You are on page 1of 11

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MEDULLA SPINALS

OLEH : LISSA DORITAWATY


MAHASISWA ARPL 2017

JURUSAN KEPERWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN


KESEHATAN BANDUNG
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan seringkali
oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan/atau di bawahnya
maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi
defekasi dan berkemih. Cidera medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan
sensasi fungsi motorik volunter total dan tidak komplet : campuran kehilangan sensasi dan
fungsi motorik volunter (Marilynn E. Doenges,1999;338).Cidera medulla spinalis adalah
masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan
perkiraan10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria
usia muda sekitar lebih dari 75% dari seluruh cedera (Suzanne C. Smeltzer,2001;2220). Data
dari bagian rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5 bulan
terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003 angka kejadian angka kejadian untuk fraktur
adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya termasuk angka kejadian untuk cidera medulla
spinalis yang berjumlah 20 orang (12,5%). Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di
bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi
belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di
asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause) (di kutip dari Medical Surgical Nursing,
Charlene J. Reeves,1999). Klien yang mengalami cidera medulla spinalis khususnya bone loss
pada L2-3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan
dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga beresiko mengalami
komplikasi cedera spinal seperti syok spinal, trombosis vena profunda, gagal napas;
pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk
dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan cidera medulla
spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat
teratasi dan klien dapat terhindar dari masalah yang paling buruk.Berdasarkan uraian diatas di
harapkan dengan adanya laporan inti ini yang berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Ny. NS
Dengan Cidera Medulla Spinalis Bone Loss L2-3 di Ruang Orthopaedi Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta” dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan pengalaman nyata tentang asuhan keperawatan dengan kasus cidera
medulla spinalis bone loss L2-3.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengidentifikasi data yang menunjang
b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan
c. Mampu menulis definisi diagnosa keperawatan
d. Mampu menjelaskan rasional diagnosa keperawatan
e. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatan
f. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnosa keperawatan
g. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
h. Mampu melaksanakan evaluasi
i. Mampu mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjang dalam melaksanakan asuhan
keperawatan
j. Mampu mengidentifikasi dalam pemberian penyelesaian masalah (solusi).
BAB II

KONSEP DASAR
A. ANATOMI FISIOLOGI.
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula
spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubang-
lubang paha dan tungkai bawah. Masing-masing tulang dipisahkan oleh disitus
intervertebralis.
Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :
a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya
berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang mirip
dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan karena mempunyai
prosesus spinasus paling panjang.
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk jantung,
berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis.
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah 5
buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang besar ukurnanya
sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Os. Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana ke
5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Os. Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna vertebralis
memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung vertikal pada
daerah leher melengkung kedepan daerah torakal melengkung kebelakang, daerah lumbal
kedepan dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap
pasterior, yaitu torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka mempertahankan
lengkung aslinya kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin
dengna kepala membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul
dimiringkan keatas kearah depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior
adalah sekunder → lengkung servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat
kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di
bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan serta mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh dan
sekaligus bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan cakram
intervertebralis yang lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan
membonkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang
terjadi bila menggerakkan berat badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan
demikian otak dan sumsum belkang terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga
untuk memikul berat badan, menyediakan permukaan untuk kartan otot dan membentuk
tapal batas pasterior yang kukuh untuk rongga-rongga badan dan memberi kaitan pada
iga.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablongata,
menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-lumbalis
pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus medularis, dna
kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang
menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang
berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura anterior
yang dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari
penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan bawah
dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis.

Fungsi sumsum tulang belakang :


1). Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit.
2). Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-sel dalam
ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada karnu pasterior
mendula spinalis.
3). Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung menghantarkan
impuls-impuls menuju karnu anterior medula spinalis.
4). sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan
mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik.
5). Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls saraf
motorik.
6). Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada daerah
torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis beberapa otot
interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah,
serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.

B. PENGERTIAN.
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth,
2001).Trauma medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :
- komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
- tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai daerah
servikal pada lengan, badan dan tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila
saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan
mekanik dapat digunakan.

C. ETIOLOGI.
Penyebab dari Trauma medulla spinalis yaitu :
a. kecelakaan otomobil, industri
b. terjatuh, olah-raga, menyelam
c. luka tusuk, tembak
d. tumor.

D. PATOFISIOLOGI.
Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara (pasien sembuh
sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medulla, (lebih salah satu
atau dalam kombinasi) sampai transaksi lengkap medulla (membuat pasien paralisis).Bila
hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke ekstradul
subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio atau
robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur.

Sirkulasi darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi
proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis
akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema,
lesi, hemorargi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5
- Lesi L1 : Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian dari
bokong.
- Lesi L2 : Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
- Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah.
- Lesi L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
- Lesi L5 : Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

E. MANIFESTASI KLINIS.
a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b. paraplegia
c. tingkat neurologik
d. paralisis sensorik motorik total
e. kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
f. penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. penurunan fungsi pernafasan
h. gagal nafas

F. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK.
a. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi
setelah dilakukan traksi atau operasi
b. Skan ct
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
d. Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya tidak
jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya
tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto ronsen torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada diafragma,
atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi
maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma
torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi

G. KOMPLIKASI.
a. Neurogenik shock.
b. Hipoksia.
c. Gangguan paru-paru
d. Instabilitas spinal
e. Orthostatic Hipotensi
f. Ileus Paralitik
g. Infeksi saluran kemih
h. Kontraktur
i. Dekubitus
j. Inkontinensia blader
k. Konstipasi

H. PENATALAKSANAAN.
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan
yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik.Korban
kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara , Trauma olahraga kontak,
jatuh,atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan
mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal( punggung) ,dengan
kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi, rotasi
atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi dan
kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas papan
untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat
merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus,
patah, atau memotong medula komplit.
Sebaiknya pasien dirujuk keTrauma spinal regional atau pusat trauma karena
personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan
dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah Trauma.Memindahkan pasien,
selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas
papan pemindahan . Pemindahan pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat
yang pasti. Pasien harus dipertahankan dalam posisi eksternal.Tidak ada bagian tubuh
yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain
ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa
ini bukan Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa
bahaya.Sebaliknya kadang- kadang tindakan ini tidak benar.Jika stryker atau kerangka
pembalik lain tidak tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan
tempat tidur dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis ( Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis lebih
lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan
resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.

I.FARMAKOTERAPY.
Berikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon) untuk melawan edema medulla.
Tindakan Respiratori
1) Berikan oksigen untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.
2) Terapkan perawatan yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau eksistensi
leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.
3) Pertimbangan alat pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien dengan
lesi servikal yang tinggi.
Reduksi dan Fraksi skeletal
1) Trauma medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi, dislokasi, dan stabilisasi
koluma vertebrata.
2) Kurangi fraktur servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.
3) Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu traksi
Intervensi bedah = Laminektomi
Dilakukan Bila :
1) Deformitas tidak dapat dikurangi dengan fraksi
2) Terdapat ketidakstabilan signifikan dari spinal servikal
3) Trauma terjadi pada region lumbar atau torakal
4) Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk mengurangi fraktur spinal atau
dislokasi atau dekompres medulla.

J. PENCEGAHAN.
Faktor – faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi usia dan
jenis kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan dengan Trauma
medula spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya pencegahan primer. Untuk
mencegah kerusakan dan bencana ini , langkah- langkah berikut perlu dilakukan :
1) Menurunkan kecepatan berkendara.
2) Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
3) Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
4) Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
5) Mengajarkan penggunaan air yang aman.
6) Mencegah jatuh.
7) Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.
Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan mobil
dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan korban yang tepat
kebagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan
menetap pada medula spinalis.

You might also like