You are on page 1of 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

M DENGAN PNEUMONIA DI
RUANG LUKMAN RSI KENDAL (ANAK)

Dibuat untuk Memenuhi Tugas Komprehensif I

di RSI Kendal

Oleh Kelompok 1

Elfrida Harlina SK 115 014

Elva Alfiana Rokhmah SK 115 015

Istian Yulianto SK 115 024

Jihan Citra Rohayati SK 115 025

Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Kendal, April 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan


Hidayah-Nya, sehingga makalalah ini dapat terselesaikan. Penyusunan
makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan dengan pasien Pneumonia di
ruang Lukman (Bangsal Anak) RSI Kendal ini dimaksudkan untuk
memenuhi penilaian kinerja selama menjalani praktek klinik
Komprehensif I di RSI Kendal.

Kami tim pembuat makalah mengucapkan terimakasih kepada


seluruh CI terutama CI ruang Lukman yang telah bersedia membimbing
kami selama pembuatan makalah di RSI Kendal. Tidak lupa kami ucapkan
kepala seluruh perawat-perawat yang sudah memberikan ilmu dan
membimbing kami selama dalam masa praktik di RSI Kendal. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat di harapkan guna penyempurnaan
makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi masyarakat beserta tim


kesehatan lain di Rumah Sakit Islam Kendal khususnya.

Kendal, April 2017

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 2

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 4


1.2 Tujuan ..................................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN TEORI ....................................................................... 5

2.1 Definisi .................................................................................................... 5


2.2 Konsep Dasar penyakit ........................................................................... 16

BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................... 28

3.1 Pengkajian ................................................................................................ 28


3.2 Analisa Data ............................................................................................ 45
3.3 Diagnosa Keperawatan ............................................................................ 47
3.4 Intervensi ................................................................................................. 48
3.5 Implementasi ........................................................................................... 50
3.6 Evaluasi .................................................................................................... 55

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................ 58

BAB V PENUTUP ....................................................................................... 61

5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 61


5.2 Saran ........................................................................................................ 61

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 62


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia adalah manifestasi dari bronkhoneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di
dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya
(Nurarif, 2015).
Pneumonia adalah keadaan akut pada paru yang di sebabkan oleh karena
infeksi atau iritasi dari bahan kimia sehingga alveoli terisi dengan eksudat
peradangan. (Murwani, 2009).
Penemuan kasus pneumonia balita menurut jenis kelamin Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2013, khususnya Kabupaten Semarang penderita
pneumonia pada balita berjenis laki-laki sejumlah 863 kasus (24,04%) dengan
jumlah balita laki-laki 35.899, dan jumlah penderita 3.590. Adapun yang
berjenis kelamin perempuan ditemukan sejumlah 827 kasus (24,04), dengan
jumlah balita 34.401 dan jumlah penderita 3.440 (Dinkes jateng, 2015).
Berdasarkan dari laporan 31 provinsi diindonesi, ditemukan 477.429 anak
balita dengan pneumonia atau 21,52% dengan proporsi 35,02% pada usia
dibawah satu tahun dan 64,79% pada usia hingga 4 tahun. Jika dirata-rata
sekitar 2.788 anak meninggal setiap harinya akibat pneumonia. (Suriani,
2009).
Di indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi
fokus ketiga dari program Penanggulangan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (PPISPA). Program ini mengupayakan agar istilah
pneumonia lebih dikenal masyarakat, sehingga memudahkan kegiatan
penyuluhan penyebaran informasi tentang penanggualangan pneumonia oleh
tenaga kesehatan (Setiawan, 2009).
Upaya yang penting dalam penyembuhan dengan perawatan yang tepat
merupakan tindakan utama dalam menghadapi pasien bronchopneumonia
untuk mencegah komplikasi yang lebih fatal dan diharapkan pasien dapat
segera sembuh kembali. Intervensi keperawatan utama adalah mencegah
ketidakefektifan jalan nafas. Agar perawatan berjalan dengan lancar maka
diperlukan kerja sama yang baik dengan tim kesehatan yang lainnya, serta
dengan melibatkan pasien dan keluarganya. Berhubungan dengan hal tersebut
di atas, penulis tertarik untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada An.M
dengan Pneumonia di Ruang Lukman III A1 RSI Kendal.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan
Pneumonia.

1.2.2 Tujuan khusus


a. Untuk mengetahui kesenjangan data dan aplikasi asuhan keperawatan
dengan konsep teori Pneumonia pada anak
b. Untuk mengetahui konsep keperawatan Pneumonia pada anak.
c. Untuk mengetahui aplikasi asuhan keperawatan pasien Pneumonia
pada anak.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Sistem Pernapasan


2.1.1 Defenisi
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2).
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia
yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk
mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel.
Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan oksigen maka akan
berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan biasanya
pasien akan meninggal. Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar
manusia yang di gunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel. Dalam
keadaan biasa manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen setiap hari
(24 jam) atau sekitar 0,5 cc tiap menit. Respirasi berperan dalam
mempertahakan kelangsungan metabolisme sel. Sehingga di perlukan
fungsi respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas
mekanisme yang berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan
pembuangan CO2 (hasil pembakaran sel). Terapi oksigen merupakan salah
satu terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi. Tujuan dari
terapi oksigen adalah untuk memberikan transpor oksigen yang adekuat
dalam darah sambil menurunkan upaya bernafas dan mengurangi stress
pada miokardium.

2.1.2 Anatomi Sistem Pernapasan


Anatomi sistem pernapasan terdiri dari beberapa bagian, diantaranya
adalah sebagai berikut.
A. Saluran Pernapasan Atas
1) Hidung
Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh
tulang hidung dan kartilago. Bagian internal hidung adalah
rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung
kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut
septum. Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang
sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa
hidung. Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet
yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke
belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi
sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru.
Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan
melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke
dalam paru-paru. Hidung juga bertanggung jawab terhadap
olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam
mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan
pertambahan usia.
2) Faring (Rongga tekak)
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang kurang
lebih 13 cm yang menghubungkan nasal dan rongga mulut
kepada larings pada dasar tengkorak.
Faring dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
a) Nasofaring, yang terletak di bawah dasar tengkorak,
belakang dan atas palatum molle. Pada bagian ini terdapat
dua struktur penting yaitu adanya saluran yang
menghubungkan dengan tuba eustachius dan tuba auditory.
Tuba Eustachii bermuara pada nasofaring dan berfungsi
menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrane
timpani. Apabila tidak sama, telinga terasa sakit. Untuk
membuka tuba ini, orang harus menelan. Tuba Auditory
yang menghubungkan nasofaring dengan telinga bagian
tengah.
b) Orofaring merupakan bagian tengah farings antara palatum
lunak dan tulang hyodi. Pada bagian ini traktus respiratory
dan traktus digestif menyilang dimana orofaring merupakan
bagian dari kedua saluran ini. Orofaring terletak di
belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah.
Dasar atau pangkal lidah berasal dari dinding anterior
orofaring, bagian orofaring ini memiliki fungsi pada system
pernapasan dan system pencernaan. refleks menelan
berawal dari orofaring menimbulkan dua perubahan
makanan terdorong masuk ke saluran cerna (oesophagus)
dan secara stimulant, katup menutup laring untuk mencegah
makanan masuk ke dalam saluran pernapasan. Orofaring
dipisahkan dari mulut oleh fauces. Fauces adalah tempat
terdapatnya macam-macam tonsila, seperti tonsila palatina,
tonsila faringeal, dan tonsila lingual.
c) Laringofaring terletak di belakang larings. Laringofaring
merupakan posisi terendah dari farings. Pada bagian bawah
laringofaring system respirasi menjadi terpisah dari sitem
digestif. Udara melalui bagian anterior ke dalam larings dan
makanan lewat posterior ke dalam esophagus melalui
epiglottis yang fleksibel.
3) Laring
Larings adalah suatu katup yang rumit pada persimpangan
antara lintasan makanan dan lintasan udara. Laring terangkat
dibawah lidah saat menelan dan karenanya mencegah makanan
masuk ke trakea. Fungsi utama pada larings adalah untuk
melindungi jalan napas atau jalan udara dari farings ke saluran
napas lainnya , namun juga sebagai organ pembentuk suara atau
menghasilkan sebagian besar suara yang dipakai berbicara dan
bernyanyi.
Larings ditunjang oleh tulang-tulang rawan, diantaranya
yang terpenting adalah tulang rawan tiroid (Adam’s apple),
yang khas nyata pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di
bawah tulang rawan ini terdapat tulang rawan krikoid, yang
berhubungan dengan trakea.
Epiglotis terletak diatas seperti katup penutup. Epiglotis
adalah sekeping tulang rawan elastis yang menutupi lubang
larings sewaktu menelan dan terbuka kembali sesudahnya. Pada
dasarnya, Larings bertindak sebagai katup, menutup selama
menelan unutk mencegah aspirasi cairan atau benda padat
masuk ke dalam batang tracheobronchial.
Mamalia menghasilkan getaran dari pita suara pada dasar
larings. Sumber utama suara manusia adalah getaran pita suara
(Frekuensi 50 Hertz adalah suara bas berat sampai 1700 Hz
untuk soprano tinggi). Selain pada frekuensi getaran, tinggi
rendah suara tergantung panjang dan tebalnya pita suara itu
sendiri. Apabila pita lebih panjang dan tebal pada pria
menghasilkan suara lebih berat, sedangkan pada wanita pita
suara lebih pendek. Kemudian hasil akhir suara ditentukan
perubahan posisi bibir, lidah dan palatum molle.
Disamping fungsi dalam produksi suara, ada fungsi lain
yang lebih penting, yaitu Larings bertindak sebagai katup
selama batuk, penutupan pita suara selama batuk,
memungkinkan terjadinya tekanan yang sangat tinggi pada
batang tracheobronchial saat otot-otot trorax dan abdominal
berkontraksi, dan pada saat pita suara terbuka, tekanan yang
tinggi ini menjadi penicu ekspirasi yang sangat kuat dalam
mendorong sekresi keluar.
4) Trakea
Disebut juga batang tenggorok. Ujung trakea bercabang
menjadi dua bronkus yang disebut karina.
B. Saluran Pernapasan Bawah
1) Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri. Kedua bronkus
disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris
kiri (2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10
bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9
bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi
lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh
jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf.

2) Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus.
Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang
memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus
untuk melapisi bagian dalam jalan napas. Bronkiolus
membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia). Bronkiolus
terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori.
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional
antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
Duktus alveolar dan Sakus alveolar: Bronkiolus respiratori
kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus
alveolar dan kemudian menjadi alveoli
3) Alveoli
Alveolus adalah unit fungsional dari paru. Setiap paru
mengandung lebih dari 350 juta alveoli. Masing-masing
dikelilingi banyak kapiler darah. Alveoli bentuknya peligonal
atau heksagonal. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas asinu
terdiri dari bronkhiolus dan repiratorius (lintasan berdinding
tipir dan pendek) yang terkadang memiliki kantong udara kecil
atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveoli seluruhnya
dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis
merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobulus
primer memiliki tangan kira-kira 0,5 sampai dengan 1,0.
Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trakhea sampai
sakus alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
4) Paru-paru
Paru-paru adalah struktur elastis seperti spons. Paru-paru
berada dalam rongga thoraks yang terkandung dalam susunan
tulang-tulang kosta dan letaknya di sisi kiri dan kanan
mediastinum (struktur blok padat yang berada d belakang
tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena
besar, oesophageal dan trakhea).
Paru-paru juga memiliki beberapa organ asesoris sebagai
berikut :
a) Apeks, Apeks paru meluas kedalam leher sekitar 2,5 cm
diatas calvicula.
b) Permukaan costo vertebra, menempel pada bagian
dalam dinding dada.
c) Permukaan mediastinal, menempel pada perikardium
dan jantung.
d) Basis, terletak pada diafragma.

Paru-paru juga di lapisi oleh pleura yaitu parietal pleura


(dinding thorax) dan visceral pleura (membrane serous). Di
antara rongga pleura ini terdapat rongga potensial yang disebut
rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan surfaktan sekitar
10-20 cc cairan yang berfungsi untuk menurunkan gaya gesek
permukaan selama pergerakan kedua pleura saat respirasi.
Tekanan rongga pleura dalam keadaan normal ini memiliki
tekanan -2,5 mmHg.
Paru kanan relatif lebih kecil dibandingkan yang kiri dan
memiliki bentuk bagian bawah seperti concave karena tertekan
oleh hati. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior,
medius dan inferior. Sedangkan paru kiridibagi dua lobus yaitu
lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan
elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula,
bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli.
Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber, yaitu:
- Arteri bronchial yang membawa zat-zat makanan pada bagian
conduction portion, bagian paru yang tidak terlibat dalam
pertukaran gas. Darah kembali melalui vena-vena bronchial.
- Arteri dan vena pulmonal yang bertanggungjawab pada
vaskularisasi bagian paru yang terlibat dalam pertukaran gas
yaitu alveolus.

2.1.3 Fisiologi Oksigenasi

Peristiwa bernapas terdiri dari dua bagian:

a. Menghirup udara (inpirasi)


Inspirasi adalah terjadinya aliran udara dari sekeliling masuk
melalui saluran pernapasan sampai keparu-paru. Proses inspirasi :
volume rongga dada naik/lebih besar, tekanan rongga dada
turun/lebih kecil.
b. Menghembuskan udara (ekspirasi)
Tidak banyak menggunakan tenaga, karena ekspirasi adalah
suatu gerakan pasif yaitu terjadi relaxasi otot-otot pernapasan.
Proses ekspirasi : volume rongga dada turun/lebih kecil, tekanan
rongga dada naik/lebih besar.

Proses pemenuhan oksigen di dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan, yaitu
ventilasi, difusi dan transportasi.

1) Ventilasi

Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke


dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ini di pengaruhi
oleh beberapa factor:
a) Adanya kosentrasi oksigen di atmosfer. Semakin tingginya
suatu tempat, maka tekanan udaranya semakin rendah.
b) Adanya kondisi jalan nafas yang baik.
c) Adanya kemampuan toraks dan alveoli pada paru-paru
untuk mengembang disebut dengan compliance. Sedangkan
recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO2 atau
kontraksinya paru-paru.
2) Difusi
Difusi gas merupakan pertukaran antara O2 dari alveoli ke
kapiler paru-paru dan CO2 dari kapiler ke alveoli. Proses
pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a) Luasnya permukaan paru-paru.
b) Tebal membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas
epitel alveoli dan interstisial. Keduanya dapat
mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan.
c) Pebedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat terjadi
sebagaimana O2 dari alveoli masuk kedalam darah secara
berdifusi karena tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih
tinggi dari pada tekanan O2 dalam darah vena vulmonalis.
d) Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan
mengikat HB.
3) Transportasi gas

Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler


ke jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transfortasi
gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a) curah jantung (kardiak output), frekuensi denyut nadi.


b) kondisi pembuluh darah, latihan perbandingan sel darah
dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta elitrosit
dan kadar Hb.
2.1.4 Etiologi

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan klien mengalami gangguan


oksigenasi menurut NANDA (2013), yaitu hiperventilasi, hipoventilasi,
deformitas tulang dan dinding dada, nyeri,cemas, penurunan
energy,/kelelahan, kerusakan neuromuscular, kerusakan muskoloskeletal,
kerusakan kognitif / persepsi, obesitas, posisi tubuh, imaturitas neurologis
kelelahan otot pernafasan dan adanya perubahan membrane kapiler-
alveoli.

a. Faktor Fisiologi
1) Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada
obstruksi saluran napas bagian atas.
3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan
transport O2 terganggu.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu
hamil, luka, dan lain-lain.
5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyalit
kronik seperti TBC paru.
b. Faktor Perkembangan
1) Bayi prematur yang disebabkan kurangnya pembentukan
surfaktan.
2) Bayi dan toddler adanya risiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi saluran pernapasan
dan merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan : diet yang tidak sehat, kurang
aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-
paru.
5) Dewasa tua : adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru
menurun.
c. Faktor Perilaku
1) Nutrisi : misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi
paru, gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang, diet yang tinggi lemak menimbulkan arterioklerosis.
2) Exercise akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Merokok : nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer
dan koroner.
4) Substansi abuse (alcohol dan obat-obatan) : menyebabkan intake
nutrisi/Fe menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alcohol,
menyebabkan depresi pusat pernapasan.
5) Kecemasan : menyebabkan metabolism meningkat.
d. Faktor Lingkungan
1) Tempat kerja
2) Suhu lingkungan
3) Ketinggian tempat dan permukaan laut.

2.1.5 Tanda dan gejala/ Manifestasi klinik

Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda


gangguan oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot
nafas tambahan untuk bernafas, pernafasan nafas faring (nafas cuping
hidung), dispnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, nafas
dengan mulut, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-
posterior, frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda
dan gejala adanya pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi
gangguan oksigenasi (NANDA, 2013).

Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,


hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan,
sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia,
hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan
kedalaman nafas (NANDA, 2013).
2.1.6 Pemeriksaan Fisik
a. Mata
1) Konjungtiva pucat (karena anemia)
2) Konjungtiva sianosis (karena hipoksemia)
3) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis)
b. Kulit
1) Sianosis perifer (vasokonstriksi dan menurunnya aliran darah
perifer).
2) Penurunan turgor (dehidrasi).
3) Edema.
4) Edema periorbital.
5) Jari dan kuku
6) Sianosis
7) Clubbing finger.
c. Mulut dan bibir
1) Membrane mukosa sianosis
2) Bernapas dengan mengerutkan mulut.
d. Hidung
1) Pernapasan dengan cuping hidung.
2) Adanya distensi vena jugularis / bendungan.
e. Dada
1) Retraksi otot Bantu pernapasan (karena peningkatan aktivitas
pernapasan, dispnea, obstruksi jalan pernapasan.
2) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan dada kanan.
3) Tactil fremitus, thrills (getaran pada dada karena udara/suara
melewati saluran/rongga pernapasan.
4) Suara napas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
5) Suara napas tidak normal (creklerlr/rales, ronkhi, wheezing, friction
rub/pleural friction)
6) Bunyi perkusi (resonan, hiperesonan, dullness).
f. Pola pernapasan
1) Pernapasan normal (eupnea).
2) Pernapasan cepat (tacypnea)
3) Pernapasan lambat (bradypnea).
g. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui


adanya gangguan oksigenasi yaitu:

1) Pemeriksaan fungsi paru

Untuk mengetahui kemampuan paru dalam melakukan pertukaran


gas secara efisien.

2) Pemeriksaan gas darah arteri

Untuk memberikan informasi tentang difusi gas melalui membrane


kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi.

3) Oksimetri
Untuk mengukur saturasi oksigen kapiler.
4) Pemeriksaan sinar X dada

Untuk pemeriksaan adanya cairan, massa, fraktur, dan proses-


proses abnormal.

5) Bronkoskopi

Untuk memperoleh sampel biopsy dan cairan atau sampel


sputum/benda asing yang menghambat jalan nafas.

6) Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
7) Fluoroskopi

Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jantung


dan kontraksi paru.

8) CT-Scan
Untuk mengintifikasi adanya massa abnormal.
h. Patofisiologi

Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan


trasportasi. Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang
masuk dan keluar dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini
terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan
sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang
menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi (penyaluran oksigen
dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi,
difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume
sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas (Brunner & Suddarth, 2002).

2.2 Konsep Dasar Penyakit


2.2.1 Pengertian

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru


yang biasanya dari suatu infeksi saluran nafas bawah akut (ISNBA)
(Sylvia A.price), dengan gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas dan
disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungsi, dan
aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi
dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran radiologis
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencim paru, dari
broncheolus yang mencakup terminalis yang mencakup broncheeolus
respiratorius, dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas (Dahlan, 2014. Hal. 2190).

2.2.2 Etiologi
Beberapa penyebab dari pneumonia yaitu:
a. Bakteri : streptococus pneumoniae, staphylococus aureus.
b. Virus : Influenza, parainfluenza, adenovirus.
c. Jamur : Candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidioido
mycosis, ryptococosis, pneumocytis carini.
d. Aspirasi : Makanan, cairan, lambung.
e. Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas.

Pneumonia virus bisa disebabkan oleh:Virus sinsisial pernafasan,


Hantavirus, Virus influenza,Virus parainfluenza,Adenovirus, Rhinovirus,
Virus herpes simpleks, Micoplasma (pada anak yang relatif besar). Pada
bayi dan anak-anak penyebab yang paling sering adalah:

a. Virus sinsisial pernafasan


b. Adenovirus
c. Virus parainfluenza
d. virus influenza.

2.2.3 Tanda dan gejala/ Manifestasi klinis

Batuk nonproduktif, Ingus (nasal discharge), Suara napas lemah,


Retraksi intercosta, Penggunaan otot bantu nafas, Demam, Ronchii,
Cyanosis, Leukositosis, Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar,
Batuk, Sakit kepala, Kekakuan dan nyeri otot, Sesak nafas, Menggigil,
Berkeringat, Lelah.
Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah:
a. kulit yang lembab
b. mual dan muntah
c. kekakuan sendi.

2.2.4 Pemeriksaan fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya


bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
a. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,
interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
b. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan
adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang
terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan
yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif
selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas
menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada
dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae
supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal
yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang
semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir
dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anak yang lebih tua.
c. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan
pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan
tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan
nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”,
yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan
kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak
ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.Pengembangan
cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan
hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan
resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga
menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif
faring selama inspirasi.
d. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.Konsolidasi
yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi
perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi
energi vibrasi akan berkurang.
e. Pada perkusi tidak terdapat kelainan.
f. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada
tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang
mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang
atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar
(tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret
jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

2.2.5 Pemeriksaan penunjang


a. Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung
jenis bergeser ke kiri.
b. Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah
menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion
mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat
tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis
metabolik, dan gagal nafas.
c. Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi
dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap
penanganan awal.
d. Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di
seluruh lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis
biasanya sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada
infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat daripada
keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
e. Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobari
f. Penebalan pleura pada pleuritis.
g. Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura,
pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel.

2.2.6 Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif.


Ada beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari
infeksi. Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan
dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu
partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan
dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik,
dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki
antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari
pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak
mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis
kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan
neurologis yang memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan
kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas. Pada anak tanpa faktor-
faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat mencapai paru melalui
perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang normal. Ini
paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus
tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan
pneumonia virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap
mekanisme pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen
menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan
organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas
atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui
penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan
virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus
herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari
sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons
inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi
leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag.
Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas
pada foto toraks. Virus mikoplasma dan klamidia menyebabkan inflamasi
dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur submukosa yang
menyebabkan sel-sel masuk ke saluran pernapasan.
2.2.7 Pathway

sistem pertahanan
Organisme
terganggu

Virus Sel napas bagian bawah Stapilococcus


pneumotoraks

Kuman Patogen Trombus


Eksudat masuk ke
mencapai bronkioli
alveoli
terminalis dan Toksin,
merusak sel epitel koagulase
Sel darah merah,
bersilia, sel goblet
leukosit,
Permukaan lapisan
pneumokokus
cairan edema + pleura tertutup tebal
mengisi alveoli
leukosit ke alveoli eksudat trombosit
vena pulmonalis
Leukosit + fibrin
Konsolidasi paru
mengalami konsolidasi
Nekrosis
Kapasitas vital, hemoragik
Leukositosis
compiance menurun,
hemorogik Suhu tubuh
meningkat
Intoleransi aktifitas
Abses
Hipertemi
pneumatocele
(kerusakan
jaringan parut

Ketidakefektifan pola

Produksi nafas
Ketiakefektifan
sputum
bersihan jalan nafas
meningkat
2.2.8 Penatalaksanaan
a. Bila dispnea berat berikan Oksigen
b. IVFD ; cairan DG 10 % atau caiara 24 Kcl, Glukosa 10 % tetesan
dibagi rata dalam 24 jam.
c. Pengobatan: Penicilin Prokain 50.000 unit / kg BB / hari dan
Kloramfenikol 75 mg /kg BB/ hari dibagi dalam 4 dosis

2.2.9 Komplikasi
a. Abses paru
b. Edusi pleura
c. Empisema
d. Gagal nafas
e. Perikarditis.

2.2.10 Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1) Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya,
yang meliputi: nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir,
alamat, agama, tanggal pengkajian.

2) Keluhan Utama
Sering menjadi alasaan klein untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah Sesak napas, batuk berdahak, demam, sakit
kepala, nyeri dan kelemahan.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)


Penderita pneumonia menampakkan gejala nyeri, sesak napas,
batuk dengan dahak yang kental dan sulit dikeluarkan, badan
lemah, ujung jari terasa dingin.
4) Riwayat Kesehatan Terdahulu (RKD)
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien sebelum masuk rumah
sakit, kemungkinan pasien pernah menderita penyakit sebelumnya
seperti : asthma, alergi terhadap makanan, debu, TB dan riwayat
merokok.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)


Riwayat adanya penyakit pneumonia pada anggota keluarga yang
lain seperti : TB, Asthma, ISPA dan lain-lain.

6) Data Dasar pengkajian pasien


a) Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia, kelemahan.
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b) Sirkulasi
Gejala: Riwayat adanya gagal jantung kronis.
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
c) Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat
diabetes mellitus.
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi), hiperaktif bunyi usus.
d) Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perubahan mental (bingung, somnolen)
e) Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk),
imralgia, artralgia, nyeri dada substernal (influenza).
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit
untuk membatasi gerakan).
f) Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas),
dispnea, dispnenia progresif, pernapasan dangkal, penggunaan
otot aksesori, pelebaran nasal.
Tanda : Sputum: merah muda, berkarat atau purulen.
Perkusi: pekak datar area yang konsolidasi.
Premikus: taktil dan vocal bertahap meningkat dengan
konsolidasi gesekan friksi pleural.
Bunyi nafas menurun tidak ada lagi area yang terlibat, atau
napas bronkial.
Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku.
g) Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun, misal SLE,AIDS,
penggunaan steroid, kemoterapi, institusionalitasi, ketidak
mampuan umum, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan
mungkin ada pada kasus rubeola, atau varisela.
h) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol
kronis Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama - lama
dirawat 6 – 8 hari Rencana pemulangan: bantuan dengan
perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah. Oksigen mungkin
diperlukan, bila ada kondisi pencetus.

b. Diagnosa :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan ketidak
mampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.
2. Pola napas tidak efektif b/d kelemahan otot pernapasan.
3. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan umum
c. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


Keperawatan
1. Ketidakefektifan NOC: NIC:
bersihan jalan nafas Setelah diberikan - Lakukan
tidak efektif asuhan pengkajian tiap
keperawatan ... x 4 jam terhadap
24 jam RR, S, dan
diharapkan tanda-tanda
masalah ketidakefektifa
keperawatan n jalan napas.
dapat teratasi - Lakukan
dengan kriteria fisioterapi dada
hasil: secara
a. Mendapatkan terjadwal.
bersihan - Berikan
napas yang oksigen lembab
efektif dan dan kaji
suara nafas ketidakefektifa
yang bersih, n terapi
tidak ada - Kolaborasikan
sianosis, pemberikan
dyspnea, antibiotik dan
mampu antipiretik
mengeluarkan sesuai advice,
sputum. kaji efek
b. Menunjukkan samping yang
jalan nafas ditimbulkan.
yang paten - Kolaborasikan
(frekuensi adanya
pernapasan pengambilan
dalam batas photo thoraks.
normal, tidak
ada suara
abnormal).

2. Ketidakefektifan pola NOC: NIC:


nafas Setelah diberikan - Posisikan pasien
asuhan untuk
keperawatan memaksimalkan
selama ... x 24 ventilasi.
jam, digharapkan - Identifikasi
masala perlunya
keperawatan pemasangan alat
dapat teratasi jalan nafas
dengan kriteria buatan.
hasil: - Monitor
a. Mendapatkan respirasi dan
bersihan status O2 .
napas yang - Bersihkan
efektif dan sekret hidung,
suara nafas mulut, dan
yang bersih, trakhea.
tidak ada - Monitor aliran
sianosis, oksigen
dyspnea, - Pantau RR,
mampu Nadi, suhu, dan
mengeluarkan TD.
sputum. - Auskultasi
b. Menunjukkan daerah thoraks.
jalan nafas - Pertahankan
yang paten posisi pasien.
(frekuensi - Anjurkan untuk
pernapasan mengelluarkan
dalam batas sekret saat batuk
normal, tidak - Anjurkan untuk
ada suara melakukan
abnormal). tepuk dada saat
batuk.
- Kolaborasikan
dengan dokter
terkait
pemberian
antibiotik dan
antipiretik
sesuai program.

3. Intoleransi aktivitas NOC: NIC:


Setelah - Observasi TD,
melakukan RR, Nadi setiap
tindakan 4 jam sekali.
keperawatan - Bantu pasien
selama ...x24 untuk
jam,diharapkan melakukan ADL
masalah sehari-hari.
keperawatan - Bantu pasien
dapat teratasi mendapatkan
dengan kriteria posisi yang
hasil: nyaman.
a. Dapat - Ajarkan kepada
beraktivitas pasien terkait
dengan pengetahuan
normal tanpa penyakit
disertai pneumonia
adanya - Kolaborasikan
peningkatan dengan dikter
RR, nadi, terkait pemberan
dan TD. obat-obatan.
b. Mendapatkan
status
pertukaran
gas dan
ventilasi
yang
adekuat.

You might also like