You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MENINGITIS DI RUANG SARAF

RSUD ULIN BANJARMASIN

Oleh:

Nama : Rindayantari

NPM : 1614401110036

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN REGULER

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TAHUN AKADEMIK 2019


LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS

1 Konsep Penyakit

1.1 Anatomi fisiologi

1.1.1 Struktur Meninges


Meninges terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu duramater, arachnoid,
dan piamater. Duramater melekat pada tengkorak atau tulang kanalis
vertebralis di sumsum tulang belakang. Arachnoid melekat pada
duramater. Sedangkan piamater melekat pada jaringan sistem saraf
pusat.

1.1.2 Duramater
(Artikel lengkap: Duramater)
Duramater adalah lapisan meninges yang tebal, kuat, dan paling dekat
dengan otak. Duramater berarti “ibu yang kuat”. Pada bagian terluar
yang longgar terdiri dari serat fibrosa dan serat elastis. Pada bagian
tengah kebanyakan berserat dan terdiri dari dua bagian: lapisan
endosteal (yang lebih dekat dengan tengkorak) dan lapisan meningeal
(yang lebih dekat dengan otak). Duramater bersifat seperti kantung
yang menyelubungi arachnoid dan membawa darah dari otak ke
jantung.

1.1.3 Arachnoid
(Artikel lengkap: Arachnoid)

Lapisan meninges yang terletak dibagian tengah disebut arachnoid


mater. Dinamakan demikian karena strukturnya mirip jaring laba-laba
namun transparan. Struktur ini memberikan efek bantalan untuk sistem
saraf pusat. Arachnoid merupakan membran transparan yang tipis serta
terdiri dari jaringan fibrosa dan sel-sel yang kedap cairan. Arachnoid
tidak mengikuti bentuk permukaan otak jadi terlihat seperti kantong
yang longgar tapi pas.

1.1.4 Piamater
(Artikel lengkap: Piamater)

Piamater adalah membran yang sangat halus, tipis, dan mengikuti


bentuk permukaan otak yang berlekuk-lekuk. Ia terdiri dari jaringan
fibrosa dan sel yang kedap cairan. Pada piamater terdapat pembuluh
darah menuju ke otak dan sumsum tulang belakang.

1.1.5 Otak Besar ( Cerebrum )


Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut
Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan
bagian otak yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum
membuat manusia memiliki kemampuan berfikir, analisa, logika,
bahasa, perasaan, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual. Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh kualitas
bagian ini. Otak Besar / Cerebrum terbagi menjadi empat bagian yang
disebut lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian
lekukan yang menyerupai parit disebut sulcus.

1.1.5.1 Lobus Frontal


Merupakan bagian lobus yang ada di paling depan dari Otak
Besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat
alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan,
kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

1.1.5.2 Lobus Parietal


Berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor perasaan
seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

1.1.5.3 Lobus Temporal


Berada di bagian bawah berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa bicara atau
komunikasi dalam bentuk suara.

1.1.5.4 Lobus Occipital


Bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan
visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan
interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
1.1.6 Otak Kecil ( Cerebellum )
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya:

a. Mengatur sikap atau posisi tubuh


b. Mengontrol keseimbangan
c. Koordinasi otot dan gerakan tubuh

Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan


otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan
tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya. Jika
terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi.

1.1.7 Batang Otak ( Brainstem )


Mengatur fungsi vital manusia meliputi pusat pernafasan, denyut
jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan
merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight
( menghadapi atau menghindar ) saat datangnya ancaman. Batang Otak
terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1.1.7.1 Mesencephallon
Disebut Otak Tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil.
Berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan
mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan
pendengaran.
1.1.7.2 Diencephallon
Merupakan bagian otak yang terletak dibagian atas dari batang
otak dan di depan mesencephalon. Terdiri dari

a. Thalamus ( yang terletak diantara korteks otak besar dan


otak tengah ) yang berfungsi untuk menyampaikan impuls /
sinyal motorik menuju korteks otak besar dan medulla
spinalis.
b. Hipotalamus adalah bagian otak yang terdiri dari sejumlah
nukleus dengan berbagai fungsi yang sangat peka terhadap
steroid, glukokortikoid, glukosa dan suhu. Hipotalamus
merupakan pusat kontrol autonom. Salah satu fungsi yang pe
nting adalah karena terhubung dengan sistem syaraf dan
kelenjar hipofisis yang merupakan salah satu homeostasis
sistem endokrin yaitu fungsi neuroendokrin yang
berpengaruh terhadap sistem syaraf otonom sehingga dapat
menjaga homeostasis tekanan darah, denyut jantung, suhu
tubuh, perilaku konsumsi dan emosi. Hipotalamus
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
limfatik, dan merupakan konektor sinyal dari berbagai
bagian otak menuju korteks otak besar. Akson dari berbagai
sistem indera berakhir pada hipotalamus (kecuali sistem
olfaction) sebelum informasi tersebut diteruskan menuju
korteks otak besar. Hipotalamus berfungsi juga mengirim
sinyal menuju kelenjar adrenal yaitu epinephrine dan
norepinephrine yang menskresikan Antideuretic Hormone
(ADH), Oksitosin, dan Regulatori Hormone.
1.1.7.3 Medulla Oblongata
Adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan
menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Berfungsi
untuk menghantarkan impuls dari medulla spinalis menuju otak.
Medulla Oblongata mempengaruhi reflek fisiologi seperti detak
jantung, tekanan darah, volume dan kecepatan respirasi, fungsi
pencernaan. Selain itu juga mengatur gerak refleks lain seperti
bersin, batuk, dan berkedip.

1.1.7.4 Pons
Kata pons berasal dari bahasa latin yang berarti jembatan.
Adalah bagian otak yang berupa serabut syaraf yang
menghubungkan dua belahan otak kecil (kiri dan kanan). Pons
juga menghubungkan korteks otak dan medula.

Pons disebut juga Pons Varoli / Jembatan Varol.

Sebagai bagian dari batang otak, pons juga mempengaruhi


beberapa fungsi otomatis organ vital tubuh salah satunya
mengatur intensitas dan frekuensi pernapasan. Pons juga
dikaitkan dengan kontrol siklus tidur. Selain itu pons juga
berhubungan dengan batang otak untuk mengontrol refleks
( yuyun yueniwati, 2017) .

1.2 Definisi penyakit


Meningitis merupakan radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis dan di sebabkan oleh virus,bakteri atau organ
organ jamur).(Smeltzer 2009)
Meningitis merupakan peradangan pada selaput meningen ,cairan
selebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat . (Suriadi 2011)

Meningitis merupakan radang pada meningen (membrane yang


mengelilingi otak dan medulla spinalis), keluhan pertama biasanya nyeri
kepala (Rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan pinggang. Tengkuk
menjadi kaku, yang disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ektensor
tengkuk. Bila hebat, akan terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dengan
kepala tertengadah, punggung dalam sikap hiperekstensi, dan kesadaran
menurun tanda kering serta brudzinsky (Naga, 2013)

1.3 Etiologi
Meningitis dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri
ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan menembus
kedalam cairan otak.

1.3.1 Virus

Jenis virus yang sering sebagai etiologi meningoesfasilitis antara lain:


enterovirus (poliovirus, coxsackievirus A dan B, echo Virus), mumps
virus, lymphocytic virus. Disebutkan yang tersering yaitu echovirus
dan coxsackievirus.

1.3.2 Bakteri
Menurut center for disease terbanyak adalah haemophilus influenzae
(45%), streptococcus pneumoniae (18%) dan Neisseria meningitis
(14%). Insiden dari tipe bakteri penyebab bervariasi menurut umur
pasien. Pada neonatal (0-2 bulan) bakteri penyebab meningitis adalah
streptocaccu group B, E. Coli, pneumoniae. Pada dewasa muda(6-20
tahun) Yaitu N. Meningitidis. S pneumonia dan H. Influenza,
sesangkan pada dewasa (>20 tahun) adalah S, pneumonia, N.
Meningitidis, streptococcus dan strephylococcus.

1.3.3 Protozoa : Toksoplasmosis, malaria

1.3.4 Mikosis : Blastomikosis, dll

1.3.5 Riketsia Moch, Bahrudin. (2017)

1.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari Meningitis (Naga, 2013), yaitu :
1.4.1 Munculnya sakit kepala dan demam (gejala awal yang paling sering
terjadi)

1.4.2 Adanya perubahan pada tingkat kesadaran yang terjadi letargik, tidak
responsive, dan koma

1.4.3 Munculnya iritasi meningen, sehingga terdapat sejumlah tanda berikut:

1.4.3.1 Rigiditasnukal (kaku leher), sehingga kepala mengalami


kesukaran saat melakukan fleksi karena adanya spasme otot-
otot leher.

1.4.3.2 Tanda krenik positif, sehingga ketika pasien dibaringkan


dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah abdomen, kaki
tidak dapat diekstensikan sempurna.

1.4.3.3 Tanda brudzinky, sehingga ketika leher pasien difleksikan,


maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi
pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka
gerakan yang sama terlihat tanda sisi ekstremitas yang
berlawanan.

1.4.4 Mengalami foto fobia atau sensitive yang berlebihan pada cahaya.

1.4.5 Terjadi kejang akibat area fokalkortikal yang peka dan peningkatan
TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral, dengan tanda-tanda
perubahan karateristik, tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa
dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan
penurunan tingkat kesadaran.

1.4.6 Adanya ruam merupakan cirri menyolong pada meningitis


meningokokal .

1.4.7 Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia, yaitu demam


tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, shock, dan
tanda koagulopati intravaskuler disminata.
1.5 Pathway/ Patofisiologi
Pada umum virus masuk sistem limfatik, melalui penelanan enterovirus
pemasukan pada membran mukosa oleh campak, rubella, VVZ, atau HSV :
atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain.
Di tempat tersebut mulai terjadi, multiplikasi dan masuk aliran darah
menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural)
ada sakit demam, sistemik, tapi jika terjadi multiplikasi virus lebih lanjut
pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat
terjadi. Invasi SSS disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis, HSV-1
mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson
saraf.

Kerusakan neurologis disebabkan oleh invasi langsung dan penghancuran


jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan/atau oleh reaksi
hospes terhadap antigen virus, kebanyakan penghancuran saraf mungkin
karena invasi virus secara langsung, sedangkan respons jaringan hospes
yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta
perivaskuler (Nelson, 2010).

1.6 Pemeriksaan penunjang

1.6.1 Uji serologi untuk mengetahui jenis virus dan menentukan etiologi
infeksi SSS nonenterovirus.

1.6.2 Pemeriksaan neuroimaging (Nelson, 2010).

1.6.3 Pungsi lumbal; untuk mengetahui adanya sel darah putih dan
sensitivitas mikroorganisme.

1.6.4 Pemeriksaan laboratorium.

1.6.5 CT-Stan dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi derajat


pembengkakan dan tempat nekrosis.

1.6.6 Terapi kortikosteroid (deksametason) untuk mengurangi inflamasi


(Elizabeth, 2009).
1.6.7 Ditemukan kadar glukosa serum meningkat.

1.6.8 Kultur urin/urinalisis untuk mengidentifikasi organisme penyebab.

1.6.9 Kultur nasofaring untuk mengidentifikasi organisme penyebab.

1.6.10 Kadar elektrolit serum meningkat jika anak dehidrasi; natrium


serum (Na+) naik; kalium serum (K+) turun (Linda, 2009).

1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan meningoensefalitis yaitu :

1.7.1 Antibiotik

1.7.2 Pengurangan cahaya ruangan, kebisingan dan tamu.

1.7.3 Nyeri kepala diatasi dengan istirahat dan analgesic

1.7.4 Asetamenofen dianjurkan untuk demam

1.7.5 Kodein, morfin dan derivat fenotiazin untuk nyeri dan muntah

1.7.6 Perawatan yang baik dan pantau dengan teliti (Nelson, 2010).
Sedangkan menurut Linda (2009), penatalaksanaan pada kasus
meningoensefalitis yaitu anak ditempatkan dalam ruang isolasi
pernapasan sedikitnya selama 24 jam setelah mendapatkan terapi
antibiotic IV yang sensitif terhadap organisme penyebab, steroid
dapat diberikan sebagai tambahan untuk mengurangi proses
inflamasi, terapi hidrasi intravena diberikan untuk mengoreksi
ketidakseimbangan elektrolit dan memberikan hidrasi. Dalam
pemberian cairan ini perlu dilakukan pengkajian yang sering utuk
memantau volume cairan yang diinfuskan untuk mencegah
komplikasi kelebihan cairan, seperti edema serebri. Pengobatan
kemudian ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengatasi
komplikasi dari proses penyakit.

2 Rencana Asuhan Keperawatan

2.1 Pengkajian

2.1.1 Riwayat Keperawatan


Menurut Riyadi & Sukarmin (2009) pengkajian yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
2.1.1.1 Pengkajian

2.1.1.1.1 Riwayat kesehatan


Munculnya peningkatan suhu tubuh.

2.1.1.1.2 Keluhan utama


Peningkatan suhu tubuh yang kadang diikuti
penurunan kesadaran dan kejang.

2.1.1.1.3 Kondisi fisik


Kesadaran anak menurun, peningkatan denyut
jantung yang terkesan lemah, pernafasan yang
meningkat, pada pengkajian persyarafan di jumpai
kaku kuduk.

2.1.1.1.4 Kebutuhan fungsional kebutuhan fungsional yang


mungkin akan terganggu pada anak dengan
meningoencephalitis antara lain :
a. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
b. Kebutuhan oksigenasi
c. Kebutuhan cairan dan elektrolit.
2.1.1.1.5 Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Masalah pertumbuhan dan perkembangan antara lain
akan terjadi retardasi mental, gangguan kelemahan
atau ketidakmampuan menggerakan tangan maupun
kaki.

2.1.2 Pemeriksaan penunjang

2.1.2.1 Uji serologi untuk mengetahui jenis virus dan menentukan


etiologi Up SSS nonenterovirus.

2.1.2.2 Pemeriksaan neuroimaging (Nelson, 2010).

2.1.2.3 Pungsi lumbal; untuk mengetahui adanya sel darah putih


dan sensitivitas mikroorganisme.

2.1.2.4 Pemeriksaan laboratorium.

2.1.2.5 CT-Stan dan MRI dapat digunakan untuk mengevaluasi


derajat pembengkakan dan tempat nekrosis.

2.1.2.6 Terapi kortikosteroid (deksametason) untuk mengurangi


inflamasi (Elizabeth, 2009).

2.1.2.7 Ditemukan kadar glukosa serum meningkat.

2.1.2.8 Kultur urin/urinalisis untuk mengidentifikasi organisme


penyebab.

2.1.2.9 Kultur nasofaring untuk mengidentifikasi organisme


penyebab.

2.1.2.10 Kadar elektrolit serum meningkat jika anak dehidrasi;


natrium serum (Na+) naik; kalium serum (K+) turun (Linda,
2009).

2.2 Diagnosa Keperawatan

2.2.1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi


neuromuskular.

2.2.2 Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.

2.2.3 Resiko injuri berhubungan denagan kejang tonik klonik, disorientasi.

2.2.4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
2.2.5 Risiko kejang ulang berhubungan dengan infeksi.

2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnose Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil

1 Bersihan jalan Setelah dilakukan a. Buka jalan nafas, a. Untuk


nafas tidak tindakan gunakan teknik membuka jalan
efektif b.d keperawatan chinlift atau jaw nafas klien.
disfungsi diharapkan thrust bila perlu. b. Untuk
neuromuskula bersihan jalan b. posisikan pasien mempermudah
r. nafas efektif untuk untuk klien dalam
dengan Kriteria memaksimalkan bernafas.
Hasil: ventilasi. c. Untuk
c. Identifikasi mempermudah
 Mendemostras pasien perlunya klien pada saat
ikan batuk efektif pemasangan alat jalan bernafas normal.
dan suara nafas nafas buatan. d. Untuk
yang bersih, tdak d. Lakukan fisoterapi mengetahui jalan
ada sianosis dada jika perlu. nafas yang
dyspneu. (NANDA, 2015) terganggu.
 Menunjukkan
jalan nafas yang
paten.Mampu
mengidentifikasik
an dan mencegah
faktor yang dapat
mencegah jalan
nafas.

2 Hipertermi Setelah dilakukan a. Monitor warna a. Agar


b.d proses tindakan dan suhu kulit menegtahui
penyakit. keperawatan b. Monitor tekanan perubahan pada
diharapkan darah, nadi dan RR. bagian tubuh
hipertermi dapat c. Monitor intake klien.
diatasi dengan dan output. b. Untuk
Kriteria Hasil : d. Berikan mengetahui
 Suhu tubuh antiperetik. kedaan klien.
dalam rentang e. Kompres pasien c. Untuk
normal pada lipat paha dan mengetahui klien
 Nadi dan RR aksila. apakah ada
dalam rentang (NANDA, 2008) dehidrasi atau
normal. tidak.
 Tidak ada d. Untuk
perubahan warna menurunkan
kulit dan tidak panas jika suhu
ada pusing, diatas batas
merasa nyaman normal.
e. Untuk
mengurangi suhu
panas pda tubuh.

3 Setelah dilakukan a. Sediakan lingkungan a. Untuk


Resiko
tindakan yang aman untuk menjaga
injuri b.d
keperawatan pasien. keamanan pada
kejang
diharapkan klien b. Identifikasi klien.
tonik
terbebas dari resiko kebutuhan keamanan b. Lihat bed
klonik,
injuri dengan pasien. pasien pagar
disorientasi.
kriteria hasil : c. Hindarkan bagian kanan dan
 Klien bebas lingkungan yang kiri.
dari cedera. berbahaya. c. Untuk
 Klien mampu d. Sediakan mengurangi
menjelaskan cara tempat tidur yang resiko jatuh.
atau metode untuk nyaman dan bersih. d. Untuk
mencegah cidera. e. Anjurkan keluarga kenyamanan
 Klien mampu menemani pasien. klien agar tidur
menjelaskan faktor tidak terganggu.
resiko dari e. Untuk
lingkungan atau mendukung klien.
perilaku personal.

4 Ketidakseim Setelah dilakukan a. Kaji adanya alergi a. Untuk


bangan tindakan makanan. mengetahui
nutrisi keperawatan b. Kolaborasi dengan apakah klien ada
kurang dari diharapkan nutrisi ahli gizi untuk alergi pada
kebutuhan dapat terpenuhi menentukan jumlah makanan.
tubuh dengan kriteria kalori dan nutrisi b. Untuk
b.d mual, hasil : yang dibutukan menanmbah
muntah,  Adanya pasien. nutrisi yang
anoreksia. peningkatan berat c. Yakinkan diet dibutuhkan klien.
badan sesuai yang dimakan c. Agar
dengan tujuan. mengandung tinggi melancarkan
 BB ideal serat untuk mencegah dalam BAB klien
sesuai dengan kostipasi. untuk mencegah
tinggi badan. d. Berikan makanan konstipasi.
 Mampu yang terpilih. d. Untuk
mengidentifikasi (NANDA, 2015) menambah gizi
kebutuhan nutrisi. seimbang klien.

5 Risiko kejang Setelah dilakukan a. Longgarkan a. Agar


ulang b.d tindakan keperwatan pakaian, berikan mempercepat
infeksi. diharapkan tidak pakaian tipis yang menurunkan
terjadi kejang mudah menyerap panas klien.
dengan kriteria keringat. b. Untuk
hasil : b. Berikan kompres mengurangi suhu
 Tidak terjadi hangat suhu panas pada
kejang ulang. c. Berikan ekstra klien.
 Tidak ada cairan. c. Untuk
peningkatan d. Observasi kejang menambah cairan
tekanan dan TTV tiap 4 jam klien.
intracranial tidak sekali. d. Untuk
ada tanda-tanda e. Batasi aktifitas mengetahui
infeksi selama anak panas normal tidaknya
TTV klien.
e. Untuk
mengurangi suhu
panas klien.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma (2015) APLIKASI : Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta :
Mediaction

Naga, Sholeh. 2013. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta :
Diva Press

Suriadi, Rita Yuliani.2006.Asuhan keperawatan pada Anak Ed.2.Jakarta:Percetakan


Penebar Swadaya

Yuenawati yuyun,( 2017) Pecitraan pada tumor otak: Modalitas dan interpretasinya

You might also like