You are on page 1of 44

Refrat

KESEIMBANGAN ASAM BASA

Oleh:

dr. Yussya Aulia Malik

Pembimbing:

dr. Liliriawati Ananta Kahar, Sp.An,KIC

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)


Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2018
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FK. UNAND / RSUP.DR.M.DJAMIL PADANG

LEMBARAN PENGESAHAN

Nama : dr.Yussya Aulia Malik

Semester : VI (enam) PPDS OBGYN

Telah menyelesaikan presentasi Kasus ICU

Judul :Keseimbangan Asam - Basa

Padang, 20 Desember 2018

Mengetahui / menyetujui Peserta PPDS

Pembimbing

dr.Liliriawati Ananta Kahar ,SpAn,KIC dr. Yussya Aulia Malik

Mengetahui

KPS PPDS OBGIN

FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

dr. H. Syahredi S.A, SpOG(K)


DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................ Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL .................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ...................................... Error! Bookmark not defined.
BAB II.TINJAUAN PUSTAKA............................ Error! Bookmark not defined.
II.1. PENGERTIAN ASAM DAN BASA ......... Error! Bookmark not defined.
II.1.3 Keseimbangan Asam dan Basa………………………………………7
II.1.4 Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa ……………………….8
II.2 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa……….9
II.3 Jenis Gangguan Keseimbangan Asam dan Basa…………………..12
II.4 Analisa Gas Darah...........................................................................23

II.5Keseimbangan Asam Basa Menurut Henderson-Hasselbalch……..38

II.6. Keseimbangan Asam Basa Menurut Pendekatan Stewart…………39

KESIMPULAN…………………………………………………………………………………………………….42

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………..43
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Asam dan Basa merupakan dua golongan zat kimia yang sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan sifat asam basa,
larutan dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu bersifat asam, bersifat
basa, dan bersifat netral. Asam dan basa memiliki sifat-sifat yang
berbeda, sehingga dapat kita bisa menentukan sifat suatu larutan. Untuk
menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa, ada beberapa cara,
yaitu pertama menggunakan indikator warna, yang akan menunjukkan
sifat suatu larutan dengan perubahan warna yang terjadi. Misalnya
Lakmus, akan berwarna merah dalam larutan yang bersifat asam dan
akan berwarna biru dalam larutan yang bersifat basa. Sifat asam basa
suatu larutan juga dapat ditentukan dengan mengukur pH-nya. pH
merupakan suatu parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman larutan.
Larutan asam memiliki pH kurang dari 7, larutan basa memiliki
pH lebih dari 7, sedangkan larutan netral memiliki pH=7. pH suatu
larutan dapat ditentukan dengan indikator pH atau dengan pH meter.
Menurut penjelasan tersebut menjelaskan tentang keseimbangan asam
basa serta berbagai macam faktor atau hal - hal yang berkaitan dengan
keseimbangan asam basa.
I.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui tentang keseimbangan asam basa
yang ada dalam tubuh manusia.
2. Tujuan khusus
Mahasiswa mampu mengetahui apa yang dimaksud
dengan keseimbangan asam basa, mahasiswa mampu
mengetahui apa saja gangguan yang ada pada keseimbangan
asam basa, mahasiswa mampu mengetahui bagaimana
pengaturan yang ada pada keseimbangan asam basa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian
II.1.1 Asam
Asam didefinisikan sebagai zat yang dapat memberikan ion H+ ke
zat lain (disebut sebagai donor proton), sedangkan basa adalah zat
yang dapat menerima ion H+ dari zat lain (disebut sebagai akseptor
proton). Suatu asam baru dapat melepaskan proton bila ada basa yang
dapat menerima proton yang dilepaskan. Satu contoh asam adalah
asam hidroklorida (HCLgtgred), yang berionasi dalam air membentuk
ion- ion hidrogen (H+) dan ion klorida (CL-) demikian juga, asam
karbonat (H2CO3) berionisasi dalam air membentuk ion H+ dan ion
bikarbonat (HCO3-).
Asam kuat adalah asam yang berdiosiasi dengan cepat dan
terutama melepaskan sejumlah besar ion H+ dalam larutan. Contohnya
adalah HCL. Asam lemah mempunyai lebih sedikit kecenderungan
untuk mendisosiasikan ion-ionnya dan oleh karena itu kurang kuat
melepaskan H+. Contohnya H2CO3.
II.1.2 Basa
Basa adalah ion atau molekul yang menerima ion hidrogen. Sebagai
contoh, ion bikarbonat (HCO3-), adalah suatu basa karena dia dapat
bergabung dengan satu ion hidrogen untuk membentuk asam karbonat
(H2CO3). Demikian juga (HPO4) adalah suatu basa karena dia dapat
menerima satu ion hidrogen untuk membentuk (H2PO4). Protein-
protein dalam tubuh juga berfungsi sebagai basa karena beberapa
asam amino yang membangun protein dengan muatan akhir negatif
siap menerima ion-ion hidrogen. Protein hemoglobin dalam sel darah
merah dan protein dalam sel-sel tubuh yang lain merupakan basa-basa
tubuh yang paling penting.
Basa kuat adalah basa yang bereaksi secara cepat dan kuat dengan
H+. Oleh karena itu dengan cepat menghilangkannya dari larutan.
Contoh yang khas adalah OH-, yang bereaksi dengan H+ untuk
membentuk air ( H2O ). Basa lemah yang khas adalah HCO3- karena
HCO3- berikatan dengan H+ secara jauh lebih lemah daripada OH-.
Kebanyakan asam dan basa dalam cairan ekstraseluler yang
berhubungan dengan pengaturan asam basa normal adalah asam dan
basa lemah.
II.1.3 Keseimbangan Asam dan Basa
Keseimbangan asam basa adalah suat keadaan dimana konsentrasi
ion hydrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hydrogen
yang dikeluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan keseimbangan
asam pada tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam
lemah dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau
ion OH- yang sangat rendah.
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hydrogen.
Walaupun produksi akan terus menghasilkan ion hydrogen dalam
jumlah sangat banyak, ternyata konsentrasi ion hydrogen
dipertahankan pada kadar rendah pH 7,4.
Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya berkisar antara
7.35 hingga 7.45. Tubuh manusia mampu mempertahan keseimbangan
asam dan basa agar proses metabolisme dan fungsi organ dapat
berjalan optimal.
Keseimbangan asam basa dalam tubuh manusia diatur oleh dua
sistem organ yakni paru dan ginjal. Paru berperan dalam pelepasan
(eksresi CO2) dan ginjal berperan dalam pelepasan asam.
Beberapa prinsip yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah:
1. Istilah asidosis mengacu pada kondisi pH < 7.35 sedangkan
alkalosis bila pH > 7.45
2. CO2 (karbondioksida) adalah gas dalam darah yang berperan
sebagai komponen asam. CO2 juga merupakan komponen
respiratorik. Nilai normalnya adalah 40 mmHg.
3. HCO3 (bikarbonat) berperan sebagai komponen basa dan
disebut juga sebagai komponen metabolik. Nilai normalnya adalah
24 mEq/L.
4. Asidosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen asam
atau berkurangnya jumlah komponen basa.
5. Alkalosis berarti terjadi peningkatan jumlah komponen basa atau
berkurangnya jumlah komponen asam.

II.1.4 Pengaturan Keseimbangan Asam dan Basa


Pengaturan keseimbangan ion hidrogen dalam beberapa hal sama
dengan pengaturan ion-ion lain dalam tubuh. Sebagai contoh, untuk
mencapai homeostatis. Harus ada keseimbangan antara asupan atau
produksi ion hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Dan
seperti pada ion-ion lain, ginjal memainkan peranan kunci dalam
pengaturan-pengaturan ion hidrogen. Akan tetapi, pengaturan
konsentrasi ion hidrogen cairan ekstraseluler yang tepat melibatkan jauh
lebih banyak daripada eliminasi sederhana ion-ion hidrogen oleh ginjal.
Terdapat juga banyak mekanisme penyangga asam basa yang
melibatkan darah, sel-sel, dan paru-paru yang perlu untuk
mempertahankan konsentrasi ion hidrogen normal dalam cairan
ekstraseluler dan intraseluler.
Dalam hal ini berbagai mekanisme yang turut membantu mengatur
konsentrasi ion hidrogen, dengan penekanan khusus pada kontrol
sekresi ion hidrogen ginjal dan reabsorpsi, produksi, dan ekskresi ion –
ion bikarbonat oleh ginjal, yaitu salah satu komponen kunci sistem
kontrol asam basa dalam berbagai cairan tubuh.
Konsentrasi ion hidrogen dan pH cairan tubuh normal serta
perubahan yang terjadi pada asidosis dan alkalosis. Konsentrasi ion
hidrogen darah secara normal dipertahankan dalam batas ketat suatu
nilai normal sekitar 0,00004 mEq/liter ( 40 nEq/liter ). Variasi normal
hanya sekitar 3 sampai 5 mEq/liter, tetapi dalam kondisi yang ekstrim,
konsentrasi ion hidrogen yang bervariasi dari serendah 10 nEq/liter
sampai setinggi 160 nEq/liter tampa menyebabkan kematian.
Karena konsentrasi ion hidrogen normalnya adalah rendah dan
dalam jumlah yang kecil ini tidak praktis, biasanya konsentrasi ion
hidrogen disebutkan dalam skala logaritma, dengan menggunakan
satuan pH. pH berhubungan dengan konsentrasi ion hidrogen.
pH normal darah arteri adalah 7,4 , sedangkan pH darah vena dan
cairan interstetial sekitar 7,35 akibat jumlah ekstra karbondioksida (
CO2 ) yang dibebaskan dari jaringan untuk membentuk H2CO3. Karena
pH normal darah arteri 7,4 seseorang diperkirakan mengalami asidosis
saat pH turun dibawah nilai ini dan mengalami alkolisis saat pH
meningkat diatas 7,4. Batas rendah pH dimana seseorang dapat hidup
lebih dari beberapa jam adalah sekitar 6,8 dan batas atas adalah sekitar
8,0.
pH intraseluler biasanya sedikit lebih rendah daripada pH plasma
karena metabolisme sel menghasilkan asam, terutama H2CO3.
Bergantung pada jenis sel, pH cairan intraseluler diperkirakan berkisar
antara 6,0 dan 7,4. Hipoksia jaringan dan aliran darah yang buruk ke
jaringan dapat menyebabkan pengumpulan asam dan itu dapat
menurunkan pH intraseluler.
pH urin dapat berkisar dari 4,5 sampai 8,0 bergantung pada status
asam basa cairan ekstraseluler. Contoh ekstrim dari suatu cairan tubuh
yang bersifat asam adalah HCL yang diekskresikan kedalam lambung
oleh oksintik ( sel-sel parietal ) dari mukosa lambung.
II.2 Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Asam dan Basa
Pengaturan keseimbangan asam basa diselenggarakan melalui
koordinasi dari 3 sistem:
1. Sistem Buffer
Sistem penyangga asam basa kimiawi dalam cairan tubuh,
yang dengan segera bergabung dengan asam atau basa untuk
mencegah perubahan konsentrasi ion hidrogen yang berlebihan.
Sistem buffer ini menetralisir kelebihan ion hydrogen, bersifat
temporer dan tidak melakukan eliminasi. Fungsi utama system buffer
adalah mencegah perubahan pH yang disebabkan oleh pengaruh
asam fixed dan asam organic pada cairan ekstraseluler. Sebagai
buffer, system ini memiliki keterbatasan yaitu:
a. Tidak dapat mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler
yang disebabkan karena peningkatan CO2.
b. System ini hanya berfungsi bila system respirasi dan pusat
pengendali system pernafasan bekerja normal
c. Kemampuan menyelenggarakan system buffer tergantung pada
tersedianya ion bikarbonat.

Ada 4 sistem buffer:


1. Buffer bikarbonat merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel
terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Buffer protein merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan
intrasel
3. Buffer hemoglobin merupakan sistem dapar di dalam eritrosit
untuk perubahan asam karbonat
4. Buffer fosfat merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan
cairan intrasel.
Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan
asam-basa sementara. Jika dengan buffer kimia tidak cukup
memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan
dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap
perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada
kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan
kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut.
Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat
dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke
dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.
Proses eliminasi dilakukan oleh paru dan ginjal. Mekanisme
paru dan ginjal dalam menunjang kinerja system buffer adalah
dengan mengatur sekresi, ekskresi, dan absorpsi ion hydrogen dan
bikarbonat serta membentuk buffer tambahan (fosfat, ammonia).
Untuk jangka panjang, kelebihan asam atau basa dikeluarkan
melalui ginjal dan paru sedangkan untuk jangka pendek, tubuh
dilindungi dari perubahan pH dengan system buffer. Mekanisme
buffer tersebut bertujuan untuk mempertahankan pH darah antara
7,35- 7,45.
2. Sistem Paru
Paru-paru, dibawah kendali medula otak, mengendalikan
karbondioksida, dan karena itu juga mengendalikan kandungan
asam karbonik dari cairan ekstraseluler. Paru-paru melakukan hal ini
dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap jumlah
karbon dioksida dalam darah. Kenaikan dari tekanan parsial
karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) merupakan stimulan
yang kuat untuk respirasi. Tentu saja, tekanan parsial
karbondioksida dalam darah arteri (PaCO2) juga mempengaruhi
respirasi. Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek yang
dihasilkan oleh PaCO2.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan
meningkat sehingga menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang
lebih besar (untuk mengurangi kelebihan asam). Pada keadaan
alkalosis metabolik , frekuensi pernapasan diturunkan, dan
menyebabkan penahanan karbondioksida (untuk meningkatkan
beban asam).
3. Sistem Ginjal
Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa, ginjal
harus mengeluarkan anion asam non volatile dan mengganti HCO3-
. Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan sekresi dan
reabsorpsi ion hidrogen dan ion bikarbonat. Pada mekanisme
pemgaturan oleh ginjal ini berperan 3 sistem buffer asam karbonat,
buffer fosfat dan pembentukan ammonia. Ion hydrogen, CO2, dan
NH3 diekskresi ke dalam lumen tubulus dengan bantuan energi yang
dihasilkan oleh mekanisme pompa natrium di basolateral tubulus.
Pada proses tersebut, asam karbonat dan natrium dilepas kembali
ke sirkulasi untuk dapat berfungsi kembali. Tubulus proksimal adalah
tempat utama reabsorpsi bikarbonat dan pengeluaran asam.
Ion hidrogen sangat reaktif dan mudah bergabung dengan ion
bermuatan negative pada konsentrasi yang sangat rendah. Pada
kadar yang sangat rendahpun, ion hydrogen mempunyai efek yang
besar pada system biologi. Ion hydrogen berinteraksi dengan
berbagai molekul biologis sehingga dapat mempengaruhi struktur
protein, fungsi enzim dan ekstabilitas membrane. Ion hydrogen
sangat penting pada fungsi normal tubuh misalnya sebagai pompa
proton mitokondria pada proses fosforilasi oksidatif yang
menghasilkan ATP.
Produksi ion hidrogen sangat banyak karena dihasilkan terus
meneru1s di dalam tubuh. Perolehan dan pengeluaran ion hydrogen
sangat bervariasi tergantung diet, aktivitas dan status kesehatan. Ion
hydrogen di dalam tubuh berasal dari makanan, minuman, dan
proses metabolism tubuh. Di dalam tubuh ion hidrogen terbentuk
sebagai hasil metabolism karbohidrat, protein dan lemak, glikolisis
anaerobik atau ketogenesis.
II.3 Jenis Gangguan Keseimbangan Asam dan Basa
1. Asidosis Respiratorik
a. Pengertian
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan
karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat
dari fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat.
Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan jumlah
karbondioksida dalam darah. Dalam keadaan normal, jika
terkumpul karbondioksida, pH darah akan turun dan darah
menjadi asam. Tingginya kadar karbondioksida dalam darah
merangsang otak yang mengatur pernafasan, sehingga
pernafasan menjadi lebih cepat dan lebih dalam.
b. Penyebab
Asidosis respiratorik terjadi jika paru-paru tidak dapat
mengeluarkan karbondioksida secara adekuat. Hal ini dapat
terjadi pada penyakit-penyakit berat yang mempengaruhi paru-
paru, seperti:
- Emfisema
- Bronkitis kronis
- Pneumonia berat
- Edema pulmoner
- Asma.
Selain itu, seseorang dapat mengalami asidosis respiratorik akibat
narkotika dan obat tidur yang kuat, yang menekan pernafasan
Asidosis respiratorik dapat juga terjadi bila penyakit-penyakit dari
saraf atau otot dada menyebabkan gangguan terhadap
mekanisme pernafasan.

Penyebab Asidosis Respiratorik1

Hipoventilasi Alveolar Peningkatan Produksi CO2

Depresi sistem saraf pusat Konsumsi kalori yang besar


Drug-induced Hiperthermia maligna
Gangguan tidur Menggigil yang berlebihan
Sindrom Pickwickian (Hipoventilasi Kejang dalam durasi lama
pada obesitas) Krisis tiroid
Iskemik serebra Luka bakar yang ekstensif
Trauma serebral
Gangguan neuromuscular
Miopati
Neuropati
Abnormalitas dinding dada
Flail chest
Kyphoscoliosis
Abnormalitas pleura
Pneumotoraks
Efusi pleura
Obstruksi jalan napas
Jalan napas atas
Benda asing
Tumor
Laringospasme
Gangguan tidur
Hipoventilasi Alveolar

Jalan napas bawah


Asma derajat berat
Penyakit paru obstruktif kronik
Tumor
Penyakit parenkim paru
Edema paru
Kardiogenik
Nonkardiogenik
Emboli pulmonal
Pneumonia
Aspirasi
Penyakit parenkim paru
Malfungsi ventilator

c. Gejala
Gejala pertama berupa sakit kepala dan rasa mengantuk. Jika
keadaannya memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi
stupor (penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan koma dapat
terjadi dalam beberapa saat jika pernafasan terhenti atau jika
pernafasan sangat terganggu; atau setelah berjam-jam jika
pernafasan tidak terlalu terganggu. Ginjal berusaha untuk
mengkompensasi asidosis dengan menahan bikarbonat, namun
proses ini memerlukan waktu beberapa jam bahkan beberapa
hari.
d. Diagnose
Biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
pH darah dan pengukuran karbondioksida dari darah arteri.
e. Pengobatan
Pengobatan asidosis respiratorik bertujuan untuk meningkatkan
fungsi dari paru-paru. Obat-obatan untuk memperbaiki
pernafasan bisa diberikan kepada penderita penyakit paru-paru
seperti asma dan emfisema. Pada penderita yang mengalami
gangguan pernafasan yang berat, mungkin perlu diberikan
pernafasan buatan dengan bantuan ventilator mekanik.
2. Asidosis Metabolik
a. Pengertian
Asidosis Metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, yang
ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila
peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah
akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH
darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai
usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah
dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya,
ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan
cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam air kemih. Tetapi
kedua mekanisme tersebut bisa terlampaui jika tubuh terus
menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi
asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.

b. Penyebab
Penyebab asidosis metabolik dapat dikelompokkan kedalam 3
kelompok utama adalah:
1. Jumlah asam dalam tubuh dapat meningkat jika mengkonsumsi
suatu asam atau suatu bahan yang diubah menjadi
asam.Sebagian besar bahan yang menyebabkan asidosis bila
dimakan dianggap beracun. Contohnya adalah metanol
(alkohol kayu) dan zat anti beku (etilen glikol).Overdosis aspirin
pun dapat menyebabkan asidosis metabolik.
2. Tubuh dapat menghasilkan asam yang lebih banyak melalui
metabolisme. Tubuh dapat menghasilkan asam yang
berlebihan sebagai suatu akibat dari beberapa penyakit; salah
satu diantaranya adalah diabetes melitus tipe I. Jika diabetes
tidak terkendali dengan baik, tubuh akan memecah lemak dan
menghasilkan asam yang disebut keton. Asam yang berlebihan
juga ditemukan pada syok stadium lanjut, dimana asam laktat
dibentuk dari metabolisme gula.
3. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk
membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan
jumlah asam yang normal pun bisa menyebabkan asidosis jika
ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini
dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada
penderita gagal ginjal atau penderita kelainan yang
mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.
Penyebab utama dari asidois metabolik: Gagal ginjal
- Asidosis tubulus renalis (kelainan bentuk ginjal)
- Ketoasidosis diabetikum
- Asidosis laktat (bertambahnya asam laktat)
- Bahan beracun seperti etilen glikol, overdosis salisilat, metanol,
paraldehid, asetazolamid atau amonium klorida
- Kehilangan basa (misalnya bikarbonat) melalui saluran
pencernaan karena diare, leostomi atau kolostomi.
Penyebab Asidosis Metabolik1

Peningkatan anion gap Normal anion gap (hiperkloremik)

Peningkatan produksi dari asam Peningkatan ekskresi ion HCO3– dari


nonvolatil endogen sistem gastrointestinal
Gagal ginjal Diare
Ketoasidosis Konsumsi CaCl2, MgCl2
Diabetes Fistula (pankreas, saluran empedu,
Kelaparan atau usus halus)
Asidosis laktat Ureterosigmoidostomi
Mixed Peningkatan ekskresi HCO3– dari ginjal
Koma hiperosmolar nonketotic Renal tubular acidosis (RTA)
Alcoholic Carbonic anhydrase inhibitors
Kelainan metabolisme dari dalam Hipoaldosteronisme
kandungan Dilusi
Konsumsi toxin Memasukkan cairan bebas bikabonat
Salisilat dalam jumlah besar
Metanol Nutrisi parenteral total (garam Cl– dari
Ethylene glycol asam amino)
Rhabdomiolisis

c. Gejala
Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun
biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan.
Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat, namun
kebanyakan penderita tidak memperhatikan hal ini. Sejalan dengan
memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang
luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami
kebingungan. Bila asidosis semakin memburuk, tekanan darah
dapat turun, menyebabkan syok, koma dan kematian.
d. Diagnosa
Diagnosis asidosis biasanya ditegakkan berdasarkan hasil
pengukuran pH darah yang diambil dari darah arteri (arteri radialis
di pergelangan tangan). Darah arteri digunakan sebagai contoh
karena darah vena tidak akurat untuk mengukur pH darah.
Untuk mengetahui penyebabnya, dilakukan pengukuran kadar
karbon dioksida dan bikarbonat dalam darah. Mungkin diperlukan
pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan
penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya
keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tak
terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa
asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau
overdosis. Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan air kemih
secara mikroskopis dan pengukuran pH air kemih.
e. Pengobatan
Pengobatan asidosis metabolik tergantung kepada penyebabnya.
Sebagai contoh, diabetes dikendalikan dengan insulin atau
keracunan diatasi dengan membuang bahan racun tersebut dari
dalam darah.
Kadang-kadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis
atau keracunan yang berat.
Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung. Bila terjadi
asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan
pengobatan terhadap penyebabnya. Bila terjadi asidosis berat,
diberikan bikarbonat mungkin secara intravena; tetapi bikarbonat
hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat
membahayakan
3. Alkalosis Respiratorik
a. Pengertian
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah
menjadi basa karena pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga
menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi
rendah.
b. Penyebab
Pernafasan yang cepat dan dalam disebut hiperventilasi, yang
menyebabkan terlalu banyaknya jumlah karbondioksida yang
dikeluarkan dari aliran darah. Penyebab hiperventilasi yang paling
sering ditemukan adalah kecemasan. Penyebab lain dari alkalosis
respiratorik adalah:
- rasa nyeri
- sirosis hati
- kadar oksigen darah yang rendah
- demam
- overdosis aspirin.
Penyebab Alkalosis Respiratorik1

Stimulasi Stimulasi Perifier Unknown Iatrogenic


sentral mechanism
Nyeri Hipoksemia Sepsis Ventilator-induced
Ansietas Ketinggian Metabolik
Iskemik Penyakit paru-paru Ensefalopati
Stroke Gagal jantung
kongestif
Tumor Edema pulmonal
Infeksi Nonkardiogenik
Demam Asma
Drug induced Emboli paru
Infeksi Anemia berat
Demam
Drug-induced
Salisilat
Progesteron
(kehamilan)

c. Gejala
Alkalosis respiratorik dapat membuat penderita merasa cemas
dan dapat menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika
keadaannya makin memburuk, bisa terjadi kejang otot dan
penurunan kesadaran.
d. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran kadar
karbondioksida dalam darah arteri. pH darah juga sering
meningkat.
e. Pengobatan
Biasanya satu-satunya pengobatan yang dibutuhkan adalah
memperlambat pernafasan. Jika penyebabnya adalah
kecemasan, memperlambat pernafasan bisa meredakan penyakit
ini. Jika penyebabnya adalah rasa nyeri, diberikan obat pereda
nyeri. Menghembuskan nafas dalam kantung kertas (bukan
kantung plastik) bisa membantu meningkatkan kadar
karbondioksida setelah penderita menghirup kembali
karbondioksida yang dihembuskannya.
Pilihan lainnya adalah mengajarkan penderita untuk menahan
nafasnya selama mungkin, kemudian menarik nafas dangkal dan
menahan kembali nafasnya selama mungkin. Hal ini dilakukan
berulang dalam satu rangkaian sebanyak 6-10 kali. Jika kadar
karbondioksida meningkat, gejala hiperventilasi akan membaik,
sehingga mengurangi kecemasan penderita dan menghentikan
serangan alkalosis respiratorik
4. Alkalosis Metabolik
a. Pengertian
Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam
keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat.
b. Penyebab
Alkalosis metabolik terjadi jika tubuh kehilangan terlalu banyak
asam.
Sebagai contoh adalah kehilangan sejumlah asam lambung
selama periode muntah yang berkepanjangan atau bila asam
lambung disedot dengan selang lambung (seperti yang kadang-
kadang dilakukan di rumah sakit, terutama setelah pembedahan
perut).
Pada kasus yang jarang, alkalosis metabolik terjadi pada
seseorang yang mengkonsumsi terlalu banyak basa dari bahan-
bahan seperti soda bikarbonat.
Selain itu , alkalosis metabolik dapat terjadi bila kehilangan
natrium atau kalium dalam jumlah yang banyak mempengaruhi
kemampuan ginjal dalam mengendalikan keseimbangan asam
basa darah.
Penyebab utama akalosis metabolik:
- Penggunaan diuretik (tiazid, furosemid, asam etakrinat)
- Kehilangan asam karena muntah atau pengosongan lambung
- Kelenjar adrenal yang terlalu aktif (sindroma Cushing atau
akibat penggunaan kortikosteroid).

Penyebab Alkalosis Metabolik1

Chloride-sensitive Chloride-resistant Miscellaneous


Gastrointestinal Peningkatan aktivitas Transfusi darah dalam
Muntah mineralokortikoid jumlah besar
Gastric drainage Hiperaldosteronism Cairan koloid yang
Chloride diarrhea primer mengandung asetat
Villous adenoma Edematous disorders Alkaline administration
Ginjal (Hiperaldosteronisme with renal insufficiency
Diuretik sekunder ) Terapi alkali
Paska hiperkapnia Cushing's syndrome Combined antacid and
Konsumsi klorida Licorice ingestion Cation-exchange resin
rendah Bartter's syndrome therapy
Keringat Hipokalemia berat Hiperkalsemia
Cystic fibrosis Milk-alkali syndrome
Metastase tulang

Sodium penicillins
Glucose feeding after
Starvation

c. Gejala
Alkalosis metabolik dapat menyebabkan iritabilitas (mudah
tersinggung), otot berkedut dan kejang otot; atau tanpa gejala
sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi
kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang
berkepanjangan (tetani).
d. Diagnosa
Dilakukan pemeriksaan darah arteri untuk menunjukkan darah
dalam keadaan basa.
e. Pengobatan
Biasanya alkalosis metabolik diatasi dengan pemberian cairan
dan elektrolit (natrium dan kalium). Pada kasus yang berat,
diberikan amonium klorida secara intravena.
Tabel 3 Respon kompensasi normal pada gangguan asam basa 1

Gangguan asam Respons Perubahan yang diharapkan


basa

Asidosis respiratorik
Akut [HCO3–] Peningkatan PaCO2 sebanyak 1 mEq/L/10
mm Hg
Kronik [HCO3–] Peningkatan PaCO2 sebanyak 4 mEq/L/10
mm Hg
Alkalosis respiratorik
Akut [HCO3–] Penurunan PaCO2 sebanyak 2 mEq/L/10
mm Hg
Kronik [HCO3–] Penurunan PaCO2 sebanyak 4 mEq/L/10
mm Hg
Asidosis metabolik PaCO2 1.2 x Penurunan [HCO3–]
Alkalosis metabolik PaCO2 0.7 x Peningkatan [HCO3–]
Dibawah ini adalah bagan untuk mendiagnosis gangguan asam basa yang
sederhana:1,9
pH

Meningkat Menurun

PaCO2 PaCO2

Menurun Meningkat Menurun Meningkat

Asidosis Asidosis Alkalosis Alkalosis


Metabolik Respiratorik Respiratorik Metabolik
pH < 7.35

PaCO2 meningkat PaCO2 normal PaCO2


menurun

HCO3 HCO3 HCO3 menurun HCO3 menurun


Meningkat menurun/tetap

Asidosis Asidosis Asidosis metabolik Asidosis


Respiratorik respiratorik & & asidosis respiratorik Metabolik
asidosis metabolik
pH > 7.45

PaCO2 meningkat PaCO2 menurun

HCO3 meningkat HCO3 menurun HCO3 meningkat

Alkalosis metabolik Alkalosis respiratorik Alkalosis respiratorik


& alkosis metabolik

pH 7.35-7.45

PaCO2 meningkat PaCO2 normal PaCO2 menurun

HCO3 meningkat HCO3 normal HCO3 menurun

Asidosis respiratorik Normal Asidosis Alkalosis


& alkalosis metabolik metabolik matabolik
Kronik (ginjal) kronik (paru)

II.4 Analisa Gas Darah


Rentang nilai normal dan interpretasi dari tiap komponen:
1. pH
Rentang nilai normal : 7,35 – 7,45
Asidosis : <7,35
Alkalosis : >7,45
2. PaO2
Rentang nilai normal : 80 – 100 mmHg
Hipoksemia ringan : 70 – 80 mmHg
Hipoksemia sedang : 60 – 70 mmHg
Hipoksemia berat : <60 mmHg
3. SaO2
Rentang nilai normal : 93% – 98%
Bila nilai SaO2 >80% sudah dapat dipastikan bahwa darah diambil dari
arteri, kecuali pada gagal napas.
4. PaCO2
Rentang nilai normal : 35 – 45 mmHg
Asidosis respiratorik : >45 mmHg (pH turun)
Alkalosis respiratorik : <35 mmHg (pH naik)
5. HCO3
Rentang nilai normal : 22 – 26 mEq/L
Asidosis metabolik : <22 mEq/L (pH turun)
Alkalosis metabolik : >26 mEq/L (pH naik)
6. BE

Rentang nilai normal : -2 s/d +2 mEq/L


Nilai – (negative) : asidosis
Nilai + (positif) : alkalosis
BE dilihat saat pH normal.
Cara menentukan apakah suatu kondisi termasuk ke dalam salah satu
dari 4 gangguan asam-basa dengan melihat diagram dibawah ini:
Tabel ini menggambarkan gangguan keseimbangan asam-basa
yang belum terkompensasi, terkompensasi sebagian, dan
terkompensasi penuh.
a. Pengertian
Pengukuran gas darah arteri sangat penting dalam menilai
pertukaran gas di dalam paru. Pengukuran ini untuk mengukur
keasaman darah dan kadar bikarbonat. Pemeriksaan dapat
dilakukan melalui pengambilan darah astrup dari arteri radialis,
brakhialis, atau formalis. Analisa gas darah (AGD) dilakukan untuk
mengevaluasi status oksigen dan karbondioksida di dalam darah
arteri dan mengukur pH-nya. Proses perubahan pH darah ada dua
macam, yaitu proses perubahan yang bersifat metabolik (adanya
perubahan konsentrasi bikarbnat yang disebabkan gangguan
metabolisme) dan yang bersifat respiratorik (adanya perubahan
tekanan parsial CO2 yang disebabkan gangguan respirasi).
Perubahan PaCO2 akan menyebabkan perubahan pH darah. pH
darah akan turun /asidosis jika PaCO2 meningkat (asidosis

respiratorik primer) atau jika HCO3- /asidosis metabolik primer, pH


darah akan naik /alkalosis jika PaCO2 /alkalosis respiratorik
primer atau jika HCO3- /alkalosis metabolik primer.
b. Indikasi
Indikasi dilakukannya pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD)
yaitu :
1) Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
Penyakit paru obstruktif kronis yang ditandai dengan adanya
hambatan aliran udara pada saluran napas yang bersifat progresif
non reversible ataupun reversible parsial. Terdiri dari 2 macam
jenis yaitu bronchitis kronis dan emfisema, tetapi bisa juga
gabungan antar keduanya.
2) Pasien dengan edema pulmo
Pulmonary edema terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah
dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat menyebabkan
persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon
dioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan
darah yang buruk. Ada kalanya, ini dapat dirujuk sebagai "air
dalam paru-paru" ketika menggambarkan kondisi ini pada pasien-
pasien.
Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor
yang berbeda. Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung,
disebut cardiogenic pulmonary edema, atau dihubungkan pada
sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary
edema.
3) Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran
alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam
ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalarn jaring- jaring
kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang
jelas akibat-akibat kerusakan pertukaran gas dan pengalihan
ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS menyebabkan
penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada
kolaps alveolar . Komplians paru menjadi sangat menurun atau
paru- paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik
dalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan
hipokapnia.
4) Infark miokard
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot
jantung yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen. Klinis sangat mencemaskan karena
sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55
tahun, tanpa gejala pendahuluan.
5) Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit dari paru-paru dan sistem
dimana alveoli(mikroskopik udara mengisi kantong dari paru yang
bertanggung jawab untuk menyerap oksigen dari atmosfer)
menjadi radang dan dengan penimbunan cairan.Pneumonia
disebabkan oleh berbagai macam sebab,meliputi infeksi karena
bakteri,virus,jamur atau parasit. Pneumonia juga dapat terjadi
karena bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau
secara tak langsung dari penyakit lain seperti kanker paru atau
penggunaan alkohol.
6) Pasien syok
Syok merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi jika sirkulasi
darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung
pada 3 faktor utama, yaitu curah jantung, volume darah,
dan pembuluh darah. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini
kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi maka
akan terjadi syok. Pada syok juga terjadi hipoperfusi jaringan yang
menyebabkan gangguan nutrisi dan metabolism sel sehingga
seringkali menyebabkan kematian pada pasien.
7) Post pembedahan coronary arteri baypass
Coronary Artery Bypass Graft adalah terjadinya suatu respon
inflamasi sistemik pada derajat tertentu dimana hal tersebut
ditandai dengan hipotensi yang menetap, demam yang bukan
disebabkan karena infeksi, DIC, oedem jaringan yang luas, dan
kegagalan beberapa organ tubuh. Penyebab inflamasi sistemik ini
dapat disebabkan oleh suatu respon banyak hal, antara lain oleh
karena penggunaan Cardiopulmonary Bypass.
8) Resusitasi cardiac arrest
Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang
dicetuskan oleh beberapa faktor,diantaranya penyakit jantung
koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak, sengatan
listrik,kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun
serangan asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur
jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan obat-
obatan.Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung
dan tension pneumothorax. Sebagai akibat dari henti jantung,
peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran
darahmencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-
organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya
suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan
oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan
berhenti bernapas normal.Kerusakan otak mungkin terjadi jika
cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnyaakan
terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat
dideteksi dan ditangani dengansegera, kerusakan organ yang
serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian mungkin bisa
dicegah.
c. Kontra Indikasi Analisa Gas Darah
1. Denyut arteri tidak terasa, pada pasien yang mengalami koma.
2. Modifikasi Allen tes negatif , apabila test Allen negative tetapi
tetap dipaksa untuk dilakukan pengambilan darah arteri lewat
arteri radialis, maka akan terjadi thrombosis dan beresiko
mengganggu viabilitas tangan.
3. Selulitis atau adanya infeksi terbuka atau penyakit pembuluh
darah perifer pada tempat yang akan diperiksa
4. Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan
denganantikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan
kontraindikasi relatif.
d. Alat dan Bahan untuk Pengambilan Darah Arteri
Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengambilan darah arteri
antara lain :
1. Disposible Spuit 2,5 cc, jarum ukuran 23 G/ 25 G
2. Penutup jarum khusus atau gabus
Mencegah kontaminasi dengan udara bebas. Udara bebas
dapat mempengaruhi nilai O2 dalam AGD arteri.
3. Nierbeken/Bengkok
Digunakan untuk membuang kapas bekas pakai.
4. Anticoagulant Heparin
Untuk mencegah darah membeku.
5. Alcohol swabs ( kapas Alkohol )
Merupakan bahan dari wool atau kapas yang mudah menyerap
dan dibasahi dengan antiseptic berupa etil alkohol. Tujuan
penggunaan kapas alkohol adalah untuk menghilangkan
kotoran yang dapat mengganggu pengamatan letak vena
sekaligus mensterilkan area penusukan agar resiko infeksi bisa
ditekan.
6. Plester
Digunakan untuk fiksasi akhir penutupan luka bekas plebotomi,
sehingga membantu proses penyembuhan luka dan mencegah
adanya infeksi akibat perlukaan atau trauma akibat penusukan.
7. Kain pengalas
Untuk memberi kenyamanan pada pasien saat plebotomis
melakukan pengambilan darah vena.
8. Tempat berisi es batu
Bila laboratorium jauh, maka specimen darah arteri harus
dimasukkan kedalam tempat berisi es batu sebab suhu yang
rendah akan menurunkan metabolism sel darah yang mungkin
merubah nilai pH, PCO2, PO2, HCO3-.
9. Tempat sampah khusus needle
Tempat untuk membuang needle yang sudah dipakai untuk
mengurangi kontaminasi pasien satu dengan pasien yang lain.
e. Antikoagulan yang Digunakan
Antikoagulan yang digunakan dalam pengambilan darah arteri
adalah heparin. Pemberian heparin yang berlebiham akan
menurunkan tekanan CO2.Antikoagulan dapat mendilusi
konsentrasi gas darah dalam tabung. Sedangkan pH tidak
terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat
oleh keasaman heparin.
f. Alat Perlindungan Diri (APD) untuk Petugas
Alat Perlindungan Diri (APD) yang harus digunakan seorang
petugas yaitu:
1. Jas Laboratorium
Pemakaian utama dari jas laboratorium adalah untuk
melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan. Jas
laboratorium diperlukan sewaktu melakukan tindakan, bila baju
tidak ingin kotor.
2. Sarung Tangan (Handscoon)
Alat ini merupakan pembatas fisik terpenting untuk mencegah
terjadi infeksi, tetapi harus diganti setiap kontak dengan satu
pasien ke pasien yang lainnya untuk mencegah kontaminasi
silang. Sarung tangan harus dipakai kalau menangani darah,
duh tubuh, sekresi dan eksresi (kecuali keringat). Petugas
kesehatan (Plebotomis) menggunakan sarung tangan untuk
tiga alasan, yaitu:
a. Mengurangi resiko petugas kesehatan terkena infeksi
dari pasien.
b. Mencegah penularan flora kulit petugas kepada pasien.
c. Mengurangi kontaminasi tangan petugas kesehatan
dengan mikroorganisme yang dapat berpindah dari satu
pasien ke pasien lain.
3. Masker
Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara,
batuk, bersin, dan juga mencegah ciprtan darah atau cairan
tubuh yang terkontaminasi masuk ke dalam hidung atau mulut
petugas kesehatan.
4. Sepatu Laboratorium
Alas kaki/sepatu laboratorium dipakai untuk melindungi kaki
dari perlukaaan oleh benda tajam atau dari cairan yang jatuh
atau menetes kaki. Sepatu bot dari karet atau kulit lebih
melindungi, tapi harus bersih dan bebas dari kontaminasi darah
atau cairan tubuh lainnya.
5. Kap (penutup rambut)
Dipakai untuk menutup rambut dan kepala, tujuan utamanya
adalah melindungi pemakainya dari ciprtan darah dan cairan
tubuh lainnya.
6. Pelindung Mata
Pelindung mata melindungi petugas kesehatan dari cipratan
darah atau cairan tubuh lainnya yang terkontaminasi dengan
pelindung mata.
g. Lokasi Pengambilan Darah Arteri
1. Arteri Radialis dan Arteri Ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s
test)
Test Allen’s merupakan uji penilaian terhadap sirkulasi darah di
tangan, hal ini dilakukan dengan cara yaitu: pasien diminta
untuk mengepalkan tangannya, kemudian berikan tekanan
pada arteri radialis dan arteri ulnaris selama beberapa menit,
setelah itu minta pasien unutk membuka tangannya, lepaskan
tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan
tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik,
warnamerah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan
dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif.
Jika pemeriksaan negative, hindarkan tangan tersebut dan
periksa tangan yang lain.
2. Arteri Dorsalis pedis
Merupakan arteri pilihan ketiga jika arteri radialis dan ulnaris
tidak bisa digunakan.
3. Arteri Brakialis
Merupakan arteri pilihan keempat karena lebih banyak
resikonya bila terjadi obstruksi pembuluh darah. Selain itu arteri
femoralis terletak sangat dalam dan merupakan salah satu
pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.
4. Arteri Femoralis
Merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas
tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah
akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai
bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama
dapat menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis
berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi
percampuran antara darah vena dan arteri.
Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan
salah satu pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas
bawah.
Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan jika
masih ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi
kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau
thrombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris
sebaiknya tidak digunakan karena adanya resiko emboli ke
otak.

II.5 Penatalaksanaan
1. Asidosis diberikan aterapi intravena dengan natrium bikarbonat
(150mmol/1;1,26 persen w/v) atau natrium laktat (165
mmol/1),penyediaan oksigen
2. Alkalosis diberikan terapi intravena dengan ammonium klorida (165
mmol/1),penyediaan oksigen
Penilaian Sistematik dalam Penilaian gangguan asam basa
1. Awali dengan kecurigaan klinis yang tinggi
a. Teliti riwayat klinis dari perjalanan penyakit yang dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan asam basa. Ini membutuhkan
pengetahuan tentang patogensis dari berbagai gangguan asam
basa. Contohnya, asidosis respiratorik mungkin dapat diperkirakan
timbul pada penderita penyakit paru obstruksi menahun.
b. Perhatikan tanda dan gejala klinis yang mengarah kepada gangguan
asam basa. Banyak tanda dan gejala dari gangguan asam basa tidak
jelas dan non spesifik. Contoh, pernafasan kussmaul pada pasien
diabetes dapat merupakan tanda kompensasi pernafasan terhadap
asidosis metabolik.
c. Periksa hasil pemeriksaan laboratorium untuk elektrolit dan data
lainnya yang mengarah kepada proses penyakit yang berkaitan
dengan gangguan asam basa. Contoh, hipokalemia sering berkaitan
dengan alkalosis metabolik.
2. Menilai variabel-variabel asam basa untuk mengetahui tipe
gangguan.
a. Pertama, periksa PH darah arteri untuk menentukan arah dan
besarnya gangguan asam basa. Jika menurun, pasien mengalami
asidemia dengan dua sebab yang mungkin : asidosis metabolik atau
asidosis respiratorik. Jika meningkat, pasien mengalami alkalemia
dengan dua sebab yang mungkin : alkalosis metabolik atau alkalosis
respiratorik. Ingatlah bahwa kampensasi ginjal dan pernafasan
jarang memulihkan PH kembali normal sehingga jika ditemukan PH
yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan HCO3
,mungkin ada gangguan campuran ; contohnya seorang pasien
dengan asidosis respiratorik yang bercampur dengan alkalosis
metabolik mungkin akan mempunyai PH yang normal.
b. Perhatikan variabel pernafasan (PaCO2) dan metabolik HCO3, yang
berhubungan dengan PH untuk mencoba mengetahui apakah
gangguan primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran.
- Apakah PaCO2 normal (40 mmHg), meningkat atau menurun ?
- Apakah HCO3 normal (24 mEq/L), meningkat atau menurun ?
- Tambahan : apakah ada kelebihan atau kekurangan basa ?
- Pada gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3
selalu berubah dalam arah yang sama.
- Penyimpangan dari PaCO2 dan HCO3 dalam darah yang
berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa
campuran.
- Cobalah untuk menduga campuran primer dengan
menghubungkan hasil pemeriksaan yang ditemukan dengan
keadaan klinis.
3. Perkirakan respon kompensatorik yang bakal terjadi pada gangguan
asam basa primer.
a. Jika respon kompensatorik lebih berat atau ringan dari pada
yang diperkirakan, mungkin ada gangguan asam basa campuran
(normogram asam basa juga dapat digunakan untuk mengetahui
gangguan asan basa campuran)
b. Hitung selisih (gap) anion plasma.
Jika meningkat ( >16 mEq/l ), mungkin sekali terjadi acidosis
metabolik.
c. Bandingkan besarnya penurunan HCO3 plasma dengan
peningkatan selisih anion : seharusnya sama besar.
d. Jika peningkatan < dari selisih anion penurunan HCO3 ,
mungkin komponen dari acidosis metabolik disebabkan oleh
kehilangan HCO3.
Jika peningkatan selisih dari anion jauh lebih besar dari
penurunan HCO3 berarti ada alkalosis metabolik yang
menyertainya.
4. Buat penafsiran tahap akhir.
a. Gangguan asam-basa sederhana
1) Akut (tidak terkompensasi) atau
2) Kronik (sebagian atau sepenuhnya terkompensasi )
b. Gangguan asam-basa campuran
Asidosis metabolik dengan selisih anion normal atau lebar.

Pengaturan Keseimbangan Asam Basa


Keseimbangan asam basa adalah keadaan saat konsentrasi ion H+
yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh
sel. Respon fisiologis terhadap perubahan konsentrasi ion H+ dalam
tubuh terdiri dari tiga fase antara lain penyangga kimia, kompensasi
respiratorik, dan kompensasi ginjal.1

a. Penyangga Kimia

Penyangga kimia adalah larutan yang mengandung asam lemah dan


basa terkonjugasi atau basa lemah dan asam terkonjugasi. Penyangga
kimia akan mengurangi perubahan konsentrasi ion H+ dengan menerima
atau melepaskan ion H+. Sistem penyangga tidak dapat mengeliminasi
atau menambah ion H+ dalam tubuh, tetapi hanya meminimalkan efek
yang merugikan sampai keseimbangan tercapai kembali. Sistem
penyangga kimia memiliki keterbatasan yaitu tidak dapat mencegah
perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan peningkatan
karbon dioksida. Dalam tubuh manusia, sistem penyangga kimia utama
adalah bikarbonat, fosfat dan protein.1,4

 Sistem penyangga bikarbonat


Bikarbonat merupakan penyangga dalam kompartemen cairan
ekstraseluler yang dapat menurunkan kadar ion H+ bahkan pada
saat konsentrasi ion H+ rendah. Secara fisiologis, sistem penyangga
akan bekerja sangat efektif apabila pK penyangga tersebut sama
dengan kadar normal pH. Sistem penyangga bikarbonat bukan
penyangga yang kuat karena pKa nya adalah 6.1 sangat jauh dari pH
normal yaitu 7.4. Meskipun demikian, sistem penyangga bikarbonat
sangat penting karena konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-) di dalam
cairan ekstraseluler sangat banyak sehingga dapat menurunkan
konsentrasi ion H+ dalam jumlah besar.1,6

 Sistem penyangga hemoglobin

Hemoglobin memiliki nilai pKa 6.8 dan kapasitasnya bervariasi


bergantung pada oksigenasi. Hemoglobin mengandung residu
histidine yaitu asam amino basa yang dapat berikatan secara
reversibel dengan ion H+ menghasilkan Hb berproton dan tidak
berproton. Hemoglobin yang tereduksi merupakan asam yang lemah
dibandingkan oksihemoglobin. Sebagai akibatnya, disosiasi dari
oksihemoglobin pada kapiler menjadi lebih bersifat basa
(mempunyai afinitas yang tinggi) dan dapat berikatan dengan ion H+
sehingga tidak lagi menciptakan suasana asam dalam cairan
tubuh.1,7

 Sistem penyangga protein

Sistem penyangga protein merupakan sistem penyangga yang kuat di


dalam sel karena konsentrasinya yang tinggi. Diperkirakan sebanyak
75% dari semua penyangga cairan tubuh yang terjadi secara
intraselular, sebagian besar berasal dari protein. Protein merupakan
penyangga yang sangat baik karena pK penyangga protein hampir
mendekati 7.4 serta memiliki sifat asam dan basa sehingga dapat
memberikan maupun menerima ion H+.5,8
 Sistem Penyangga Fosfat

Sistem penyangga fosfat penting pada hampir semua kompartemen


cairan, terutama pada tubulus ginjal dimana terdapat banyak
kandungan fosfat. Cairan pada tubulus ginjal lebih bersifat asam
dibandingkan cairan ekstraselular sehingga membuat pKa cairan
tubulus mendekati pKa sistem penyangga fosfat yaitu 6.8.8

b. Kompensasi paru

Sistem respirasi merupakan mekanisme pembuangan asam yang


paling penting mengingat produksi harian asam volatil sangat besar
dibandingkan dengan asam non volatil. Ventilasi paru bekerja dengan
cara meningkatkan atau menurunkan ventilasi alveolar sehingga
konsentrasi karbondioksida dalam darah dan jaringan dapat diatur.
Sistem respirasi mengatur kadar CO2 yaitu pCO2 arteri berkisar pada
angka 40 mmHg. Kompensasi paru terhadap penurunan PaCO 2
berlangsung cepat namun tidak akan mencapai nilai yang tetap sampai
kurun waktu 12-24 jam.9

c. Kompensasi Ginjal

Proses kompensasi ginjal dalam mengatur keseimbangan asam


basa berlangsung lambat (dalam hitungan jam) namun terus
berlangsung sampai pH kembali pada nilai 7,4. Efeknya dapat terlihat
dalam waktu 12-24 jam dan maksimal dalam waktu lima hari. Meskipun
berespon lebih lambat, ginjal merupakan regulator keseimbangan asam
basa yang paling dominan. Ginjal mempunyai kemampuan mengatur
konsentrasi ion H+ cairan ekstrasel dengan cara mengatur jumlah
reabsorbsi HCO3- yang terfiltrasi dari cairan tubulus, membentuk HCO3-
yang baru, mengeliminasi H+ dalam bentuk asam yang dapat dititrasi
dan ion amonia. Ion H+, CO2, dan NH3 diekskresi ke dalam lumen
tubulus dan disaat yang sama asam karbonat dan Na + dilepas kembali
ke sirkulasi untuk dapar berfungsi kembali. Tubulus proksimal dapat
mereabsorbsi 80-90% bikarbonat yang terfiltrasi bersamaan dengan
Na+.1
Pada umumnya ginjal menetralisir 500 mM asam atau basa
setiap harinya. Jika jumlah yang lebih besar dari ini masuk ke dalam
tubuh, ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan asam basa
dan terjadilah gangguan asam basa. Pada nilai pH 7,40 pun masih ada
sedikit asam yang dikeluarkan setiap menitnya. Hal ini mencerminkan
produksi harian asam lebih banyak 50-80 mM dari pada basa. Jadi pH
urin yang asam (sekitar 6,40) adalah akibat adanya kelebihan asam di
dalam urin.9

II.5Keseimbangan Asam Basa Menurut Henderson-Hasselbalch


Penilaian gangguan terhadap keseimbangan asam basa sejak lama
menggunakan formula Handerson-Hasselbalch. Secara konvensional,
keseimbangan asam basa dideskripsikan dengan menggunakan
formula:1
-
pH = 6.1 + log [HCO3 ]
(0.03 x PCO2)

Keterangan:
6.1 adalah nilai pK dari asam karbonat
0.03 adalah koefisien kelarutan dari CO2
Nilai pH adalah variabel dependen dan nilai [HCO3-] serta PCO2
adalah variabel independen. Dengan persamaan ini, nilai pH dapat
dihitung bila [HCO3-] dan PCO2 diketahui. Peningkatan atau penurunan
nilai [HCO3-] menyebabkan terjadi asidosis atau alkalosis metabolik.
Peningkatan atau penurunan nilai PCO2 menyebabkan terjadi asidosis
atau alkalosis respiratorik. pH merupakan logaritma negatif dari
konsentrasi ion hidrogen (H+). Nilai pH menentukan asam basa suatu
larutan. Dari persamaan diatas bisa dilihat bahwa nilai pH atau [H +]
-
hanya tergantung pada ion bikarbonat (HCO3 ). Selain itu persamaan
Henderson-Hasselbalch hanya mendeskripsikan reaksi hidrasi CO2
pada kondisi PCO2 40mmHg (normal), sehingga jika PCO2 di luar
normal, persamaan tersebut menjadi tidak relevan. Namun
permasalahan utamanya adalah persamaan tersebut tidak dapat
-
menemukan penyangga lain di dalam plasma selain HCO3 .1,3

2.6. Keseimbangan Asam Basa Menurut Pendekatan Stewart


Menurut Peter Stewart, pendekatan keseimbangan asam basa
menggunakan persamaan Henderson-Hasselbalch gagal
mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi konsentrasi ion
H+. Peter Stewart berhasil menemukan metode baru dalam menilai
status asam basa tubuh yang disebut metode kuantitatif. Metode ini
lebih akurat serta mampu mejelaskan secara rinci mekanisme
patofisiologi yang terjadi pada gangguan keseimbangan asam basa.
Menurut Stewart konsentrasi ion H+ di dalam suatu larutan biologis
dapat ditentukan dengan menetapkan dua variabel yang saling
berinteraksi yaitu:8
1. Variabel Independen
Variabel independen diatur dari luar sistem dan secara langsung
mempengaruhi sistem, namun tidak dipengaruhi oleh sistem. Variabel
independen terdiri dari:
a. pCO2 (Tekanan parsial CO2)
CO2 merupakan sisa metabolisme yang dapat melewati membran sel
dengan mudah, kemudian ke interstitial dan menembus membran
kapiler masuk ke dalam darah. Manipulasi PCO2 dengan
menyesuaikan ventilasi alveolar menyebabkan perubahan cepat [H+]
dalam larutan karena terjadi disosiasi reversibel asam karbonat. Nilai
pCO2 dalam arteri dan cairan tubuh diatur oleh faktor eksternal yaitu
ventilasi dan sirkulasi.5
b. SID (Perbedaan Ion Kuat)
SID adalah jumlah total konsentrasi kation kuat dalam larutan dikurangi
jumlah total konsentrasi anion kuat dalam larutan. Rumus unuk
menghitung SID adalah:
(Na+ + K+ + Ca2+ + Mg2+) – (Cl- + laktat)
SID dianggap variabel independen sebab ion-ion kuat (Na+, Cl-) yang
dipakai untuk menghitung SID tidak dipengaruhi oleh sistem. Dalam
larutan yang mengandung air, ion-ion tersebut tidak dapat
berkombinasi dengan ion lemah membentuk molekul baru,
melainkan berdiri sendiri sebagai bentuk ion bermuatan. Karena
sifatnya demikian, maka ion-ion ini sangat kuat mempengaruhi
sistem dimana ion tersebut berada dan regulasinya diatur oleh
mekanisme dari luar sistem yaitu ginjal.9
Dalam plasma, secara normal kation lebih banyak dari anion
sehingga perbedaaan ion kuat bernilai positif 40 – 48 mEq/L,
normalnya 42 mEg/L. Apabila perbedaaan ion kuat meningkat
(menjadi lebih positif) disosiasi air berkurang dan konsentrasi ion
hidrogen menurun (pH meningkat). Jika perbedaaan ion kuat
menurun (menjadi kurang positif) maka konsetrasi H+ meningkat (pH
menurun). Misalnya peningkatan ion klorida yang bermuatan negatif
akan menyebabkan peningkatan [H+] untuk mempertahankan
kenetralan muatan listrik akibat dari perbedaaan ion kuat yang
berkurang (karena Cl-/anion meningkat).3,5
c. ATOT (Konsentrasi total asam lemah)
ATot menggambarkan jumlah total konsentrasi asam lemah non volatil
dalam suatu sistem. Asam lemah non volatile utama di dalam plasma
adalah protein dan fosfat. Albumin dianggap mewakili unsur protein
sebagai ATot dibanding globulin karena tidak berkontribusi secara
berarti terhadap total muatan negatif dari protein plasma. Albumin
dapat mempengaruhi sistem, namun tidak diatur oleh sistem. Fosfat
merepresentasikan 5% jumlah ATot, sehingga kontribusinya kurang
bermakna. Kontribusi akan bermakna bila konsentrasinya
meningkat.9

2. Variabel dependen
Variabel dependen dipengaruhi oleh perubahan variabel independen,
namun sebaliknya variabel independen tidak dipengaruhi oleh
perubahan variabel dependen. Variabel ini terdiri dari ion-ion lemah
seperti H+, HCO3-, OH-. Variabel ini dipengaruhi oleh variabel
independen, variabel dependen hanya berubah dalam merespons
perubahan-perubahan satu atau lebih variabel independen, sehingga
untuk menjelaskan variasi [H+] atau pH hanya dibutuhkan pertimbangan
dari variabel independen.5

Konsep dependen dan independen ini sangat penting, menurut Stewart


semua variabel dependen hanya dapat dihitung jika variabel independen
diketahui. Stewart menegaskan bahwa ada enam persamaan yang
diperlukan untuk menemukan H+:5

1. Keseimbangan disosiasi air : Kw = H+ x OH-


2. Persamaan elektronetralitas : SID + H+ = HCO3- + A- + CO32- + OH-
3. Keseimbangan disosisasi asam lemah H+ x A- = KA x HA
4. Hukum kekekalan massa untuk A: ATot = HA + A-
5. Persamaan keseimbangan pembentukan ion bikarbonat H+ x HCO3- =
Kc x pCO2
6. Keseimbangan pembentukan ion karbonat: H+ x CO32- = K3 x HCO3-

Handerson-Hasselbalch hanya menggunakan persamaan kelima


saja sebagai dasar dan tidak memperhitungkan persamaan yang lain.
BAB III

KESIMPULAN

Keseimbangan asam basa adalah suatu keadaan dimana


konsentrasi ion hidrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion
hidrogen yang dikeluarkan oleh sel. Pada proses kehidupan keseimbangan
asam pada tingkat molecular umumnya berhubungan dengan asam lemah
dan basa lemah, begitu pula pada tingkat konsentrasi ion H+ atau ion OH-
yang sangat rendah. Derajat keasaman (pH) darah manusia normalnya
berkisar antara 7.35 hingga 7.45. Tubuh manusia mampu mempertahan
keseimbangan asam dan basa agar proses metabolisme dan fungsi organ
dapat berjalan optimal. Terdapat 2 kelainan utama dalam keseimbangan
asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.

Asidosis adalah suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak


mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering
menyebabkan menurunnya pH darah. Alkalosis adalah suatu keadaan
pada saat darah terlalu banyak mengandung basa (atau terlalu sedikit
mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah.
Asidosis dan alkalosis dikelompokkan menjadi metabolik atau respiratorik,
tergantung kepada penyebab utamanya.

Asidosis metabolik dan alkalosis metabolik disebabkan oleh


ketidakseimbangan dalam pembentukan dan pembuangan asam atau basa
oleh ginjal. Asidosis respiratorik atau alkalosis respiratorik terutama
disebabkan oleh penyakit paru-paru atau kelainan pernafasan
DAFTAR PUSTAKA
1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
anesthesiology. Acid-base management. 5 ed. Stamford : McGraw-Hill
Education; 2013. p. 1141-59.
2. Williams G. Fluid, electrolyte and acid-base balance. In: Aitkenhead AR,
Moppett IK, Thompson JP, editors. Smith and Aitkenhead's Textbook of
anaesthesia. 6 ed. New York: Churchill Livingstone-Elsevier; 2013. p. 119-215.
3. Prough DS, Funston JS, Svensen CH, Wolf SW. Fluids, electrolytes and acid -
base physiology. In: Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock
MC, Ortega R, editors. Clinical Anesthesia. 7th ed. Philadelphia: Lippincot
Williams & Wilkins; 2013. p. 327-61.
4. Hall JE. Dalam: Widjajakusuma MD, Tanzil A, editors. Guyton dan Hall Buku
ajar fisiologi kedokteran. Pengaturan asam basa. Edisi 12. Singapura: Elsevier;
2011. p. 407-25.
5. Moenadjat Y, Madjid A, Siregar P, Lies K W, Loho T, editor. Gangguan
keseimbangan air - elektrolit dan asam basa. Edisi 3. Jakarta: Unit Pendidikan
Kedokteran - Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan FKUI; 2012.
6. Kamel & Halperin. Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Physiology – A Problem
Based Approach. 5 ed. Philadelpia: Elsevier; 2017. p. 7-26
7. Sherwood L. Fluid and Acid-Base Balance. In: Human Physiology From Cells
to Systems Third Edition. Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1997:
531-4.
8. Mustafa I, George YWH. Keseimbangan Asam Basa: Bagian I, Fisiologi
(Paradigma Baru). Dalam: Anesthesiology & Critical Care, Vol.21, Januari
2003: 42-9.
9. Stoelting RK. Acid-Base Balance. In: Pharmacology and Physiology in
Anesthetic Practice Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott-Raven, 2015 : 607-
16.
10. Stoelting RK, Miller RD. Perioperative Acid-Base Balance. In: Basics of
Anesthesia Eighth Edition. Philadelphia: Churchill Livingstone, 2000: 1811-29.

You might also like