You are on page 1of 14

CASE REPORT

TUMOR CAVUM NASI DAN TUMOR SINUS PARANASAL

Pembimbing:

dr. Magdalena Kabiu, Sp. THT-KL

DisusunOleh :
Temmy Hadinata Wiranegara
1261050063

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT


RSUD TARAKAN
PERIODE 09 MEI – 11 JUNI2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
TARAKAN
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

Tumor hidung dan sinus paranasal umumnya jarang ditemukan, baik yang

jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar negeri, kejadian yang ganas

hanya sekitar 1% dari keganasan tumor yang terjadi pada bagian tubuh lainnya

dan 3% dari jumlah keganasan pada daerah kepala dan leher.

Insiden tertinggi keganasan sinus paranasal ditemukan di Jepang, yaitu 2 –

3.6 per 100.000 penduduk pertahun. Di departemen THT FKUI RS Cipto

Mangunkusumo, keganasan ini ditemukan 10 – 15% dari seluruh tumor ganas

THT. Laki – laki ditemukan lebih banyak dibanding wanita dengan rasio 2:1. Di

Inggris, setiap tahunnya didapatkan 440 kasus. Dari semua kasus tersebut, 30 -

40% didiagnosis dengan tumor pada sinus maksilaris, 40 – 50% pada kavum nasi,

dan 10 – 15% pada sinus ethmoid. Biasanya sangat sulit untuk dideteksi dari mana

asal tumor berasal karena rongga hidung dan rongga sinus paranasal sangat dekat

berhubungan. Di Amerika Serikat, terdapat 2.000 kasus setiap tahunnya dan

sangat berhubungan dengan faktor usia di mana 4 dari 5 kasus terjadi pada usia 55

tahun ke atas.

Tumor ganas tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%), disusul oleh

karsinoma tanpa diferensiasi dan tumor asal kelenjar. Sinus maksila adalah yang

tersering terkena (65-80%), disusul sinus etmoid (15-25%), hidung (24%),

sedangkan sinus sfenoid dan frontal jarang terkena. Metastasis ke kelenkar leher
jarang terjadi, ( kurang dari 5%), karena rongga sinus sangat miskin dengan

sistem limfa, kecuali apabila sel tumor sudah menginvasi jaringan lunak pada

hidung dan pipi yang kaya akan sistem limfatik. Metastasis jauh juga jarang

ditemukan (kurang dari 10%), dan organ yang paling sering terkena pada

metastasis jauh adalah hati dan paru.

Secara statistik dari semua pasien yang didiagnosis dengan tumor kavum

nasi dan sinus paranasal, 35 – 60% akan bertahan sampai 5 tahun lebih, tetapi

angka tersebut dapat berubah berdasarkan jenis tumor, sejauh mana metastasisnya,

dan seberapa cepat pertumbuhan dari tumor tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tumor rongga hidung atau tumor cavum nasiadalah tumor yang

terdapatpada rongga hidung. Cavum nasi atau rongga hidung dimulai dari

vestibulum nasi, melewati rongga sepanjang atap mulut ( palatum durum dan

palatum mole ) dan kemudian berakhir di nasofaring.


Tumor sinus paranasal adalah tumor yang tumbuh pada sinus - sinus

paranasal, terdapat 4 sinus yang terhubung dengan rongga hidung melewati

beberapa meatus dalam rongga hidung, yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis,

sinus ethmoidalis, dan sinus sfenoidalis.

2.2 Etiologi

Penyebab dari beberapa jenis kelainan tumor belum diketahui, tetapi diduga

beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab, antara lain nikel,

debu kayu, kulit, formaldehid, kromium, minyak isopropil, dan lain – lain. Pekerja

dibidang ini mendapat kemungkinan terjadinya tumor lebih besar. Alkohol, asap

rokok, makanan yang diasinkan atau yang diasap diduga meningkatkan

kemungkinan terjadinya keganasan.


2.3 Patofisiologi

Benda asing (asap rokok, nikotin, debukayu, nikel, kromdll) masuk kedalam

rongga hidung secara terus-menerus dalam waktu yang lama sehingga

menyebabkan inflamasi kronis yang menyebabkan perubahan struktur dan

mukosa hidung sehingga menimbulkan obstruksi rongga hidung yang dapat

mengenai septum nasi sehingga menyebabkan deviasi. Massa kavum nasi ini

menyebabkan edema pada mukosa hidung akibat gangguan aliran limfe dan vena

serta membentuk masa tumor pada cavum nasi. Tumor dapat menginvasi kearah

atas sampai kedalam fossa kranialis dan kearah lateral sampai kedalam orbita.

2.4 Gejala Klinik

Beberapa gejala yang dapat dirasakan oleh pasien akibat pertumbuhan

tumor. Gejala yang terjadi dapat berupa gabungan dari gejala nasal, gejala orbital,

gejala oral, gejala fasial, dan gejala intrakranial. Setiap gejala yang dapat terjadi

antara lain :

 Obstruksi hidung  Epifora


 Rinorea  Gangguan visus
 Epistaksis  Nyeri pada gigi
 Ingus berbau  Benjolan pada palatum
 Hiposmia  Penonjolan pipi
 Deformitas hidung  Nyeri
 Post nasal drips  Anestesia
 Diplopia  Cephalgia
 Proptosis  Likuorea
 Penonjolan mata  Trismus
 Oftalmoplegia

2.5 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menegakan diagnosis setelah melakukan

anamnesis. Saat memeriksan pasien, pertama tama perhatikan wajah pasien

apakah ada asimetri atau deviasi/distorsi. Jika ada proptosis, perhatikan arah

pendorongan bola mata. Jika mata terdorong ke atas berarti tumor berasal dari

sinus maksilaris, jika ke arah bawah dan lateral berarti tumor berasal dari sinus

frontalis atau sinus etmoidalis.

Selanjutnya periksa dengan seksama kavum nasi dan nasofaring melalui

rinoskopi anterior dan posterior. Deskripsi massa sebaik mungkin, apakah

permukaannya licin, merupakan pertanda tumor jinak atau permukaan berbenjol

benjol, rapuh dan mudah berdarah, merupakan pertanda tumor ganas. Jika dinding

lateral cavum nasi terdorong ke medial berarti tumor berada di sinus maksila.

Untuk memeriksa rongga oral, di samping inspeksi lakukanlah palpasi gusi rahang

atas dan palatum, apakah ada nyeri tekan, penonjolan, atau gigi goyah.

Pemeriskaan naso-endoskopi dan sinuskopi dapat membantu menemukan

tumor dini. Adanya pembesaran kelenjar leher juga perlu dicari meskipun tumor

ini jarang bermetastasis ke leher.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Foto polos sinus paranasal kurang berfungsi dalam mendiagnosa dan

menentukan perluasan tumor, kecuali pada tumor tulang seperti osteoma. Tetapi

foto polos tetap berfungsi sebagai diagnosis awal, terutama jika ada ada erosi

tulang dan perselubungan pada unilateral, harus dicurigai keganasan dan buatlah

tomogram atau CT Scan. CT Scan merupakan sarana terbaik karena lebih jelas

memperlihatkan perluasan tumor dan destruksi tulang. MRI dapat membedakan


jaringan tumor dan jaringan normal tetapi kurang begitu baik dalam

memperlihatkan destruksi tulang. Foto polos paru diperlukan untuk melihat

adanya metastase tumor di paru.

2.7 Penatalaksanaan

Pembedahan atau lebih sering bersama dengan modalitas terapi lainnya

seperti radiasi dan kemoterapi sebagai ajuvan sampai saat ini masih merupakan

pengobatan utama untuk keganasan di hidung dan sinus paranasal. Pembedahan

masih diindikasikan walaupun menyebabkan morbiditas yang tinggi buka terbukti

dapat mengangkat tumor secara lengkap. Pembedahan dikontraindikasikan pada

kasus kasus yang telah bermetastasis jauh, sudah meluas ke sinus cavernosus

bilateral atau tumor sudah mengenai kedua orbita.

Kemoterapi bermanfaat pada tumor ganas dengan metastasis atau residif

atau jenis yang sangat baik dengan kemoterapi misalnya limfoma malignum. Pada

tumor jinak dilakukan ekstripasi tumor sebersih mungkin. Bila perlu dilakukan

dengan cara pendekatan rinotomi lateral atau degloving (peningkapan). Untuk

tumor ganas, tindakan operasi harus seradikal mungkin, Biasanya dilakukan

maksilektomi, dapat berutama masilektomi medial, total, atau radikal.

Maksilektomi radikan dilakukan misalnya pada tumor yang sudah mengenai

seluruh dinding sinus maksila dan sering juga masuk ke rongga orbita, sehingga

pengangkatan maksila dilakukan secara en bloc disertai eksenterasi orbita. Jika

tumor sudah masuk ke rongga intrakranial dilakukan reseksi kraniofasial atau

kalau perlu kraniotomi, tindakan dilakukan dalam tim bersama dokter bedah saraf.

2.8 Prognosis
Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang

mempengaruhi prognosis keganasan hidung dan sinus paranasal. Faktor – faktor

tersebut seperti, perbedaan diagnosis histologi, asal tumor primer, perluasan

tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas sayatan, terapi

adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up, dan banyak lagi

faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil

pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini.

Walaupun demikian, pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan

memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan

meningkatkan akan bertahan hidup selama 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh

stadium tumor.
BAB III

PEMBAHASAN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. B
Umur : 22 tahun
NomorRekamMedik : 26 29 56
JenisKelamin : Laki - laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
PendidikanTerakhir :-
Alamat : Jalan flamboyant, RT 27. Kota Tarakan
Tanggalmasuk : 11/05/2016

II. ANAMNESIS

 KeluhanUtama :

Pilekhilangtimbulsejak 1 tahun yang lalu.

 RiwayatPenyakitSekarang :

Pasien datang ke poliklinik THT dengan keluhanhidungpilek dan

mengeluarkan lendir/ingussudahsejak1tahun SMRS. Keluhantersebut

terjadi terus menerus terutama pada hidung sebelah kiri. Pilek umumnya

timbul terus menerus terutama saat pasien bekerja sebagai buruh

bangunan ketika terkena debu. Sebelumnyapasien hanya minum obat

yang dibeli di warung untuk meredakan gejala pileknya, namun tidak ada

perbaikan dan keluhan sering muncul kembali. Pasien juga melihat ada
benjolan dalam rongga hidung sebelah kiri Tidak ada keluhan pada

telinga dan tenggorokan.

 RiwayatPenyakitDahulu

Pasienbelumpernahmengalamihalsepertiinisebelumnya

 RiwayatPenyakitKeluarga

Anggotakeluarga lain tidakpernahmengalamikeluhan yang

samadenganpasien

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status internus

 Keadaan Umum : tampaksakitringan


 Kesadaran : composmentis
 Tanda Vital :
 Tekanan Darah : 125/75mmHg
 Nadi : 72x / menit
 Pernapasan : 18 x / menit, teratur
 Suhu : 36.5 0C
 Tinggi Badan : 162 Cm
 Berat Badan : 49.5 Kg
 Mata : Tidak dilakukan
 Telinga : Dalam batas normal
 Hidung : massa (-/+), sekret (-/+)
 Mulut : Dalambatas normal.
 Leher : Tidak dilakukan
 Thorak : Tidak dilakukan
 Abdomen : Tidak dilakukan
 Ekstremitas : Tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 CT Scan : Massa pasa sinus maksilaris sinistra yang meluas ke sinus


ethmoidalis dan ke cavum nasi sinistra
 Foto Thorax : Tidak didapatkan dalam berkas rekam medik.
 Pemeriksaan Laboratorium :
 Hemoglobin: 12.9 g/dL  MCHC : 34.8 g/dL
 Hematokrit : 37.1 %  GDS : 100 mg/dL
 Eritrosit : 4.09 juta /ul  Ureum : 21.7 mg/dL
 Leukosit : 4.7 ribu / ul  Kreatinin : 0.93 mg/dL
 Trombosit : 256 ribu / ul  SGOT : 10 U/l
 MCV : 90.7 fL  SGPT : 14 U/l
 MCH : 31.5 pg

V. DIAGNOSA KERJA

Tumor cavum nasi sinistra & Tumor sinus maxilaris sinistra

VI. PENATALAKSANAAN

 Medikamentosa
 Pre-operasi
 Ceftriaxone 1 gram
 Metronidazole 500mg
 Post-operasi
 Levofloxacin 2x500mg
 Asam Tranexamat 3x1
 Meloxicam 2x15mg
 Non-medikamentosa

Ekstirpasi tumor.

VII.PROGNOSIS

Quo Ad Sanam : dubia ad bonam


Quo Ad fungionam : dubia ad bonam
Quo Ad Vitam :dubia ad bonam
BAB IV

PEMBAHASAN

Padalaporankasusiniakandibahaspasien Tn. B usia 59 tahun.Pasien datang

ke poliklinik THT dengan keluhanhidungpilek dan mengeluarkan

lendir/ingussudahsejak1tahun SMRS. Keluhantersebut terjadi terus menerus

terutama pada hidung sebelah kiri. Pilek umumnya timbul terus menerus terutama

saat pasien bekerja sebagai buruh bangunan ketika terkena debu.

Sebelumnyapasien hanya minum obat yang dibeli di warung untuk meredakan

gejala pileknya, namun tidak ada perbaikan dan keluhan sering muncul kembali.

Pasien juga melihat ada benjolan dalam rongga hidung sebelah kiri Tidak ada

keluhan pada telinga dan tenggorok. Keluhan tambahan berupa mimisan dan

kurang penciuman. Gejala pada pasien mungkin hanya terbatas pada gejala nasal

tanpa disertai gejala lain, tetapi bukan berarti pasien tidak dapat didiagnosis tumor

cavum nasi, hal ini karena berdasarkan pemeriksaan CT Scan radiologi sudah

dapat membuktikan letak kelainan yang teradapat pada pasien.

Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini adalah ekstirpasi tumor dan

pengobatan medikamentosa berupa antibiotik. Secara teori umumnya disertai

dengan pengobatan sitostatistik dan radioterapi. Namun, karena tidak dilakukan

pemeriksaan patologi anatomi maka pengobatan kemoterapi tidak mungkin

dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Roezin A, Armiyanto. Tumor hidung dan Sinonasal. In: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi 7. Badan Penerbit FKUI, Jakarta. 2015. :154-
7

American Cancer Society. Nasal Cavity and Paranasal Sinus Cancers. Bethesda :
ACS 2015. Available from
:http://www.cancer.org/cancer/nasalcavityandparanasalsinuscancer/

National Cancer Institute. Nasal Cavity and Paranasal Sinus Cancers. Geneva :
WHO 2011. Available from :http://www.cancer.gov/types/head-and-
neck/patient/paranasal-sinus-treatment-pdq

Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher


Indonesia. Tumor Sinonasal. Jakarta : PERHATI-KL 2015. Available from :
http://www.rscm.quality-journey.com/wp-content/uploads/2016/02/Tumor-
Sinonasal.pdf

You might also like