You are on page 1of 14

Keterangan:

T : Tanya J : Jawab (Pak Sony)

Pak Sony : Itu partisipasinya kan kalau punya organisasi, punya wilayah, punya SDM di daerah-
daerah, itu sebenernya mereka sudah lebih dari cukup lah. Tapi permasalahannya memang namanya
gerakan semacam ini memang diperlukan parisipasi masyarakat, slaah satunya LSM-LSM lah ya, LSM
salah satunya kami, lalu ada bidan, bidan atau dari PKK dan lain-lainnya. Mungkin karena dari pihak
UNICEF dan WHO sudah sering bekerjasama dengan Rotary makanya itu disampaikan ke Kemenkes,
Kemenskes menyambut sehingga kami diajak untuk ikut serta. Nah, kami dalam hal ini itu terutama
berkaitan dengan aktifitas bagaimana memotivasi masyarakat, mengajak masyarakat untuk
berpartisipasi. Karena kalau istilahnya kalau sudah pakai baju pegawai negeri ada yang tanda (kurang
jelas), ada yang ah biasa saja. Tapi kalau begitu ada orang aneh gitu ya, ada yang putih, ada yang bule
ada yang china maaf ya tionghoa, ada pribumi a jadi bedanya Rotary yang ada di Indonesia ini, ini kan
ada segala macam, oh ini dari mana, ada yang bawa mobil, bawa, nah itu segala macem. apalagi
ditambah dengan bawa spanduk, bawa balon, nah itu yang membuat masyarakat ikut, wah ini rame ini
acara, kayak gitu yang membuat masyarakat terbawa. Begitu juga saat menghadapi keluarga yang
gimana tanda kutip juga ada resistensi agama atau karena informasi yang keliru, mereka kan sulit untuk
didatengi bidan desa. Bidan desa, kamu siapa, tetangga saya. Kamu siapa, oh pak lurah atau pak RW,
biasa kan. Tapi begitu kami datang bersama orang Kemenkes, Unicef bareng-bareng gitu ya atau pun
sendiri-sendiri mereka tanggapannya berbeda, karena dianggap tanda kutip orang asing, dalam arti
bukan orang asing luar negeri tapi orang asing duluar struktur, sehingga mereka oh ini bener-bener nih
serius. Sehingga itu lah tadi membuat masyarakat bisa lebih ikut lah aktif untuk mensukseskan eradikasi
polio apalagi dengan acara-acara PIN ya

T : Pak mohon maaf ini, kemarin kan sebetulnya sudah disebutkan juga sama Pak Nyoman terkait
Rotary ini, cuman saya masih agak belum familiar jadi bedanya Rotary yang ada di Indonesia ini, ini kan
ada Rotary Internasional sama Rotary club ya? Mungkin gimana ya Pak? bisa diceritakan?

PAK SONY : Jadi gini, Rotary internasional itu adalah wadah dari seluruh negara yang pusatnya ada
di Evanston, Amerika. Mereka, kami induknya kesana, nah masing-masing negara mempunyai distrik-
distrik, misalkan contoh Indonesia, waktu dulu hanya mempunyai satu distrik, satu distrik itu satu
wilayah gubernuran lah, dipimpin oleh namanya gubernur, governor. MAsing-masing governor ini
dibawahnya itu membawahi masing-masing club, nah club itu misalnya contoh di Jakarta itu ada 30 club,
misal. Di Jogja kalau ngga salah 15 club, dan sebagainya itu bisa dilihat dari websitenya Rotary. Masing-
masing club itu dipimpin oleh presiden. Jadi di Rotary itu lucu, ada presiden Rotary internasional,
kemudian ada gubernur, ada lagi presiden di club. Kenapa disebut presiden? Karena club itu
independen, tidak bisa di intervensi oleh gubernur meskipun gubernur itu menbawahi seluruh club. Jadi
sifatnya adalah koordinasi.

T : Lah terus dulu, berarti Pak, Pak Sony ini masuknya di Rotary governor?
PAK SONY : Rotary club, saya mewakili, saya anggota Rotary club Jakarta Tamrin, dan sebagai
koordinator Polio Plus nasional, tetapi kebetulan diperbantukan waktu itu di wilayah DKI, Banten dan
Sumatera. Jadi Sumatera, Batam sampai Banten. Tapi kalau ke lapangannya saya saat itu ya, saat terjadi
outbreak itu ya, saya di Banten. Karena Banten itu luar biasa pekerjaannya itu udah ngeri banget. Dan
kami tahu penyebabnya apa, Oh kenapa sih kok disini paling parah? gitu ya.

T : Pak ini saya mulai ya pak, ini saya mau menanyakan beberapa hal terkait program eradikasi
yang dulu bapak lakukan, tetapi sebelum kita mulai lebih dalam terkait pelaksanaan tersebut bisa
terlebih dulu disebutkan usia. institusi saat ini dan posisi yang bapak jabat

PAK SONY: Usia saya 60, kemudian saya bekerja di Lesoshoppe Indonesia, saya kasih kartu nama ya, dan
posisi sebagai CEO

T : Lalu bagaimana mulanya Pak Sony terkait program eradikasi polio Pak? Waktu itu kegiatan apa
yang bapak lakukan, perannya apa, kalau mungkin bisa diceritakan secara detail tahunnya bagaimana?

PAK SONY: Saya waktu itu, jadi begini, saya masuk di Rotary itu tahun 1991, jadi sekarang sudah 30?

T : 38? hampir 38, sekarang 2019

PAK SONY: Iya iya? Masa sih? lama amat ya. Ya udah lama banget, lalu Rotary itu mempunyai program
internasional, menghabiskan waktu, menghabiskan biaya, lalu apa istilahnya mengajak semua orang
untuk, semua orang dalam arti member dari Rotary untuk eradikasi polio di dunia. Dan saat itu itu
targetnya adalah polio akan musnah, tidak ada lagi di muka bumi tahun 2000, waktu itu. Tetapi dengan
perkembangan dan sebagainya, dengan seratus tahun ulang tahun Rotary diperpanjang gitu, tapi belum
juga. Nah sekarang ini mungkin di tahun 2024 atau 2025, saya lupa, ngga begitu apa, saya yang
terakhirnya. Pada saat itu begini, dengan adanya gaung dari rotai bahwa polio itu penting dan saya
pribadi melihat dampaknya buat orang yang kena polio itu sangat kasihan kan, cacatnya tidak
dikehendaki, dan apa ya, kematian kalo meninggal okelah, tapi kalau cacat bagaimana kan? nah
sehingga pada saat itu saya merasa terpanggil melihat apasih kegiatan untuk ini. Nah, pada saat tahun,
sebenernya dari Rotary internasional sudah banyak memberikan contoh-contoh jadi begini contohnya
adalah begini, dia memberikan suatu training, memberikan suatu apa namanya, undangan untuk
melihat kejadian dimana dan sebagainya, itu dari Rotary. Tetapi, Rotary ini karena sifatnya LSM tidak
bisa langsung misalkan minta tolong ke Presiden, minta tolong ke gubernur wilayah, maka Rotary itu
bekerja sama dengan UNICEF, nah unicef mengkoordinasikan dengan WHO. Semua ini dikordinasikan di
seluruh dunia dengan cara-cara seperti itu. Makanya keterlibatan saya itu saat itu ya, ada acara misal
training, apa itu polio, apa eradikasi polio, apa itu enpolio, polio plus, dulu disebutnya polio plus itu
adalah dari program Rotary. Sehingga saya tertarik lalu ikut lah training, ikut mengetahui apa gambaran
yang dibantu. Sehingga dengan adanya aktifitas seperti itu, padahal pemerintah seperti tadi saya
sebutkan, padahal depkes punya uang, tetapi dia tidak sanggup untu apa istilahnya bagaimana
meyakinkan masyarakat untuk berpartisipasi. Kalau tanpa bantuan dari unicef WHO mereka akan
kesulitan, karena ini bencana kan di seluruh dunia. Sehingga Rotary apa peranannya, Rotary di seluruh
dunia, sebelum Indonesia, sudah memberikan vaksin-vaksin kepada negara-negara, banyak negara. Jadi
misalkan contoh Filipina, mereka bantu untuk vaksinnya, karena saat itu bio farma belum memproduksi,
kita beli dari negara mana, saya lupa, dari negara luar dan itu dibeli oleh WHO, WHO membeli lalu
diberikan kepada pemerintah Indonesia tetapi dananya dari Rotary internasional. Jadi ceritanya begitu,
nah setelah itu kita coba, istilahnya selalu dalam arti kesehatan kan selalu begitu kan dalam satu wilayah
ada satu wilayah menjadi contoh, test case, suatu test case lalu coba ada berapa daerah, lalu coba oh
gini responnya bagaimana. Sehingga lama-lama pemerintah pede, istilah sekarang ya pede, sehingga
mereka, Okey, kalau begitu kita laksanakan PIN, nah pada saat itu belum serentak, hanya spot-spot gitu
ya. Adakan PIN dan sebagainya itu yang terjadi sehingga kalau bisa kami katakan misalkan contoh,
tahun, outbreaknya waktu itu tahun 2005 ya, yang di Banten, nah sebelum itu dengan adanya vaksinasi
itu ritari memberikan bantuan vaksi kepada masyarakat Indonesia secara keseluruhan, hampir secara
keseluruhan. Jadi yang terjadi kalau ngga salah anak-anak diumur tahun 95 atau tahun berapa saya lupa,
data ada di dalam, justru mungkin bisa diajak ngobrol, jadi vaksin-vaksin diberikan oleh WHO dengan
dana dari Rotary. Sehingga kalau tidak salah umur-umur anak sekarang 20-an itu vaksinnya dari Rotary
sebenernya, cuman atas nama dari WHO. Nah dengan adanya pede tadi maka terjadilah diadakan PIN,
gitu ya berapa tahun sekali, itu gambarannya gitu. Nah saya melihat bagaimana karena pada saat itu
juga anak-anak masih kecil, ya kan, masih SD, eh masih balita, kan anak saya lahir tahun 90 ya, sehingga
saya begitu masuk, wah jangan sampai anak saya kena lah, sehingga saya ikut terlibat, itu salah satu
yang memotivasi saya. Bagaimana membayangkan anak kita kena gitu, nah sehingga saya aktif disitu
untuk ikut terlibat mengajak masyarakat, sehingga mulai aktiflah

T : Berarti keterlibatan bapak lebih ke ini ya, Pak, di masyarakatnya ya, dalam hal meyakinkan
terus juga saat ada outbreak yang tadi bapak sempat singgung

PAK SONY: Iya betul, tapi juga di club. Kami, club ini kan kami, tadi saya bilang, awalny saya itu di club
Jakarta Tamrin, nah di Jakarta ada 30 club, nah bagaimana saya meyakinkan club-club lain untuk
membatu saya. Terutama mengenai masalah mereka punya tetangga, ajak dong, untuk PIN PIN,
kemudian yang kedua nyumbang, nyumbangnya bisa berupa uang, bisa berupa materi yang lain, dan
juga menggaungkan, jadi bikinlah spanduk, bikinlah kaos, bikinlah balon dan sebagainya. Itu yang kami
lakukan.

T : Baik, saya ada gambaran. Nah ini Pak, kami juga ingin mengetahui terkait pelaksanaan program
polio bagaimana dijalnakan di Indonesia. Nah waktu bapak di Rotary itu, apakah bapak juga bapa
mengerjakan program kesehatan lainselain polio?

PAK SONY: Saat itu tidak tetapi setelah polio, yang sekarang, yang, apa namanya, MR, nah ikut,
meskipun ga pernah ngerti, selalu rapat-rapat di kemenkes itu saya diundang untuk ikutlah terlibat.
KArena memang mereka perlu partner lah

T : Nah kalo tadi bapak sampaikan, bapak berarti juga mengerjakan, ada perbnadingan nih antara
program eradikasi polio dengan program lain. Nah kalau boleh bapak ceritakan apasih pak yang
membedakan program polio yang waktu itu bapak kerjakan mungkin dengan program kesehatan-
kesehatan lainnya. Apakah ada bedanya?

PAK SONY: Kalau boleh terus terang dari sisi kami, dari sisi saya pribadi, kalau untuk program-program
lain rasanya pemda, kemudian dari pusat itu sudah sangat intens ya untuk mengerjakan itu. Tetapi
mungkin tetap perlu bantuan tapi dari pihak kami, karena ini sifatnya lokal misal bisa disebut lokal
misalnya demam berdarah atau MR atau apa gitu. Sehingga dari kami pun kan seringnya mendadak gitu
ya, dan program itu kan sifatnya insidentil, bukan jangka panjang, seperti kami kan jangka panjang,
karena harus hilang di dunia. Buat Indonesia juga jangka panjang, harus eradikasi polio tahun ini atau
tahun kemarin, beberapa tahun yang lalu, sekarang ga ada lagi. Ya itu jadi, memang beda mbak, karena
masing-masing itu, ini harus musnah gitu kan. Itu goalnya jelas, masing-masing itu goalnya jelas, baik
dari kemnkes, dari pemda, dari kami juga. Cita-cita sama nih, tapi kalau misalkan DB atau diare atau
yang lain-lain atau MR kami tidak punya goal nih, karena di Rotary internasional ga ada goal untuk MR,
nah Kemenkes, ini kasus baru nih, jadi beda

T : Beda ya? Baik. Terus kalau lebih detail lagi yang terkait program eradikasi polio yang Pak Sony
kerjakan, bagaimana sih pak pembagian peran dari Rotary yang dilakukan gitu, maksudnya bagaimana
secara nasional, bagaimana secara kebawahnya?

PAK SONY: Jadi kalau secara nasional kami ada istilah chairmain untuk polio plus, dulu ada Pak Abidin
sudah meninggal. Pernah denger kan?

T : Pernah denger, six billion man itu

J : Six billion man, ya. Pak Abidin. Nah saya itu udah cerita nih, agak melantur, bukan agak
melantur, agak membelok tetapi dampaknya luar biasa terhadap pemerintah Indonesia khususnya …
tertentu. Jadi saat itu saya membawahi, tadi saya cerita Banten sampai DKI, Banten sampai ke Batam,
Sumatera, Batam. Lalu ada namanya Pak Pulungan, Pak Pulungan itu, saya lupa nama depannya. Itu
beliau orang dari biofarma, nah biofarma ikut membantu dan membeli waktu oitu sebagai importir.
Nah, karena dia importir, beliau ini karena orang biofarma dekat dengan kemenkas lah sering
komunikasi, sering komunikasi dengan saya. Nah, ini cerita beneran nih, kejadian, saya ceritakan. Jadi
karena sudah dekat, Yasudah kalau begitu bagaimana kalau kita melakukan ini, bagai mana bio farma?
Oh saya bantu kaos, ini ini ini. Biasalah marketing, nah bantu bantu bantu, sukseslah PIN, sehingga pada
saat itu menyarankan ke bio farma bagaimana kalau memproduksi vaksin sendiri? Saat itu PIN ke berapa
ya, 90, tahun 200, sebelum kejadian apa ya, tahun 90-an gitu, ada PIN, PIN kecil lah istilah nya.
Ditawarkan lah, lho kenapa? Market kalau Indonesia ngga berani. Mereka belum berani PIN secara
nasional gede-gedean. Ngga, negara Arab itu bermasalah, itu tau lah, karena ga mau vaksin dari negara
non muslim, sedangkan fasilitas di biofarma bisa memproduksi vaksin. Oke, coba, berhasil. Sehingga,
pada saat itu, awalnya nasional ya jadi nasional dia PIN kecil diurusi oleh bio farma, nah membesar, PIN
sukses, ini PIN sudah selesai terus kemana lagi ini? Akhirnya si WHO itu menawarkan ke negara-negara
muslim, sukseslah, sehingga itu tahun, saat itu bio farma krisis misalkan 98, semua suffer, cuma bio
farma dan perusahaan yang expor, tapi terutama bio farma dia bonusnya paling gede. Iya kan, export
vaksin, sampai ada cerita bonus kok tiap dua bulan sekali gimana ceritanya gitu. Ya gitu, mengapa
dampaknya luar biasa, sampai sekarang, mungkin kalau dianggap kalau tidak salah ya, ini kalau tidak
salah itu 70%, minimum 60% market set dia itu di dunia

T : Keterlibatannya bio farma memang ini sekali ya?


PAK SONY: Iya, awalnya hanya kayak tadi lho, awalnya tidak ada tujuan bisnis kami, saya alat-alat
laboratorium tapi tidak pernah ada masuk jualan ke depkes, meskipun saya kenal bu mentri, atau saya
kenal dengan dirjen, ngga sama sekali, karena saya pribadi menghindar dari conflict of interest lah

T : Baik, lalu sekarang kan program eradikasi polio walaupun sudah mendapatkan sertifikat,
Indonesia, tapi kan masih berjalan. Terus kalau Rotary sendiri bagaimana menyikapi hal ini pak? apakah
ada perubahan-perubahan yang terjadi?

PAK SONY: Tidak, jadi, kami sadar betul bahwa eradikasi polio khususnya yang ditangani oleh Rotary itu
suksesnya karena bantuan dari negara-negara lain. Jadi dalam hal ini ada beberapa negara yang masih
berperan, ya, di Negara afrika, negara Asia Timur, Timur Tengah, kemudian ada negara tetangga kita,
Papua Nugini kan, sehingga kami tetap justru skearang ini kita berusaha untuk sebagai donatur. Jadi
mengumpulkan dana, untuk negara Papua Nugini, untuk negara yang ada di Afrika, lalu ada di
Afganistan. Tiga negara ya kalau ngga salah ya, nah itu lah konsen kami supaya mereka segera teratasi
sehingga virus polio itu tidak menyebar lagi dan lama-lama akan musnah. Karena ka i sadar betul, bahwa
kalau ada nanti itu terjadi transfer virus dari antar negara, apalagi ini Papua Nugini, betapa repotnya, itu
setengah mati itu, polio itu setengah mati betul.

T : Berarti kegiatannya sekarang beralih menjadi donor untuk negara-negara yang masih ada
kasus?

PAK SONY: Betul-betul, dan juga selain donor, ya sharing pengalaman, kemudian menulis sesuatu,
memberikan informasi, ya seperti ini lah, kesuksesan di Indonesia bagaimana. Supaya negara lain bisa
mengikuti. Sebenernya tidak sulit kalau negara menyediakan uang saja memang berat, kami tahu lah,
mbak juga tahu lah, kalau pemerintah menyediakan duit ada, dia dianggap sebagai kewajiban sebagai
abdi negara, yasudah melakukan hal yang biasa, tapi ngga yang heboh gimana semuanya

T : Baik Pak, saat ini kami juga mau menanyakan terkait konteks dan tantangan, dalam bapak
melakukan eradikasi polio. Mungkin udah disampaikan yang lalu, tapi kami ingin mengulang kembali
kalau menurut bapak apasih faktor utama yang mempengaruhi implementasi pelaksanaan program
eradikasi polio pak? Maksudnya disini faktor utama itu seperti kalau ada faktor politik, faktor sosial, atau
ekonomi, teknis, hukum?

PAK SONY: Kalau untuk secara nasional memang dalam kali ini kerjasama antara kemenkes dan pemda
dan LSM itu erat kaitannya. Kalau saya amati, kemenkes, khususnya dirjen P2PR ya? itu sangat luar biasa
bagus. Kompak, khusus yang menangani polio yang istilahnya di direkturnya Bu jean luar biasa, saya
kenal hampir semuanya mereka, saya kenal mereka juga kenal saya

T : Pada zamannya Bu jean?

PAK SONY: Sampai sekarang, karena mereka yang masuk disana itu kayak volunteer. Kerja sebagai
pegawai negeri tapi dia sadar bahwa kerja saya volunter, eh kerja saya sebagai pegawai negeri tapi
sebagai volunter, jadi siap untuk terbang kemana, kemana lah. Itu lah keberhasilan dari kemenkes untuk
mengajak semuanya termasuk LSM-LSM dan mereka, apa istilahnya, yang ngajak lah, ngewongke LSM-
LSM, pak tolong bantu dong, apa yang bisa bapak lakukan, itu. Sehingga pemda-pemda yang awalnya
dalam tanda kutip ngga punya duit, sampai mereka, Bu, itu terus terang itu luar biasa yang dari orang
karantina itu P2PR itu sampai menyebutkan punya duit ngga? lebih? ngga usah duit deh, itu ngga punya
dananya memang kami waktu itu dia seperti ngga usulin tolong dibantu, pakai balon kek, apa kek, apa
sepatu, itu lho. Kalu kami ngga ada mereka akan satu-satu, padahal kalau duit tu, kurang apa sih? Tapi
mereka dengansegala keterbatasan yang ada mereka berusaha untuk nutup-nutupin. Jadi kalau bisa
pengorbanan perasaan, mereka yang lebih berkorban perasaan, karena sebagai pejabat dan mereka
harus kulonuwun, harus ngetok pintu pada satu-satu LSM. Satu ya mereka kenal baik, mereka harapkan
tentu bisa membantu.

T : Nah kalau dari bapak sendiri, apakah bapak merasakan ada tantangan pak di tingkan nasional
nih? apa mungkin tantangan dari diri sendiri atau mungkin secara struktur organisasi, atau
interpersonal?

PAK SONY: Ya kalau tantangan ya banyak tantangan ya. Banyak tantangan itu yang tadi saya sebutkan
ya, beberapa pemda memanfaatkan tanda kutip ya dana-dana tersebut bukan untuk yang itu tapi
dimanfaatkan untuk keperluan lain, mungkin tanda kutip itu. Kemudian juga dari pemda, dari beberapa
pemda yang kurang mengenal, dari kalau istilahnya ini disebut proyek ya, nah itu yang tantangan, ini
proyek ini hanya disampingkan, bahwa ini memang proyek tapi proyek kemanusiaan, dimana justru
sebagai abdi nega PNS, atau pejabat-pejabat di Pemda itu justru kewajibannya lebih utama dari pada
kami, kami kan hanya volunter, sifatnya on/off lah, tapi pada saat itu ya 6 bulan saya, tiap hari, mobile
sampai saya tinggalkan pekerjaan dan sebagainya gitu. Ini tantangannya memang banyak lah, terutama
dari pemda-pemda, tapi kalau daru kemenkes nya sendiri, luar biasa. Tetapi di satu sisi yang lain, tidak
semua pemda juga apa namanya, ada resistensi atau kurang terlibat, banyak juga orang-orang dari dinas
kesehatan itu luar biasa juga. Di Serang itu Bu Oong, tahu kan? pernah denger? Haji OOng, Hari Romlah.
Itu luar biasa juga yang diatasnya pimpinannya dan sebagainya, tapi diatasnya lagi misalkan saya ngga
usah sebut siapa, itu yang seperti itu lah. Lalu di puskesmas-puskesmas, juga mereka ngga malu-malu.
Pak ini susah pak, tolong ada ngajak lah, kasih balon lah kasih kaos lah. Yang sulit itu gini, dana ada, tapi
dana untuk promosi itu terbatas dan sudah tertentu gitu lho. Misalnya contoh spanduk, udah basic
spanduknya itu lah, udah jadi kan? terus apa lagi? kaos? kaso biasa, sudah standar lah kalau namanya
proyel. Nah kami berbeda, ibu perlu apa? Ini gimana anak? Ya pasti kami sediakan balon, balon itu udah
senjata kami dengan logo anak PIN itu kan, itu kita bawa, oh udah anak-anak itu keluar semua itu, minta
balon-balon. Yaa tetes dulu, gitu. Lalu untuk kadang-kadang kami bawakan kaos, kaos yang tangan
sampai dua puluh tahun itu banyak ibu-ibu kalau saya perhatikan itu, kaos PIN puluhan tahun masih
dipakai. Nah itu kualitas itu memang kami jaga, gitu. Termasuk balon ya, balonnya pun mereka ada
berapa pemda yang mencontoh, kita sediain, balonnya meletus, anak-anak takutlah. Ini kembali lagi
kalau dari pemerintah daerah tu nama proyek, ini ini, pengadaannya langsung, semua sama lah. Nah itu
yang menyebabkan kendal-kendala itu. Pak ini dari mana? sama aja. Beda Pak. Gambar sama. Ngga,
Kualitas. Nah itu sudah ngga bisa komentar lagi.

T : Kalau dari sisi sosial bagaimana pak?

PAK SONY: Dari segi sosial


T : Kalau di masyarakat mungkin

PAK SONY: Kami kan kalau di Jawa Barat saya tukar pengalaman, ke Jogja saya juga dateng, di Sumatera
saya juga datang. Yang memang parah itu kalau pendidikannya rendah, kemudian pendidikan rendah,
lingkungan masyarakatnya juga kurang berada lah, nah itu kendala karena mereka kurang peduli dengan
kebersihan, kurang peduli. Kemudian juga adanya resistensi, mungkin dianggap karena kurang
pendidikan biar orangnya miskin tapi sakit, kan timbul ekseskan, kadang-kadang kalau panas, minimum
hangat, rasa takut nih. Waduh anak saya jadi panas, ini gara-gara polio. Nah mereka itu, meyakinnya itu
tuh sulitnya setengah mati.

T : Ini kan saya dengar waktu kami, jadi salah satu studi kami kan fokusnya memang di Banten,
nah kalau kata kemenkes itu karena disana banyak penolakan. Mungkin bisa diceritakan pak
penolakannya dulu di Banten kenapa sih?

PAK SONY: Tadi itu satu, kemudian dari pemda atas itu dianggap proyek, pemda bawahnya teriak-teriak.
Lho kok cuma gini dapetnya. Yang ketiga dimanfaatkan. Sampai terjadi penolakan dari pemda bawah ya,
dari dinas bawah orang lapangan, pegawai negeri lho. Saya tidak mau pasang spanduk dari provinsi. Lho,
kenapa?. Itu bukan polio itu kampanye. gitu. Itu yang jadi. Maunya mereka dari Rotary, coba, apa ngga
kepala pecah? Wah, itu salah. Ngga saya ngga mau pake. Itu ada tiga kabupaten kota yang ngga mau
masang

T : Tapi kalau dari masyarakatnya bagaimana Pak? Berarti ini banyak tantangannya malah disisi
ini, OPD ya?

PAK SONY: Aduh, jangan itu. Politik iya, karena pada saat itu gubernur ketangkap atau ini ya, waktu itu
kan ada wakil gubernur dan sebagainya, jadi terjadilah yang disebut dengan istilahnya pergantian
pejabat dan sebagainya yang tidak sesuai atau kurang sesuai, tidak mengetahui, sehingga kami juga
kesulitan ketemu sama siapa, sampai pada posisi tertentu ya kami juga nothing to lose juga gitu kan.
Kami harus ketemu dan ngga perduli dia siapa. Ya kan kami kan orang swasta, ngga ada ya sanksi,
kecuali hukum ya, kamu saya pecat, ngga ada. Wah resiko tinggi mereka tempuh lho, kasihan orang-
orang dilapangan. Nah itu dari segi itu. Dari segi agama, itu juga sama, itu haram, itu babi, bahkan ada
yang sampai keluarkan golok kan.

T : Tahun berapa itu pak? udah ada isu halal haram

PAK SONY: Itu waktu PIN

T : Berarti 95? 95, 96, 97 itu? sebelum outbreak? atau setalah out break?

PAK SONY: Setelah out break

T : Oh setelah out break, 2006 2007 ya berarti?

PAK SONY: Ya itu keluar golok, kami datengi, kami ajak ngobrol ada yang kami alhamdulillah nya gini,
dari orang kemenkes itu mereka sadar saya kalau baju seragam PNS itu kurang dianggap. Tapi kalau
bawa orang volunter yang mana delegasi nothing to lose lah ya. Saya jauh-jauh, pengusaha-pengusaha,
bela-belain, ya mereka baik sama kami. Jadi agama, yang tadi yang sosial itu, ya kurang pendidikan,
terutama karena pendidikan dan masyarakatnya kurang mampu, dan juga politik. Jadi kompleks kalau di
Banten itu jadi kebetulan sekali jadi satu. Bayangklan dana gede, begitu pas jadi spanduk apa banner
apa, ditaro aja itu, itu ada 100, ya lebih baik pakai 20 dari kami lah

T : Kalau yang daerah Sumatera bagaimana pak? Apakah kondisinya sama?

PAK SONY: Kalau Sumatera tidak terlalu sulit ya karena pertama, kan Sumatera relatif bersih ya, bener
ngga? Daerah perkotaan juga bersih, jadi ngga terlalu ini. Dan rata-rata secara umum mereka
kemampuan ekonomi lebih baik lah dari pada Banten. Kalau Banten mah parah betul, tarif yang
namanya tarif kecilnya untuk sikat gigi, aa, udah saya kalau ingat-ingat itu merinding

T : Soalnya samapi ke lapangan ya pak? jadi pengalamannya

PAK SONY: Enam bulan itu, enam bulan terus menerus tuh. Setelah itu sebulan sekali dateng bersama-
sama dengan team unicef

T : Nah terus untuk meyakinkan masyarakatnya sendiri kan tadi kan bapak menceritakan bahwa
bapak nothing to lose ya kalau masyarakat, itu apa kalau penerimaannya bagaimana?

PAK SONY: Kami ini kan volunter ya, dan terutama ibu-bu, bapak-bapak, yang tua, ada yang muda,
nenek, dan semuanya happy. Jadi bawaan kami itu bawaan ketawa, ngga ada bawaan tegang. Kali
pegawai negeri kan lain ya, petugas kan duh nganu, kami ngga. Jadi suasana itu kami pakai kaos dan
sebagainya lalu membawa sesuatu ibu-ibu, Pak minta permennya. Pak minta balonnya, itu suasana,
kami misalkan contoh pembukaan PIN, itu mencairkan suasana aja sebenernya. Bukan memberikan
ceramah, tidak, kami berusaha menghindar dari hal itu. Kami hanya sebagai fasilitator, kami hanya
sebagai komunikator, tapi bukan sebagai atasan atau sebagai orang yang lebih pandai. Karena orang
yang lebih pandai ya orang dinas, orang dari kemenkes, kami ini kan ilmunya pas-pasan, hanya tau kulit-
kulitnya. Tapi karna kami bawakan tadi ya nothing to lose memang, niat hati tulus untuk bantu ya
bawannya ya itu lah.

T : Jadi lebih diterima oleh masyarakat?

PAK SONY: Kira-kira begitu. Meskipun tanda kutip ada juga banyak yang mata sipit, justru mereka heran
kok ada dikasih PIN, ada bulenya. Nah kami ajaak bule, ayo ikut kesana gitu

T : Nah kalau tadi kan bapak juga menceritakan, bapak juga berperan untuk mengajak anggota
yang lain untuk turut serta di polio, eradikasi polio. Waktu itu apa ada kendala pak waktu ngajak club-
club yang lain ini?

PAK SONY: Kendala, tidak terlalu ya. Awalnya saja, ya kami kendala itu hanya, apasih polio? bagaimana
sih itu? Kadang sama dengan yang lain, nanti kalau polio nanti panas, nah jadi kita adakan training,
pencerahan, saya dateng ke club, memberikan pencerahan, gini lho gini gini. Oh gitu. Itu selalu, dan
kami punya itunya kan, bahan-bahannya. Yang, Pak Abidin lah paling rajin itu, dengan beliau, passion
beliau yang orang tua, yang umurnya sudah segitu masih ngetik yang begini-begini, tulis, rajiannya luar
biasa.

T : Berarti banyak training-training, perkumpulan, meeting-meeting gitu ya pak?

PAK SONY: Iya, itu. Dan kami misalkan, saat kami mengadakan disana contoh kami kan setahun sekali
atau setahun dua kali kan ada even nasional gathering lah gitu ya, entah itu konferensi atau semacam
itu, kami mengundang dari kemenkes, selalu. Mereka menawarkan diri. Pak Sony, kalau ada acara besar,
kumpul-kumpul, kami diundang. Tuh, kami bisa langsung cariin ini. Jadi juga sebaliknya, kalau di Rotary
itu ada pejabat dateng mereka merasa bangga, merasa dipake. Wah kami didatengi oleh pejabat di club
kami, atau di acara kami. Mereka mendengar, oh begini begini, sehingga terjadi dialog-dialog. Nah itu
lah hubungan dekat itu bisa terjalin ya karena memang masing-masing saling membutuhkna ya,
kemudian masing-masing sudah tau nih posisinya. Wah saya memang sebagai volunter bukan siapa-
siapa. Pejabat juga datang, meskipun saya pejabat itu pejabatnya kan di dinas, tapi kalau udah di luar ya
kita sama, untuk membantu masyarakat sebagai volunter juga. Luar biasa lho bu, kalau orang dinkes
atau kemenkes luar biasa juga. Betul. Saya kalau, kalau nih ya, kalau badan dunia atau apa, seperti Bu
Jean, atau Bu Prita, yang kabarnya, habis dapat award apa lah, luar biasa dedikasinya itu, ya dengan
team nya ya

T : Leadernya luar biasa ya pak ya?

PAK SONY: Iya leadershipnya luar biasa.

T : Baik. Ini saya mau menanyakan Pak, kalau terkait faktor sistem kesehatan apakah ada yang
mempengaruhi pelaksanaan program erapo waktu itu. Maksud saya itu kaya, pembiayaan kesehatan
atau mungkin informasi kesehatan, tenaga kesehatan atau mungkin persediaan, atau pemerintahnya?

PAK SONY: Ya ada, yang kalau saya tangkap ada beberapa hal yang, kembali lagi masalah data ga ada
masalah sebenarnya. Tetapi karena kadang-kadang proyek kan, kemudian terutama adalah sosialisasi,
contoh, bagaimana sih memakai penyimpan box, cool box ya? ah cool box harusnya begini begini, nah
itu adakan sembarangan. Kemudian banyak juga material-materal yang ada di kemenkes, misalkan
printing=printing harus dibagikan, ditempel, dan sebagainya, tidak terpakai. Ya karena mereka udah
masuk gudang tuh masuk situ. Kalau kami, seneng kan, wah ada material. bawa-bawa, nyebaar, gitu.
Jadi komunikasi, apa istilahnya? sosialisasi. sosialisasinya itu kurang dan semangan untuk
mendistribusikannya itu juga kurang. Tapi tidak semua lho mbak ya.

T : Pak, kemarin kan tahun 2016 ceritanyakan pemerintah tadinya yang apa namanya imunisasi
dengan cara oral, itu kan mau di switch ke injeksi, nah apaka bapak juga terlibat dalam, dalam

PAK SONY: Yah ikut

T : dalam sosialisasi?

PAK SONY: Ikut dalam sosialisasinya juga, samapai saat itu di Jogja. Kan Jogja menjadi percobaan
T : Iya 2007, betul

PAK SONY: Iya dan yang terakhir 2016 itu ada kan training-training dan sebagainya, ya kami juga ikut,
gitu. Dan apa namanya, ada jenis vaksin yang ditamatkan kan kalau inject

T : Iya betul

PAK SONY: Nah itu, ya kami terlibat waktu itu dalam ujian dan sebagainya

T : Oh Bapak juga terlibat ya?

PAK SONY: Iya, bahkan kami waktu itu ikut apa namanya mensukseskan di itu kan, di Brorobudur, di
Prambanan, di Jogja sendiri, gitu

T : Ikut sosialisasi waktu itu?

PAK SONY: Iya, betul.

T : Nah terus kan dengan ada switching ini ceritanya kan sempat ada kelangkaan, nah waktu itu
apakah Rotary juga ikut berkontribusi atau mengetahui hal ini, kekurangan?

PAK SONY: Kalau kekurangan itu terus terang kami hanya, tidak ikut terlibat, karena kami juga ngga bisa
ngapa-ngapain ya, itu kan kebijakan. Kami hanya akan berusaha membantu bila sudah diputuskan
antara WHO UNICEF dan kemenkes, dan kami nyebar. Kalaupun ada masalah-masalah misalkan contoh,
kayak tadi lah, ada kasus panas bahkan meninggal, bukan gara-gara, saat terjadinya PIN, nah kami
berusaha untuk mncari, menutupi, bukan berarti menutupi dalam arti negatif ya, jangan sampai menjadi
hoax. Mencegah.

T : Sempat ada pak waktu itu?

PAK SONY: Iya ada, kalau itu sih ada. Tapi itu kan beda kasus, bukan karena meninggal karena saat itu.
Nah hal itu sudah biasa, untung nya saat itu belum ada hape ya, WA ya Allah. Misalkan PIN sekarang
wah ini, ga bisa tidur ga bisa makan kita.

T : Belum ada WA untungnya

PAK SONY: Waduh itu bener-bener. Kalau sekarang misalkan itu terjadi itu ya amit-amit ya, naudzubillahi
min dzalik lah

T : Nah Pak, kalau boleh disimpulkan jadi dari seluruh tantangan atau kendala yang tadi
disebutkan baik secara di negara maupun secara pribadi kayak yang tadi di daerah, kalau menurut bapak
yang paling besar tantangan yang mana pak?

PAK SONY: Ya tergantung sikonnya ya, kalau yang tantangan yang paling besar itu ya terutama masalah
politik, kalo sudah ada politik masuk kebijakan dan sebagainya akan kabur. Lalu motivasi dari yang di
bawah, yang di lapangan juga akan terjadi demotivasi ya, kalau sudah terlibat disitu.
T : Terus, kalau misalnya ini tadi bapak menyampaikan kendala-kendalanya kami juga mau
mengetahui solusi atau strategi yang akan dikembangkan? Apalahi kan Banten kan kompleks ya pak
permasalahannya? Waktu itu apa yang bapak lakukan untuk menanggulangi masing-masing
permaslahan? katakanlah yang politik

PAK SONY: Iya, kami datang dengan data. Jadi kami bersama WHO unicef dateng ke desa-desa dateng ke
pos-pos PIN, dateng ke ibu-ibu PKK, ingin memperoleh data, termasuk gambar,foto, peta-peta titik-titik
anak-anak dimana sampai titik-titik itu, dan kami dapet dari bidan-bidan desa. Nah saat rapat, kami
sampaikan. Saat rapat, pak ini ada permasalahan disana seperti ini, dan perlu bantuan bapak, kami
tangan kami cuma dua. Kami berapa orang sih. Dan itu yang kami sampaikan. Dan kami sampai dateng
terus terang ke kepala dinas-kepala dinas untuk menyampaikan. Atau kalau ngga ya kasubbid-ksubbid
yang membawahi penyakit menular

T : Sampe...

PAK SONY: Ya mau ngga mau approach ke pejabat-pejabat terkait, ya kalau tidak, ngga ada solusi

T : Tapi kan tadi bapak menyampaikan kalau pejabatnya ada yang baik tapi ada juga oknum-
oknum lah ya pak? nah gimana itu pak? padahal kan mereka petinggi-petinggi?

PAK SONY: Ya, karena kami orang swasta, kami nothing to lose. Niat kami kan baik, jadi yang penting
jangan diganggu gitu. Kalau ngga dapet dukungan ya ngga apa-apa, yang penting kami udah lapor. Pak,
kami aka, tapi begini begini, kami ga bisa bantu, ya ngga apa-apa pak, yang penting kami akan
menyampaikan atau oh silahkan saja temui ini ini. Yah mereka kahirnya memberikan, bukan izin lah,
istilahnya silahkanlah, meskipun tanda kutip supportnya ngga ada. Tapi kan mereka tidak bisa
menghalangi kan? Oh ya jangan. Nah, karena di belakang kami ada WHO dan UNICEF. Tapi dalemnya,
unicef dan WHO ngga ada kami mereka juga repot. Karena mereka juga tanda kutip keterbatasn ya.
Keterbatasan material, keterbatasan informasi, keterbatasan untuk ya apa masuk ke bawah, karena
mereka kan dianggap sebagai orang tinggi lah, orang perwakilan dan sebagainya. Yaitu lah kerjasama
kami dengan UNICEF itu lah yang, jadi yang pejabat-pejabat ya approve semua. Pak saya sudah temui
kepala puskesmasnya, jadi malem, pagi, tengah malem, ya suruh ditemui saja, santai-santai. Tapi
mereka ini tidak menerima seolah-olah apa sih kamu ini gitu, ngga. Pak, bapak butuh berapa balon? gitu.

T : Kok sampai mau manawarkan ya pak? Ngga ini, biasanya

PAK SONY: Ngga, artinya begini. yang saya maksud ini gini, kami waktu itu terus terang pakai strateginya
cuman segi material promosi, kami punya itu. Jadi, material promosi itu senjata kami. JAdi saat gaung
PIN deerr gitu, kami punya balon, punya kaos, punya permen, punya payung, punya segala macem lah.
Bukan segala macem sih, banyak. Nah, gaung itu nyampe ke puskesmas, kalau perlu kaos, kurang,
silahkan ke Rotary. Kalau kurang banner, termasuk stiker-stiker, mobil-mobil gitu, umbul-umbul, nah
mereka minta lah kepada kami. Nah itu jadi orang puskesmas begiru, Pak saya pengen ketemu, saya
udah di Rotary, pasti dia tanya, Pak masih ada ngga itu nya? Ada, tapi ya ngga bisa banyak, soalnya sana
minta, sana minta. Dan kami dapat data dari WHO ini fokus kamu disini, fokus kita disini, petanya itu.
T : Mohon maaf ya ini pak, berarti kalau orang itu, maksudnya dengan material promosi aja sudah
tertarik ya? ngga sampai minta?

PAK SONY: Ngga, tidak, sama sekali ngga. Mereka tahu bahwa itu riskan buat mereka, nanti saya cerita
diluar itu, saya cerita yang lain yang mengenai masalah itu.

T : Oke baik, soalnya kan kalau sekarang kan sering banget ya ada cerita-cerita terkait

PAK SONY: Saat itu iya, tapi mereka, sudah, kami sudah membatasi diri, dari awal bahwa kami tidak
memberikan uang, itu paling penting, misalnya contoh. Pak kami perlu spanduk pak. Berapa? Ya kalau
dicetika kira-kira lima juta atau sepuluh juta gitu. Kami ngga akan memberikan itu. Kami akan
memberikan itu, kami akan memberikan materialnya. Oh gitu ta? Iyadeh. Gitu dengan muka-muka gitu
dan akhirnya mereka tahu, dari awal kami tegas banget tidak memberikan uang.

T : Merekanya juga bisa menerima ya Pak?

PAK SONY: Mau ya karena itu mbak, kemenangan kami itu adalah unik, balonnya, kaosnya lah, unik lah,
spanduknya dan sebagainya. Meskipun mereka bisa jauh sepuluh kali, mungkin seratus kali bisa lebih
banyak, tapi mereka ini kan ngga terbeli, ya kan?Tidak terbeli. Bawa payung, balon, ngga terbeli mereka.
Karena ininya beda, dan ada di gudang, cuman ini

T : Lalu kalau terkait yang tadi, tantangan yang penolakan dari sisi agama, dari sisi sosial, waktu itu
strategi apa pak yang diterapkan?

PAK SONY: Kami datengi. Kami datengi, lalu kami ajak ya tentunya salah satu pemuda misalnya contoh
saya sebut. Pak, bapak kok, kami punya anggota Rotary, disebut Rotary malah, Zionis, gitu ada yang gitu.
Pak, kami anggota Rotary bahkan jadi gubernur pemimpin Indonesia, itu adalah anaknya manta menteri
agama, masa bapak percaya dengan kami sih. Dan kami juga ketemu dengan beberapa orang yang
ustadz itu kami datangi untuk memberi pencerahan-pencerahan. Dan ada yang kejadian waktu itu kan
anaknya kiyai lah kira-kira, malah kena. Wah itu dia jadi contoh. Justru dia yang jadi corong, akhirnya
oleh pusat ini tau, akhirnya dimanfaatkan juga. Anak umur sembilan tahun

T : Di Banten juga? Kejadiannya?

PAK SONY: Iya

T : Makanya, baik

PAK SONY: Jadi itu hikmah. Ya musibah, tapi ada hukmahnya.

T : Baik, iya Pak. Nah terus kalau menurut bapak sendiri faktor apasi yang mempermudah dalam
mengatasi tantangan waktu di lapangan itu?

PAK SONY: Ya kerjasama, kerjasama dengan pihak-pihak terkait lah. Lalu dengan sering sosialisasi.
Sosialisasi itu paling penting, sosialisasi. Dan Turban, turun ke bawah

T : Harus turun ke bawah


PAK SONY: Harus turun ke bawah

T : Lalu bagian lain juga yang ingin kami capture Pak dalam studi ini, itu adalah terkait
pembelajaran, nah kalau menurut bapak, apasih pak hal-hal yang sebaiknya orang luar pelajari dari
program eradikasi polio? Apa yang bisa kita manfaatkan pak? Apakah dari sumber daya nya,
infrastrukturnya, atau dari kemampuan SDM nya?

PAK SONY: Ya kalau tadi sudah saya jelaskan kemampuan SDM dari orang dari karantina yang dibawa Bu
jean itu luar biasa. Kemudian juga jejaring mereka sangat sangat kuat. Dari kemenkes sudah cukup
sebenarnya. Nah tinggal bagaimana mem,anfaatkan dan mnsosialisasikan ini kepada jejaring-jejaring
yang ada untuk bisa ikut ribet. Jadi yang tadi saya maksud adalah kalau ingin belajar, ya belajar lah dari
orang-orang tempatnya Bu Jean lah tadi

T : Kalau belajar ini maksudnya apa yang harus kita pelajari pak? apanya?

PAK SONY: Yang harus dipelajari adalah bagaimana membangun jaringan.

T : membangun jaringan ya?

PAK SONY: Iya, membangun jaringan. Lalu bagaimana mensosialisasikan

T : Lalu yang terakhir pak, ini kami juga mau menanyakan terkait transisi, jadi kan sekarang
Indonesia sudah dapat sertifikat ya tahun 2014, nah terus katena Indonesia udah dapat sertifikat
tersebut, menurut bapak cerita pengalaman di Rotary, apa saja yang berubah pak? Apakah ini juga
merubah pekerjaan bapak? dalam Rotary, dalam program eradikasi polio

PAK SONY: Kalau merubah di tugas ya sedikit berubah, karena fokusnya kan tidak begitu besar, yang tadi
awalnya kan kita harus aktif di lapangan kita hanya sebagai donor, semakin trainer, mungkin ya sekali-
kali ya diajak untuk ke acara-acara seperti ini, jadi agak sedikit lah. Tapi secara fungsi, posisi ya istilahnya
insidentil, ya kamu lagi

T : Masih ini ya? Nah kalau manurut bapak bisa disimpulkan apakah transisi dari kita tadinya out
break terus punya sertifikat bebas polio itu sampai saat iniitu berjalan dengan baik pak transisinya?

PAK SONY: Saya kira sudah cukup bagus ya, sudah cukup bagus. Tidak ada masalah

T : Tidak ada isu yang berkembang Pak?

PAK SONY: Isu berkembang, tidak ada

T : Baik. Ini kami udah di akhir wawancara, terimakasih Pak Sony waktunya. Tapi sebelum saya
tutup apakah ada hal lain yang ingin bapak sampaikan pak, untuk closing statement?

PAK SONY: Untuk apa?

T : Closing statement
PAK SONY: Oh closing statement. Saya kira karena ini, polio ini erapo ini adalah gerakan seluruh dunia,
dan Indonesia sudah berhasil memperoleh sertifikat. Memang untuk negara-negara lain tidak boleh,
termasuk kita sendiri, tidak boleh lengah, bahwa virus polio bisa kembali lagi sehingga yang diperlukan
adalah bagaimana kita meng eradikasi negara-negara yang masih terjangkit. Kemudian pengalaman di
Indonesia luar biasa, sangat luar biasa, itu bisa ditularkan kepada generasi berikutnya untuk menangkal
penyakit-penyakit lainnya dan juga untuk negara-negara lainnya bila mereka memperoleh ya atau masih
ada kasus polio nya. Saya kira itu.

T : Baik, terimakasih pak Sony untuk waktu dan partisipasinya

You might also like