Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
3. Dan korban seperti apa yang di berikan tindakan Bantuan Hidup Dasar?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara
memberikan pertolongan agar bisa mempertahankan kehidupan korban,saat
seseorang atau mengalami keadaan yang mengancam nyawa, dengan Bantuan
Hidup Dasar.
BAB 11
PEMBAHASAN
1. Definisi BHD
Bantuan hidup dasar merupakan dasar dalam menyelamatkan
penderita dalam kondisi yang mengancam nyawa. Pengertian bantuan
hidup dasar itu sendiri yaitu sebuah tindakan yang dilakukan oleh seorang
penolong yang jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan
penilaian dini terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak
ditemukan adanya nafas dan atau tidak ada nadi. Tindakan yang kita
lakukan yaitu dengan segera mengaktifkan system respon
kegawatdaruratan dan segera melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
(Sufia,2015)
Bantuan hidup dasar atau Basic Life Support merupakan
sekumpulan intervensi yang bertujuan untuk mengembalikan dan
mempertahankan fungsi vital organ pada korban henti jantung dan henti
nafas. Intervensi ini terdiri dari pemberian kompresi dada dan bantuan
nafas (Hardisman, 2014).
Basic Life Support adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa
ketika terjadi henti jantung. Aspek dasar BLS meliputi penanganan
langsung terhadap sudden cardiac arrest (SCA) dan sistem tanggap
darurat, cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru
(RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan (AED) automated external
defibrillator (Berg, et al 2010)
Menurut Krisanty (2009) bantuan hidup dasar adalah memberikan
bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi pada pasien henti
jantung atau henti nafas melalui RJP/ CPR.
Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah dasar untuk menyelamatkan
nyawa ketika terjadi henti jantung. Aspek dasar dari BHD meliputi
pengenalan langsung terhadap henti jantung mendadak dan aktivasi system
tanggap darurat, cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi
jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrillator eksternal
otomatis/ automated external defibrillator (AED). Pengenalan dini dan
respon terhadap serangan jantung dan stroke juga dianggap sebagai bagian
dari BHD. Resusitasi jantung paru (RJP) sendiri adalah suatu tindakan
darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau
henti jantung (yang dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal,
guna mencegah kematian biologis.
2. Tujuan Basic Life Support
Menurut (AHA, 2015), tujuan BLS antara lain:
a) Mengurangi tingkat morbiditas dan kematian dengan mengurangi
penderitaan.
b) Mencegah penyakit lebih lanjut atau cedera
c) Mendorong pemulihan
4. Langkah-langkah BHD
Apabila kita menemukan korban dengan indikasi dilakukannya
tindakan BHD, maka langkah-langkah yang harus segera kita lakukan
yaitu:
1) Sebelum mendekati korban, pastikan bahwa lingkungan sekitar
penolong dan korban aman.
2) Cek dan nilai respon korban dengan cara tepuk bahu korban dan
katakan “Apakah anda baik-baik saja?”. Jika korban berespon
maka korban akan menjawab, bergerak atau mengerang. Jika
korban tidak berespon segera aktifkan system respon
kegawatdaruratan.
3) Sebelum kita mengaktifkan system kegawatdaruratan, pastikan
kemungkinan adanya trauma leher. Jangan pindahkan/ mobilisasi
korban bila tidak perlu. Tempatkan korban pada tempat yang keras
dan datar, dan perbaiki posisi korban dengan posisi supine ( pasien
berbaring terlentang dengan kedua tangan dan kaki lurus dalam
posisi horizontal ).
4) Cek ada/tidaknya sumbatan jalan nafas, apabila ada sumbatan jalan
nafas maka harus segera dikeluarkan penyebab sumbatan jalan
nafas tersebut.
5) Setelah mengaktifkan system kegawatdaruratan maka cek nadi
karotis selama < 10 detik. Bila nadi teraba, berikan nafas tiap 5-6
detik dengan tidal volume sampai terlihat pengembangan dada dan
cek nadi kembali setiap 2 menit.
6) Jika nadi tidak teraba, segera mulai RJP dengan diawali kompresi
dada. Kompresi dada yaitu penekanan terhadap bagian bawah
sternum yang teratur. Penekanan ini menciptakan aliran darah
karena adanya peningkatan tekanan intrathorax dan penekanan
secara langsung pada jantung. Kompresi dada menghasilkan aliran
darah dan penghantaran oksigen ke otot miokardium dan otak.
Kompresi dada yang efektif sangat penting untuk menciptakan
aliran darah selama RJP.
Untuk menghasilkan kompresi dada yang efektif, lakukan
penekanan yang keras dan cepat. Kecepatan yang digunakan paling
sedikit 100x/menit dengan kedalaman 2 inci atau 5cm. sedangkan
pada saat memberikan ventilasi, tiap bantuan nafas diberikan selam
1 detik dengan memberikan tidal volume yang cukup untuk
menghasilkan pengembangan dada. Hindari pemberian ventilasi
yang berlebihan. Rasio kompresi dan ventilasi yang
direkomendikan adalah 30:2, artinya memberikan 30 kompresi
dada terlebih dahulu kemudian memberikan 2 ventilasi. Lakukan
RJP sebanyak 5 siklus ( selama 2 menit ), kemudian cek kembali
nadi / irama. Lakukan hal ini terus sampai bantuan datang atau
penderita sudah bergerak atau sudah terdapat tanda-tanda sirkulasi
spontan.
Tidak bernafas
Palpasi 10 detik, tidak ada pulsasi (hanya pada RJP oleh tenaga
kesehatan)
Kedalaman 5-6 cm 5 cm 4 cm
kompresi
c. B (Breathing)
Bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke mulut, mulut ke
hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada
tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak
2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali
hembusan adalah 1,5–2 detik dan volume udara yang
dihembuskan adalah 7000–1000ml (10ml/kg) atau sampai dada
korban/pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik
napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai
volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat
diberikan hanya 16 – 17%. Penolong juga harus memperhatikan
respon dari korban/pasien setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan pernapasan:
Mulut ke mulut: penolong harus mengambil napas dalam
terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup
seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi
kebocoran saat mengghembuskan napas dan juga penolong
harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari
dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari
hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan
orang dewasa adalah 700– 1000ml (10ml/kg). Volume udara
yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat
menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi
distensi lambung.
Mulut ke hidung: Teknik ini direkomendasikan jika usaha
ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya
pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang
berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong
harus menutup mulut korban/pasien.
Mulut ke stoma: Pasien yang mengalami laringotomi
mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea
langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan
pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke
stoma.
Setelah nafas dan nadi korban ada, bila tidak ada kontraindikasi
untuk mencegah kemungkinan jalan nafas tersumbat oleh lidah,
lender, atau muntah berikan posisi recovery pada korban dengan
langkah sebagai berikut (Suharsono, T., & Ningsih, D. K., 2008):
a) Letakkan tangan korban yang dekat dengan anda dalam posisi
lengan lurus dan telapak tangan menghadap keatas kearah
paha korban
b) Letakkan lengan yang jauh dari anda menyilang diatas dada
korban dan letakkan punggung tangannya menyentuh pipinya
c) Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk lutut
korban yang jauh dari anda sampai membentuk sudut 90˚
d) Gulingkan korban kearah penolong.
e) Lanjutkan untuk memonitor denyut nadi korban, „tanda
sirkulasi‟, dan pernafasan tiap 2 menit hingga bantuan datang.