You are on page 1of 7

SAUSSURE: TENTANGNYA, TENTANG WARISANNYA, DAN

TENTANG TEORINYA

Gunawan Widiyanto
PPPPTK Bahasa Kemdiknas

Pengantar
Ada satu perkara yang hampir senantiasa mengganjal kebanyakan orang
tatkala hendak membincangkan linguistik secara mendalam, utamanya
linguistik struktural tradisi Eropa. Tatkala membincangkan kajian linguistik,
peminat bahasa relatif tidak bisa berlepas diri dari perbincangan para tokoh
sebagai kontributor pemikiran terhadap perkembangan ilmu ini. Salah satu
tokoh tersebut adalah Saussure. Ia dianggap sebagai satu dari sejumlah dan
sederet tokoh yang cukup kontributif terhadap perkembangan linguistik dan
oleh karenanya ia disebut sebagai peletak dasar linguistik modern. Lagi pula,
sosoknya pun dianggap mewarnai mosaik perlinguistikan Eropa sehingga tak
sedikit peminat bahasa yang memiliki kemelitan (curiousity) terhadapnya.
Pertanyaannya adalah siapakah Saussure dan setakat mana pengaruh
pemikirannya terhadap perkembangan linguistik dewasa ini? Tulisan ini
mencoba menguraikan tentangnya, warisannya, dan teorinya.

Tentang Saussure
Saussure, yang memiliki nama lengkap Ferdinand Mongin de Saussure, lahir
di Jenewa Swiss pada 26 November 1857 dalam sebuah keluarga yang
memiliki kontribusi besar secara historis terhadap ilmu pengetahuan. Dia
sejak awal memang telah menunjukkan bakat dan kemampuan intelektual
yang luar biasa. Setelah setahun belajar bahasa Latin, Yunani, dan
Sanskerta, serta mengikuti beragam kursus di Universitas Jenewa, dia
memulai pekerjaan pertamanya di Universitas Leipzig pada tahun 1876. Dua
tahun kemudian tatkala berusia 21 tahun Saussure belajar selama setahun
di Berlin, tempat dia menulis satu-satunya karya terpanjangnya (full-length
work), yakni Mémoire sur le système primitif des voyelles dans les langues
indo-européenes (Thesis on the Primitive Vowel System in Indo-European
Languages). Dia kembali ke Leipzig dan mendapat gelar doktor pada tahun
1880. Segera selepas itu dia menetap (lagi) di Paris, tempat dia mengajar
bahasa-bahasa kuno dan modern. Di sana dia mengajar selama 11 tahun
sebelum kembali ke Jenewa pada tahun 1891. Sisa hidupnya dia habiskan
untuk memberi kuliah bahasa Sanskerta dan Indo-Eropa di Universitas
Jenewa. Tidak sampai tahun 1906 Saussure mulai mengajar Pengantar
Linguistik Umum (Course of General Linguistics) yang sungguh menyita
sebagian besar perhatiannya sampai wafatnya pada tahun 1913.
Karya Saussure yang paling berpengaruh, Course in General Linguistics
(Cours de linguistique générale), diterbitkan pada tahun 1916
sepeninggalnya oleh mantan mahasiswanya, yakni Charles Bally dan Albert
Sechehaye berdasarkan catatan dari perkuliahan Saussure di Universitas
Jenewa. Karya itu menjadi salah satu karya linguistik yang potensial
berkembang pada abad ke-20, utamanya bukan karena isinya melainkan
lebih karena ancangan inovatifnya, yang dipakai Saussure ketika membahas
fenomena bahasa. Konsep utamanya adalah bahwa bahasa bisa dianalisis
sebagai sebuah sistem formal dari elemen yang beraneka, terlepas dari
dialektika produksi dan komprehensi. Elemen tersebut mencakupi konsep
tanda bahasa, penanda, petanda, dan referen.
Pada tahun 1996, sebuah naskah milik Saussure ditemukan di
rumahnya di Jenewa. Teks ini diterbitkan dengan tajuk Writings in General
Linguistics, dan di dalamnya dijelaskan secara signifikan tentang karyanya,
the Course.
Linguis Swiss Ferdinand de Saussure (1857 - 1913) sudah lumrah dikenali sebagai
pencipta teori strukturalisme modern dan bapak linguistik modern. Karya
termashurnya, "A Course in General Linguistics", diterbitkan sepeninggalnya pada
tahun 1916. Karya tersebut telah mengubah filologi historis komparatif abad 19 ke
dalam linguistik kontemporer abad 20.
Sebagai mahasiswa yang cemerlang dan rajin, Saussure sejak awal
menunjukkan bakatnya di bidang bahasa dan mempelajari bahasa
Sanskerta, Yunani, Jerman, Latin, Perancis, dan Inggris. Dia memiliki mentor
bernama Adolphe Pictet, seorang linguis termashur, yang menyemangati
lelaki muda ini untuk terus berhasrat pada bahasa. Karena cenderung
mengikuti jejak langkah pendahulunya yang menekuni Fisika, dia masuk
universitas bergengsi, yakni Universitas Jenewa pada tahun 1875 untuk
belajar Kimia dan Fisika. Namun, menjelang tahun 1876 dia kembali
menekuni Linguistik. Saussure belajar di Universitas Berlin dari tahun 1878
hingga 1879 dan kemudian mendaftar Universitas Leipzig untuk belajar tata
bahasa komparatif dan bahasa-bahasa Indo-Eropa. Dia menerbitkan buku
lengkap pertamanya, Memoire sur le systeme primitive des voyelles dans les
langues indo-europeennes (tesis mengenai sistem asli vokal dalam bahasa-
bahasa Indo-Eropa), pada tahun 1878. Karya tersebut dipuji oleh para
kritikus sebagai sebuah karya yang brilian, yang karenanya Saussure
memiliki reputasi sebagai seorang pakar baru yang berkontribusi di bidang
linguistik komparatif. Karya tersebut juga mengungkap penemuan penting di
bidang bahasa-bahasa Indo-Eropa yang selanjutnya dikenal sebagai teori
laringal, yang menerangjelaskan karakteristik beberapa bahasa tertua dunia.
Sayangnya, teori tersebut tidak terlalu banyak mendapat sambutan sampai
paruh abad 20. Saussure juga menerbitkan Remarques de grammaire et de
phonetique (Catatan tentang Tata Bahasa dan Fonetik) pada tahun 1878. Dia
merampungkan disertasi doktoralnya tentang genitif absolut dalam bahasa
Sanskerta dan lulus dengan predikat summa cum laude dari Universitas
Leipzig pada tahun 1880.
Kerja profesional pertama Saussure di bidangnya adalah sebagai guru
di École Practique des Hautes Études di Paris. Di sana dia mengajar banyak
bahasa, termasuk bahasa Lithuania dan Persia, yang menambah wawasan
dan pengetahuannya. Sementara itu, dia menjadi anggota aktif Masyarakat
Linguistik Paris (Linguistic Society of Paris) dan menduduki jabatan sekretaris
pada 1882. Dia berada di the École Practique selama 10 tahun, yang
akhirnya ditinggalkannya pada tahun 1891 untuk menerima tawaran
menduduki jabatan baru sebagai guru besar bahasa-bahasa Indo-Eropa dan
tata bahasa komparatif di Universitas Jenewa. Rekaman historis
menunjukkan bahwa Saussure merasa sangat khawatir untuk menerbitkan
karya-karyanya hingga karya-karyanya terbukti benar-benar akurat. Dengan
demikian, banyak karyanya tidak dirilis sepanjang hidupnya dan banyak dari
teorinya ditulis dan dijelaskan di buku oleh penulis lain. Menurut Robert
Godel dalam sebuah esai bertajuk Cahiers Ferdinand de Saussure, Saussure
dikatakan takut tatkala pada 1906 Universitas Jenewa memintanya untuk
mengajar mata kuliah Linguistik, karena percaya bahwa dia tidak memadai
tugas itu. Godel menjelaskan bahwa Saussure merasa tidak sanggup
dengan tugas tersebut, dan tidak berkeinginan untuk bersusah payah lagi
dengan masalah itu. Namun, dia melakukan apa yang dia yakini menjadi
tugasnya.
Saussure meninggal pada tanggal 22 Pebruari 1913 di usia 56 karena
penyakit kanker. Banyak karyanya dirilis sepeninggalnya, termasuk Recueil
des publications scientifiques (1921), Manoscritti di Harvard (1994),
Phonetique (1995), Linguistik und Semiologie (1997), Ecrits de linguistique
generale (2002), dan Theorie de sonantes: Il manoscritto de Ginevra (2002).

Warisan Saussure
Pengaruh gagasan Saussure terhadap perkembangan teori linguistik pada
paruh pertama abad 20 memang tidak bisa dimungkiri. Ada dua arus
pemikiran yang saling muncul secara independen, satu di Eropa dan lainnya
di Amerika. Hasil dari setiap arus pemikiran itu berjalin kelindan dengan
konsep dasar pemikiran Saussure dalam membentuk prinsip utama linguistik
struktural. Di Eropa, karya terpenting sedang dibuat oleh Aliran Praha
(Prague School). Secara spesifik, Nikolay Trubetzkoy dan Roman Jakobson
memimpin usaha-usaha Aliran Praha dalam menyusun kerangka teori
fonologi pada dekade setelah 1940. Usaha Jakobson menguniversalkan teori
struktural-fungsional fonologi, yang berbasis pada hierarki ketidaklumrahan
(markedness hierarchy) fitur pembeda, merupakan solusi paling berhasil
dalam analisis linguistik menurut hipotesis Saussure. Di sisi lain, Louis
Hjelmslev dan Aliran Copenhagen mengusulkan penafsiran baru terhadap
linguistik dari kerangka kerja teoretis strukturalis. Di Amerika, gagasan-
gagasan Saussure mengilhami distribusionalisme Leonard Bloomfield dan
Strukturalisme pascaBloomfield tentang analisis bahasa, seperti Eugene
Nida, Bernard Bloch, George L. Trager, Rulon Wells, Charles Hockett, dan
through Zellig Harris, pemuda Noam Chomsky. Di samping teori Tata Bahasa
Transformasionalnya Chomsky, perkembangan kontemporer strukturalisme
lainnya mencakupi teori Tagmemiknya Kenneth Pike, teori tata bahasa
stratifikasionalnya Sidney Lamb, dan karya Michael Silverstein.
Di luar linguistik, prinsip dan metode yang dipakai oleh strukturalisme
segera diadopsi oleh para sarjana dan kritikus sastra, seperti Roland Barthes,
Jacques Lacan, dan Claude Lévi-Strauss, dan mengejawantahkannya dalam
bidang kajiannya masing-masing. Akan tetapi, penafsirannya yang begitu
ekspansif terhadap teori Saussure, yang mengandung ketaksaan untuk
memulainya, dan penerapan teori-teori tersebut pada bidang kajian non-
linguistis seperti sosiologi dan antropologi, menimbulkan kesulitan teoretis
dan menandai berakhirnya strukturalisme dalam disiplin tersebut.

Teori Saussure
Teori Laringal (Laryngeal Theory)
Tatkala menjadi mahasiswa, Saussure menerbitkan sebuah karya penting
dalam bidang filologi Indo-Eropa yang mengusulkan keberadaan segolongan
bunyi dalam Proto-Indo-Eropa yang disebut koefisien sonan (sonant
coefficients). Sarjana Denmark Herman Moller lebih menyebutnya konsonan
laringal, yang memunculkan apa yang saat ini dikenal sebagai teori laringal.
Ditegaskan pula bahwa masalah yang dijumpai Saussure dalam mencoba
menerangkan bagaimana ia bisa membuat hipotesis yang sistematis dan
prediktif dari data linguistik yang sudah diketahui hingga yang tidak
diketahui, menstimulasi perkembangan strukturalismenya. Prediksi Saussure
tentang eksistensi laringal atau koefisien sonan dan evolusinya terbukti
berhasil secara gemilang tatkala teks Hittite (the Hittite texts) ditemukan
dan diterjemahkan 20 tahun kemudian. Patut pula dikemukakan bahwa
catatan-catatan kuliahnya menjadi buku linguistik klasik. Antara tahun 1906
dan 1911, Saussure mengajar Linguistik Umum selama tiga kali, dan tetap
tinggal di kampus tempat dia mengajar hingga tahun 1912. Perkuliahan ini
menjadi dasar bagi karyanya yang klasik dan berpengaruh, yakni A Course in
General Linguistics, yang terbit pada 1916 – tiga tahun selepas
meninggalnya. Karya itu disunting dan diresensi oleh dua dari mahasiwanya,
yakni Charles Bally dan Albert Sechehaye, dan didasarkan pada catatan
kuliah Saussure. Namun, para penyuntingnya dikritik karena gagal
menunjukkan perkembangan ide-ide Saussure dan karena tidak
menjelaskan bahwa Saussure jarang memercayai konsep inovatifnya untuk
diterapkan sepenuhnya.
Kontroversi mengenai buku tersebut dipicu oleh para sarjana yang
menemukan bukti bahwa Saussure begitu kuat dipengaruhi oleh teman-
teman akademis sejawatnya, W. D. Whitney dan Michel Breal, yang
menyiratkan bahwa teori-teori Saussure tidak seasli seperti yang kali
pertama diyakininya. Sekalipun demikian, A Course in General Linguistics
telah dikenali sebagai dasar teori strukturalisme modern, dan ia
mengukuhkan Saussure sebagai pendiri linguistik modern. Roy Harris, yang
menerbitkan terjemahan Course edisi 1983, menulis dalam pengantar buku
tersebut tanpa ragu-ragu, bahwa buku tersebut adalah salah satu karya
yang sangat luas cakupannya mengenai kajian aktivitas budaya yang
diterbitkan sejak Renaissance.
A Course in General Linguistics mengemukakan ide Saussure tentang
bahasa sebagai sebuah sistem tanda yang berkembang secara konstan,
yang bermakna bahwa kata-kata tertentu tidak memiliki makna. Saussure
lebih menerangkan, makna terjadi hanya jika orang-orang bersepakat bahwa
kombinasi bunyi tertentu menunjukkan objek atau ide. Dari kesepakatan ini
selanjutnya tercipta sebuah "tanda" bagi objek atau ide. Saussure
memercayai bahwa tanda tersebut terdiri dari dua bagian, yakni penanda
dan petanda (objek yang diwakili penanda). Dia menjelaskan, hubungan
antara dua bagian tanda itu bersifat samar dan bagian-bagian tersebut tidak
mungkin dipisah karena hubungannya memang semena (arbitrary). Dengan
kata lain, representasi dari suatu objek tidak mendefinisikannya, dan
hubungan antartanda berubah secara konstan. Salah satu prinsip utama
dalam buku itu adalah bahwa kesesuaian implisit makna sering terjadi pada
semua tataran bahasa, dan untuk mencapai keberhasilan komunikasi,
penutur harus dapat membedakan antara kedua nuansa makna dan tanda.

Ilmu Bahasa
Relasi lain yang dikaji Saussure dalam bukunya adalah relasi langue dan
parole, yang langue adalah konsepsi bahasa sebagai sebuah sistem nama
tanpa makna sosial dan parole hanyalah manifestasi suara atau grafis suatu
ujaran. Lebih lanjut, dia membedakan antara langue, yakni sistem suatu
bahasa, bahasa sebagai sistem bentuk dan parole, yakni ujaran sebenarnya,
tindak ujaran yang dimungkinkan oleh bahasa. Langue adalah keseluruhan
sistem tanda yang merupakan produk dan konvensi masyarakat dan
berfungsi sebagai alat komunikasi antara para anggotanya; sifatnya abstrak,
sedangkan parole adalah pemakaian langue oleh tiap-tiap anggota
masyarakat bahasa, sifatnya konkret karena parole merupakan realitas fisis
yang berbeda dari satu orang ke orang yang lain. Objek linguistik tidak lain
adalah langue, sedangkan untuk mengkaji langue kita melakukannya melalui
parole.
Dikotomi selanjutnya yang dia bahas adalah linguistik sinkronisitas
versus diakronisitas. Baginya, bahasa dapat ditelaah secara sinkronistis dan
diakronistis. Telaah sinkronistis melihat bahwa bahasa dapat dipelajari dari
waktu ke waktu atau pada waktu tertentu. Telaah diakronistis berkaitan
dengan kajian bahasa pada kurun waktu tertentu. Sebelum Saussure, bahasa
selalu ditelaah secara diakronistis semata-mata. Ahli-ahli bahasa waktu itu
belum menyadari bahwa bahasa dapat dipelajari secara sinkronistis pula. Di
sinilah pentingnya pandangan Saussure bahwa, di samping secara
diakronistis, bahasa dapat dipelajari secara sinkronistis. Dengan pandangan
itu, kita sekarang dapat memberikan pemerian tentang suatu bahasa
tertentu tanpa melihat sejarah bahasa itu.
Setelah karya Saussure banyak diketahui publik, linguis, yang secara
tradisional mengkaji bahasa dari perspektif historis atau diakronistis,
cenderung bereksperimen dengan kajian sinkronistis. Saussure begitu kuat
memercayai nilai perspektif sinkronistis karena kelebihannya memudahkan
analisis bahasa sebagai lebih dari serangkaian perubahan deskriptif.
Meskipun kontribusi terhadap bidangnya begitu menonjol, Saussure juga
dikritik karena ia mempersempit kajiannya pada aspek sosial bahasa,
dengan menghilangkan kemampuan manusia untuk memanipulasi dan
menciptakan makna baru. Akan tetapi, penerapan ilmunya pada pengujian
hakikat bahasa memiliki dampak yang begitu luas pada bidang-bidang yang
berkait rapat dengan linguistik, termasuk teori sastra kontemporer;
dekonstruksionisme (teori kritik sastra yang menegaskan bahwa kata hanya
bisa mengacu pada kata lainnya dan yang mencoba menunjukkan
bagaimana pernyataan mengenai kata apapun menghilangkan maknanya
sendiri); dan strukturalisme (suatu metode analisis kata dengan
mengontraskan struktur dasarnya dalam suatu sistem oposisi biner).
Saussure dianggap oleh banyak kalangan sebagai pencipta teori
strukturalisme modern, yang idenya tentang langue dan parole menjadi
integral dengannya. Dia meyakini bahwa makna suatu kata kurang
didasarkan pada objek yang ia acu dan lebih didasarkan pada strukturnya.
Lebih sederhananya, dia menegaskan bahwa ketika seseorang memilih
suatu kata, dia melakukannya dalam konteks telah memiliki kesempatan
untuk memilih kata lainnya. Ini menambah dimensi lain pada makna kata
yang dipilih, karena manusia secara naluriah mendasarkan makna suatu
kata pada perbedaannya dengan kata lainnya yang tidak dipilih. Teori
Saussure tentang hal ini, yang menentang metode riset positivis pada
jamannya, meletakkan fondasi bagi aliran strukturalis pada teori sosial dan
linguistik.
Meskipun dalam mengkaji bahasa dia kali pertama tampak keluar dari
jalur yang telah ditetapkan oleh para pendahulunya, Saussure dari dulu
hingga sekarang masih dianggap sebagai seorang ilmuwan. Dia merasakan
linguistik sebagai cabang ilmu yang disulih dari semiologi (teori dan kajian
tentang tanda dan simbol) dan, melalui karyanya, Course, menyemangati
linguis lainnya untuk memandang bahasa bukan sebagai sebuah organisme
yang berkembang atas kemauan dan kehendaknya sendiri, melainkan
sebagai sebuah produk minda kolektif (collective mind) dari sebuah guyup
tutur (linguistic community).
Saussure menolak teori bahasa sebagai suatu proses penamaan semata
– senarai kata, yang setiapnya dapat disamakan dengan benda yang
dinamainya. Dia bersikap demikian karena teori tersebut mengasumsikan
bahwa ide siap buat (ready-made idea) ada sebelum kata itu ada; itu tidak
memberitahu kita apakah sebuah nama itu pada hakikatnya psikologis . Hal
itu membuat kita berasumsi bahwa menghubungkan nama dan bendanya
merupakan pekerjaan yang sangat sederhana. Saussure mengatakan, unit
kebahasaan merupakan sebuah entitas berganda, satu dibentuk dengan
mengasosiasikan dua hal. Alih-alih menyatukan benda dengan nama, tanda
bahasa menyatukan konsep dengan citra bunyi. Saussure mendefinisikan
citra bunyi bukan sebagai bunyi fisis, melainkan sebagai jejak atau kesan
psikis bunyi pada indra kita. Kata ”konsep” diganti kata”petanda” dan kata
”citra bunyi” diganti kata ”penanda.” Petanda dan penanda bersama-sama
merupakan tanda
Saussure memiliki dua prinsip dasar yang cukup terkenal, yakni 1)
hakikat semena suatu tanda; dan 2) hakikat linear suatu penanda. Tanda itu
semena sifatnya karena ikatan antara penanda dan petanda itu memang
semena. Ide tentang “sister” tidak berhubung kait dengan bunyi kata
“sister.” Keterkaitan antara ide dan bunyi – atau petanda dan penanda –
hanyalah konvensi sosietal. Kata Jerman Schwester dan kata Spanyol
hermana sama-sama mengacu pada ide “sister,” tetapi bunyi tiap-tiap
penanda tersebut tidak sama. Penanda itu pada hakikatnya linear karena
pada penanda auditoris hanya tersedia dimensi waktu. Ia mewakili suatu
rentang (span), dan rentang itu bisa diukur dalam dimensi tunggal, yakni
waktu.

Sumber Rujukan
Kridalaksana, Harimurti. 2005. Mongin-ferdinand de Saussure: Peletak Dasar
Strukturalisme dan Linguistik Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sampson, Geoffrey. 1980. Schools of Linguistics. London: Hutchinson.
Suhardi, B. 2005. “Tokoh-tokoh Linguistik Abad ke-20”. Dalam Kushartanti,
Untung Yuwono dan Multamia RMT Lauder (ed.), 2005, Pesona Bahasa:
Langkah Awal Memahami Linguistik, hlm. 200-219. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Verhaar, J.W.M. 1988. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

You might also like