You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer,
2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia
dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari
setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh
lainya (Smeltzer and Bare, 2002 ).
Ada beberapa jenis cedera kepala antara lain adalah cedera kepala ringan, cedera kepala
sedang dan cedera kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala atau askep cidera kepala
baik cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat harus ditangani secara
serius. Cedera pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem syaraf pusat sehingga
dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi
adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan
dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta
neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi
ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit (Sjahrir, 2004).
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengambil kasus kelolaan kelompok dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada An. F dengan Cedera Kepala Berat di Ruang ICU (Intensive Care
Unit) Rumah Sakit Saras Husada Purworejo Jawa Tengah.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada pasien cedera kepala
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan
intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
(Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan
pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca,
2008).
Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu kesimpulan
bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma benda tajam maupun
benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit, tengkorak, dan jaringan otak yang
disertai atau tanpa pendarahan.

Gambar 1. Gambaran Umum Cedera Kepala

2.2 Klasifikasi
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul : adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus : adalah trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-
benda tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera
The Traumatic Coma Data Bank mengklasifisikan berdasarkan Glasgow Coma
Scale ( Mansjoer, dkk, 2000) :
a. Cedera Kepala Ringan/Minor (Kelompok Risiko Rendah) yaitu, GCS 14-15, pasien
sadar dan berorientasi, kehilangan kesadaran atau amnesia < dari 30 menit, tidak ada
intoksikasi alkohol atau obat terlarang, klien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing,
tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio, hematom , tidak ada kriteria cedera sedang
sampai berat.
b. Cedera Kepala Sedang (Kelompok Risiko Sedang) yaitu GCS 9-13 (konfusi, letargi dan
stupor), pasien tampak kebingungan, mengantuk, namun masih bisa mengikuti perintah
sederhana, hilang kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam, konkusi, amnesia
paska trauma, muntah, tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
c. Cedera Kepala Berat (Kelompok Risiko Berat) yaitu GCS 3-8 (koma), penurunan
derajat kesadaran secara progresif, kehilangan kesadaran atau amnesia > 24 jam, tanda
neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.

2.3 Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olah
raga, kecelakaan kerja, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru (Corwin,
2000).

2.4 Patofisiologi dan Pathway


Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak
seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan
cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang terjadi
secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampak kerusakan jaringan otat. Pada
cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari
hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral,
hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi
menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007)
WOC TRAUMA KEPALA
Trauma Kepala Primer

Kecelakaan/ Trauma Tumpul Trauma langsung

(misalnya pada luka tusuk, luka tombak)


Energi/ kekuatan diteruskan
ke otak

Energi mampu diserap oleh


Kecelakaan/ Trauma Tumpul
lapisan pelindung

(rambut, kulit kepala, Sisa energy diteruskan ke


tengkorak) otak

“Coup” “Contracoup”
(Kerusakan otak terjadi pada (Kerusakan otak terjadi pada
sisi otak yang mengalami sisi yang berlawanan dari
benturan) benturan)

Menyebabkan cedera jaringan


setempat maupun menyeluruh

Intracranial
Hipoksia
jaringan

Brain injury
Ketidakefektif
an perfusi
Iskemia jaringan
serebral Rusaknya Blood Brain
jaringan otak Barier

Vasodilatasi dan edema


↓ Aliran darah otak otak

↑ Intracranial
pressure
2.5 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala,
yaitu:
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indikator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale).
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti: nyeri kepala karena regangan dura
dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus
optikus; muntah seringkali proyektil.

2.6 Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi
6. Edema cerebri
7. Kebocoran cairan serobospinal

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
7. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
8. Kadar Elektrolit:Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrakranial (Musliha, 2010).

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera
otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotensi atau
hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang
adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah:
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma
3. Berikan oksigenasi
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan
berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetika
d. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 %
atau gliserol 10 %.
e. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
f. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam
pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.

Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5%
untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp).
Pemberian protein tergantung nilai urea.

Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:


1. Pemantauan TIK dengan ketat
2. Oksigenisasi adekuat
3. Pemberian manitol
4. Penggunaan steroid
5. Peningkatan kepala tempat tidur
6. Bedah neuro.

Tindakan pendukung lain yaitu:


1. Dukungan ventilasi
2. Pencegahan kejang
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
4. Terapi anti konvulsan
5. Klorpromazin untuk menenangkan klien
6. Pemasangan selang nasogastrik (Mansjoer, dkk, 2000).

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Kegawatdaruratan :

A. Primary Survey
a. Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin
lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan
bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
b. Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbon
dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada
dan diafragma.
c. Circulation dan hemorrhage control
1) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh
hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
2) Kontrol Perdarahan
d. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
B. Secondary Survey
a. Fokus assessment
b. Head to toe assessment
1. Pengkajian
Data Dasar Pengkajian Klien (Doenges, 2000). Data tergantung pada tipe, lokasi dan
keperahan, cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
 Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara
berjalan tidak tegang.
 Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
 Integritas Ego
Gejal : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
 Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah, gangguan menelan.
 Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan fungsi.
 Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope, kehilangan
pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan
seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
 Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas
berbunyi)
 Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus
otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan
dalam regulasi suhu tubuh.
 Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria.

2. Analisa Data
No. Data Masalah
1. DS : Pasien mengatakan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
Serebral
nyeri pada bagian kepala.
DO : Pasien mengalami
penurunan tingkat
kesadaran.
Pasien mengalami
gangguan atau kehilangan
memori

3. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
4. Rencana Asuhan Keperawatan
Nursing Outcome Classification Nursing Intervention Classification
Diagnosa Keperawatan
No (NOC) (NIC)
(NANDA)
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Tujuan : Menejemen Sirkulasi
Serebral
1. Status Sirkulasi 1. Pantau nadi perifer
Kode : 00201 2. Status Perfusi jaringan 2. Catat warna kulit dan temperature
Domain : 4 (Aktivitas/ Istirahat) serebral 3. Cek capilery refill
Kelas : 4 (Respon Kardiovaskular/ 4. Monitor status cairan, masukan dan keluaran yang
Pulmonal) Status Sirkulasi sesuai Monitor lab Hb dan Hmt
1. Tekanan darah dalam batas 5. Monitor perdarahan
Definisi normal 6. Monitor status hemodinamik, neurologis dan tanda
Penurunan oksigen yang Kekuatan nadi dalam batas vital
mengakibatkan kegagalan penerimaan normal.
nutrisi ke jaringan pada tingkat 2. Rata – rata tekanan darah Monitor Status Neurologi
kapiler. dalam batas norma
3. Tekanan vena sentral dalam 1. Monitor ukuran, bentuk, kesmetrisan dan
Batasan karakteristik batas normal reaksi pupil
4. Tidak ada hipotensi ortostatik 2. Monitor tingkat kesadaran
1. Perubahan status mental 5. Tidak ada bunyi jantung 3. Monitor tingkat orientasi
2. Perubahan perilaku tambahan 4. Monitor GCS
3. Kesulitan menelan 6. Tidak ada angina 5. Monitor tanda vital
4. Kelemahan 7. Tidak ada hipotensi ortostatik 6. Monitor respon pasien terhadap pengobatan
5. Ketidaknormalan dalam 8. AGD dalam batas normal
berbicara 9. Perbedaan O2 arteri dan vena
dalam batas normal
Faktor yang berhubungan 10. Tidak ada suara nafas tambaha
1. Gangguan aliran 11. Kekuatan pulsasi perifer
arteri atau vena 12. Tidak pelebaran vena
13. Tidak ada edema perifer
Perfusi Jaringan Serebral

1. Pengisisan capilary refill


2. Kekuatan pulsasi perifer distal
3. Kekuatan pulsasi perifer
proksimal
4. Kesimetrisan pulsasi perifer
proksimal
5. Tingkat sensasi normal
6. Warna kulit normal
7. Kekuatan fungsi otot
8. Keutuhan kulit
9. Suhu kulit hangat
10. Tidak ada edema perifer
11. Tidak ada nyeri pada
ekstremitas

Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan intervensi selama
… x 24 jam menunjukkan status
sirkulasi, yang dibuktikan dengan :

1. Tekanan darah sis-tolik dan


diastolik dalam rentang yang
diharapkan
2. Tidak ada ortostatik hipotensi
3. Tidak ada tanda- tanda
Peningkatan TIK
4. Klien mampu
berkomunikasi dengan jelas
dan sesuai kemampuan
5. Klien menunjukkan
perhatian, konsentrasi, dan
orientasi.
6. Klien mampu memproses
informasi
7. Klien mampu [10]
membuat
keputusan dengan benar
8. Tingkat kesadaran klien
membaik
5. Implementasi Keperawatan
Dilakukan sesuai dengan intervensi

6. Evaluasi Keperawatan

1. Evaluasi Formatif (Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap


klien terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan)
2. Evaluasi Sumatif (Merefleksikan rekapitulasi dan sinopsis observasi dan
analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu) (Poer, 2012)
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di ikuti terputusnya
kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008, hal 270-271)
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh
benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang
diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.

B. Saran
Setelah pembuatan makalah ini sukses diharapkan agar mahasiswa giat membaca makalah
ini, dan mencari ilmu yang lebih banyak diluar dari makalah ini terkait tentang meteri dalam
pembahasan, dan tidak hanya berpatokan dengan satu sumber ilmu (materi terkait), sehingga
dalam tindakan keperawatan dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera
kepala.
Saran yang disampaikan kepada Mahasiswa Keperawatan adalah :
1. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan cedera kepala.
2. Dapat menilai batasan GCS.
3. Lebih teliti dalam memberikan intervensi keperawatan kepada klien dengan cedera kepala.
4. Dapat memberikan pendidikan kesehatan terhadap keluarga maupun klien, baik di rumah
sakit maupun di rumah.

1
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan,
Jakarta : Salema Medika

Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta
: Salemba Medika

Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga

Lecture Notes, 2005, Neurologi, Lionel Ginsberg : Erlangga

2
3

You might also like