Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Sutriyaningsih 1807097
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi PIN. Holt
menemukan pada otopsi bayi-bayi lahir mati dan yang meninggal dalam 2
minggu pertama, 30% PI. Menurut Saxena 13,1% kematian perinatal oleh PI.
Angka kematian PI pada bayi prematur 5x lebih tinggi daripada bayi cukup
bulan. Perdarahan intrakranial pada neonatus (PIN) tidak jarang dijumpai.
PIN mempunyai arti penting karena dapat menyebabkan kematian atau cacat
jasmani dan mental. Perdarahan Intrakrania ialah perdarahan dalam rongga
kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya
Perdarahan Intrakranial banyak. Sering Perdarahan Intrakranial tak
dikenal/dipikirkan karena gejala - gejalanya tidak khas. Perdarahan
Intrakranial meliputiPerdarahan epidural,Perdarahan subdural,Perdarahan
subaraknoid, Perdarahan intraserebral/parenkim dan intraventrikuler.
Penatalaksanaan dan penanggulangan Perdarahan Intrakranial Neonatus
masih kurang memuaskan. Untuk menurunkan angka kejadian perdarahan
intrakranial neonatus, usaha yang lebih penting ialah profilaksis seperti
perawatan prenatal, pertolongan persalinan dan perawatan postnatal yang
sebaik-baiknya. Pada umumnya prognosis perdarahan intrakranial neonatus
tidak terlalu menggembirakan.
B. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah
sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah mendeskripsikan konsep
perdarahan intrakranial pada bayi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada bayi dengan
masalah perdarahan intrakranial.
b. Mahasiswa mampu menganalisa data bayi dengan masalah
perdarahan intrakranial.
c. Mahasiswa mampu menyusun rencana dan intervensi keperawatan
terhadap bayi dengan perdarahan intrakranial.
d. Mahasiswa mampu melakukan implementasi sesuai dengan
intervensi keperawatan yang telah disusun.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap implementasi
keperawatan yang telah dilaksanakan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
B. Etiologi
a. Trauma kelahiran
1. Partus biasa
pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan serta disproporsi antara
kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi molase yang dapat memicu
terjadinya perdarahan.
2. Partus buatan (ekstraksi vakum, forsep, cunam)
Pada penggunaan ekstraksi vakum, terjadi kompresi negatif pada kepala
bayi di daerah fronto oksipital dan mengakibatkan pemanjangan
diameter fronto oksipital dari kepala bayi. Akibatnya, terjadi
renggangan yang berlebihan dengan tendensi laserasi tentorium atau
falks serebri, rupturnya vena Galen, sinus strait, sinus sagitalis
inferior,sobeknya ateri - vena meningia media dan vena superfisial
serebri serta rupturnya bridging veins di subaraknoid. Ruptur pada salah
satu pembuluh darah ini akan mengakibatkan perdarahan intrakranial.
Perdarahan intrakranial sering terjadi apabila lamanya teraksi lebih dari
10 menit 12 dan frekuensi lepasnya cup ekstraktor sebanyak lima kali
atau lebih.
b. Bukan trauma kelahiran
Pada umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan. Faktor dasar ialah
prematuritas dan yanglain merupakan faktor pencetus perdarahan
intrakranial seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat timbul pada
syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kejang-kejang, kelainan jantung bawaan,
hipotermin serta hiperosmolalitas/hipernatremia. Ada pula perdarahan
intrakranial yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan
pembekuan darah.
C. Manifestasi Klinik
Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan pada neonatus
yang mengalami perdarahan intrakranial.
a. Muntah
b. Sakit kepala
c. Diplopia
d. Papil edema
e. Pembesaran lingkar kepala
f. Ubun ubun besar membonjol
g. Trias Cushing :bradikardi, hipertensi,pernafasan ireguler
h. Herniasi otak
D. Patofisiologi
Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan
pembuluh - pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan
yang bukan karena trauma kelahiran, faktor penyebabnya ialah
prematuritaspada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional
dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa
tempattertentu jalannya berkelok kelok, kadang - kadang membentuk huruf U
sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor - faktor pencetus
(hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan
intraventrikuler/periventrikuler.
Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena
meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang
ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis
perdarahan intrakranial yang banyak dijumpai pada bayi cukup bulan. Di sini
perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan
rongga subduraldengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural
lebih sering pada bayi cukup bulan daripada bayi kurang bulansebab pada
bayi kurang bulan vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase
tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung
perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium
serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala
dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala -
gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang
obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun.
Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid
yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan
subaraknoid dapat dibuktikan denganfungsi likuor.
Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam
parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma
kepala yang sangat hebat (kecelakaan).
Dari semua jenis perdarahan intrakranial, perdarahan periventrikuler
memegang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada
bayi prematur. Sekitar 75-90% perdarahan periventrikuler berasal dari
jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar
ventrikel lateral.Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting
ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan
kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan
pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga
mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan
perdarahanintraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena
hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma
ekspander. Keadaan ini dapat meninggikantekanan darah otak yang
diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.
Perdarahan ini berhubungan dengan luasnya kerusakan jaringan otak.
Massa perdarahan menyebabkan destruksi dan kompresi langsung terhadap
jaringan otak sekitarnya.Volume perdarahan menyebabkan tekanan dalam
otak meninggi dan mempunyai efek terhadap perfusi jaringan otak serta
drainage pembuluh darah. Perubahan pembuluh darah ini lebih nyata/berat
pada daerah perdarahan karena efek mekanik langsung, menyebabkan
iskhemik dan jeleknya perfusi sehingga terjadi kerusakan sel-sel otak. Volume
perdarahan merupakan hal yang paling menentukan dari hasil. Akhirnya hal
lain yang paling menentukan yaitu status neurologis dan volume darah
didalam ventrikel.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan
intraventrikuler/periventrikuler. Pada pemeriksaan likuor dapat dijumpai
tekanan yang meninggi, warna merah/santokrom, kadar protein meninggi,
kadar glukosa menurun. Bila cairan likuor berwarna merah/santokrom
berarti terdapat beberapa ribu sel darah merah/mm3 maka dianjurkan CT
scan untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan.
2. Pemeriksaan darah dapat ditemukan tanda-tanda anemi
posthemoragik, analisa gas darah, gangguan pembekuan darah karena
rendahnya fibrinogen, trombosit, atau antitrombin terutama pada
perdarahan intrakranial neonatus non traumatik. Namun faktor-faktor ini
akan menjadi normal bila keadaan bayi membaik.
3. Foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya
fraktur yang sukar dibedakan dengan sutura, lipatan-lipatan kulit kepala
dan molase.
4. Pemeriksaan ultrasonograf (USG) kerap kali digunakan untuk
menentukan derajat perdarahan intraventrikuler sebagai berikut:
- Derajat 0 : tidak ada perdarahan intrakranial
- Derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah sub ependimal
- Derajat II : perdarahan intraventrikuler
- Derajat III: perdarahan intraventikuler hingga terjadi dilatasi
ventrikel
- Derajat IV: perdarahan intraventrikuler hingga terjadi dilatasi
ventrikel dengan perluasan ke parenkim otak
5. Pemeriksaan computerized tomography (CT scan) dapat digunakan
untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan intrakranial pada semua
jenis perdarahan intrakranial neonatus. Pada CT Scan tampak daerah
hipodensity disekitar hematome, ini disebabkan karena extravasasi serum
dari hematome tersebut. Sementara itu MRI dapat digunakan untuk
menentukan umur perdarahan dan akhibat perdarahan terhadap proses
melinisasi otak.
F. Penatalaksanaan
Diusahakan tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang
lebih parah pada bayi dengan dirawat secara intensif diruang NICU (Neonatal
Intensive Care Unit) yaitu dengan :
a. Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi
kontinu dan pemberian O2
b. Perlu diobservasi secara cermat: suhu tubuh, derajat kesadaran,
besarnya dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan,
frekuensi jantung (bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis
kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis
lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik.
c. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam
koma diberikan 02.
d. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta
penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk
mengurangi tekanan vena serebral.
e. Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertimbangkan.
f. Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa
larutan glukosa (5-10%) dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1 atau
glukosa 5--10% dan Nabik 1,5% dengan perbandingan 4:1.
g. Pemberian obatobatan :
valium/luminal bila ada kejang. Dosis valium 0,3--0,5
mg/kgBB, tunggu 15 menit, jika belum berhenti diulangi dosis
yang sama. Bila berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus
30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2
dosis selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis
sambil perhatikan keadaan umum seterusnya.
kortikosteroid berupa deksametason 0,5--1 mg/kgBB/24
jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak.
antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi
sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan.
Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial,
mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor
dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks.
Tindakan bedah darurat bila terjadi perdarahan/hematoma epidural walaupun
jarang dilakukan explorative burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan
kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat. Pada
perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan
dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi
menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler
karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel
lateral dan atrium kanan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BAYI
DENGAN PERDARAHAN INTRAKRANIAL
A. Pengkajian
1. Identitas Klien dan Penanggungjawab
Identitas sangat diperlukan dalam dokumentasi, karena sebelum
melakukan segala bentuk tindakan medis termasuk tindakan keperawatan
perlu dipastikan kembali identitas klien agar tidak terjadi kesalahan.
Karena klien adalah neonatus maka identitas orang tua atau
penanggungjawab juga perlu dicantumkan
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama.
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat persalinan sekarang
riwayat penyakit menular seksual, riwayat perawatan antenatal, riwayat
persalinan seperti ada/tidaknya ketuban pecah dini, partus lama atau
sangat cepat (partus presipitatus).
d. Riwayat persalinan dahulu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat kesehatan lingkungan
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
h. Imunisasi
3. Pengkajian Fisik
a. Kesadaran dan keadaan umum
Adanya gangguan kesadaran antara lain apati, somnolen, sopor atau
bahkan koma. Biasanya neonatus tidak mau minum, menangis lemah
dan merintih (cephalic cry).
Nilai tertinggi dari pemeriksaan GCS adalah 15 dan terendah adalah 3.
Berdasarkan nilai GCS, cedera kepala dapat dibagi atas:
- Cedera kepala ringan (mild head injury) GCS 14-15
- Cedera kepala sedang (moderate head injury) GCS 9-13
- Cedera kepala berat (severe head injury) GCS ≤ 8
b. Tanda-tanda vital
Nadi fluktuatif dapat teraba lambat maupun cepat, serta kadang disertai
dengan hipotermi.
c. Head to toes
- Kulit
- Turgor elastis, hiper/hipopigmentasi tidak ada, kulit
pucat, ikterus, tumor dan oedema tidak ditemukan.
- Kepala
Bentuk kepala relatif simertis, sutura belum menutup. Bentuk tulang
kepala cenderung melebar pipih pada tulng parietal (ship shape).
Teraba cephalhematoma dan atau caput succadeum, moulage relatif.
Fontanel tegang dan menonjol karena peningkatan tekanan
intrakranial
- Mata
Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil
melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif. Kadang-kadang
ditemukan perdarahan pada retina, nistagmus, dan eksoftalmus.
- Hidung
Simetris, bersih, mungkin terlihat ada pernafasan cuping hidung.
- Telinga :
Simetris, bersih, tidak ada tanda radang telinga/mastoid. Membrana
timphani utuh.
- Mulut :
Bibir tidak cyanosis, mukosa mulut lembab, bibir tremor tidak
ditemukan, tonsil tidak membesar. Suara tangisan lemah namun
melengking. Gejala gerakan lidah menjulur keluar di sekitar bibir
biasanya menunjukkan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada
korteks.
- Leher :
Tidak terdapat pembesaran kelenjar thiroid dan kelenjar
submandibular. Tidak ditemukan distensi vena jugularis.
- Thorax :
Inspeksi : Lingkar dada tidak membesar, bentuk simetris
Palpasi : Gerak dada simetris, taktil fremitus simetris.
Perkusi : Tidak ditemukan pekak abnormal
Auskultasi : Suara napas lapang paru vesikuler tanpa wheezing dan
ronchii. Suara jantung S1S2 tanpa split/ suara jantung tambahan.
- Abdomen :
Inspeksi : tidak ada lesi, massa dan distensi vena abdominal
Auskultasi : bising usus terdengar
Palpasi : teraba supel
Perkusi : terdengar timpani, tidak ditemukan pekak abnormal
- Ekstremitas
Bentuk simetris tanpa ada lesi/bekas lesi, tidak ditemukan
deformitas, krepitasi. Akral mungkin teraba dingin namun tidak ada
oedema pada ektremitas.
- Genital
Labia mayora sudah menutupi labia minora, simetris, tidak terdapat
pembesaran abnormal, tidak terdapat fimosis.
- Anus
Lubang anus ada, posisi simetris
- Refleks :
Reflek Moro : Reflek memeluk saat bayi dikejutkan dengan tangan
Sucking reflek : Reflek menghisap pada bayi
Grasping reflek : Reflek memegang pada bayi
Rooting reflek : Bayi menoleh saat tangan ditempelkan ke sisi pipi
5. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
Pemeriksaan laboratorium seperti likuor dan darah rutin perlu
dilakukan untuk menunjang penetapan diagnosis dan intervensi
keperawatan yang tepat.
B. Analisa Data
a. Airway
Data subjektif : -
Data objektif : -
b. Breathing
Data subjektif : -
c. Circulation
Data subjektif : -
Data objektif : nadi teraba cepat dan lemah, takikardi, CRT > 2
detik dan turgor lambat bila terjadi syok hipovolemik, hipotermi
yang menetap
Pengkajian sekunder
a. Breath
Data subjektif : -
b. Blood
Data subjektif : -
Data objektif : nadi teraba cepat dan lemah, takikardi, CRT > 2
detik dan turgor lambat bila terjadi syok hipovolemik, hipotermi
yang menetap
c. Brain
Data subjektif : -
d. Bladder
Data subjektif : -
Data objektif : oliguri dengan produksi urin kurang dari 1
cc/kgBB/jam
e. Bowel
Data subjektif : -
f. Bone
Data subjektif : -
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b/d hipoksia dan edema
serebral
2. Pola nafas tidak efektif b/d hipoventilasi dan kerusakan
neurovaskuler, kerusakan persepsi dan obstruksi trakeobronkial
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d peningkatan
ADH dan aldosteron
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan
asam lambung
5. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penekanan vaskuler serebral dan
odema otak
6. Resiko infeksi b/d perdarahan serebral
7. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan tonus otot dan penurunan
kesadaran
8. Gangguan persepsi sensorik b/d penurunan kesadaran
9. Gangguan komunikasi verbal b/d cedera otak dan penurunan
kesadaran
D. Intervensi
E. Implementasi Keperawatan
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik.
Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang
nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang
diharapkan.
F. Evaluasi Keperawatan
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan
terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping
itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan
ditetapkan belum berhasil/ teratasi.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak
yang bisa terjadi di dalam atau di sekeliling otak perdarahan patologis dalam
rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu
dimana sering tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya yang tidak khas.
Meliputi perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, intraserebral/parenkim
dan intraventrikuler.
.
B. Saran
Demikian tadi makalah yang telah kami susun, semoga dengan adanya
makalah mengenai Perdarahan Intrakranial ini, dapat berguna khususnya
kami sebagai penyusun dan umumnya bagi para pembaca. Kami selaku
penyusun merasa mengharap kritik yang konstruktif maupun saran dari
pembaca untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA