Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH LANSIA
A. Pengertian
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan
tahapan-tahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan
semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah,
pernafasan, pencernaan, endokrindan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan
seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada
kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada
ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of
daily living (Fatimah, 2010).
B. Batasan Lansia
Ketetapan seseorang dianggap lansia sangat bervariasi karena setiap Negara memiliki
criteria dan standar yang berbeda.Berikut ini pendapat para ahli yang dikutip dari
Nugroho (2000) dalam Ferry dan Makfudli (2009) tentang batasan umur lansia:
1) Di Indonesia, seseorang disebut lansia bila ia telah memasuki atau mencapai usia
60 tahun lebih (menurut Undang-Undang 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan
Sosial Lanjut Usia dalam Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah
seseorang yang mencapai usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam)
tahun ke atas”
2
C. Proses Menua
Constantinides dalam buku “In General Pathobiology” tahun 1994, menua (menjadi
tua) adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki, mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.4 Selama fase pertumbuhan proses anabolisme lebih besar
daripada katabolisme. Hal ini terjadi sebaliknya saat tubuh telah mencapai tingkat
kematangan fisiologis sehingga mengakibatkan hilangnya sel-sel yang berdampak
pada berbagai bentuk penurunan dan gangguan fungsi organ.1,4
Proses dan pola menua yang terjadi hampir sama antara lansia yang satu
dengan lansia lainnya tetapi laju perubahannya dapat bervariasi. Menurunnya fungsi
tubuh akibat proses menua menyebabkan perubahan-perubahan pada lansia.
Perubahan-perubahan tersebut meliputi aspek anatomi dan fisiologis, sosial,
lingkungan dan sebagainya. Secara umum perubahan anatomi dan fisiologis tubuh
meliputi:
3
1. Penglihatan
Terjadinya degenerasi struktur jaringan lensa mata, iris, pupil dan retina
menyebabkan kemampuan penglihatan pada lansia menurun dan menimbulkan
berbagai penyakit seperti katarak dan glaukoma. Bentuk bola mata lebih cekung
sedangkan bentuk kelopak mata menjadi cembung disebabkan karena terjadinya
penyusutan lemak periorbital.3
2. Pendengaran
Perubahan fungsi pendengaran bukan hanya menjadi masalah fisiologis tetapi
juga berdampak pada kehidupan sosial lansia. Menurut Bocklehurst-Allen yang
dikutip oleh Fatmah, pada beberapa penelitian di Negara Barat isolasi sosial yang
diakibatkan oleh gangguan pendengaran lebih besar dibandingkan yang
diakibatkan oleh gangguan penglihatan. Dilihat dari segi fisiologis, 65-70%
lansia menunjukkan kemunduran pendengaran secara fungsional (tuli
fungsional) setelah berusia 80 tahun dan 5% dari populasi usia di atas 65 tahun.3
3. Kulit
Jaringan lemak, lapisan epitel, serat kolagen dan kelembapan kulit yang
berkurang saat proses menua menyebabkan kulit menjadi lebih mengerut dan
kaku.
2. Protein
Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari
adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia, masa ototnya berkurang. Tetapi
ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan harus lebih
tinggi dari orang dewasa, karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa
nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan pencernaan dan
5
penyerapannya kurang efisien). Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk
lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi
untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya adalah pangan
hewani dan kacang-kacangan.
3. Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang
dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari
konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis (penyumbatan
pembuluh darah ke jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut
adalah asam lemak tidak jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak
nabati merupakan sumber asam lemak tidak jenuh yang baik, sedangkan lemak
hewan banyak mengandung asam lemak jenuh.
6. Air
Cairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh
untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine), membantu
pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja ginjal).
Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari.
asalah gizi pada lansia merupakan rangkaian proses masalah gizi sejak usia
muda yang manifestasinya timbul setelah tua (Depkes RI, 2003). Prevalensi
masalah gizi pada lansia yang meningkat telah diperlihatkan oleh sejumlah
penelitian (Watson, 2003). Masalah terkait gizi yang sering terjadi pada lansia
adalah malnutrisi dan obesitas.
1. Obesitas
2. Malnutrisi
Malnutrisi dapat terjadi baik pada lansia dengan berat badan lebih maupun
lansia dengan berat badan kurang. Malnutrisi dihubungkan dengan kurangnya
vitamin dan mineral, dalam beberapa kasus terjadi pula kekurangan protein
kalori. Malnutrisi protein kalori didefinisikan sebagai hilang dan rendahnya
tingkat albumin, sehingga lansia disarankan untuk diberikan intake protein
yang adekuat (Stanley, Blair& Beare, 2005). Malnutrisi pada lansia jika
dalam kondisi lama akan berdampak pada kelemahan otot dan kelelahan
karena energi yang menurun. Oleh karena itu, lansia akan berisiko tinggi
untuk terjatuh atau mengalami ketidakmampuan dalam mobilisasi yang
menyebabkan cedera atau luka tekan (Watson, 2003).
10
Pada kondisi lain, malnutrisi juga dapat dimanifestasikan dengan
kurangnya energi kronis. Kurang energi kronik pada lansia ini biasanya
disebabkan oleh makan tidak enak karena berkurangnya fungsi alat perasa
dan penciuman, banyak gigi yang tanggal sehingga terasa sakit jika untuk
makan dan nafsu makan yang berkurang karena kurang aktivitas, kesepian,
depresi, penyakit kronis serta efek samping obat (Depkes RI, 2003). Selain
itu, kehilangan selera makan yang berkepanjangan pada lansia dapat
menyebabkan penurunan berat badan yang drastis, sehingga kondisi ini dapat
menyebabkan lansia mengalami kekurangan gizi yang dimanifestasikan
dengan pemeriksaan secara klinis lansia terlihat kurus (Depkes RI, 2003).
J. Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan keseimbangan antara asupan nutrisi dan yang
dibutuhkan oleh tubuh, status gizi ini memiliki dampak yang signifikan pada
kesehatan dan penyakit (Dudek, 1997). Status gizi dibagi menjadi 3 kategori,
yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier, 2005 dalam
Khairina 2008). Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara
makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi
tersebut (Supariasa, 2001). Oleh karena itu, status gizi sangat dipengaruhi oleh
asupan gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi setiap hari dan
penggunaan zat gizi tersebut.
1. Penilaian Diatetik
2. Pemeriksaan Klinis
3. Antropometri
b) Tinggi Badan
4. Pemeriksaan Biokimia
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index merupakan salah
satu alat untuk memantau status gizi orang dewasa, khusus yang
berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT dapat
19
IMT= BB(Kg)
Tinggi Badan(m2)
Tabel 2.2. Kategori status gizi lansia berdasarkan indeks massa tubuh
menurut Depkes RI tahun 2005
20
lansia dengan rentang usia 65-90 atau lebih, mulai dari lansia yang
sangat lemah kondisinya sampai pada lansia yang sangat aktif dalam
3 studi berturut-turut. Studi pertama dilakukan oleh Toulouse (1991)
untuk pengaturan tes pada 155 lansia dengan kondisi lansia yang sangat
sehat sampai lansia yang mengalami malnutrisi, studi kedua oleh
Toulouse pada tahun 1991 untuk memvalidasi tes dari potensial
diskriminasi MNA dalam 120 lansia dengan kondisi lansia yang lemah
sampai lansia yang sehat, studi terakhir untuk melengkapi validasi
dalam budaya yang berbeda pada lansia non institusi (Vellas, 1999).
MNA memiliki dua bentuk yaitu full MNA dan short form
MNA. Full MNA mencakup 18 item yang dikelompokkan ke dalam 4
bagian, yaitu pengkajian antropometri (IMT yang dihitung dari berat
badan dan tinggi badan, kehilangan berat badan, lingkar lengan atas
dan lingkar betis), pengkajian umum (gaya hidup, obat-obatan,
mobilisasi dan adanya tanda dari depresi atau demensia), pengkajian
pola makan/diet (jumlah makanan, asupan makanan dan cairan serta
kemandirian dalam makan) dan pengkajian subjekif ( persepsi
individu dari kesehatan dan status gizinya) (Guigoz, 1996; Guigoz
2006). Full MNA ini dapat dilengkapai dalam watu kurang dari 15
menit dan masing-masing jawaban memiliki nilai yang akan
mempengaruhi nilai akhir, dimana nilai maksimum akhir adalah 30.
Batas nilai ambang dari full MNA ini adalah nilai ≥ 24
mengindikasikan nutrisi baik, nilai 17-23,5 mengindikasikan risiko
malnutrisi dan <17 mengindikasikan malnutrisi (Guigoz, 1996;
Guigoz 2006).
beraktifitas lainnya diberi nilai 1 dan jika lansia masih mampu untuk
pergi keluar atau beraktivitas diberi nilai 2.
Pertanyaan selanjutnya terdiri dari: apakah lansia menderita
stress psikologi atau penyakit akut selama 3 bulan terakhir, jika iya
maka diberi nilai 0 dan jika tidak diberi nilai 2; apakah lansia
mengalami masalah neuropsikologi, jika lansia mengalami demensia
atau depresi yang parah diberi nilai 0, jika demensia ringan diberi nilai
1 dan jika tidak mengalami masalah neuropsikologi diberi nilai 2.
Setelah semua pertanyaan dijawab maka pertanyaan yang harus diisi
terakhir adalah hasil dari perhitungan IMT lansia. JIka hasil IMT
kurang dari 19 diberi nilai 0, jika 19-21 diberi nilai 1, jika 21-23 diberi
nilai 2 sementara jika 23 atau lebih diberi nilai 3.
dari susu (susu, keju, yoghurt perhari), pilihan kedua adalah dua porsi
atau lebih kacang-kacangan/telur perminggu dan pilihan ketiga adalah
daging, ikan, unggas setiap hari. Dari pilihan ini jika lansia tidak ada
atau hanya 1 jawaban diatas maka diberi nilai 0, jika terdapat 2
jawaban dari pilihan tersebut diberi nilai 1 dan jika semua pilihan
dijawab iya maka diberi nilai 2. Selanjutnya diatanyakan apakah lansia
mengkonsumsi sayur atau buah 2 porsi atau lebih setiap hari, jika
tidak maka diberi nilai 0 dan jika iya diberi nilai 1.
Asupan cairan yang lansia minum per hari seperti air putih, jus,
kopi, teh, susu dsb juga ditanyakan kepada lansia, jika lansia minum
kurang dari 3 gelas maka diberi nilai 0, jika 3-5 maka diberi nilai 1 dan
jika lebih dari 5 gelas diberi nilai 2. Selanjutnya ditanyakan tentang
bagaimana cara lansia makan, jika lansia tidak dapat makan tanpa
dibantu maka diberi nilai 0, jika dapat makan sendiri namun
mengalami kesulitan diberi nilai 1 dan jika dapat makan sendiri tanpa
ada masalah diberi nilai 2.
Lansia juga ditanyakan tentang persepsinya tentang status gizi
lansia, jika lansia melihat ada masalah gizi pada dirinya maka diberi
nilai 0, jika lansia ragu/tidak tahu terhadap masalah gizinya diberi
nilai 1 dan jika lansia melihat tidak ada masalah terhadap status gizi
lansia diberi nilai 2. Selain persepsi tentang status gizi dirinya, lansia
juga diminta untuk membandingkan status kesehatan lansia dengan
orang lain, jika lansia memandang tidak lebih baik dari orang lain
diberi nilai 0, jika lansia tidak tahu diberi nilai 1, jika lansia
memandang dirinya sama baiknya dengan orang lain maka diberi nilai
2 dan jika lansia memandang dirinya lebih baik dari orang lain maka
diberi nilai 3.
Pertanyaan selanjutnya yaitu pengukuran Lingkar Lengan Atas
(LLA) dan pengukuran lingka betis. Jika hasil LLA kurang dari 21 cm
diberi nilai 0, jika hasil LLA antara 21-22 cm diberi nilai 0,5 dan jika
hasilnya lebih dari 22 cm diberi nilai 1. Kemudian jika hasil lingkar
betis kurang dari 31 cm diberi nilai 0 dan jika hasilnya lebih dari
25
2. Inkontinensia Urin
Masalah yang sering dijumpai pada lanjut usia adalah
inkontinensia urin, yang disebabkan oleh penurunan kekuatan otot
diantaranya otot dasar panggul. Otot dasar panggul berfungsi
menjaga stabilitas organ panggul secara aktif, berkontraksi
mengencangkan dan mengendorkan organ genital, serta
mengendalikan dan mengontrol defekasi dan berkemih.
Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yang tidak terkendali
dalam waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan
frekuensi dan jumlahnya yang akan menyebabkan masalah sosial
dan higienis penderitanya. Yang cukup serius seperti infeksi
saluran kemih, kelainan kulit, gangguan tidur, problem psikososial
seperti depresi, mudah marah dan terisolasi. Variasi dari
inkontinensia urin meliputi dari kadang-kadang keluar hanya
beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan
disertai juga inkontinensia alvi.
Lansia yang mengalami inkontinensia urin mempunyai
kecenderungan untuk mengurangi minum. Hal ini selain
mengganggu kesimbangan cairan yang sudah cenderung negatif
pada lansia, dapat juga mengakibatkan kapasitas kandung kemih
menurun dan selanjutnya akan memperberat keluhan
inkontinensianya. (Ananingsih 2013)
27
3. Konstipasi
Pada lansia terjadi Penurunan fungsi alat pencernaan khususnya
pada usus dapat menyebabkan konstipasi. Konstipasi dapat
diartikan sebagai kesulitan buang air besar, yang disebabkan karena
berkurangnya fungsi pergerakan usus dan kesulitan pergerakan
feses. Konstipasi pada lansia selain menurunnya fungsi
gastrointestinal juga dipengaruhi oleh asupan makanan. Makanan
yang dapat mempengaruhi terjadinya proses konstipasi adalah
makanan yang mengandung kalsium, tinggi lemak dan makanan
yang tinggi gula.
Selain itu juga dipengaruhi oleh tidak ada zat gizi tertentu yang
mendukung penyerapan kalsium sehingga dapat menyebabkan
konstipasi. Kadar kalsium yang tinggi dalam tubuh menurunkan
kontraktilitas otot, dengan demikian mengurangi reabsorpsi air
(Endyarni dkk, 2004). Konsumsi kalsium yang tinggi dapat
menyebabkan lamanya transit feses dalam usus besar disebakan
karena menurunnya gerak peristaltik usus serta mengalami
penurunan absorbsi elektrolit (William,2008). (Amri 2015).
4. DM Tipe 2
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang sering
dijumpai pada usia lanjut. Hampir 50% pasien diabetes tipe 2
berusia 65 tahun ke atas. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa
prevalensi Diabetes Melitus maupun Gangguan Toleransi Glukosa
(GTG) meningkat seiring dengan pertambahan usia, menetap
sebelum akhirnya menurun. Dari data WHO didapatkan bahwa
setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2
mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13
mg%/tahun pada 2 jam setelah makan.
b) Kadar Gula Darah Normal Menurut WHO :
(1) Ketika puasa: 4 - 7 mmol/l atau 72 - 126 mg/dl
(2) 90 menit setelah makan: 10 mmol/l atau 180 mg/dl
28
5. Anemia
Penyebab anemia pada lansia adalah kekurangan Fe, asam folat,
vit.B12, dan protein. Faktor lainnya seperti kemunduran proses
metabolism sel darah merah (hemoglobin) juga terjadi. Gejala yang
tampak seperti cepat lelah, lesu, otot lemah, letih, pucat, berdebar-
debar, sesak napas waktu kerja, kesemutan, mengeluh sering pusing,
mata berkunang-kunang dan mengantuk kelopak mata, bibir, telapak
tangan menjadi pucat, Hb<8gram/dl, serta kemampuan konsentrasi
menurun. (Maryam dkk, 2008).
6. Demensia
Istilah demensia itu berasal dari bahasa asing emence yang pertama kali
dipakai oleh Pinel (1745 - 1826). Pikun sebagaimana orang awam
mengatakan merupakan gejala lupa yang terjadi pada orang lanjut usia.
Pikun ini termasuk gangguan otak yang kronis. Biasanya (tetapi tidak
selalu) berkembang secara perlahan-lahan, dimulai dengan gejala
depresi yang ringan atau kecemasan yang kadangkadang disertai
dengan gejala kebingungan, kemudian menjadi parah diiringi dengan
hilangnya kemampuan intelektual yang umum atau demensia. Jadi
istilah pikun yang dipakai oleh kebanyakan orang, terminologI
ilmiahnya adalah demensia. (Schaei & Willis, 1991). Jabaran demensia
sekarang adalah "kehilangan kemampuan kognisi yang sedemikian
berat hingga mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan" (Kusumoputro,
2006).
Orang yang mengalami demensia selain mengalami kelemahan
kognisi secara bertahap, juga akan mengalami kemunduran aktivitas
hidup seharihari (activity of daily living/ADL) Ini pun terjadi secara
bertahap dan dapat diamati. Awalnya, kemunduran aktivitas hidup
seharihari ini berujud sebagai ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas hidup yang kompleks (complex activity of daily living) seperti
tidak mampu mengatur keuangan, melakukan korespondensi, bepergian
30
7. Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanansistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya
diatas 90 mmHg (Smith Tom,1995). Menurut WHO, penyakit
hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih
besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003).
Laki-laki usia diatas 40th : 2 – 8,5 Wanita usia diatas 40th : 2 – 8 mg/dL
mg/dL
,
33
8. Gangguan Penglihatan
a. Penurunan kemampuan penglihatan
Penurunan ini dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah progesifitas
dan pupil kekunningan pada lensa mata, menurunnya vitous humor, perubahan
ini dapat mengakibatkan berbagai masalah pada usia lanjut seperti : mata kabur,
hubungan aktifitas sosial, dan penampialan ADL, pada lansia yang berusia lebih
dari 60 tahun lensa mata akan semakin keruh, beberapa orang tidak mengalami
atau jarang mengalami penurunan penglihatan seirinng dengan bertambahnya
usia.
b. Glaukoma
Glaukoma dapat terjadi pada semua usia tapi resiko tinggi pada lansia usia 60
tahun keatas, kerusakan akibat glaukoma sering tidak bisa diobati namun dengan
medikasi dan pembedahan mampu mengurangi kerusakan pada mata akibat
glaukoma. Glaukoma terjadi apabila ada peningkatan tekanan intra okuler (IOP)
pada kebanyakan orang disebabkan oleh oleh peningkatan tekanan sebagai
akibat adanya hambatan sirkulasi atau pengaliran cairan bola mata (cairan jernih
berisi O2, gula dan nutrisi), selain itu disebabkan kurang aliran darah kedaerah
vital jaringan nervous optikus, adanya kelemahan srtuktur dari syaraf.
Populasi yang berbeda cenderung untuk menderita tipe glaukoma yang berbeda
pula pada suhu Afrika dan Asia lebih tinggi resikonnya di bandinng orang kulit
putih, glaukoma merupakan penyebab pertama kebutuhan di Asia.
Tipe glaukoma ada 3 yaitu :
1. Primary open angle Gloueoma (glaukoma sudut terbuka)
2. Normal tenion glukoma (glaucoma bertekanan normal)
3. Angel clousure gloukoma (Glaukoma sudut tertutup)
c. Katarak
Katarak adalah tertutupnya lensamata sehingga pencahayaan di fokusing
terganggu (retina) katarak terjadi pada semua umur namun yang sering terjadi
pada usia > 55 tahun. Tanda dan gejalanya berupa : Bertanbahnya gangguan
penglihatan, pada saat membaca / beraktifitas memerlukan pencahayaan yang
lebih, kelemahan melihat dimalam hari, penglihatan ganda. Penanganannya
34
yang tepat adalah pembedahan untuk memperbaiki lensa mata yang rusak
pembedahan dilakukan bila katarak sudah mengganggu aktifitas namun bila
tidak mengganngu tidak perlu dilakukan pembedahan.
9. Gangguan Pendengaran
1. Gangguan Pendengaran Tipe Konduktif
Gangguan bersifat mekanik, sebagai akibat dari kerusakan kanalis
auditorius, membrana timpani atau tulang-tulang pendengaran. Salah satu
penyebab gangguan pendengaran tipe konduktif yang terjadi pada usia
lanjut adalah adanya serumen obturans, yang justru sering dilupakan pada
pemeriksaan. Hanya dengan membersihkan lobang telinga dari serumen ini
pendengaran bisa menjadi lebih baik.
3. Prebiakusis
Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekwensi tinggi, yang
merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia.
Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat.
1) Presbiakusis Sensorik
2) Presbiakusis neural
3) Prebiakusis Strial ( metabolic )
4) Prebiakusis Konduktif Kohlear ( mekanik )
4. Tinitus
Suatu bising yang bersifat mendengung, bisa bernada tinggi atau rendah,
bisa terus menerus atau intermiten. Biasanya terdengar lebih keras di waktu
malam atau ditempat yang sunyi. Apabila bising itu begitu keras hingga bisa
didengar oleh dokter saat auskkkultasi disebut sebagai tinnitus obyektif.
35