You are on page 1of 5

TEORI PENUAAN

Fida Khalidah Ziah 406138099

Penuaan merupakan fenomena yang ditandai dengan penurunan


progresif dalam fungsi fisiologi dan peningkatan kematian yang sering disertai
dengan banyak penyakit patologis.1 Banyak teori yang diajukan untuk
menjelaskan proses penuaan, tetapi tidak ada diantara teori tersebut yang dirasa
cukup untuk menjelaskan proses penuaan. Teori penuaan tradisional
menganggap penuaan bukan merupakan adaptasi atau terprogram secara
genetik. Teori penuaan biologi modern terbagi menjadi dua kategori : 1.
Terprogram; 2. Teori kerusakan. Teori terprogram mengatakan bahwa penuaan
mengikuti biological timetable. Sedangkan, teori kerusakan menekankan
gangguan lingkungan pada kehidupan organisme yang menyebabkan akumulasi
kerusakan sebagai penyebab penuaan.2,3

1. Teori Terprogram

Teori terprogram mengatakan bahwa penuaan mengikuti biological


timetable dibagi menjadi 3 subkategori:

1.1. Programmed Theory and Telomerase Shortening Theory

Teori terprogram meyatakan bahwa proses penuaan seluler diatur oleh


jam biologis melalui pemendekan progresif dari telomer (ujung kromosom)
selama replikasi Telomer merupakan suatu sekuensi DNA pada ujung setiap
kromosom manusia. Setiap kali sel membelah, maka telomer ini akan semakin
pendek. Pemendekan telomer berkaitan dengan fenomena Hayflick, yaitu
keadaan dimana sel-sel akan mati setelah 50 kali pengenceran setelah padat
akibat pembelahan.1,2,3

1.2 Teori Endokrin


Teori ini menyatakan jam biologis berperan melalui hormon untuk
mengontrol kecepatan penuaan. Studi terakhir mengatakan bahwa penuaan
diatur secara hormonal dan insulin/IGF-1 signaling (IIS) yang berperan utama
sebagai hormon pengatur penuaan. Dari penelitian pada cacing (Caenorhabditis
elegans) diketahui bahwa penurunan dari IIS akan memperlambat proses
penuaan, walaupun mekanisme dimana IIS mengatur penuaan masih belum
jelas.1-4

1.3. Teori Imunologi.

Teori ini mengatakan bahwa sistem imun telah diprogram untuk menurun
dari waktu ke waktu, dimana akan meningkatkan kerentanan untuk penyakit
infeksi, menua dan kematian. Teori ini mengatakan puncak dari sistem imun
adalah saat pubertas dan secara bertahap menurun seiring dengan
bertambahnya umur. Contohnya, ketika seseorang bertambah tua, efektifitas
dari antibodi menghilang dan hanya sedikit dari penyakit-penyakit baru yang bisa
dilawan oleh tubuh, dimana bisa menyebabkan stress seluler dan kematian. Dan
disregulasi dari respon imun dihubungkan dengan penyakit kardiovaskuler,
inflamasi, Alzheimer, dan kanker.2,3

2. Teori kerusakan

Teori ini menekankan gangguan lingkungan pada kehidupan organisme


akan menyebabkan akumulasi kerusakan sebagai penyebab penuaan.2,3

2.1 Teori wear and tear

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Dr. August Weismann pada
tahun 1882. Teori ini mengatakan bahwa penuaan terjadi akibat penggunaan
yang terus-menerus dan injury pada sel dan jaringan tubuh. Teori ini mengatakan
bahwa tubuh seperti mesin, fungsi tubuh akan menurun dengan penggunaan
terus-menerus dan akibat penggunaan yang tidak semestinya (merokok dan diet
yang buruk).2

2.2 Teori laju kehidupan

Teori ini mengatakan organisme yang mempunyai laju metabolisme


oksigen basal yang tinggi, mempunyai masa hidup yang lebih pendek.2

2.3 Teori Glikosilasi

Teori ini menyatakan bahwa proses glikosilasi nonenzimatik yang


menghasilkan pertautan antara glukosa dan protein yang disebut advanced
glycation end products (AGEs) dapat menyebabkan penumpukan protein dan
makromolekul lain yang termodifikasi sehingga menyebabkan disfungsi pada
hewan atau manusia yang menua. Saat manusia menua, AGEs berakumulasi
diberbagai jaringan, termasuk kolagen, hemoglobin, lensa mata. Karena muatan
kolagennya tinggi, jaringan ikat menjadi kurang elastis dan kaku. Kondisi tersebut
dapat mempengaruhi elastisitas dinding pembuluh darah. 1,3

2.4. Teori Radikal Bebas

Teori ini menyebutkan bahwa produk hasil metabolisme oksidatif yang


sangat reaktif (radikal bebas) dapat bereaksi dengan berbagai komponen penting
seluler, termasuk protein, DNA, dan lipid, dan menjadi molekul-molekul yang
tidak berfungsi namun bertahan lama dan mengganggu fungsi sel lainnya.1

Pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Gerschman pada tahun 1954, tetapi
dikembangkan oleh Dr. Denham Harman, menyatakan bahwa proses menua
normal merupakan akibat kerusakan jaringan oleh radikal bebas. Harman
menyatakan bahwa mitokondria sebagai generator radikal bebas, juga
merupakan target kerusakan dari radikal bebas tersebut.2
Radikal bebas adalah senyawa kimia yang berisi elektron tidak
berpasangan. Radikal bebas tersebut sebagai hasil sampingan berbagai proses
seluler atau metabolism normal yang melibatkan oksigen. Sebagai contoh adalah
Reactive oxygen species (ROS) yang dihasilkan selama metabolisme normal.
Karena elektronnya tidak berpasangan, secara kimiawi radikal bebas akan
mencari pasangan elektron lain dengan bereaksi dengan substansi lain terutama
dengan protein dan lemak tidak jenuh. Melalui proses oksidasi, radikal bebas
yang dihasilkan selama fosforilasi oksidatif dapat menghasilkan berbagai
modifikasi makromolekul.1,5

Tubuh sendiri sebenarnya mempunyai kemampuan untuk menangkal


radikal bebas dalam bentuk enzim seperti superoksida dismutase, katalase dan
glutation peroksidase. Disamping itu radikal bebas juga dapat dinetralkan
menggunakan senyawa non enzimatik seperti: vitamin C, provitamin A dan
vitamin E. Walaupun telah ada sistem penangkal, namun sebagian radikal bebas
tetap lolos, menyebabkan kerusakan organel sel semakin lama semakin banyak
dan akhirnya sel mati.6

2.5. Teori kerusakan somatik DNA

Teori ini menyatakan kerusakan DNA terjadi terus menerus didalam sel
organisme hidup. Sebagian besar kerusakan tersebut dapat diperbaiki, beberapa
terakumulasi. DNA polymerase dan berbagai mekanisme perbaikan lainnya tidak
dapat memperbaiki kerusakan secepat kerusakan tersebut terbentuk. Mutasi
genetik dapat terjadi dan terakumulasi seiring peningkatan usia yang
menyebabkan malfungsi sel.2,3
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiani S, Harimurti K, Govinda A. Proses Menua dan Implikasi


Klinisnya. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2009. Hal 757-767.
2. Jin, K. Modern Biological Theories of Aging. JKL International LLC.
Aging Dis.Oct 2010; 1(2): 72-74. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2995895/
3. Shinmura, K. Effects of Caloric Restriction on Cardiac Oxidative Stress
and Mitochondrial Bioenergetics: Potential Role of Cardiac Sirtuins. In
Hindawi Publishing Corporation. Volume 2013. Article ID 528935.
Available at: www.hindawi.com
4. Hwei, NM. Bin, SA. Ruszymah. Non-viral transient transfection of
Htert gene into hBMSCs from elderly patients delays cellular aging in
vitro.In Asian Biomedicine Vol.6 No.2 April 2012; 245-254. Available
at: http://abm.digitaljournals.org/index.php/abm/article/view/1079
5. Cui, H. Kong, Y. Zhang H. Oxidative Stress, Mitochondrial
dysfunction and Aging. Hindawi Publishing Corporation Journal of
Signal Transduction. Volume 2012, Article ID 646354. Available at:
http://www.hindawi.com/journals/jst/2012/646354/abs/
6. Boedhi, R. Darmojo. Teori Proses Menua. Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011. Hal 8-9.

You might also like