You are on page 1of 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang maha Esa atas limpahan

rahmat dan karunia-nya sehingga penyusun makalah ini dapat terselesaikan dengan

sebaik-baiknya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biodiversiti

yang diberikan oleh dosen mata kuliah sebagai bahan pertimbangan penilaian Tugas

pada mata kuliah tersebut.

Makalah ini disusun berdasarkan referensi yang telah ada sebelumnya dimana

dalam pembahasannya lebih melibatkan pada cakupan materi yang diambil dari

berbagai sumber kepustakaan sehingga dalam penyusunannya boleh dikatakan

sempurna dalam hal cakupan serta pengguna bahasa yang lebih sederhana sehingga

lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami maksud dari penyajian materi secara

keseluruhan.

Penyusun menyampaian banyak terimah kasih kepada seluruh kerabat kerja

yang telah banyak membantu dalam penyusun makalah ini, sehingga penyusun

makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu. Ucapan terimah kasih juga penulis

sampaikan kepada Dosen mata kuliah Biodiversiti yang telah memberikan banyak

bimbingan sehingga dalam penulisan makalah ini tak satupun ditemui adanya

kesulitan.

Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat berguna bagi semua pihak,

khususnya bagi mahasiswa untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan prestasi yang

dimilikinya terutama mata kuliah Biodiversiti.


DAFTAR ISI

Halaman judul............................................................................................................

Kata pengantar...........................................................................................................

Daftar isi....................................................................................................................

Bab I Pendahuluan....................................................................................................

A. latar belakang................................................................................................

B. rumusan masalah..........................................................................................

C. Tujuan dan Kegunaan......................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................

BAB III PEMBAHASAN…………………………………………………………...

BAB IV PENUTUP.................................................................................................

A. Kesimpulan.................................................................................................

DAFTARPUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sejak dekade 90-an, dengan berkurangnya jenis-jenis kayu perdagangan yang

dapat dipanen dari hutan alam produksi, maka industri pengolahan kayu mulai

memanfaatkan jenis-jenis kayu yang selama ini volumenya cukup berlimpah di hutan

alam tetapi kurang dimanfaatkan dan jenis-jenis ini disebut sebagai jenis kayu kurang

dimanfaatkan (lesser used species). Dewasa ini, dengan makin berkembangnya hutan

tanaman baru, seperti: hutan tanaman industri, hutan rakyat, hutan kemasyarakatan

dan lain-lain maka telah ditanam berbagai jenis kayu, baik yang berasal dari jenis

unggulan setempat (native species) maupun dari jenis-jenis eksotik (exotic species).

Dengan demikian, keragaman sumber bahan baku industri pengolahan saat ini

semakin meningkat. Dalam situasi seperti itu maka industri pengolahan kayu

maupun berbagaipihak terkait dengan keberlangsungan industri kayu perlumengenal

dan memahami tentang sifat-sifat berbagai jenis kayu tersebut.

Kayu di manfaatkan manusia sejak dulu untuk berbagai keperluan dalam

menunjang kehidupannya. Saat ini dengan perkembangan teknologi yang diiringi laju

pertumbuhan penduduk, menyebapkan kebutuhan akan kayu baik sebagai bahan baku

industri, maupun sebagai bahan bagunan makin meningkat. Dilain pihak luas areal

hutan penghasil kayu komersial semakin menyusut sehingga efisiensi pemanfaatan

kayu perlu dilakukan melalui diversifikasi produk dalam olahan atau pemanfaatan

seluruh bagian pohon secara maksimal dan peningkatan upaya pemakayan kayu dari
jennis-jenis yang kurang di kenal yang jumlahnya di indonsia masih cukup banyak

(Husein,2004).

Kayu memiliki peran begitu penting bagi semua mahluk hidup.banyaknya

kebutuhan kayu yang dimanfaatkan oleh manusia yang mengakibatkan jumlah kayu

yang di gunakan juga semakin meningkat. Pemahaman akan pentingnya pohon bagi

kelestarian lingkungan belum sepenuhnya disadari oleh masyarakat, sehingga laju

kerusakan hutan yang ada di Indonesia meningkat begitu dratis tiap tahunnya.

Pemanfaatan kayu pada masing-masing jenis belum banyak di ketahui oleh

masyarakat dalam hal peruntukannya. Hal ini menyebapkan pemanfaatan kayu yang

keliru tidak sesuai dengan subtasinya sehingga kayu digunakan tidak sesuai dengan

tujuannya baik sebagai bahan kontruksi/bangunan maupun sebagai bahan baku

industri. Kebun Raya uho merupakan salah satu tempat tumbuh dan berkembangnya

tanaman kayu eha. Tanaman kayu eha ini belum banyak di ketahui manfaatnya oleh

masyarakat sehingga keberadaanya kurang di perhatikan.

B. rumusan masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana proses pe

C. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik tanaman Kayu

Eha (Captanopsis buruana Miq). di kawasan Kebun Raya UHO Kota Kendari

Sulawesi Tenggara.

Kegunaan dari makalah ini adalah sebagai bahan informasi tentang


karakteristik tanaman Kayu Eha (Captanopsis buruana Miq).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Karakteristik Tanaman

Klasifikasi Eha

Klasifikasi tanaman Eha (Castanopsis buruana Miq), Menurut Plantamor

(2002), yaitu sebagai berikut:

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas: Hamamelidae

Ordo: Fagales

Famili: Fagaceae

Genus: Castanopsis

Spesies: Castanopsis buruana Miq.

Morfologi Kayu Eha

Daun pohon Eha berbentuk lancip memanjang (lanset) dengan ukuran

panjang 7-12 cm, lebar 2-3,5 cm, permukaan daun licin berlilin, dan bagian

bawahnya berwarna abu-abu ditutupi bulu-bulu menyerupai bintang atau sisik


yang lebat. Tumbuhan ini berdaun tunggal dengan kedudukan berseling dan

tersusun seperti spiral dan daun penumpu mudah luruh (Heriyanto, et. al 2007).

Ahli botani Van Steenis (1972) dalam Heriyanto, et. al (2007) menyatakan bahwa

6 daun penumpu (stipula) ditutupi bulu yang lebat, panjang daun berkisar antara 10

15 mm dan lebar 2-3 cm. Salah satu ciri khas organ vegetatifnya, yaitu bila daun

dilipat maka akan terlihat garis lilin berwarna putih memanjang pada bagian daun

di sebelah atas (Prawira, 1990 dalam Heriyanto, et. al 2007). Bunga jantan tersusun

dalam untaian berbentuk bulir sepanjang 15-25 cm, bunga betina tumbuh menyendiri

dengan panjang 5-15 cm, diameter 2-4 mm, dan bunga berwarna kuning keputihan.

Buahnya bertangkai seperti buah rambutan, berkelompok di mana kulit buah ditutupi

oleh duri yang tumbuh berkelompok, ramping, tajam, dan berkayu. Buah berbentuk

bulat telur dengan duri mencuat pada empat sisi yang berisi tiga biji berbentuk tipis

dan cekung. Biji biasanya dimanfaatkan sebagai bahan makanan dengan cara direbus

atau dibakar (Steenis, 1972 dalam Heriyanto, et. al 2007).

Kulit batang pohon berwarna hitam, kasar, dan pecah-pecah dengan

permukaan batang tidak rata, terdapat alur-alur memanjang pada batang yang tak lain

adalah garis empulur yang menonjol keluar. Hal ini merupakan salah satu ciri khas

organ vegetatif famili Fagaceae. Kayu terasnya berwarna coklat kelabu sampai merah

muda, kayu gubal/ bagian tengah berwarna putih, kuning muda, dan kadang-kadang

kemerah-merahan dengan ketebalan 5-6 cm (Prawira,1990 dalam Heriyanto, et. al

2007).

Penyebaran
Menurut Heyne (1987), penyebaran Eha meliputi Jawa, Sumatera, Papua,

Myanmar, dan Malaysia. Di Eropa terdapat buah dari famili Fagaceae yang

dinamakan buah kastanjes (Castanopsis sativa Bl.). Martawijaya (1989) 7 melaporkan

bahwa Eha tumbuh di Myanmar, Malaysia, Perancis, Jerman, Italia, Belanda, Swedia,

Ukraina, dan Amerika Serikat.

Ekologi

Kayu Eha merupakan salah satu jenis kayu yang tumbuh terpencar, kayu

tersebut dapat tumbuh pada ketinggian 1000-2000 m diatas permukaan laut. Terdapat

di hutan yang selalu hijau terutama pada tanah Latosol dan Oksisol. Tanaman ini

memerlukan curah hujan dalam setahun 2000-3000 mm/tahun (Heriyanto, et.al 2007).

Aspek Silvikultur

a. Fenologi Kayu Eha (Castanopsis Buruana Miq.)

Kayu Eha berbuah setiap tahun pada bulan Oktober sampai Desember.

Pengumpulan benih dapat dilakukan dengan cara memanjat atau menggunduh buah

langsung dari pohon. Buah berbentuk bulat telur dengan duri mencuat pada empat sisi

yang berisi tiga biji berbentuk tipis dan cekung (Heriyanto, et. al 2007).

b. Perbanyakan Tanaman Kayu Eha

Perbanyakan tanaman Eha dapat dilakukan secara generatif (biji) dan

vegetative (stek). Benih kayu Eha termasuk benih ortodoks. Jadi, cara menyimpan

benihnya sebaiknya menggunakan wadah yang kedap udara (misalnya kantong


plastik) dan disimpan di ruangan refrigenerator (kulkas). Cara ini dapat

mempertahankan viabilitas benih hingga 6 bulan. Sebelum dikecambahkan, benih

sejenis kayu Eha biasanya diberi perlakuan pendahuluan terlebih dahulu, yaitu 8

direndam dalam larutan asam sulfat 0,1 m selama 20 menit. Media tabur yang

digunakan adalah media pasir. Sedangkan perbanyakan secara vegetatif mudah

dilakukan dengan menggunakan stek batang. Penambahan GBH3 ml/l air dapat

meningkatkan persen tumbuh tanaman (Buharman, et.al 2001).

B. Pengertian kayu

Pengeringan kayu adalah proses penurunan kadar air kayu sampai mencapai

kadar air tertentu atau kadar air yang sesuai dengan kondisi tempat kayu tersebut

berada yang disebut dengan kadar air keseimbangan (Irawan, 2009).

Tujuan pengeringan adalah untuk menjaga stabilitas dimensi (akibat

penyusutan kayu) yang sering menimbulkan cacat bentuk. Pengeringan juga

mengurangi berat kayu, meningkatkan kekuatan kayu (dengan berkurangnya kadar air

dibawah titik jenuh serat), menghindari serangan agen perusak biologis,

mempermudah proses pengerjaan selanjutnya, dan mempermudah pemasukan bahan

pengawet (Coto, 2004).

Proses pengeringan kayu dipengaruhi oleh sifat-sifat kayu dan lingkungan

pengeringan. Sifat kayu yang berpengaruh terhadap proses pengeringan adalah

struktur anatomi, diantaranya adalah:

1. Kayu glubal dan kayu teras


Kayu gubal merupakan bagian dalam batang pohon yang terdiri dari bagian

xylem yang masih hidup dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan menyimpan

cadangan makanan. Bagian kayu gubal cenderung basah dan lebih mudah

dikeringkan. Sedangkan pada kayu teras seluruh proses fisiologi sudah tidak dapat

berfungsi sebagaimana mestinya dan banyak mengandung zat ekstraktif sehingga

permeabilitas kayu menurun sehingga sulit dikeringkan dan mudah mengalami cacat

pengeringan (Pandit, 2008).

2. Empulur

Sifat pengeringan bagian empulur berbeda dengan jaringan kayu lainnya,

karena empulur memiliki ikatan yang lebih lemah dengan jaringan kayu

disekelilingnya sehingga terkadang mudah terlepas dalam proses pengeringannya

terutama pada pengeringan suhu yang relative tinggi (Tobing, 1988 dalam Ginanjar,

2011).

3. Kayu remaja (Juvenile wood)

Kayu remaja merupakan bagian kayu yang terbentuk oleh Kambium berumur

muda yang memiliki banyak serat spiral dan diding sel yang tipis. Kayu remaja

berpotensi susut arah longitudinal lebih besar dibandingkan bagian kayu lainnya.

Cacat yang sering terjadi pada bagian ini adalah deformasi (perubahan bentuk) seperti

cacat bungkuk (crook) dan collapse (Haygreen dan Bowyer , 2007 dalam Ginanjar,

2011).

4. Jari-jari kayu
Menurut Pandit dan Dani (2008), jari-jari kayu terdiri dari sel-sel berdinding

tipis oleh karena itu relatif lebih lemah terutama jari-jari yang rapat, sehingga bagian

ini sering mengalami cacat pengeringan seperti retak permukaan, pecah atau retak

dalam.

5. Riap tumbuh

Pada penampang lintang batang dapat dilihat adanya garis-garis konsentris

yang terlihat nyata ataupun samar. Garis-garis konsentris ini memusat pada empulur

dan disebut riap tumbuh. Dalam satu riap tumbuh terdiri dari dua bagian kayu, yaitu

kayu gubal dan kayu teras (Pandit, 2008). Sifat pengeringan kayu gubal dan kayu

teras berbeda yang diakibatkan oleh berat jenisnya yang berbeda. Oleh karena itu

penyusutan arah radial dan tangensial kayu sering diikuti oleh deformasi.

6. Mata kayu

Mata kayu memiliki berat jenis yang lebih tinggi dibandingkan bagian kayu di

sekitarnya. Pada saat pengeringan, mata kayu rentan mengalami pecah dan lepas

(loose knots). Hal ini dapat menurunkan mutu kayu hasil pengeringan (Tobing, 1988

dalam Ginanjar, 2011).

7. Kayu reaksi

Menurut Haygreen dan Bowyer 2007 dalam Ginanjar , 2011), kayu reaksi

berpotensi mengalami deformasi saat pengeringan, seperti crook (bungkuk), twist

(muntir) dan sebagainya. Hal ini disebabkan penyusutan longitudinal kayu reaksi

yang lebih besar dibandingkan dengan penyusutan normalnya.

C. Sifat Umum Kayu


Kayu di hasilkan oleh tumbuhan yang berupa pohon. pohon di devinisikan

sebagai tanaman berkayu yang mempunyai tinggi 15-20 kaki atau lebih dengan ciri

batang pokok yang tunggal dan bukannya batang yang banyak. ciri-ciri tumbuhan

berkayu (pohon) adalah Vascular (memiliki jaringan pengangkutan berupa sylem dan

floem), prennial (dapat hidup beberapa tahun), mempunyai batang di atas tanah yang

hidup bertahun-tahun dan mengalami pertumbuhan sekunder (penambahan diameter

batang) (Sucipto,2009).

Menurut I Ketut dan Dani (2008) sifat-sifat umum kayu antara lai:

1. Berasal dari pohon yang senantiasa vertikal

2. Komposisi kimia terdiri dari tiga komponen penting yaitu selulosa, hemiselulosa,

dan lignin

3. Bersifat anisotropis, artinya ada berbedaan sifat-sifat pada ketiga bidang

orientasinya.

4. Bersifat higroskopik, artinya mempunyai kecenderungan menghisap atau

mengeluarkan air.

Disamping persamaan-persamaan tersebut setiap jenis kayu juga mempunyai

sifat-sifat yang berbeda. Perbedaan-perbedaan ini dapat terjadi antara jenis pohon

atau dalam jenis yang sam, bahkan dapat terjadi perbedaan sifat dalam satu batang

pohon yang sama. Perbedaan -perbedaab dapat berupa warna, sifat kekuatan atau

kadar bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Perbedaan-perbedaan yang terdapat

dalam kayu tentu juga akan menyebapkan perbedaan sifat-sifat yang dimiliki oleh

kayu yang bersangkutan. Oleh karena itu, dalam penggunaan dan pengelolaan setiap
jenis kayu harus di sesuaikan dengan sifat sifat yang dimiliki oleh kayuyang

bersangkutan. sekecil apapun perbedaan struktur anatomi suatu jenis kayu, tentu akan

menyebapkan perbedaan sifat fisiknya (I Ketut dan Hikmat 2002).

D. Kadar air

Air adalah unsur alami semua bagian suatu pohon yang hidup. dalam bagian

xilem, air umumnya berjumlah lebih daripada separuh berat total. artinya, berat air

dalam kayu segar umumnya sama atau lebih besar daripada berat bahan kayu kering.

apabila pohon mati atau suatu kayu gelondong diolah menjadi kayu gergajian, finir,

atau serpihan kayu segera mulai kehilangan sejumlah airnya ke udara sekitarnya

(Dunmanauw, 2001).

Perubahan-perubahan kadar air umumnya sangat besar pada permukaan kayu

dimana perubahan-perubahan kadar air berlangsung cepat. Sebaliknya di bagian

dalam kayu perubahan kadar air lebih lambat, sebab waktu yang dibutuhkan oleh air

untuk berdifusi dari atau ke bagian luar kayu lebih lama. Oleh karena itu, dalam

sepotong kayu umumnya terdapat 2 kelainan kadar air kayu, yaitu kadar yang

rendah (kecil) pada permukaan kayu dan kadar air yang tinggi (besar) pada bagian

dalam kayu. Di antara kedua titik berlainan itu terdapat peralihan kadar air yang

berangsur-angsur. Dalam arah longitudinal (arah memanjang kayu) gerakan air

dalam bentuk uap lebih mudah keluar, karena struktur sel yang berbentuk tabung

(buluh) (Dumanauw, 2003).

Air dalam kayu terdiri atas 2 bentuk yaitu air terikat dan air bebas. air terikat

merupakan air yang terdapat pada dinding sel sedangkan air bebas merupakan air
yang terdapat pada rongga sel. jumlah air bebas bergantung pada porositas dan

volume kayu ( I Ketut dan Dani, 2008).

Kadar air kau merupakan jaumlah air yang dikandung di dalam kayu yang

dinyatakan dalam persen berat kering ovenya. Jumlah air yang di kandung

kayubervariasi bergantung dari jenis kayu, berkisarantara 40%-200% berat kering

kayu (Pashin dan Zeuw, 1980 dalam Yosep 2008.

E. Penyusutan kayu

Penambahan air atau zat cair lain pada zat dinding sel akan menyebabkan

jaringan mikrofibril mengembang, keadaan ini berlangsung hingga titik jenuh serat

tercapai. Dalam proses ini dikatakan bahwa kayu mengembang atau memuai.

Penambahan air seterusnya pada kayu tidak akan mempengaruhi perubahan volume

dinding sel, sebab air yang ditambahkan di atas titik jenuh serat akan ditampung

dalam rongga sel. Sebaliknya jika air dalam kayu dengan kadar air maksimum

dikurangi, maka pengurangan air pertama-tama akan terjadi pada air bebas dalam

rongga sel sampai mencapai titik jenuh serat akan menyebabkan dinding sel kayu itu

menyusut atau mengerut. Dalam hal ini dikatakan bahwa kayu itu mengalami

penyusutan atau pengerutan (Dumanauw, 2001).

Arah penyusutan kayu merupakan faktor yang sangat menentukan besarnya

kembang susut suatu kayu. Kembang susut kayu mempunyai arah tertentu karena

adanya perbedaan struktur pori-pori kayu atau trakeida pada kayu berdaun jarum.

Pada umumnya, terdapat 3 arah penyusutan utama pada kayu 10 yaitu; tangensial,

radial, dan longitudinal (aksial). Tangensial merupakan arah penyusutan searah


dengan arah lingkaran tahun. Besar penyusutan pada arah ini adalah 4,3%-14% atau

rata-rata 10%. Radial merupakan arah penyusutan searah dengan jari-jari kayu atau

memotong tegak lurus lingkaran tahun. penyusutan pada arah ini berkisar antara

2,1%-8,5% atau rata-rata 5 %. longitudinal (aksial) merupakan arah peyusutan searah

dengan panjang kayu atau serat batang kayu. Penyusutan arah ini berkisar antara

0,1%-0,3% atau biasa diperhitungkan 0,3% (Budianto, 2000).

DAFTAR PUSTAKA

Coto Z. 2004. Outline Mata Kuliah Pengeringan Kayu. Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Dunmanauw,J.F. 2001. Mengenal Kayu. Pendidikan Industri Kayu Atas-


Semarang.Kanisius. Yogyakarta.
Ginanjar, R.R. 2011. Sifat dan Jadwal Pengeringan Tiga Jenis Kayu Rakyat (Altingia
excelca, Quercus spp dan Podocarpus imbricatus). Skripsi. Fahutan IPB.
Bogor (tidak dipublikasikan).
Pandit dan Dani, K. 2008. Struktur Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik
Kayu Perdagangan Indonesia
Panshin, A. J and dc Zeuw.1980. Texbookof Wood Tcchnology.14thcd.Mcgraw-Hill
Book Co.
I Ketut, N.P dan Dani K., 2008. Struktur Kayu Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku Dan
Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Fakultas Kehutanan
Instutit Pertanian Bogor.Bogor.
I Ketut, N.P dan Hikmat R., 2002. Anatomi Kayu Pengantar Sifat Kayu Sebagai
Bahan Baku. Fakultas Kehutanan.IPB. Bogor.
Irawan, D. A. N. 2009. Sifat dan Jadwal Pengeringan Beberapa Jenis Kayu Hutan
Rakyat (Acacia mangium, Albizia falcataria, Pterocarpus indicus, dan
Maesopsis eminii ). Skripsi. IPB. Bogor (tidak dipublikasikan).
Sucipto, T. 2009. Struktur Anatomi dan Identifikasi Jenis Kayu.Universitas Sumatra
Utara. Medan.

You might also like