Professional Documents
Culture Documents
KEPERAWATAN &
UMUM
Membahas tentang Makalah Konsep Asuhan Keperawatan, SAP, Lealet,
Galeri Foto dan lain-lain
Minggu, 16 Oktober 2016
BAB II
TINJAUAN TEORI
ANATOMI OTAK
Susunan saraf adalah sistim yang mengontrol tubuh kita yang terus menerus menerima,
menghantarkan dan memproses suatu informasi dan bersama sistim hormon, susunan saraf
mengkoordinasikan semua proses fungsional dari berbagai jaringan tubuh, organ dan sistim organ
manusia.
a. Susunan saraf sadar (Voluntary nervous system):
Mengontrol fungsi yang dikendalikan oleh keinginan atau kemauan kita. Saraf ini mengontrol otot
rangka dan menghantarkan impuls sensori ke otak. Melalui saraf ini kita dapat melakukan gerakan
aktif dan menyadari keadaan diluar tubuh kita dan secara sadar mengendalikannya.
b. Susunan saraf otonom/ tak sadar (automatic nervous system):
Saraf ini menjaga organ tubuh bagian dalam supaya berfungsi dengan baik seperti : hati, paru-paru,
jantung dan saluran cerna. Fungsi dasar yang penting bagi kehidupan seperti makan, metabolisme,
sirkulasi darah dan pernafasan dikendalikan dengan bantuan susunan saraf otonom. Susunan saraf
otonom dibagi menjadi susunan saraf simpatik (menyebabkan tubuh dalam keadaan aktif) dan
susunan saraf para simpatik (sistim pengontrol konstruktif dan menyenangkan).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus yaitu:
Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri.
Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi menginterpretasikan sensasi, berfungsi mengatur
individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, penden-
garan dan ingatan jangka pendek.
Lobus oksipital bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
Otak berfungsi sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan sistim
efektor perifer tubuh, sebagai pengatur informasi yang masuk, simpanan pengalaman, impuls yang
keluar dan tingkah laku. Dari dalam ke arah luar otak diselubungi oleh tiga lapisan meningen, lapisan
pelindung yang paling luar adalah tengkorak.
Secara fungsional dan anatomis otak dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1. Batang otak yang menghubungkan medulla spinalis dengan serebrum terdiri dari medulla oblongata,
pons dan mesensefalon (otak tengah).
a. Medulla oblongata adalah bagian otak yang langsung menyambung dengan medulla spinalis. Berkas
saraf yang berjalan disini berasal dari serebrum dan berfungsi untuk pergerakan otot rangka. Di
medulla oblongata berkas ini menyebrang ke sisi yang berlawanan yang disebut jalan/ traktus
poramidalis. Itu sebabnya jika kerusakan otak bagian kiri akan menyebabkan kelumpuhan bagian
kanan tubuh dan sebaliknya. Selain traktus piramidalis ada kelumpuhan sel-sel saraf yang terdapat di
medulla oblongata yakni pusat otot yang mengontrol fungsi vital seperti pernafasan, denyut jantung
dan tonus pembuluh darah.
b. Pons berupa ninti (neucleus). Pons merupakan switch dari jalur yang menghubungkan korteks serebri
dan serebllum.
c. Mesensefalon merupakan bagian otak yang sempit terletak antara medulla oblongata dan
diensefalon. Pada mesensefalon terdapat formation retikularis, suatu rangkaian penting yang antara
lain mengatur irama tidur dan bantun, mengontrol refleks menelan dan muntah.
2. Otak kecil (cerebelum)
Cerebellum terletak dibelakang fossa krenialis dan melekat ke bagian belakang batang otak.
Cerebllum berperan penting dalam menjaga keseimbangan dan mengatur koordinasi gerakan yang
diterima dari segmrn posterior medulla spinalis yang memberi informasi tentang keregangan otot dan
tanda serta posisi-posisi sendi.
3. Otak besar (cerebrum)
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar dan terbagi atas dua belahan yaitu :
hemisper kiri dan kanan. Sebagian dari kedua hemisper dipisahkan oleh pistula longitu-
dinal dan sebagian dipersatukan oleh pita serabut saraf yang melebar (korpus kolosum).
4. Diensefalon
Dibagi menjadi empat wilayah :
1. Thalamus
Thalamus merupakan stasiun pemancar yang menerima impuls ageren dari seluruh tubuh lalu
memprosesnya dan meneruskannya ke segmen otak yang lebih tinggi.
Kapsula interna yang terletak disekitar thalamus berupa berkas saraf penting yang datang dari serebri
dan dikompres kedalam rongga yang kecil.
2. Hipotalamus
Hypothalamus merupakan pusat pengontrol susunan saraf otonom juga mempengaruhi metabolisme,
observasi makanan dan mengatur suhu tubuh, karena letaknya sangat dekat dengan kelenjar pitviteri.
3. Subtalamus
Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan
diskenisia diamatis yang disebut nemibalismus yang ditandai oleh gerakan kaki atau tangan yang
terhempas kuat pada satu sis tubuh. Gerakan infontuler biasanya lebih nyata pada tangan dan kaki.
4. Epitalamus
Epitalamus dengan sistim limbic dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi
informasi olfaktorius.
2.1.3. Klasifikasi
1. Berdasarkan jenis tumor
1) Jinak
- Acoustic neuroma
- Meningioma
- Pituitary adenoma
- Astrocytoma (grade I)
2) Malignant
- Astrocytoma (grade 2,3,4)
- Oligodendroglioma
- Apendymoma
2. Berdasarkan lokasi
1) Tumor intradural
a. Ekstramedular
- Cleurofibroma
- Meningioma
b. Intramedular
- Apendymoma
- Astrocytoma
- Oligodendroglioma
- Hemangioblastoma
2) Tumor ekstradural
Merupakan metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru–paru, ginjal
dan lambung.
2.1.4. Etiologi
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma,
astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis
tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-
bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai
morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.
Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan
kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma
pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan
maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga
saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada
sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui
bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini
berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
6. Trauma Kepala
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh
trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.
2.1.5. Patofisiologi
Tubuh manusia terdiri dari sel-sel. Sel-sel ini tumbuh dan berkembang dengan cara yang
tersusun untuk membentuk sel-sel baru. Apabila sel-sel ini kehilangan kemampuan untuk
mengawal pertumbuhannya, ia akan tumbuh dengan bebasnya. Sel-sel yang tumbuh berlebihan
tanpa dikontrol ini akhirnya menjadi tumor. Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal,
disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada
jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan
gangguan cerebrovaskuler primer. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan
parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan
tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor: bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang
yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam
jaruingan otak. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak,
semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
2.1.7. Komplikasi
1. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek
masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau
intrasel (sitotoksik).
2. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalamrongga cranium yang
tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
3. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
4. Kematian
Kematian adalah gangguan fungsi luhur. Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan
kognitif dan neurobehavior sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi
tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi.
5. Gangguan kognitif dan neurobehavior
Sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena
pembedahan maupun radioterapi. Neurobehavior adalah keterkaitan perilaku dengan fungsi
kognitif dan lokasi / lesi tertentu di otak.
6. Disartria
Gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang bertanggung jawab
dalam proses bicara.
7. Disfagi
Merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan menelan makanan karena
hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau oesophageal.
Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita serta berisiko
aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru.
8. Kelemahan otot
Kelemahan otot terjadi pada pasien tumor otak umumnya dan yang mengenai saraf khususnya
ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis.
2.1.10. Pencegahan
1. Hindari stress dan terapkan koping yang efektif terhadap stress
2. Terapkan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang dan olahraga
secara teratur
3. Hindari menggunakan telepon seluler yang terlalu lama dan penggunaan headset ketika
berkomunikasi dengan orang lain melalui telepon
4. Hindari rokok
2.1.11. Prognosis
Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun.
Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker
biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan.
Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun.
2.2. Konsep Dasar Askep
2..2.1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, usia, status, agama, alamat, pekerjaan, dan identitas penanggung
jawab.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat kesadaran, penurunan
penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia),
hilangnya ketajaman atau diplopia.
Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala
Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada hubungannya dengan
penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan tumor otak.
Pengkajian psiko-sosio-spirituab
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan,
kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya
perubahan peran.
c. Pemeriksaan Fisik (ROS : Review of System)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system
dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
Pernafasan B1 (breathing)
Bentuk dada : normal
Pola napas : tidak teratur
Suara napas : normal
Sesak napas : ya
Batuk : tidak
Retraksi otot bantu napas; ya
Alat bantu pernapasan: ya (O2 2 lpm)
Kardiovaskular B2 (blooding)
Irama jantung : irregular
Nyeri dada : tidak
Bunyi jantung ; normal
Akral : hangat
Nadi : Bradikardi
Tekanan darah Meningkat
Persyarafan B3 (brain)
Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau diplopia.
Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)
Gangguan neurologi:
1. Afasia: Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-
kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
2. Ekstremitas: Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex
tendon.
3. GCS: Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam
kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1– 6 tergantung
responnya yaitu :
a. Eye (respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : Tidak ada respon
b. Verbal (respon verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat.
Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : Suara tanpa arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c. Motor (respon motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
Perkemihan B4 (bladder)
1. Kebersihan : bersih
2. Bentuk alat kelamin : normal
3. Uretra : normal
4. Produksi urin: normal
Pencernaan B5 (bowel)
1. Nafsu makan : menurun
2. Porsi makan : setengah
3. Mulut : bersih
4. Mukosa : lembap
Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
1. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
2. Kondisi tubuh: kelelahan
2.2.3. Intervensi
Dx 1: Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan: Nyeri yang dirasakan berkurang
Kriteria Hasil:
o Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi ditunjukkan
penurunan skala nyeri. Skala = 2
o Klien tidak merasa kesakitan.
o Klien tidak gelisah
Intervensi:
1) Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan
meredakan.
R/ Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi
karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk
memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
2) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah,
menangis/meringis, perubahan tanda vital.
R/ Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.
3) Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.
R/ Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.
4) Berikan kompres dingin pada kepala.
R/ Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.
5) Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi
R/ Mengurangi rasa nyeri yang dialami klien.
6) Kolaborasi pemberian analgesic.
R/ Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
Dx 2: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial,
pembedahan tumor, edema serebri, hipoksia seebral.
Tujuan: Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil
Kriteria hasil:
o Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg, tekanan arteri rata-rata 80-
100mmHg
o Menunjukkan tingkat kesadaran normal
o Orientasi pasien baik
o RR 16-20x/menit
o Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi
Intervensi:
1) Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
R/ Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial peningkatan TIK dan
bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
Intervensi:
1) Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
( 0-4 )
R/ Seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan.
2) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
R/ Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
3) Bantu untuk melakukan rentang gerak
R/ Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi.
4) Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan
R/ Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala, keterlibatan pasien dalam
perencanaan dan keberhasilan.
5) Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit
Dx 4: Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau interpretasi,
kerusakan sirkulasi verbal
Tujuan: Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di ekspresikan
Kriteria Hasil :
o Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
o Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
o Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mangalami kesulitan
berbicara atau membuat pengertian sendiri
R/ Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien
dalam bebrapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
2) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
R/ : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapn yang keluar dan tidak
menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.
3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ Menilai adanya kerusakan motorik.
4) Katakan secara langsung pada pasien, bicara perlahan dan tenang
R/ Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan respon pada informasi yang
lebih banyak pada satu waktu tertentu.
Dx 5: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan
Kriteria Hasil:
o Nutrisi klien terpenuhi
o Mual berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi:
1) Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2) Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3) Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4) Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak
Dx 6: Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b/d ketidakmampuan mengenal
informasi.
Tujuan: dapat menyatakan pemahamannya menggenai penyakit, tindakan pengobatan dan prognosisnya.
Kriteria hasil: Klien/keluarga mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan pengobatan, memulai
perubahan perilaku yang tepat.
Intervensi:
1) Diskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila diketahui.
R/ Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembnag ke arah proses
penyembuhan.
2) Bantu pasien dalam mengidentifikasikan kemungkinan faktor predisposisi.
R/ Menghindari/membatasi faktor-faktor yang sering kali dapat mencegah berulangnya serangan.
3) Diskusikan mengenai pentingnya posisi/letak tubuh yang normal.
R/ Menurunkan regangan pada otot daerah leher dan lengan dan dapat menghilangkan
ketegangan dari tubuh dengan sangat berarti.
4) Diskusikan tentang obat dan efek sampingnya.
R/ Pasien mungkin menjadi sangat ketergantungan terhadap obat dan tidak mengenali bentuk
terapi yang lain.
2.2.4. Implementasi
Sesuai intervensi
2.2.5. Evaluasi
Sesuai tujuan
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Tumor otak adalah suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam otak. Yang terdiri
atas Tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan
abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas, sedangkan tumor otak maligna adalah kanker di
dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang
telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut
menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki mekanisme perbaikan DNA
(DNA repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis
jika kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang
ditandai dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus
dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu
terjadinya kanker.
Pengobatan tumor otak tergantung kepada lokasi dan jenisnya.Pemilihan jenis terapi pada
tumor otak tergantung pada beberapa faktor, antara lain kondisi umum penderita, tersedianya alat
yang lengkap, pengertian penderita dan keluarganya, luasnya metastasis. adapun terapi yang
dilakukan, meliputi terapi steroid, pembedahan, radioterapi dan kemoterapi.
3.2. Saran
1) Bagi perawat
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak secara holistik dengan
pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit tersebut.
2) Bagi klien dan perawat
Hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksanaannya serta meningkatkan pengetahuan
tentang tumor otak yang dideritannya.
3) Bagi mahasiswa
Mahasiswa/i mampu memahami dan menerapkan serta mampu memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan tumor otak.
Diposting oleh Rikard 'Antala' Baek di 08.43
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest