You are on page 1of 22

Makalah Keperawatan Kritis II

“ Hiperosmolar Hiperglikemik Sindrom”

Kelompok 8:

Muhammad Azmi Nafi’ (20151660098)

Hesty Agung Sugiarto (20151660031)

Rizaldy Achmad K (20151660089)

Idzhar Dapym Jambe M (20151660075)

S1 KEPERAWATAN B
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang disusun untuk memenuhi
tugas Keperawatan Kritis II sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Keperawatan Kritis II yang
telah memberikan kesempatan bagi kami untuk mengerjakan tugas makalah ini, sehingga
kami menjadi lebih mengerti dan memahami tentang materi “Hiperosmolar hiperglikemik
sindrom”. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh
pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam upaya
penyelesaian makalah ini baik yang mendukung secara moril dan materil.

Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan, kekurangan dan kekhilafan dalam
makalah ini. Untuk itu saran dan kritik tetap kami harapkan demi perbaikan makalah ini
kedepan. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami semua.

Terimakasih

Surabaya, 20 November 2018

Penyusun

2
BAB I

Pendahuluan

1.1 latar belakang

Hiperosmolar hiperglikemik sindrom (HHS) adalah sindrom yang di tandai oleh


hiperglikemik parah,hiperosmolaritas,dan dehidrasi sampai pada penurunan kesadaran
pasien.dengan tidak adanya ketoasidosis. Insiden yang tepat dari (HHS) tidak di ketahui
sebagai besar kasus HHS terlihat pada pasien lanjut usia dengan diabetes type 2 namun
hal itu juga telah di laporkan pada anak-anak dan dewasa muda. Istilah HHS
(hiperosmolar hiperglicemik sindrom) merupakan istilah yang digunakan untuk
mengantikan KHH (koma hiperosmolar hiperglikemik) dan HHNK (hiperglikemik
hiperosmolar non ketotik) karena koma dapat terjadi lebih dari 50% kasus dan ketosis
ringan juga dapat ditemukan pada pasien dengan HHS. ( MEDICINA, 2017)

Dalam masalah yang di temui di lapangan masyarakat kurang mengetahui tentang


diabetes, kurangnya aktivitas ketidak patuhan pengobatan serta kurangnya kesadaran
dalam memeriksakan gula darah, sehingga dampaknya dapat terjadi komplikasi salah
satunya yaitu hyperosmolar, hiperglikemiksidrom (HHS).

Hiperosmolar hiperglikemik merupakan salah satu komplikasi DM tipe 2 yang


merupakan suatu penyakit metabolic ditandai dengan hiperglikemik yang disebabkan
oleh kombinasi insufisiensi sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya. Prevelensi
diabetes di dunia diperkirakan meningkat menjadi 4,4% atau 366 juta jiwa pada tahun
2030. Peningkatan prevalensi DM tipe 2 secara langsung akan meningkatkan prevalensi
komplikasi DM tipe 2.

Menurut hasil data artikel menunjukan angka mortalitas hiperosmolar hiperglikemik


sindrom sangat tinggi, hiperosmolar hiperglicemik sindrom (HHS) adalah momok bagi
ahli endokrinologi di Amerika serikat. Tercatat angka kejadian HHS mencapai 17,5
persen dari 100.000 penduduk di amerika serikat, dengan angka kejadian mortalitas 10-
20% . sedangkan di Indonesia sendiri lebih menakutkan dengan angka prevalensi
hiperosmolar hiperglicemik sindrom (HHS)di Jakarta dengan angka mortalitas mencapai

3
30 -50% dari populasi 1000 pasien HHS setiap tahunnya, yang artinya akan ada 300-500
pasien yang akan meninggal setiap tahunnya. (artikel dokterpost, 2015). Maka dari itu
hiperosmolar hiperglikemik harus di waspadai sebagai penyakit komplikasi DM tipe 2
yang mengancam jiwa.

Oleh karena itu kami membuat makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi atau
pengetahuan kepada pembaca khususnya perawat diharapkan menguasai konsep dan
asuhan keperawatan untuk penyakit hiperosmolar hyperglicemik sindrom (HHS)
sehingga makalah ini akan membahas konsep perihal konsep HHS serta temuan temuan
terkini tentang pengelolaan terapi cairan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 HHS,
sehingga dapat bermanfaat sebagai rekomendasi dalam melakukann intervensi
keparawatan yang tepat pada pasien dengan hiperosmolar hiperglicemik sindrom.

1.2 rumusan masalah

1.2.1 Bagaimana konsep teori dan terapi terkini (cairan) pada pasien hiperosmolar
hiperglicemik sindrom?
1.2.2 Bagamana memberikan asuhan keperawatan pada pasien hiperosmolar
hiperglicemik sindrom?
1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui konsep teori dan terapi terkini (cairan) pada pasien
hiperosmolar hiperglicemik sindrom?
1.3.2 Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien hiperosmolar hiperglicemik
sindrom?
1.3 manfaat
Selain menambah ilmu, mahasiswa dapat mengetahuai konsep dan proses keperawatan
pada pasien hiperosmolar hiperglicemik sindrom?

4
Bab 2

Pembahasan

2.1. Definisi DM tipe 2 :HHS

Hiperosmolar hiperglicemik sindrom (HHS) adalah merupakan gangguan metabolic


akut yang dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus, yang ditandai dengan hiperglikemia,
hiperosmolaritas, dan dehidrasi tanpa adanya ketoasidosis. Istilah HHS(hiperosmolar
hiperglicemik sindrom) merupakan istilah yang digunakan untuk mengantikan KHH (koma
hiperosmolar hiperglikemik) dan HHNK (hiperglikemik hiperosmolar non ketotik) karena
koma dapat terjadi lebih dari 50% kasus dan ketosis ringan juga dapat ditemukan pada pasien
dengan HHS. ( MEDICINA, 2017)

Dalam pembagian penyakit diabetes mellitus (DM) ada 2 yaitu dm tipe 1 dan dm tipe 2,
dalam dm tipe 2 ada salah satu komplikasi diabetes mellitus tipe 2 yaitu hyperosmolaritas
hyperglicemik sydrom (HHS).

2.2. Etiologi

Krisis hiperglikemia pada diabetes tipe 2 biasanya terjadi karena ada keadaan yang
mencetuskannya. Factor pencetus krisis hiperglikemia ini antara lain :

1.infeksi ( pneumonia, infeksi saluran kencing, sepsis)

2.penyakit vascular akut ( penyakit serebrovaskular, infark miokard akut, emboli paru),
trauma , luka bakar, hematom subdural,

3.kelianan gastroinstentinal (pankreatis akut, kholestistitis akut, obstruksi intestinal)

4.obat–obatan ( diuretika, steroid, agen antipsikotik atipikal, glucagon, interferon, agen


simpatomimetik seperti albuterol, dopamine, dobutamin, dan terbulatin).

5
2.3. Patofisiologi

Sindrome Hiperosmolar hiperglikemik sindrom (HHS) mengambarkan kekurangan


hormon insulin dan kelebihan hormon glukagon, akibat dari faktor pencetus krisis
hiperglikemik. Penurunan insulin menyebabkan hambatan pergerakan glukosa ke dalam
sel, sehingga terjadi akumulasi glukosa di plasma. Peningkatan hormon glukagon
menyebabkan glycogenolisis yang dapat meningkatkan kadar glukosa plasma. Peningkatan
kadar glukosa mengakibatkan hiperosmolar. Kondisi hiperosmolar serum akan menarik
cairan extraseluler ke dalam intra vaskular, yang dapat menurunkan volume cairan
extraselluler. Bila klien tidak merasakan sensasi haus akan menyebabkan kekurangan
cairan.
Tingginya kadar glukosa serum akan dikeluarkan melalui ginjal, sehingga timbul
glycosuria yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik secara berlebihan ( poliuria ).
Dampak dari poliuria akan menyebabkan kehilangan cairan berlebihan dan diikuti
hilangnya potasium, sodium dan phospat.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila
terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa
dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan
dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi
intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus
terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Perfusi ginjal
menurun mengakibatkan sekresi hormon lebih meningkat lagi dan timbul hiperosmolar
hiperglikemik.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka
klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.

6
Kegagalan tubuh mengembalikan ke situasi homestasis akan mengakibatkan
hiperglikemia, hiperosmolar, diuresis osmotik berlebihan dan dehidrasi berat. Disfungsi
sistem saraf pusat karena ganguan transport oksigen ke otak dan cenderung menjadi koma.
Hemokonsentrasi akan meningkatkan viskositas darah dimana dapat mengakibatkan
pembentukan bekuan darah, tromboemboli, infark cerebral, jantung.

Hyperosmolaritas, hyperglikemik sindrom (HHS) suatu kelainan pemyakit DM tipe 2


yang ditandai dengan defisiensi konsentrasi insulin yang relative, namun cukup adekuat
untuk menghambat terjadinya lipolisis dan ketogenesis. Beberapa studi mengenai
perbedaan respon hormon kontra regulator pada KAD dan HHS memperlihatkan hasil
bahwa pada HHS pasien memiliki kadar insulin yang cukup tinggi, dan konsentrasi asam
lemak bebas,kortisol, hormon pertumbuhan, dan glukagon yang lebih rendah
dibandingkan dengan pasienKAD.
Walaupun patogenesis terjadinya KAD dan HHS serupa,namun keduanya memilik
iperbedaan.Pada HHS akan terjadi keadaan dehidrasi yang lebih berat, kadar insulin yang
cukup untuk mencegah lipolisis besar-besaran dan kadar hormon kontra regulator yang
bervariasi.

2.4. Manifestasi klinis


Pada manifestasiklinis hyperosmolaritas hyperglicemik sindrom (HHS) dapat terjadi
dalam beberapa hari hingga beberapa minggu. Pasien dapat mengalami poliuria,
polidipsia, dan penurunan kesadaran yang progresif akibat osmolalitas darah yang sangat
tinggi. Nyeri perut juga jarang dialami oleh pasien HHS. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan dehidrasi sangat berat, bau nafas keton tidak ada, status mental sampaikoma.

Karakteristik dari seseorang dengan HHS menurut artikel NHS diabetes

Hipovolemia

Ditandai dengan hiperglikemia ( >30 mmol / L) tanpa

7
Hyperketonaemia signifikan (<3.0 mmol/L) atau Asidosis (pH> 7,3, bicarbonate

>15 mmol/L )

Osmolalitas> 320 mosmol /kg

Dan sebuah survey pedoman rumah sakit di inggris menunjukkan berikut ini antara lain :

 Osmolalitas tinggi, sering 320 mmol / kg atau lebih


 Glukosa darah yang tinggi, 30 mmol/ L atau lebih
 Mengalami dehidrasi berat dan tidak enak badan

2.5. Pemeriksaan penunjang

diagnosis hiperosmolar hiperglicemik sindrom (HHS0 dapat ditega-kkan dari klinis,


yaitu dengan melakukan pemeriksaan laboratorium antara lain dengan Hasil
laboratorium yang dapat ditemukan adalah

1. glukosa plasma darah (GDA) : lebih dari 600 mg/dL,

2. blood gas analisis (BGA): pH arteri lebih dari 7,3

3.serum elektrolit (SE): bikarbonat serum lebih dari 15 mEq/L, osmolalitas serum lebih
dari 320 mOsm/ kg , keton serum derajat ringan

4. urin : keton urin derajat ringan,

2.6. Penatalaksanaan klinis

Tujuan dari terapi hiperosmolaritas hiperglicemik sindrom (HHS) adalah peng-


gantian volume sirkulasi dan perfusi jaringan, penurunan secara bertahap kadar glukosa
serum dan osmolalitas plasma, koreksi ketidakseimban-gan elektrolit, perbaikan keadaan
ketoasidosis pada KAD, mengatasi faktor pencetus, melakukan monitoring dan
melakukan intervensi terhadap gangguan fungsi kardiovaskular, paru, ginjal dan susunan
saraf pusat. Antara lain yaitu :

a. terapi cairan

8
Pasien dengan hiperosmolaritas hiperglicemik sindrom (HHS) memerlukan rehidrasi
dengan estimasi cairan yang diperlukan 100 ml/kgBB. Terapi cairan awal bertujuan
mencukupi volume intravaskular dan restorasi perfusi ginjal. Terapi cairan saja dapat
menurunkan kadar glukosa darah. Salin normal (NaCl 0,9%) dimasukkan secara
intravena dengan kecepatan 500 sampai dengan 1000 ml/jam selama dua jam pertama.
Perubahan osmolalitas serum tidak boleh lebih dari 3 mOsm/ jam. Namun jika pasien
mengalami syok hipovo-lemik, maka cairan isotonik ketiga atau keempat dapat
digunakan untuk memberikan tekanan darah yang stabil dan perfusi jaringan yang baik.

b. terapi insulin
Pemberian insulin dengan dosis yang kecil dapat mengurangi risiko terjadinya
hipoglikemia dan hipokalemia. Fungsi insulin adalah untuk mening-katkan penggunaan
glukosa oleh jaringan perifer, menurunkan produksi glukosa oleh hati sehingga dapat
menurunkan konsentrasi glukosa darah. Selain itu, insulin juga berguna untuk menghambat
keluaran asam lemak bebas dari jaringan adiposa dan mengurangi ketogenesis.

Pada pasien dengan klinis yang sangat berat, insulin reguler diberikan secara kontinyu
intravena. Bolus insulin reguler intravena diberikan dengan dosis 0,15 U/kgBB, diikuti
dengan infus insulen regular dengan dosis 0,1 U/kg BB/jam (5-10 U/jam). Hal ini dapat
menurunkan kadar glukosa darah dengan kecepatan 65-125 mg/jam. Jika glukosa darah
telah mencapai 250 mg/dL pada KAD atau 300 mg/dL pada HHS, kecepatan pemberian
insu-lin dikurangi menjadi 0,05 U/kg BB/jam (3-5 U/ jam) dan ditambahkan dengan
pemberian dextrose5-10% secara intravena. Pemberian insulin tetap diberikan untuk
mempertahankan glukosa darah pada nilai tersebut sampai keadaan ketoasidosis dan
hiperosmolalitas teratasi.

Ketika protokol KAD atau HHS berjalan, evalu-asi terhadap glukosa darah kapiler
dijalankan setiap 1-2 jam dan darah diambil untuk evaluasi elektro-lit serum, glukosa,
BUN, kreatinin, magnesium, fosfos, dan pH darah setiap 2-4 jam.

c. terapi kalium
Secara umum, tubuh dapat mengalami defisit kalium sebesar 3-5 mEq/kg BB. Namun
kadar kalium juga bisa terdapat pada kisaran yang normal atau bahkan meningkat.

9
Peningkatan kadar kalium ini bisa dikarenakan kondisi asidosis, defisiensi insulin dan
hipertonisitas. Dengan terapi insulin dan koreksi keadaan asidosis, kadar kalium yang
meningkat ini dapat terkoreksi karena kalium akan masuk ke intraseluler. Untuk
mencegah terjadinya hipokalemia, pemberian kalium secara intravena dapat diberikan.
Pemberian kalium intravena (2/3 dalam KCl dan 1/3 dalam KPO4) bisa diberikan jika
kadar kalium darah kurang dari 5 mEq/L.

Pada pasien hiperglikemia dengan defisit kalium yang berat, pemberian insulin dapat
memicu terjad-inya hipokalemia dan memicu terjadinya aritmia atau kelemahan otot
pernafasan. Oleh karena itu, jika kadar kalium kurang dari 3,3 mEq/L, maka pemberian
kalium intravena harus segera diber-ikan dan terapi insulin ditunda sampai kadarnya lebih
atau sama dengan 3,3 mEq/L.

d. terapi bikarbonat

Pemberian bikarbonat pada pasien HHS tidak diper-lukan, penggunaan larutan bikarbonat
pada KAD masih merupakan kontroversi. Pada pH lebih dari 7,0, aktifitas insulin
memblok lipolisis dan ketoasido-sis dapat hilang tanpa penambahan bikarbonat. Beberapa
penelitian prospektif gagal membuktikan adanya keuntungan atau perbaikan pada angka
morbiditas dan mortalitas dengan pemberian bikarbonat pada penderita KAD dengan pH
antara 6,9 dan 7,1. Pemberian bikarbonat dapat diberikan secara bolus atau intravena
dalam cairan isotonik dengan dosis 1-2 mEq/kg BB.

2.7 komplikasi

Komplikasi pada krisis hiperglikemik dapat terjadi akibat KAD dan HHS adalah
komplikasi akibat pengobatan. Penyulit KAD dan HHS yang paling sering adalah
hipoglikemia dalam kaitan dengan pemberian insulin yang berlebihan, hipokalemia
dalam kaitan dengan pemberian insulin dan terapi asidosis dengan bikarbonat, dan
hiperglikemia sekunder akibat penghentian insulin intravena setelah perbaikan tanpa
pemenuhan yang cukup dengan insulin subkutan. Edema serebral adalah suatu kejadian
yang jarang tetapi merupakan komp-likasi KAD yang fatal, dan terjadi 0,7-1,0% pada
anak-anak dengan KAD. Umumnya terjadi pada anak-anak dengan DM yang baru
didiagnosis, tetapi juga dilaporkan pada anak-anak yang telah diketa-hui DM dan pada

10
orang-orang umur dua puluhan. Kasus yang fatal dari edema serebral ini telah pula
dilaporkan pada HHS. Secara klinis, edema serebral ditandai oleh perubahan tingkat
kesadaran, dengan letargi, dan sakit kepala. Gangguan neurologi mungkin terjadi secara
cepat, dengan kejang, inkontinensia, perubahan pupil, bradikardia, dan gagal nafas.
Gejala ini makin menghebat jika terjadi herniasi batang otak. Perburukan ini terjadi
sangat cepat walaupun papil edema tidak ditemukan. Bila terjadi gejala klinis selain dari
kelesuan dan peru-bahan tingkah laku, angka kematian lebih dari 70% dengan hanya 7-
14% pasien yang sembuh tanpa kelainan yang permanen. Walaupun mekanisme dari
edema cerebral tidak diketahui diduga diaki-batkan oleh perubahan osmolaritas dari air
pada sistem saraf pusat dimana terjadi penurunan osmo-laritas dengan cepat pada terapi
KAD atau HHS. Pencegahan yang mungkin dapat mengurangi resiko edema serebral
pada pasien dengan resiko tinggi adalah dengan penggantian defisit air dan natrium
berangsur-angsur dengan perlahan pada pasien yang hiperosmolar.

Pada HHS kadar glukosa darah harus diper-tahankan antara 250-300 mg/dL sampai
keadaan hiperosmolaritas dan status mental mengalami perbaikan, dan pasien menjadi
stabil. Hipoksemia dan edema paru yang nonkardiogenik dapat terjadi saat terapi KAD.

Hipoksemia disebabkan oleh suatu pengu-rangan dalam tekanan osmotik koloid yang
-mengakibatkan penambahan cairan dalam paru-paru dan penurunan komplain paru-paru.
Pasien dengan KAD yang mempunyai suatu gradien oksigen alveolo-arteriolar yang lebar
pada saat pengukuran analisa gas darah awal atau ditemu-kannya ronkhi saat
pemeriksaan fisik berisiko lebih tinggi untuk terjadinya edema paru

11
BAB 3

Asuhan keperawatan secara teoritis hiperosmolaritas hiperglicemik sindrom (HHS)

A. PENGKAJIAN

1. data demografi pasien.


2. Primery Survey
a. Air way
Kemungkinan ada sumbatan jalan nafas, terjadi karena adanya penurunan
kesadaran /koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigen ke otak.
b. Breathing
Tachypnea, sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
c. Circulation
Sebagai akibat diuresis osmotik, akan terjadi dehidrasi. Visikositas darah juga
akan mengalami peningkatan, yang berdampak pada resiko terbentuknya
trombus. Sehingga akan menyebabkan tidak adekuatnya perfusi organ.
d. Disability
Kemungkinan terjadinya penurunan kesadaran.
3.. Sekunder Survey
Bilamana managemen ABC menghasilkan kondisi yang stabil, perlu
pengkajian dengan menggunakan pendekatan head to toe. Dari pemeriksaan fisik
ditemukan pasien dalam keadaan apatis sampai koma, tanda-tanda dehidrasi seperti
turgor turun disertai tanda kelainan neurologis, hipotensi postural, bibir dan lidah
kering, tidak ada bau aseton yang tercium dari pernapasan.
a) Pemeriksaan fisik (Mata : cekung, wajah : pucat, hidung : tidak terdapat cuping
hidung)
b) Neurologi (Stupor, lemah, disorientasi, kejang, reflek normal, menurun atau tidak
ada.
c) Pulmonary (Tachypnae, dyspnae, nafas tidak bau acetone)
d) Cardiovaskuler (Tachicardia, hipotensi postural, mungkin penyakit
kardiovaskulaer (hipertensi, CHF ), Capilary refill > 3 detik.

12
e) Renal (Poliuria ( tahap awal ), Oliguria ( tahap lanjut ), Nocturia, inkontinensia
f) Integumentary (Membran mukosa dan kulit kering, turgor kulit tidak
elastis,mempunyai infeksi kulit, luka sulit sembuh.
g) Gastrointestinal (Distensi abdomen dan penurunan bising usus)
3. Tersier Survey
A. Riwayat Keperawatan
a) Persepsi-managemen kesehatan
- Riwayat DM tipe II
- Riwayat keluarga DM
- Gejala timbul beberapa hari, minggu.
b) Nutrisi – metabolik
- Rasa haus meningkat, polidipsi atau tidak ada rasa haus.
- Anorexia
- Berat badan turun.
c) Eliminasi
- Poliuria, nocturia.
- Diarhe atau konstipasi.
d) Aktivitas – exercise
- lelah, lemah.
e) Kognitif
- Kepala pusing, hipotensi orthostatik.
- Penglihatan kabur.
- Gangguan sensorik.
B.Pemeriksaan Diagnostik
a) Serum glukosa: 800-3000 mg/dl.
b) Gas darah arteri: biasanya normal.
c) Elektrolit à biasanya rendah karena diuresis.
d) BUN dan creatinin serum à meningkat karena dehidrasi atau ada gangguan
renal.
e) Osmolalitas serum: biasanya lebih dari 350 mOsm/kg.
f) pH > 7,3.

13
g) Bikarbonat serum > 15 mEq/L.
h) Sel darah putih à meningkat pada keadaan infeksi.
i) Hemoglobin dan hematokrit à meningkat karena dehidrasi.
j) EKG à mungkin aritmia karena penurunan potasium serum.
k) Keton urine tidak ada atau hanya sedikit.
4. Analisa Data
Analisa data Etiologi
Ds : Px haus, lemah Hiperglikemik Kadar glukosa serum
Do : -Penurunan turgor
kulit Tekan osmolaritas naik Glukosuri
-Membran mukosa mulut
kering Hiperosmolar Peningkatan lajur aliran
-Nadi naik tubulus ginjal
-TD naik Menarik cairan extra
seluler kedalam intra Terjadi penurunan
seluler reabsobsi natrium dan air

Diagnosa kep : Volume Peningkatan exkresi air


cairan kurang KDM dan natrium

Diuresis osmotik poli urin

Do : -Kesadaran menurun polifagi


-Disorientasi
-Penurunan respon peningkatan badan keton
motorik verbal dan non
verbal terjadi penumpukan keton

kelemahan otot dan ssp

meningkatkan asam

14
aseoasetat dan asam beta
hidroksi butirat

peningkatan anion
hidrogen

akumulasi ion hidrogen

bikar bonat plasma

asedosis metabolik

menurunnya daya ikat


oksigen oleh HB

Diagnosa kep : gangguan


perfusi jaringan otak

5. Diagnose Prioritas Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat:
gangguan membran mukosa mulut
2. gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan kerusakan jaringan otak
Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan
NANDA NOC NIC
2. Kekurangan Setelah dilakukan Manajemen cairan
volume cairan tindakan -Monitor warna, jumlah
berhubungan dengan keperawatan dan frekuensi kehilangan
asupan cairan yang tidak selama 1x24 jam cairan dalam 24 jam
adekuat: gangguan diharapkan: -Observasi kehilangan
membran mukosa mulut Kekurangan cairan yang tinggi
Data Subyektif : cairan akan -Diare, drainase luka,

15
klien mengatakan haus teratasi, dengan diaforesis (banyak
kelemahan KH: keringat), pengisapan
Data Obyektif: -Tidak ada tanda- nasogastrik, perdarahan
penurunan turgor kulit, tanda dehidrasi: IWL
membran mukosa mulut/ BB tidak turun, -Monitor status hidrasi:
kulit kering, nadi elastisitas kulit kelembaban membran
meningkat TD baik, membran mukosa, nadi suhu,
menurun. mukosa lembab, respirasi dan tekanan
mata tidak cekung darah
-TTV dalam batas -Timbang dan pantau
normal : kemajuan BB
Suhu: 36,3- 37,4 -Kolaborasi pemberian
Nadi : bayi : cairan intravena,
140/menit anak pemasangan NGT, douwer
2th: 120/menit, kateter clan pemeriksaan
anak 4th: elektrolit
100/menit, anak Manajemen hipovolumia
10-14th:85- -Identifikasi faktor yang
90/menit. Laki- berkontribusi terhadap
laki dewasa: 60- bertambah buruknya
70/menit dehidrasi: demam, stres,
Premp.dewasa: obat-obatan
70-85/menit. -kaji adanya vertigo dan
Tekanan darah hipotensi postural
(RR): umur : -Monitor tingkat
110/75 mmHg, kesadaran, keadaan umum
umur 30-40th: dan status hemodinamik
125/85 mmhg, -Monitor respon klien
umur 40-60th: terhadap penambahan
140/90mmHg. cairan
-Atur posisi klien

16
trendelenburg
diindikasikan/ bila
hipotensi
-Kolaborasi dalam
pemberian produk darah/
cairan IV sesuai program

Gangguan perfusi jaringan Tujuan : setelah dilakukan Intervensi ;


serebral berhubungan kerusakan tindakan keperawatan - Suplai pemberian oksigenasi
jaringan otak selama 1x24 jam - Pemberian posisi Semifowler
Data objektif diharapkan masalah senyaman mungkin
-kesadaran menurun keperawatan teratasi - Monitor oksigenasi
-disorientasi dengan criteria hasil ; - Monitor status respirasi
-penurunan respon motorik - Respon motorik - Monitor neurologi
verbal dan nonverbal terhadap stimulus - Monitor tingkat simetrisan
baik dan reaksi pupil.
- Verbalisasi baik - Monitor tingkat orientasi
- Orientasi baik - Monitor trend gcs
- Menuruti perintah - Monitor ttv
- Kolaborasi obat farmakologis
brainact 1 amp, pirasetam 3
gr, neurodex oral, dll

17
BAB 4

Telaah jurnal
no judul Tujuan Populasi Analisis data Hasil
sampel
1 Effect of volume of untuk pasien anak Metode yang dari uji coba pasien
fluid resuscitation menentukan usia 0 – 18 dilakukan uji secara acak menerima
on metabolic apakah tahun yang peneliti casiran intravena volume
normalization in volume memiliki mengunakan rendah (10ml/kg iv) dan
children presenting administrasi penyakit control secara volume tinggi (20ml/kg
in diabetic cairan pada DKA acak iv dengan tingkat
ketoacidosis : a anak anak pemeliharaan yang sama
romdomized DKA 1,5) hasilnya setelah di
controlled trial memepengaru sesuaikan untuk di
hi tingkat bedakan tingkat
normalisasi dikarbonat waktu
metabolisme normalisasi metabolic
secara seiknifikan
kelompok infus volume
tinggi lebih cepat dari
pada volume rendah.
Tinggi
volume.kesimpuan tinggi
volume cairan dalam
pengobatan pasien DKA
pediatrick secara
signifikan
memperpendek waktu
normalisasi metabolism,
tetapi tidak mengubah
panjang keseluruhan dari
perawatan rumah sakit.
2 Clinical trial of Penelitian ini Pasien anak Peneliti Sebanyak 1389 kasus
fluid infusion rates bertujuan dengan keto menunjukan ketoacidosis pada anak
for pediatric apakah cairan acidosis metode dilaporkan. GCS
diabetic infuse dapat diabetik percobaan menurun kurang dari 14
ketoacidosis. mempengaruhi control secata kasus dan cidera otak
i neurolofis acak untuk klinis terjadi di 12 kasus.
pada pasien meneliti efek Tidak ada perbedaan
anak dengan dari tingkat yang signifikan antara
ketocacidosis pengaturan kelompok perlakuan
antrium diamati dengan GCS.
klorida dalam Kesimpulan administrasi
cairan infuse (pengaturan) natrium
klorida cairan intravena

18
secara signifikan
mempengaruhi hasil
neurologis paad pasien
anak
3 Resuscitation with Tujuan Sample Peneliti Dari 52 paiesn yang
balanced penelitian ini penelitian menggunakan tedaftar, 45 (22 dalam
electrolyte solution untuk yaitu pasien metode kelompok BES dan 23
prevents menentukan DKA prospestik, dalam kelompok NS)
hyperchloremic Apakah berusia 18 acak, double- memenuhi criteria inklusi
metabolic acidosis keseimbangan hingga 65 blind, studi dan menerima 4 jam
in patient with elektrolit tahun yang cairan. Mean
diabetic solusi (BSE) bikarbonat membanding postresuscitation clorida
ketoacidosis. dapat sebanyak 52 kan resusitasi adaalh 111 mmol/L (
mencegah dengan BES 95% confidience interval
asidosis dan NS [Cl] =110-112) pada
metabolic kelompok NS dan 105
hiperkloremik mmol/L (95%Cl = 103-
pada pasien 108) paad kelopok BES
dengan (P<, 001). Mean
ketoasidosis postresuscitation
diabetic bikarbonat adalah 17
mmol/L (95% Cl =15-18
)pada kelompok NS dan
20 mmol/L (95% Cl =
18-21) pada kelompok
BES (P =.020).
kesimpulan resusitasi
pasien DKA dengan hasil
BES dibawah serum
klorida dan tingkat
bikarbonat lebih tinggi
dari pasien yang
menerima NS, konsisten
dengan pencegahan
asidosis metabolic
hiperkloremik
4 Fluid menegement Penelitian Pasien penelitian 57 psien secara acak
in diabetic acidosis bertujuan dengan menggunakan dialokasikan , 29
– ringer lactate untuk DKA di metode dialokasikan untuk
versus normal menetukan kalafong dan double-blind menrima 0,9% larutan
saline a: apakah Ringer steeve biko acak nartrium klorida dan 28
randomized Laktat lebih rumah sakit terkontrol untuk menerima ranger
controlled trial unggul 0,9% Akademik dengan desain lakrtat ( dari 27 termasuk
larutan pararel dan dalam analisis dalam
natrium rasio alokasi setiap kelompok ).
klorida untuk 1-1 Kesimpulan penelitian

19
resolusi inin gagal untuk
asidosis dalam menunjukkan manfaat
pengelolaan dari menggunakan solusi
diabetic ranger laktat
ketoacidosis dibandingkan dengan
(DKA) larutan natrium klorida
0,9 % mengenai waktu
untuk normalisasi pH
pada pasien DKA

20
Literature review

Diabetes melitus yang juga dikenal sebagai penya-kit kencing manis adalah golongan
penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah sebagai akibat
adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pank-reas tidak mampu
memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Diabetes melitus dapat menyerang
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perla-
hanlahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya.
Karena itu, jelas bahwa DM bisa menjadi penyebab terjad-inya komplikasi baik yang akut
maupun kronis. Status hiperosmolar hiperglikemik terjadi sebagai akibat dari kombinasi
penurunan fungsi insulin dan peningkatan kontra regulatori hormon, seperti glukagon,
katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan yang ditandai dengan sindrom HHS yaitu
dehidrasi, hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis. Hal ini menyebabkan
peningkatan glukoneogenesis dihati dan produksi insulin di ginjal serta gangguan
penggunaan insu-lin pada jaringan perifer, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
hiperglikemi dan hiperosmolar pada ruang ekstraseluler tanpa ketosis karena pada HHS
insulin plasma tidak adekuat untuk memfasilitasi penggunaan glukosa oleh jaringan akan
tetapi sangat adekuat untuk mencegah lipolisis dan keto-genesis lewat mekanisme yang
belum diketahui. Status hiperosmolar hiperglikemik biasanya terjadi pada orang tua dengan
DM, penyakit penyerta, infeksi, efek pengobatan dan penyalahgunaan obat. Dalam makalah
yang kami angkat tentang HHS terapi yang digunakan pada kegawat darurat penanganan
penyakit tersebut adalah terapi cairan nacl 0,9 % dengan monitoring secara terjadwal dimana
terapi cairan tersebut dapat mengantikan kekurangan volume cairan dalam tubuh prinsipnya
adalah untuk mengembalikan volume sirkulasi dan reverse dehidrasi, kemudian beralih ke
nacl 0,45% berdasarkan apabila tekanan osmolaritas tidak menurun dan cenderung masih
meningkat meskipun keseimbangan cairan positif memadai, namun tidak menutup
kemungkin terapi cairan pada pasien HHS dapat mengindikasikan komplikasi terapi tersebut
adalah tekanan cairan hipotonik akibat volume sirkulasi cairan terlalu banyak maka dari itu
perlu terapi pembantu selain terapi cairan adalah terapi insulin, terapi tersebut mampu
mengembalikan sistem homeostatis darah selain juga menurunkan kadar gula dalam darah
akibat dari hiperglikemik tersebut.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. artikel status hiperomolar hiperglicemik,Vol 48,MEDICINA,2017


2. artikel the management of the hyperosmolar hyperglycaemic state(HHS) in adults with
diabetes,joint british diabetes societies inpatient care grup,NHS,agust 2012,
3. artikel terapi hiperosmolar hiperglikemik sindrom, Dokterpost.com diakses 4-10-2018
4. mansjoer, Arif, 2000, kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: media Aesculapius.
5. Patofisiologi ; konsep klinis proses proses penyakit price, Sylvia Anderson. 1995. Edisi 4.
Jakarta: EGC.
6. rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dokumentasi perawatan
pasien, Doenges,Marilynn E,1999,Edisi 3.jakarta:EGC.

22

You might also like