You are on page 1of 16

WOC

Mikro organisme penyebab

(Bakteri,jamur,virus) dan aspirasi

Masuk ke saluran pernafasan

Proses Infeksi

Endotoksin lakteri Keluhan dispnea/


merangsang pelepasan sesak nafas
pirogen oleh leukosit

Eksudat intra alveolar Mk : Gangguan


disertai konsolidasi fentilasi alveolus
Mk : Peningkatan suhu

Hipersekresi mukus

Mk : Inefektif bersihan jalan nafas

Aliran udara O2 menurun

PO2 Menurun
PCO2 Meningkat
Sat.O2 Menurun

Mk :
Gangguan
pertukaran gas

Aliran O2 ke Jaringan berkurang

Mk : Intoleransi aktivitas Mk : Gangguan perkusi


O2 ke jaringan

MK: Peningkatan integritas kulit


ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
BRONCHOPNEUMONI

TEORITIS
1. DEFENISI
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau

beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat

(Whalley and Wong, 1996).

Bronchopneumonia adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk

produktif yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi

meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare, 1993)

Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-

paru yang disebabkan oleh bakteri , virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia

Anderson. 1994),adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa

lobus paru-paru yang ditandaidengan adanya bercak-bercak infiltrat yang

disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda asing.

2. ETIOLOGI

Bakteri

Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus,

Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsia Pneumoni),

Mycobacterium Tuberculosis.

Virus

Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.


Jamur

CitoplasmaCapsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides,

Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma

Pneumonia. Aspirasi benda asing.

Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopneumonia adalah :

Daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi energi protein

(MEP),

penyakit menahun,

pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.

3. PATOFISIOLOGI

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya

disebabkan oleh virus Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan

sehingga terjadi peradangan broncus dan alveolus. Inflamasi bronkus ditandai

adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi

positif dan mual. Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka

komplikasi yang terjadi adalah kolaps, alveoli, fibrosis, emfisema dan

atelektasis.

Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak

napas dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan

penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk

melembabkan rongga fleura. Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam

rongga paru) adalah tindak lanjut dari pembedahan. Atelektasis mengakibatkan

peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis, respiratori, pada klien


terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya

gagal napas. Secara singkat patofisiologi dapat digambarkan pada skema

proses.

4. ANATOMI FISIOLOGI

Bronkus merupakan cabang trachea setinggi vertebra thoracaliis 5 yaitu

setinggi bronchus kiri dan kanan. Bronkus ini terbentuk oleh cincin tulang

rawan seperti trachea dan hanya ukurannya saja berbeda, brionkus juga dilapisi

oleh selaput lendir (mukosa). Perbedaan bronvhus kiri dan kanan

Bronchus kiri : lebih kecil, horizontal, dan lebih panjang

Bronchus kanan : lebih lebar, dan lebih pendek.

Ronchiolus sama dengan bronchus. Hanya saja ukuran dan letaknya

berbeda. Bronchiolus sudah memasuki paru-paru. Sedangkan bronchus masih

berada di luar paru-paru.

Bronkiolus akan bercabang-cabang lagi menjadi bronkilus terminal

yang strukturnya juga sama dengan bronchiolus dan letaknya lebih dalam pada

jaringan paru-paru. Diujungnya terdapat rongga-rongga udara yang disebut

alveolus. Dinding dari alveolus ini merupakan jaringan paru-paru.

Paru-paru terletak dalam rongga dada yang terdiri-dari paru-paru kiri

dan kanan . diantaranya paru-paru kiri dan kanan terdapat jantung, pembuluh

darah besar, trakea, bronchus dan esophagus.

Bentuk dari paru-paru ini seperti kubah (segitiga) yang puncaknya

disebut apek pulmonal. Masing-masing paru-paru ini terdiri-dari lobus-lobus.


Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu :

Lobus atas (superior)

Lobus tengah (medial)

Lobus bawah (inferior)

Paru-paru kiri terdiri dari 2 lobus yaitu :

Lobus atas (superior)

Lobus bawah (inferior)

5. Tanda dan Gejala

a. Bisa mendadak atau didahului ISPA.

b. Suhu tubuh meningkat dan kadang disertai kejang

c. Gelisah/ Kelelahan.

d. Disnea nafas cepat dan dangkal.

e. Nafas cuping hidung dan sesak nafas.

f. Sianosis.

g. Kadang muntah dan diare.

h. Batuk.

i. Ronchi.

(Ngastiyah,1997 : 41)

j. Nafsu makan kurang dan keluhan gastrointestinal.

k. Sakit kepala.

l. Retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat bernafas, serta

peningkatan frekwensi nafas, perkusi pekak, premitus melemah, suara nafas

melemah.
k. Nyeri dada kerena iritasi pleura.

( Arif Mansjoer, 2: 466)

6. Komplikasi

a. Atelektasis

Pada atelektasis ada sumbatan mukus yang menyumbat brongkus yang

mengakibatkan paru menciut dan tidak mangandung udara.

b. Pleura Efusi

Penumpukan cairan pada rongga pleura, cairan yang terdapat dalam rongga

alveolus dapat merembes ke rongga pleura.

c. Empiema

Terkumpulnya nanah dalam rongga pleura akibat perluasan infeksi alveoli.

d. Otitis Media Akut

(Ngastiyah, 1997 : 40)

e. Sinusitis

Peradangan infeksi pada sinus paranosalis

f. Meningitis purulenta

Inflamasi meningen pada sinus paranosalis

g. Perikarditis

Inflamasi lapisan serosa luar yang membungkus jantung

(Arif Mans joer, 2000 : 467)


7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Foto Thoraks

Terhadap bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus.

b. Pemeriksaan darah

Gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000-

40.000/mm²,dapat ditemukan leukopinia yang menandakan proknosis

buruk. Dapat ditemukan anemia ringan atau sedang.

(Ngastiyah, 1997: 41)

c. Pemeriksaan cairan pleura

d. Pemeriksaan mikrobiologik. spesimen usap tenggorokan, sekresi naso

pharing, bilasan bronkus atau sputum, darah, asprasi, trakea, fungsi pleura

atau aspirasi paru.

(Arief Mansjoer, 2000: 446)

8. Penatalaksanaan

a. Oksigen 1-2 L/menit

b. IVFD dekstrose 10 %, Nacl 0.9%= 3:1, KCL 10 Me / 500 ml cairan. Jumlah

cairan harus sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.

c. Jika sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai makanan enteral bertahap

melalui naso gastrik dengan feeding drip.

d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal

dan beta agonis untuk memperbaiki transpor mukosiler.

e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.

f. Anti biotik sesuai dengan hasil biakan, atau berikan :


Untuk kasus pneomoni comonity base

Ampicilin 100 mg/kg BB/ hari dalam 4 kali pemberian.

Klorom penikol 75 mg/kg BB/ hari dalam 4 kali

pemberian.

Untuk kasus pneumonia hospital base

Sefotaksim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian.

Amikasi 10-15 mg/ kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian.

(Arief Mansjoer, 2000: 467)


ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

I. Pengkajian

1. Identitas klien dan keluarga

2. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya klien pernah mengalami infeksi saluran pernafasan atas.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya suhu tubuh klien meningkat (39 – 40 C), sesak nafas disertai

pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut,

batuk, gelisah, kadang muntah dan diare, ronchi, sakit kepala, nafsu

makan kurang, retraksi iga serta nyeri dada.

(Ngastiyah, 1997: 41)

3) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami penyakit infesi

saluran pernafasan atas maupun penyakit lainnya seperti morbili.

3. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum, tanda-tanda vital

Biasanya suhu klien dapat mencapai 39 – 40 C, frekwensi nafas cepat

(sesak nafas).

2) Pemeriksaan fisik head to too

a) Kepala

Biasanya tidak ada kelainan.


b) Mata

Biasanya konjungtiva bisa anemis karena kekurangan nutrisi.

c) Hidung

Biasanya terlihat pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar

hidung.

d) Telinga

Biasanya tidak ada kelainan kecuali disertai dengan infeksi

telinga.

e) Mulut

Biasanya di sekitar bibir/ lidah kelihatan sianosis, mukosa kering,

bibir pecah-pecah.

f) Leher

Biasanya kelenjer getah bening membesar.

g) Dada/ Thorak

I : Biasanya klien mengalami nyeri dada, pernafasan

takipneu,nafas cepat dan dangkal, retraksi iga.

P : Biasanya fremitus melemah.

P : Biasanya terdengar redup.

A : Biasanya pernafasan bronkial, krekels atau ronchi basah

halus.

h) Jantung

I : Biasanya iktus terlihat/ tidak.

P : Biasanya iktus teraba.

P : Batas jantung dalam batas normal.


A : Irama jantung teratur dan tidak ada suara tambahan.

i) Abdomen

Biasanya terjadi distensi abdomen (Arief Mansjoer, 2000:446).

j) Genitalia

Biasanya tidak ditemui kelainan.

k) Ekstremitas

Biasanya kekuatan otot melemah, ujung-ujung ekstremitas

dingin.

(Soeparman, 1994: 693)

l) Sistem persyarafan

Biasanya status mental atau kesadaran apatis, letargi, bingung,

disorientasi, cemas dan depresi, kesulitan berkonsentrasi serta

depresi memori.

4. Pemeriksaan Penunjang

1). Foto Thoraks

Terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus.

2) Pemeriksaan darah

Gambaran darah dapat menunjukkan leokosiosis, dapat mencapai

15.000-40.000/ mm², dapat ditemukan leukopenia yang menandakan

proknosis buruk.Dapat ditemukan anemia ringan/ sedang.(Ngastiyah,

1997: 41).

3) Pemeriksaan cairan pleura


4) Pemeriksaan mikrobiologik, spesimen usap tenggorok, darah,

aspirasi, trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru (Arief Masjoer, 200:

466)

II. Diagnosa Keperawatan

a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan

produksi sputum (Marlyn E. Doenges, 1999: 166).

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran

kapiler alveolus (Marlyn E. Doenges, 1999: 167).

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya antara

suplai O2 dengan kebutuhan tubuh (Marlyn E. Doenges).

d. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder,

anoreksia dan distensi abdomen ((Marlyn E. Doenges, 1999: 171).

e. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan

penurunan daya tubuh, malnutrisi. (Marlyn E. Doenges).

f. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim

paru. (Marlyn E. Doenges, 1999: 170).

g. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan berlebih (demam, keringat banyak, hiperpentilasi,

muntah, penurunan masukan, oral). (Marlyn E. Doenges, 1999: 172).


III. intervensi

a. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b/d peningkatan produksi sputum.

Intervensi:

1) Kaji ferkwensi/ kedalaman pernafasan dan gerakan dada.

Rasional: Takipnea, pernafasan dangkal, dengan gerakan dada tak

simetris terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada/

adanya cairan paru.

2) Auskultasi area paru,catat area penurunan/ tidak adanya aliran udara

dan bunyi nafas seperti ronchi.

3) Atur posisi klien dengan mengekstensikan kepala

Rasional : Diharapkan klien dapat istirahat dengan adekuat dan

melancarkan jalan nafas dan pengembangan paru sehingga dapat

mempertahankan O2.

4) Lakukan kapling back dan fibrasi

Rasional : Berfungsi untuk mendorong keluar sekret yang tertimbun

dan merangsang batuk.

5) Bebaskan jalan dengan menghisap lendir atau sekret pada jalan nafas.

Rasional : dengan membebaskan jalan nafas dari sekret dapat

melancarkan O2 dan CO 2.

6) Lanjutkan dengan terapi sesuai dengan program dokter

Rasional : dapat menghambat pertumbuhan kuman.


b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran

kapiler alveolus.

Tujuan : gangguan pertukaran gas tidak terjadi

Intervensi :

1) Observasi frekwensi kedalaman dan kemudahan bernafas.

Rasional : Manifestasi distres pernafasan tergantung indikasi derajat

keterlibatan paru dan status kesehatan umum.

2) Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya

sianosis perifer.

Rasional : Sianosis kuku menunjukkan vaso konstriksi. Namun

sianosis daun telinga membran mukosa dan kulit sekitar mulut

menunjukkan hipoksemia sistematik.

3) Pantau status mental

Rasional : Gelisah, mudah teransang bingung dan somenolen dapat

menunjukkan hipoksemia/ penurunan oksigen serebral.

4) Pertahankan posisi istirahat dan tidur klien dengan mengekstensikan

kepala.

Rasional : Diharapkan klien dapat istirahat dengan adekuat dan

melancarkan jalan nafas dan mengembangkan paru sehingga dapat

mempertahankan O2.

5) Awasi dan catat bunyi tambahan saat bernafas atau ronchi

Rasional : Kelainan bunyi seperti ronchi menunjukkan adanya

penumpukan secret.
6) Awasi GDA, nadi oksimetri

Rasional : Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi

paru.

c. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan

kebutuhan tubuh.

Tujuan : intoleransi aktifitas tidak terjadi

Intervensi :

1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan disnea,

peningkatan kelemahan, perubahan tanda vital selama dan sesudah

aktivitas.

Rasional : Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan

memudahkan intervensi.

2) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase

akut.

Rasional : Menurunkan stress dan ransangan berlebihan,

meningkatkan istirahat.

3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan

perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.

Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut sehingga

menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energi untuk

penyembuhan.

4) Bantu memberikan posisi yang nyaman untuk istirahat/ tidur.

Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala ditinggikan.


5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan

Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan

suplai dan kebutuhan O2.

IV. IMPLEMENTASI
Implemtasi dilaksanakan setelah direncanakan guna memenuhi bobot
secara optimal, pelaksanaan ini dapat dilakukan secara langsung dalam
melakukan keperawatan dan mengawasi, mendiskusikan serta memberi tahu
klien tentang tindakan yang akan dilakkukan .

V. EVALUASI
Evaluasi merupakan kegiatan akhir dari asuhan keperawatan dimana

perawat melihat sejauh mana ia mampu menerapkan asuhan keperawatan dan

mencapai kriteria yang telah ditetapkan dalam tujuan

You might also like