You are on page 1of 9

Antitusif adalah obat yang digunakan untuk mengurangi gejala batuk akibat berbagai sebab

termasuk infeksi virus pada saluran napas atas.

Obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian kronik.Obat antitusif terbagi menjadi dua kelas yaitu
obat perifer dan sentral.

Obat perifer bekerja dengan menurunkan sensitifitas reseptor batuk di paru.

Bentuk yang paling umum pada golongan ini adalah antihistamin.

Difenhidramin paling sering digunakan dan ditemukan dalam beberapa sediaan obat batuk yang
dijual bebas.

Obat yang bekerja sentral bekerja pada pusat batuk yang berlokasi di medulla. Obat ini
menghilangkan batuk dengan menurunkan stimulus batuk.

Dua obat-obatan yang sering digunakan yaitu kodein dan dekstrometorfan.Keduanya sangat
efektif untuk mengurangi batuk.

Dekstrometorfan sama efektifnya dengan kodein, tetapi bukan merupakan golongan narkotik
dan oleh karena itu tidak menimbulkan habituasi atau ketergantungan.

Antitusif yang menekan batuk dengan mekanisme sentral contohnya adalah kodein,
dekstrometorfan, difenhidramin, hidrokodon, dan hidromorfon.

Antitusif yang bekerja secara sentral dapat menimbulkan depresi sistem saraf pusat tambahan
bila digunakan bersama depresan sistem saraf pusat lainnya.

Rujukan

1. ^ a b c d Judith Hopfer Deglin, PharmD, April Hazard Vallerand, PhD, RN (2005). Pedoman Obat
untuk Perawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokeran EGC.
2. ^ a b c d e f g h i M. William Schwartz. Pedoman Klinis Pediatri. jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Atitusif adalah obat yang menekan refles batuk. Berbagai gangguan disalurkan napas
termasuk selesma, sinusitif, faringitis.

Pneumonia disertai dengan batuk yang tidak nyaman dan tidak produktif. (Buku ajar
farmakologi keperwatan 2 Karch.Amy.M. hlm. 811)
Batuk yang berkepanjangan sangat melelahkan dan menyebabkan tegang otot serta iritasi lebih
lanjut pada saluran napas. Batuk yang terjadi tanpa adanya proses penyakit aktif atau tetap ada
setelah pengobatan mungkin merupakan gejala proses penyakit yang lain dan harus diselidiki
sebelum memberikan pengobatan lainnya untuk mengurangi keadaan tersebut. (Buku ajar
farmakologi keperwatan 2 Karch.Amy.M. hlm. 812)

II. Tujuan Antitusif.

1. Untuk mengurangi frekuensi keparahan dan komplikasi lebih lanjut dari batuk.
2. Menstimulasi sel sekretori dalam saluran lapisan saluran napas menghasilkan secret yang
lebih banyak yang mengurangi dampak iritasi dalam dinding saluran napas yang
menstimulasi terjadinya batuk. (Buku ajar farmakologi keperwatan 2 Karch.Amy.M.
hlm. 813)

III. Penggolongan Obat Antitusif.

1. Obat Oral
A.KODEIN
adalah analgesic agonis opioid ( agonis opioid) merupakan opioid yang menyerupai
morfin yang dapat mengaktifkan reseptor.
Bentuk tablet:
Indikasi: antitusif dan analgesic
Dosis:
sebagai antitusif:
dewasa: 10-20mg. tiap 4-6 jam, sesuai dengan kebutuhan maksimum 60mg per hari
anak : 6-12 tahun.
5-10 mg tiap 4-6 jam maksimum 60mg per hari
anak usia 2-6 tahun 1mg/kg BB per hari. Dalam dosis terbagi maksimum 30mg / hari.
Sebagai antitusif tidak dianjurkan untuk anak dibawah 2 tahun.

B.DEKSTROMETORFHAN
adalah obat yang di gunakan untuk meredakan batuk.Jenis batuk yang dapat ditangani
dengan obat ini adalah batuk kering yang menyertai pilek dan flu.Senyawa
dextromethorphan bekerja dengan menekan dorongan untuk batuk yang berasal dari otak
kita.

Kemasan :
Sirup dan Tablet
Indikasi :
untuk meredakan gejala batuk kering karena bersifatmenekan batuk (antitusif).DMP
merupakanmerupakan turunan dari kodein,namun tidak memiliki efek penghilangan
nyeri atau potensi ketergantungan.
Kontra Indikasi :
orang dengan riwayat alergi(asma,biduran);DMP pada orang seperti ini boleh di
gunakan hanya jika diperlukan.
Efek samping
Mual,muntah,konstipasi,mengantuk,pusing,danpandangan kabur.Namun,pada dosis
yang sangat tinggi dapat menyebabkan penekanan susunan saraf
pusat,halusinasi,demam,peningkatan atau penurun tekanan darah,gangguan
pelinghatan,kram otot,diare dan pingsang.
Dosis
DMP tersedia dalam bentuk tablet dan sirup,Efek antitusif 15 – 30 mg DMP setara
dengan 8 – 15 mg kodein.Efek DMP timbul 15 – 30 menit setelag di konsumsi dan
bertahan selama 3- 6 jam.
Dosis anak 4 – 6 tahun: 2,5-5 mgsebanyak 3-6 kali per hari,maksimal 30mg/hari.
Dosis anak 6 – 12 tahun : 5 – 10 mg sebanyak 6 kali per hari atau 15mg sebanyak
3 – 4 kali per hari
Dosis dewasa : 10 – 30 mg sebanyak 3 – 6 kali per hari,maksimal 120 mg per hari

C.ANADEX TABLET.

Mempunyai Komposisi Yaitu : Setiap kaplet salut gula mengandung: Paracetamol


sebanyak 500 mg, kandungan Dextramethorphan HBr sebanyak 15 mg, dan juga
Phenylpropanolamine HCl sebanyak 15 mg, serta Chlorpheniramine maleate sebanyak 1
mg.
Proses Cara Kerja Obat yaitu : akan Bekerja sebagai analgetik-antipiretik, sebagai
antitusif, antihistamin dan juga sebagai dekongestan hidung.
Aturan Pakainya yaitu :
Untuk Dewasa: 1 kaplet salut gula 3 – 4 kali sehari. Efek Sampingnya : Mengantuk,
mengalami gangguan pencernaan, ada gangguan psikomotor, takikardia, kemudian
aritmia, sama mulut kering, palpitasi, retensi urin. Untuk Penggunaan dosis yang besar
dan juga jangka panjang akan menyebabkan terjadi kerusakan hati.

2.syrup

SYRUP DEXTROMETHORPHAN

MERK DAGANG

 Dekstrometorfan, Artodryl Plus, Benmar, Bimarhindex, Bisoltussin, Bufamet, Bufamet, Byraphan,


Calmerphan-L, Citosiv, Code, Code 15, Detusif, Deximix, Dexitab, Dexmolex, Dextrobat, Dextrodef,
Dextromex, Destronova, Romilar, Zenidex,

KOMPOSISI :

 Tiap tablet salut selaput mengandung:Dextromethorphan HBr 15 mg


 Tiap 5 ml mengandung Detromethorphan HBr 10 mg

CARA KERJA OBAT:

Dextromethorphan diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna.Dimetabolisme dalam hati


dan diekskresi melalui ginjal dalam bentuk tidak berubah ataupun bentuk dimetilated
morfinon. Dextromethorphan merupakan antitusif non narkotik yang dapat meningkatkan
ambang rangsang refleks batuk secara sentral.

INDIKASI :

Untuk meredakan batuk yang tidak berdahak.

DOSIS :
 Dewasa : 1-2 sendok teh tiap 4 jam atau 3 sendok teh tiap 6 jam maksimum 12 sendok
teh sehari
 Anak-anak : 1 mg per kg berat badan dibagi dalam 3-4 kali pemberian perhari.

PERINGATAN DAN PERHATIAN :

 Tidak dianjurkan untuk batuk yang berdahak, pertusis dan asma bronkial.
 Tidak dianjurkan untuk anak di bawah 2 tahun kecuali atas petunjuk dokter.
 Hati – hati pada penderita gangguan fungsi hati, sedasi, debil dan hipoksik.

EFEK SAMPING :

Pusing, mengantuk, mual, konstipasi.Pada dosis tinggi dapat terjadi depresi pernapasan.

KONTRA INDIKASI:

Hipersensitif terhadap Dextromethorphan HBr.Pada wanita hamil.

INTERAKSI OBAT :

Dengan MAO inhibitor pernah diiaporkan dapat menyebabkan nausea,koma, hipotensi dan
hiperpireksia.

CARA PENYIMPANAN :

Simpan di tempat sejuk dan kering, terlindung dari cahaya.

*Antitusif yang bekerja di perifer


Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran napas, yaitu
pada reseptor iritan perifer dengan cara anestesi langsung atau secara tidak langsung
mempengaruhi lendir saluran napas.1
a. Obat-obat anestesi
Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol, dan garam fenol digunakan dalam
pembuatan lozenges. Obat ini mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di faring, tetapi
hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan saluran napas bawah.1
b. Lidokain

Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat
bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi.1
c. Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir. Obat ini
dipakai sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia,
gliserin dan anggur. Secara obyektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini mempunyai efek
antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan perbaikan subyektif obat ini
banyak dipakai.1
*Antitusif yang bekerja sentral
Obat ini bekerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsang yang dibutuhkan
untuk merangsang pusat batuk. Dibagi atas golongan narkotik dan nonnarkotik.
Golongan narkotik
Opiat dan derivatnya mempunyai beberapa macam efek farmakologik, sehingga digunakan
sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan sesak karena gagal jantung kiri dan antidiare.
Di antara alkaloid ini, morfin dan kodein sering digunakan. Efek samping obat ini adalah
penekanan pusat napas, konstipasi, kadang-kadang mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat
dapat menyebabkan terjadinya bronkospasme karena penglepasan histamin, tetapi efek ini jarang
terlihat pada dosis terapeutik untuk antitusif. Di samping itu narkotik juga dapat mengurangi efek
pembersihan mukosilier dengan menghambat sekresi kelenjar mukosa bronkus dan aktivitas
silia. Terapi kodein kurang mempunyai efek tersebut.1
a. Kodein
Obat ini merupakan antitusif narkotik yang paling efektif dan salah satu obat yang paling
sering diresepkan. Pada orang dewasa dosis tunggal 20-60 mg atau 40-160 mg per hari biasanya
efektif. Kodein ditolerir dengan baik dan sedikit sekali menimbulkan ketergantungan. Di
samping itu, obat ini sangat sedikit sekali menyebabkan penekanan pusat napas dan pembersihan
mukosilier. Efek samping pada dosis biasa jarang ditemukan. Pada dosis agak besar dapat timbul
mual, muntah, konstipasi, pusing, sedasi, palpitasi, gatal-gatal, banyak keringat dan agitasi.1
b. Hidrokodon
Merupakan derivat sintetik morfin dan kodein, mempunyai efek antitusif yang serupa dengan
kodein. Efek samping utama adalah sedasi, penglepasan histamin, konstipasi dan kekeringan
mukosa. Obat ini tidak lebih unggul dari kodein.1
Golongan nonnarkotik
a. Dekstrometorfan
Obat ini tidak mempunyai efek analgesik dan ketergantungan, sering digunakan sebagai
antitusif nonnarkotik. Obat ini efektif bila diberikan dengan dosis 30 mg setiap 4-8 jam. Dosis
dewasa 10-20 mg, setiap 4 jam, anak-anak umur 6-11 tahun 5-10 mg, sedangkan anak umur 2-6
tahun dosisnya 2,5- 5 mg setiap 4 jam.1
b. Butamirat sitrat
Obat golongan antitusif nonnarkotik yang baru diperkenalkan ini bekerja secara sentral dan
perifer. Pada sentral obat ini menekan pusat refleks dan di perifer melalui aktivitas
bronkospasmolitik dan aksi antiinflamasi. Obat ini ditoleransi dengan baik oleh penderita dan
tidak menimbulkan efek samping konstipasi, mual, muntah dan penekanan susunan saraf pusat.
Dalam penelitian uji klinik, obat ini mempunyai efektivitas yang sama dengan kodein dalam
menekan batuk. Butamirat sitrat mempunyai keunggulan lain yaitu dapat digunakan dalam
jangka panjang tanpa efek samping dan memperbaiki fungsi paru yaitu meningkatkan kapasitas
vital dan aman digunakan pada anak. Dosis dewasa adalah 3x15 ml dan untuk anak umur 6-8
tahun 2x10 ml, sedangkan anak berumur lebih dari 9 tahun dosisnya 2x15 ml.1
c. Noskapin
Noskapin tidak mempunyai efek adiksi meskipun termasuk golongan alkaloid opiat.
Efektivitas dalam menekan batuk sebanding dengan kodein. Kadang-kadang memberikan efek
samping berupa pusing, mual, rinitis, alergi akut dan konjungtivitis. Dosis dewasa 15-30 mg
setiap 4- 6 jam, dosis tunggal 60mg aman dalam menekan batuk paroksismal. Anak berumur 2-
12 tahun dosisnya 7,5-15 mg setiap 3-4 jam dan tidak melebihi 60 mg per hari.1

d. Difenhidramin
Obat ini termasuk golongan antihistamin, mempunyai manfaat mengurangi batuk kronik
pada bronkitis. Efek samping yang dapat timbul ialah mengantuk, kekeringan mulut dan hidung,
kadang-kadang menimbulkan perangsangan susunan saraf pusat. Obat ini mempunyai efek
antikolinergik, karena itu harus digunakan secara hati-hati pada penderita glaukoma, retensi urin
dan gangguan fungsi paru. Dosis yang dianjurkan sebagai obat batuk ialah 25 mg setiap 4 jam
tidak melebihi 100 mg/hari untuk dewasa. Dosis untuk anak berumur 6-12 tahun ialah 12,5 mg
setiap 4 jam dan tidak melebihi 50 mg/hari, sedangkan untuk anak 2-5 tahun ialah 6,25 mg setiap
4 jam dan tidak melebihi 25 mg/hari.1

Retensi cairan yang patologis di jalan napas disebut mukostasis. Obat-obat yang digunakan
untuk mengatasi keadaan itu disebut mukokinesis. Obat mukokinetik dikelompokkan atas
beberapa golongan.

Ekspektoran
Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas
(ekspetorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris. Mekanisme kerjanya
diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara reflex merangsang sekresi
kelenjar saluran napas lewat N.vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah
pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini, ialah:2
a. Ammonium klorida
Biasanya digunakan dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif.
Ammonium klorida dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru. Dosis ammonium klorida
sebagai ekspektoran pada orang dewasa ialah 300 mg (5 mL) tiap 2-4 jam.2
b. Gliseril guaiakolat
Penggunaan obat ini hanya didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif pasien dan dokter.
Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan muntah. Obat
ini tersedia dalam bentuk sirop 100mg/5mL. Dosis dewasa yang dianjurkan 2-4 kali 200-400 mg
sehari.2
Mukolitik
Mukolitik adalah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran napas dengan jalan memecah
benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Contoh mukolitik, ialah:2
a. Bromheksin
Bromheksis ialah derivat sintetik dari vasicine, suatu zat aktif dari Adhatoda vasica. Obat ini
digunakan sebagai mukolitik pada bronkitis atau kelainan saluran napas yang lain. Efek samping
pemberian oral berupa mual dan peninggian transaminasi serum. Bromheksin harus hati-hati
digunakan pada pasien tukak lambung. Dosis oral untuk dewasa yang dianjurkan 3 kali 4-8 mg
sehari. Obat ini rasanya pahit sekali.2
b. Ambroksol
Ambroksol, suatu metabolit bromheksin diduga sama cara kerja dan penggunaannya.2
c. Asetilsistein
Asetilsistein adalah derivat H-asetil dari asam amino L-sistein, digunakan dalam bentuk
larutan atau aerosol. Pemberian langsung ke dalam saluran napas melalui kateter atau
bronksokop memberikan efek segera, yaitu meningkatkan jumlah sekret bronkus secara nyata.
Efek samping berupa stomatitis, mual, muntah, pusing, demam dan menggigil jarang ditemukan.
Efek toksis sistemik tidak lazim oleh karena obat dimetabolisme dengan cepat.1
Dosis yang efektif ialah 200 mg, 2-3 kali per oral. Pemberian secara inhalasi dosisnya adalah
1-10 ml larutan 20% atau 2-20 ml larutan 10% setiap 2-6 jam. Pemberian langsung ke dalam
saluran napas menggunakan larutan 10-20% sebanyak 1-2 ml setiap jam. Obat ini selain
diberikan secara inhalasi dan oral, juga dapat diberikan secara intravena. Pemberian aerosol
sangat efektif dalam mengencerkan mukus. Bila diberikan secara oral dalam jangka waktu yang
lama obat ini ditoleransi dengan baik dan tidak mempunyai efek toksik.1
Di samping bersifat mukolitik, N-asetilsistein juga mempunyai fungsi sebagai antioksidan.
N-asetilsistein merupakan sumber glutathion, yaitu zat yang bersifat antioksidan. Pemberian N-
asetilsistein dapat mencegah kerusakan saluran napas yang disebabkan oleh oksidan. Penelitian
pada penderita penyakit saluran napas akut dan kronik menunjukkan bahwa N-asetilsistein
efektif dalam mengatasi batuk, sesak napas dan pengeluaran dahak. Perbaikan klinik pengobatan
dengan N-asetilsistein lebih baik bila dibandingkan dengan bromheksin.1
Dekongestan
A-agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada pasien rhinitis alergika atau
rhinitis vasomotor dan pada pasien infeksi saluran napas atas dnegan rhinitis akut. Obat-obatan
ini menyebabkan venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor α1 sehingga mengurangi
volume mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung.3
Reseptor α2 terdapat pada arteriol yang membawa suplai makanan bagi mukosa hidung.
Vasokonstriksi arteriol ini oleh α2- agonis dapat menyebabkan kerusakan structural pada mukosa
tersebut. Pengobatan dnegan dekongestan nasal seringkali menimbulkan hilangnya efektivitas,
rebound hyperemia dan memburuknya gejala pada pemberian kronik atau bila obat dihentikan.
Mekanismenya belum jelas, tetapi mungkin melibatkan desensitisasi reseptor dan kerusakan
mukosa. α1-agonis yang selektif lebih kecil kemungkinannya untuk menimbulkan kerusakan
mukosa.3
α1-agonis dapat diberikan per oral (pseudoefedrin, efedrin, dan fenilpropanolamin ) atau
secara topical (xylometazoline, naphazoline, tetrahydrozoline, oxymetazoline, epinefrin,
phenylephrine).4
Kortikosteroid
(Penjelasan umum mengenai golongan ini terdapat di LTM saya pada modul renal, pemicu 2.)
Obat pengontrol asma yang paling efektif adalah kortikosteroid. Cara pemberian yang paling
baik adalah secara inhalasi. Pemakaian kortikosteroid inhalasi jangka panjang dapat menurunkan
kebutuhan terhadap kortikosteroid sistemik. Pada asma kronik berat dibutuhkan dosis inhalasi
yang tinggi untuk mengontrol asma. Bila dengan dosis inhalasi yang tinggi belum juga dapat
mengontrol asmanya, maka ditambahkan kortikosteroid oral. Pada pemakaian kortikosteroid
inhalasi jangka panjang dapat timbal efek samping kandidiasis orofaring,

You might also like