuat
Ihsan atau berbuat baik.Korelasi Iman, Islam, dan Ihsan diatas telah dibahas tentang ketiga
hal tersebut, disini, akan dibahas hubungan timbal balik antara ketiganya. Iman yang
merupakan landasan awal,bila diumpamakan sebagai pondasi dalam keberadaan suatu rumah,
sedangkan islam merupakan entitas yang berdiri diatasnya. Maka, apabila iman seseorang
lemah, maka islamnya pun akan condong, lebih lebih akan rubuh. Dalam realitanya mungkin
pelaksanaan sholat akan tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau
malah mungkin tidak terdirikan. Zakat tidak tersalurkan, puasa tak terlaksana, dan lain
sebagainya. Sebaliknya, iman akan kokoh bila islam seseorang ditegakkan. Karena iman
terkadang bisa menjadi tebal, kadang pula menjadi tipis, karena amal perbuatan yang akan
mempengaruhi hati. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi, bila seseorang
tekun beribadah, rajin taqorrub, maka akan semakin tebal imannya, sebaliknya bila seseorang
berlarut-larut dalam kemaksiatan, kebal akan dosa, maka akan berdampak juga pada tipisnya
iman.Dalam hal ini, sayyidina Ali pernah berkata yang Artinya :

“Adapun ihsan, bisa diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut bisa
terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat menarik perhatian dari banyak
pihak”

Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari sang
kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan
menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai
plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah
sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya
untuk mendapatkan perhatian dan ridlonya. Disinilah hakikat dari ihsan.
3. Pengertian Sumber dan ajaran Aswaja

Ahlussunah Wal Jama’ah (ASWAJA) didalam menentukan hukum fiqih


menggunakan dasar Al-Qur’an dan Al-Hadits/As-Sunnah di samping itu juga menggunakan
Ijma’ dan Qiyas

4. Sumber ajaran Aswaja

a) Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam pengambilan hukum.
Karena Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada ummat
manusia dan diwajibkan untuk berpegangan kepada Al-Qur’an. Allah berfirman
dalam surat Al-Baqarah ayat 2 yang Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada
keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (Al-Baqarah; 2)”
b) Al-Hadits/As-Sunnah
Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah Rasulullah ٍSAW.
Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an, maka As-
Sunnah menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Al-
Qur’an surat an-Nahl ayat 44 yang Artinya: "Dan kami turunkan kepadamu Al-
Qur’an agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka supaya mereka memikirkan. (An-Nahl : 44)"
c) Ijma’

Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad
SAW seluruh persoalan hukum kembali kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi maka
hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahiddan mereka itulah
yang disebut Ulil Amri Minkum,Dan para Sahabat pernah melaksanakan ijma’
apabila terjadi suatu masalah yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah
S.A.W. Pada zaman sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar r.a jika mereka sudah
sepakat maka wajib diikuti oleh seluruh ummat Islam, Allah berfirman dalam Al-
Qur’an surat An-

Nisa’ ayat:59 Yang artinya: “ Hai orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah
Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu ( An-Nisa’ : 59)
d) Qiyas
Qiyas menurut bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu berasal
dari kata Qasa.Yang disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang
lain dalam hukum karena adanya sebab yang antara keduanya. Rukun Qiyas ada 4
macam: al-ashlu, al-far’u, al-hukmu dan as-sabab. Contoh penggunaan qiyas,
misalnya gandum, seperti disebutkan dalam suatu hadits sebagai yang pokok (al-
ashlu)-nya, lalu al-far’u-nya adalah beras (tidak tercantum dalam al-Qur’an dan al-
Hadits), al-hukmu, atau hukum gandum itu wajib zakatnya, as-sabab atau alasan
hukumnya karena makanan pokok.Dengan demikian, hasil gandum itu wajib
dikeluarkan zakatnya, sesuai dengan hadits Nabi, dan begitupun dengan beras, wajib
dikeluarkan zakat. Meskipun, dalam hadits tidak dicantumkan nama beras. Tetapi,
karena beras dan gandum itu kedua-duanya sebagai makanan pokok. Di sinilah aspek
qiyas menjadi sumber hukum dalam syareat Islam. Dalam Al-Qur’an Allah S.WT.
berfirman yang Artinya: “Ambilah ibarat (pelajaran dari kejadian itu) hai orang-
orang yang mempunyai pandangan(Al-Hasyr : 2)”
BAB III

KESIMPULAN

Iman, islam dan ihsan merupakan tiga rangkaian konsep agama islam yang sesuai dengan
dalil Iman, Islam dan Ihsan saling berhubungan karena seseorang yang hanya menganut
Islam sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan Iman. Sebaliknya, Iman
tidaklah berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya, kebermaknaan Islam
dan Iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi dengan Ihsan, sebab Ihsan merupakan
perwujudan dari Iman dan Islam,yang sekaligus merupakan cerminan dari kadar Iman dan
Islam itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah, Ensiklopedia Islam Al-Kamil, (Jakarta:
Darus Sunnah Press, 2010)

Busyra, Zainuddin Ahmad, Buku Pintar Aqidah Akhlaq dan Qur’an Hadis, (Yogyakarta:
Azna Books, 2010)

Daradjat, Zakiah, dkk., Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996).

Harits Muhammad Abdul bin Ibrahim A-Salafy Al-jazary. Mengenal Kaedah Dasar Ilmu
Hadits (Penjelasan Mandhumah Al-Baiquniyah), Alih Bahasa: Abu Hudzaifah.
Maktabah Al-Ghuroba,Cet.Ke-1, September 2006.

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta:Rajawali Press, 2001)

Thanthawi, Ali, Aqidah Islam; Doktrin dan Filosofis, (Pajang:Era Intermedia,2004).

Wahhab, Muhammad bin Abdul, Tiga Prinsip Dasar dalam Islam,(Riyadh:


Darussalam,2004).

You might also like