You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Osteoporosis termasuk penyakit gangguan metabolisme, dimana tubuh


tidak mampu menyerap dan menggunakan bahan-bahan untuk proses
pertulangan secara normal. Penulis membuat judul karya tulis ini, karena
lebih dari 50% masyarakat Indonesia terserang osteoporosis atau kerapuhan
tulang yang terutama usia manula. Di dalam karya tulis ini, penulis ingin
menjelaskan penyebab-penyebab, dan sebagainya. Agar para penderita dapat
mengerti terutama bagi orang yang tidak mengerti/orang awam dan bagi para
masyarakat untuk mencegahnya. Apalagi sekarang ini penulis mendapatkan
informasi, bahwa osteoporosis juga terserang pada anak berusia di bawah
umur. Maka dari itu penulis ingin memberitahukan penyakit ini bukan
penyakit yang biasa. Apabila, penyakit ini sudah parah akan menimbulkan
kematian

B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan osteoporosis ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum :

Penulis mengharapkan masyarakat umum (non medis) mengerti tentang

penyakit Osteoporosis dan bahaya dari penyakit tersebut. Sehingga timbul

kesadaran untuk berprilaku sehat dalam kehidupan sehari – hari.

2. Tujuan Khusus

Penulis mengharapkan mampu melakukan :


a. Pengkajian status kesehatan klien.
b. Menganalisa data dari hasil pengkajian data klien.

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 1


c. Merumuskan masalah dan menegakkan diagnosa keperawatan yang
muncul dari hasil pengkajian data klien.
d. Memprioritaskan masalah yang timbul bersama keluarga klien.
e. Merencakan tindakan keperawatan pada kasus Osteoporosis
f. Memberikan tindakan keperawatan pada klien yang telah disepakati
oleh keluarga.
g. Evaluasi tindakan asuhan keperawatan.
h. Mengetahui perbedaan antara teori dan praktek dalam pelaksanaan di
lapangan.
i. Pendokumentasian dari asuhan keperawatan.

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 2


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Secara harfiah, kata osteo berarti berlubang. Istilah populernya adalah


tulang keropos. Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang
progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari
mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras
dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan
persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus
menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid,
hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada
pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk
menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang. Secara
progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan
maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang
secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam
tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga
terjadilah osteoporosis.

Sekitar 80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita,


termasuk wanita muda yang mengalami penghentian siklus menstruasi
(amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen setelah menopause meningkatkan
risiko terkena osteoporosis.

Ciri-ciri Osteoporosis
 Tulang terasa nyeri (seperti ditusuk-tusuk);
 Di bagian tulang terasa gatal;
 Di bagian ruas tulang terlihat bungkuk;
 Akan mengalami patah pada tulang yang seperti gejala di atas;
 Mengalami patah tulang karena sedikit benturan atau goncangan;

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 3


 Terjadi patah tulang pada saat tulang menahan beban seperti ruas tulang
punggung ke-8 sampai kebawah;
 Terjadi pemadatan pada tulang.

B. Klasifikasi Osteoporosis

Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi


osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :

1. Osteoporosis primer

Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang


menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga
meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal
pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan
perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.

2. Osteoporosis sekunder

Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar


tulang. Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit
tulang erosif misalnya mieloma multiple, hipertirodisme,
hiperparatiroidisme dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang
(misalnya ; glukokortikoid).

3. Osteoporosis idiopatik

Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan


pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.

C. Etiologi

Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu :

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 4


1. Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa
pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah
menopause.

Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak


sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun.
Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan
akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan
mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi
dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada
dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini
memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas
resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan
16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah
2-10% massa skelet per tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu
rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation
(ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari
tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah
menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas.
Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor
hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon
paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang
yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan
glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang
inilah yang menyebabkan osteoporosis.

2. Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.

Gangguan metabolisme kalsium dan fosfat dapat dapat terjadi karena


kurangnya asupan kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium
untuk remaja dewasa muda 1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca
menopause 1000 – 1500mgmg, sdangkan pada lansia tidak terbatas
walaupun secara normal pada lansia dibutuhkan 300-500mg. oleh karena

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 5


pada lansia asupan kalsium kurang dan ekskresi kalsium yang lebih cepat
dari ginjal ke urin, menyebabkan lemahnya penyerapan kalsium. Selain
itu, ada pula factor risiko yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit
osteoporosis yaitu :

Faktor resiko yang tidak dapat diubah :

 usia, lebih sering terjadi pada lansia


 Jenis kelamin, tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada
pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh factor hormonal dan
rangka tulang yang lebih kecil
 Ras, kulit putih mempunyai risiko paling tinggi
 Riwayat keluarga/keturunan, pada keluarga yang mempunyai riwayat
osteoporosis, anak-anak yang dilahirkan juga cenderung mempunyai
penyakit yang sama.
 Bentuk tubuh, adanya kerangka tubuh yang lemah dan scoliosis
vertebramenyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutam trejadi pada
wanita antara usia 50-60tahundengan densitas tulang yang rendah dan
diatas usia 70tahun dengan BMI yang rendah.

Factor risiko yang dapat diubah :

 Merokok
 Defisisensi vitamin dan gizi (antara lain protein), kandungan garam
pada makanan, peminum alcohol dan kopi yang berat. Nikotin dalam
rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsiumdari
darah ke tulang sehingga pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi
melemah. Mengkonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir perhari
menyebabkan tubuh selalu ingin berkemih. Keadaan tersebut
menyebabkan banyak kalsium terbuang bersama air kencing.
 Gaya hidup, aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan
penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi
resorspi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari
puncak massa tulang
 Gangguan makan (anoreksia nervosa)

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 6


 Menopause dini, menurunnya kadar estrogen menyebabkan resorpsi
tulang menjadi lebih cepat sehingga akan terjadi penurunan massa
tulang yang banyak.
 Penggunaan obat-obatan tertentu seperti diuretic, glukokortikoid,
antikonvulsan, hormone tiroid berlebihan, dan kortikosteroid.

D. Patofisiologi

Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor


genetic dan factor lingkungan Factor genetic meliputi:

- usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh.

Factor lingkungan meliputi:

- merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup,


Mobilitas, anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.

Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel


terhadap kalsium dari darah ke tulag, peningkatan pengeluaran kalsium
bersama urin, tidak tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi
tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang
lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga terjadi penurunan
massa tulang total yang disebut osteoporosis.

E. Manifestasi Klinik Osteoporosis


Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis
adalah :
1. Nyeri Tulang, terutama pada tulang belakang yang intensitas serangannya
meningkat pada malam hari.
2. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
3. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
4. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh karena
melakukan aktivitas

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 7


5. Deformitas tulang. Dapat terjadi traumatik pada vertebra Dan
menyebabkan kifosis angular yang dapat menyebabkan medulla spinalis
tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.

F. Komplikasi Osteoporosis
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi
ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet

G. Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu ;
1. BMD (Bone Mineralo Densitometry)
Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD)
merupakan suatu pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur kandungan
mineral tulang. Alat ini sangat membantu seseorang yang hendak
mengetahui, secara sederhana, apakah seseorang mengalami osteoporosis
atau tidak.
2. Pemeriksaan radioisotop
a. Single Photon Absorbtimetry (SPA)
Sumber sinyal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosis 200 mci,
yang diperiksa pada tulang perifer radius dan calcaneus.
b. Dual Photon Absorpmetry (DPA)
Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI yang
mempunyai energi (44 kev dan 100 kev) digunakan untuk mengukur
vertebra dan kolum femoris.
3. Quantitative Computerized Tomography
Merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai mineral
tulang secara volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia dan vertebra.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dapat mengukur struktur trabekulasi dan kepadatannya. Tidak memakai
radiasi, hanya dengan lapangan magnet yang sangat kuat, tetapi
pemeriksaan ini mahal dan memerlukan sarana yang banyak.
5. Dual-energy X Ray Absorbtiometry

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 8


Pemeriksaan ini prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA.
Bedanya pemeriksaan ini menggunakan radiasi sinar X yang sangat
rendah. Pemeriksaan ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu SXA Single X-ray
Absorbtiometry dan SXA-DEXA-Dual Energy X-Ray Absorbtiometry.
Metode ini sangat sering digunakan untuk pemeriksaan osteoporosis baik
pada pria maupun wanita, mempunyai presisi dan akurasi yang tinggi.
a. Hasil yang diberikan pada pemeriksaan DEXA berupa:
 Densitas massa tulang. Mineral tulang yang pada area yang dinilai
satuan bentuk gram per cm.
 Kandungan mineral tulang, dalam satuan gram.
 Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal
rata-rata densitas pada orang seusia dan sewasa muda yang
dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z score atau T-score).
6. Ultra Sono Densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound (QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas massa tulang
perifer menggunakan gelombang ultrasound yang menembus tulang.
Dalam pemeriksaan ini, yang dinilai adalah kekuatan dan daya tembus
gelombang yang melewati tulang dengan ultra broad band tanpa risiko
radiasi. Adanya elastisitas tulang membuktikan adanya kecepatan tembus
gelombang dan kekuatan tulang dengan ultrasound.
7. Pemeriksaan Biopsi
Bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai
keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi
tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.

H. Penatalaksanaan
Penanganan yang dapat dilakukan pada klien dengan osteoporosis adalah
antara lain :
1. Diet
2. Pemberian kalsium dosis tinggi
3. Pemberian vitamin D dosis tinggi

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 9


4. Pemasangan penyangga tulang belakang (spiral brace) untuk
mengurangi nyeri punggung
5. Pencegahan dengan menghindari faktor risiko osteoporosis (misalnya
merokok, mengurangi konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktivitas
fisik)
6. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 10


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian

Pengkajian merupakan salah satu tindakan keperawatan yang bertujuan


untuk mengumpulkan data atau informasi dari pasien baik yang bersifat
objektif dan subjektif agar mempermudah dalam menentukan masalah
keperawatan.
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan dan
sebagainya
2) Riwayat penyakit dahulu
Dalam pengkajian Merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita
pasien sebelum diagnosis osteoporosis muncul seperti reumatik,
Diabetes Mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid dan lain sebagainya.
3) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan keluhan-keluhan yang dirasakan pasien sehingga ia
dibawa ke Rumah Sakit, seperti nyeri pada punggung.
4) Riwayat penyakit keluarga
Dalam pengkajian, kita juga perlu mengkaji riwayat penyakit keluarga
pasien, yaitu apakah sebelumnya ada salah satu keluarga pasien
yang memiliki penyakit yang sama.
b. Pengkakjian bio-psiko-sosisal dan spiritual
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
 Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
 Kebiasaan minum alkohol, kafein
 Riwayat keluarga dengan osteoporosis
 Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
 Penggunaan steroid jangka panjang
2) Pola nutrisi metabolik
 Inadekuat intake kalsium
3) Pola aktivitas dan latihan
 Fraktur
 Badan bungkuk

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 11


 Jarang berolah raga
4) Pola tidur dan istirahat
 Tidur terganggu karena adanya nyeri
5) Pola persepsi kognitif
 Nyeri pada punggung
6) Pola reproduksi seksualitas
 Menopause
7) Pola mekanisme koping terhadap stres
 Stres, cemas karena penyakitnya

c. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing). Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga
dada Dan tulang belakang. Palpasi : Taktil Fremitus seimbang
kanan Dan kiri. Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : pada kasus lansia biasanya didapatkan suara ronki.
2) B2 (Blood). Pengisapan kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi
keringat dingin dan pusing. Adanya pulsus perifer memberi
makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang
berkaitanngan efek obat.
3) B3 (Brain). Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang
lebih parah, klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
 Kepala Dan Wajah : terdapat sianosis
 Mata : skelera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis
 Leher : biasanya JVP dalam batas normal
4) B4 (Bladder). Produksi urine biasanya dalam batas normal dan
tidak adaa keluhan pada system perkemihan
5) B5 (bowel). Pada kasus osteoporosis, tidak ada gangguan
eliminasi, namun juga penting dikaji frekuensi, konsistensi,
warna, serta bau feses.
6) B6 (Bone). Pada Inspeksi dan palpasi daerah kolumna
vertebralis, klien osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau
ngibbus (dowager’s hump) Dan penurunan tinggi badan Dan
berat badan. Ada gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 12


inequality, Dan nyeri spinal. Lokasi fraktur sering terjadi adalah
antara vertebra torakalis 8 Dan lumbalis 3.

B. Diagnosa Keperawatan

Masalah yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut

1. Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur


vertebra ditandai dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh
bengkak pada pergelangan tangan, terdapat fraktur traumatic pada
vertebra, klien tampak meringis

2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder


akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru
ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat
penurunan tinggi badan

3. Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan


skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat bungkuk

4. Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan


gerak ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang,
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas
dan stamina menurun serta terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis angular

5. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan


ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau
terapi ditandai dengan klien mengatakan membatasi pergaulan dan
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 13


6. Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf
pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air
besar susah dan keras

7. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi


yang berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai
dengan klien mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien
tampak gelisah.

| Asuhan Keperawatan Osteoporosis 14


C. Rencana Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


keperawatan Kriteria hasil
o
1 Nyeri akut yang Setelah diberikan  Evaluasi keluhan  Mempengaruhi
berhubungan dengan tindakan keperawatan nyeri/ketidaknyamanan, pilihan/pengawasan
dampak sekunder diharapkan nyeri perhatikan lokasi dan keefektifan intervensi
dari fraktur vertebra berkurang dengan  alternative lain untuk
karakteristik termasuk intensitas
ditandai dengan criteria hasil klien dapat mengatasi nyeri misalnya
(skala 1-10). Perhatikan
klien mengeluh mengekspresikan kompres hangat, mengatur
petunjuk nyeri nonverbal
nyeri tulang perasaan nyerinya, klien posisi untuk mencegah
(perubahan pada tanda vital dan
belakang, mengeluh dapat tenang dan kesalahan posisi pada
emosi/prilaku)
bengkak pada istirahat, klien dapat  Ajarkan klien tentang alternative tulang/jaringan yang cedera
 Memfokuskan kembali
pergelangan tangan, mandiri dalam lain untuk mengatasi dan
perhatian, meningkatkan
terdapat fraktur penanganan dan mengurangi rasa nyerinya
 Dorong menggunakan teknik rasa control dan dapat
traumatic pada perawatannya secara
manajemen stress contoh meningkatkan kemampuan
vertebra, klien sederhana.
relaksasi progresif, latihan koping dalam manajemen
tampak meringis
nafasa dalam, imajinasi nyeri yang mungkin
visualisasi, sentuhan teraupetik menetap untuk periode lebih
 Kolaborasi dalam pemberian lama
obat sesuai indikasi  diberikan untuk
menurunkan nyeri.
2 Hambatan mobilitas setelah dilakukan  Kaji tingkat kemampuan klien  sebagai dasar untuk
fisik yang tindakan keperawatan yang masih ada memberikan alternative dan
berhubungan dengan diharapkan klien mampu  Rencanakan tentang pemberian latihan gerak yang sesuai
disfungsi sekunder melakukan mobilitas program latihan, ajarkan klien dengan kemampuannya
akibat perubahan fisik dengan criteria hasil tentang aktivitas hidup sehari-  latihan akan meningkatkan

skeletal (kifosis) , klien dapat hari yang dapat dikerjakan pergerakan otot dan
 Berikan dorongan untuk
nyeri sekunder, atau meningkatkan mobilitas stimulasi sirkulasi darah
melakukan aktivitas /perawatan  kemajuan aktivitas bertahap
fraktur baru ditandai fisik, berpartisipasi
diri secara bertahap jika dapat mencegah peningkatan kerja
dengan klien dalam aktivitas yang
ditoleransi. Berikan bantuan jantung tiba-tiba,
mengeluh diinginkan/diperlukan,
sesuai kebutuhan memberikan bantuan hanya
kemampuan gerak klien mampu melakukan
sebatas kebutuhan akan
cepat menurun, klien aktivitas hidup sehari-
mendorong kemandirian
mengatakan badan hari secara mandiri
dalam melakukan aktivitas
terasa lemas,
stamina menurun,
dan terdapat
penurunan tinggi
badan
3 Risiko cedera yang cedera tidak terjadi  Ciptakan lingkungan yang bebas  menciptakan lingkungan
berhubungan dengan dengan criteria hasil dari bahaya missal : tempatkan yang aman mengurangi
dampak sekunder klien tidak jatuh dan klien pada tempat tidur rendah, risiko terjadinya kecelakaan
perubahan skeletal tidak mengalami fraktur,  pergerakan yang cepat akan
berikan penerangan yang cukup,
dan klien dapat menghindari memudahkan terjadinya
tempatkan klien pada ruangan
ketidakseimbangan aktivitas yang fraktur kompresi vertebra
yang mudah untuk diobservasi
tubuh ditandai mengakibatkan fraktur  Ajarkan pada klien untuk pada klien osteoporosis
 obat-obatan seperti diuretic,
dengan klien berhenti secara perlahan,tidak
fenotiazin dapat
mengeluh naik tangga dan mengangkat
menyebabkan pusing,
kemampuan gerak beban berat
 Observasi efek samping obat- mengantuk dan lemah yang
cepat menurun,
obatan yang digunakan merupakan predisposisi
tulang belakang
klien untuk jatuh
terlihat bungkuk
4 Kurang perawatan setelah diberikan  Kaji kemampuan untuk  untuk mengetahui sampai
diri yang tindakan keperawatan berpartisipasi dalam setiap sejauh mana klien mampu
berhubungan dengan diharapkan perawatan aktifitas perawatan melakukan perawatan diri
keletihan atau diri klien terpenuhi  Beri perlengkapan adaptif jika secara mandiri
gangguan gerak dengan criteria hasil dibutuhkan misalnya kursi  peralatan adaptif ini
ditandai dengan klien mampu dibawah pancuran, tempat berfungsi untuk membantu
klien mengeluh mengungkapkan pegangan pada dinding kamar klien sehingga dapat
nyeri pada tulang perasaan nyaman dan mandi, alas kaki atau keset yang melakukan perawatan diri
belakang, puas tentang kebersihan tidak licin, alat pencukur, secara mandiri dan optimal
kemampuan gerak diri, mampu semprotan pancuran dengan sesuai kemampuannya
 bagi klien lansia, satu
cepat menurun, klien mendemonstrasikan tangkai pemegang
 Rencanakan individu untuk bagian aktivitas bisa sangat
mengatakan badan kebersihan optimal
belajar dan mendemonstrasikan melelahkan sehingga perlu
terasa lemas dan dalam perawatan yang
satu bagian aktivitas sebelum waktu yang cukup untuk
stamina menurun diberikan
beralih ke tingkatan lebih lanjut mendemonstrasikan satu
serta terdapat fraktur
bagian dari perawatan diri
traumatic pada
vertebra dan
menyebabkan
kifosis angular
5 Gangguan citra diri setelah diberikan  Dorong klien mengekspresikan  ekspresi emosi membantu
yang berhubungan tindakan keperawatan perasaannya khususnya klien mulai meneerima
dengan perubahan diharapkan klien dapat mengenai bagaimana klien kenyataan
dan ketergantungan menunjukkan adaptasi  kritik negative akan
merasakan, memikirkan dan
fisik serta psikologis dan menyatakan membuat klien merasa
memandang dirinya
 Hindari kritik negative semakin rendah diri
yang disebabkan penerimaan pada situasi  Kaji derajat dukungan yang ada  dukungan yang cukup dari
oleh penyakit atau diri dengan criteria hasil untuk klien orang terdekat dan teman
terapi ditandai klien mengenali dan dapat membantu proses
dengan klien menyatu dengan adaptasi
mengatakan perubahan dalam konsep
membatasi diri yang akurat tanpa
pergaulan dan harga diri negative,
tampak mengungkapkan dan
menggunakan mendemonstrasikan
penyangga tulang peningkatan perasaan
belakang (spinal positif
brace)
6 Gangguan eleminasi setelah diberikan  Auskultasi bising usus  hilangnya bising usus
alvi yang tindakan keperawatan  Observasi adanya distensi menandakan adanya
berhubungan dengan diharapkan eleminasi abdomen jika bising usus tidak paralitik ileus
kompresi saraf klien tidak terganggu ada atau berkurang  Hilangnya peristaltic(karena
 Catat frekuensi, karakteristik
pencernaan ileus dengan criteria hasil gangguan saraf)
dan jumlah feses
paralitik ditandai klien mampu melumpuhkan usus,
 Lakukan latihan defekasi secara
dengan klien menyebutkan teknik membuat distensi ileus dan
teratur
usus
mengatakan buang eleminasi feses, klien  Anjurrkan klien untuk  mengidentifikasi derajat
air besar susah dan dapat mengeluarkan mengkonsumsi makanan gangguan/disfungsi dan
keras feses lunak dan berserat dan pemasukan cairan kemungkinan bantuan yang
berbentuk setiap hari yang lebih banyak termasuk diperlukan
atau 3 hari  program ini diperlukan
jus/sari buah
untuk mengeluarkan feses
secara rutin
 meningkatkan konsistensi
feses untuk dapat melewati
usus dengan mudah
7 Kurang pengetahuan setelah diberikan  Kaji ulang proses penyakit dan
mengenai proses tindakan keperawatan  memberikan dasar
harapan yang akan dating
osteoporosis dan diharapkan klien  Ajarkan pada klien tentang pengetahuan dimana klien

program terapi yang memahami tentang faktor-faktor yang dapat membuat pilihan

berhubungan dengan penyakit osteoporosis mempengaruhi terjadinya berdasarkan informasi

kurang informasi, dan program terapi osteoporosis


 Berikan pendidikan kepada klien  Informasi yang diberikan
salah persepsi dengan criteria hasil
mengenai efek samping akan membuat klien lebih
ditandai dengan klien mampu
penggunaan obat memahami tentang
klien mengatakan menjelaskan tentang
penyakitnya
kurang ,mengerti penyakitnya, mampu
tentang penyakitnya, menyebutkan program
klien tampak gelisah terapi yang diberikan,  suplemen kalsium ssering

klien tampak tenang mengakibatkan nyeri lambung


dan distensi abdomen maka
klien sebaiknya
mengkonsumsi kalsium
bersama makanan untuk
mengurangi terjadinya efek
samping tersebut dan
memperhatikan asupan cairan
yang memadai untuk
menurunkan resiko
pembentukan batu ginjal.
D. EVALUASI

Hasil yang diharapkan meliputi :

 Nyeri berkurang

 Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik

 Tidak terjadi cedera

 Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri

 Status psikologis yang seimbang

 Menunjukkan pengosongan usus yang normal

 Terpeneuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Banyak lansia yang tidak terpenuhi asupan kalsiumnya, sebagian


besarnya berada pada tingkat resiko tinggi osteoporosis. Terdapat hubungan
yang bermakna antara asupan kalsium dengan tingkat resiko osteoporosis

B. Saran
1. Kepada Lansia

Agar dapat memodifikasi pola hidup lansia dengan cara memperhatikan


asupan zat gizi utama bagi kualitas tulang (asupan kalsium dan vitamin D),
mendapat paparan sinar UVB, olahraga teratur, penghentian kebiasaan
merokok, mengurangi konsumsi kopi sehingga dapat mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi penyakit ini.

2. Kepada Teman Sejawat

Mari berikan asuhan terbaik kepada lansia wanita dan anjurkan kaum
wanita untuk mencegah penyakit kanker dan osteoporosis.
DAFTAR PUSTAKA

Tandra, H, 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.

Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta :
Internal Publishing.

Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta :


PT Indeks.

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit


PT Bhuana Ilmu Populer.

Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis


Pada Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126.

Hinchliff, S.1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC

You might also like