You are on page 1of 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


PENYAKIT HEMATOLOGI : ANEMIA

OLEH :

DIV KEPERAWATAN TINGKAT 2 SEMESTER 3

NI KETUT AYU PRATIWI CATUR WAHYUNI

P07120214019

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN 2015
A. Pengertian
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah sel
darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells
(hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu
diagnosis melainkan suatu cerminan perubahan patofisiologik yang
mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan
fisik, dan konfirmasi laboratorium (Price & Wilson,2006).

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan / atau hitung


eritrosit lebih rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia bila Hb <
14 g/dl (normal : 14 – 16 g/dl) dan Ht < 40 % (normal : 40 – 48 vol %)
pada pria atau Hb < 12 g/dl (normal : 12 – 14 g/dl) dan Ht < 37% (normal :
37- 43 vol %) pada wanita (Mnsjoer, 2001).
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red
cell mass) dan atau massa hemoglobin sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan
perifer ( penurunan oxygen carrying capacity) ( Lubis, 2006).
Dapat disimpulkan bahwa anemia merupakan suatu keadaan dimana
kadar Hb dan / atau hitung eritrosit lebih rendah dari nilai normal yaitu Hb
< 14 g/dl dan Ht < 40 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht < 37% pada
wanita sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
1. Etiologi Anemia.
b. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
c. Perdarahan
d. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
e. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic
acid, piridoksin, vitamin C dan copper
Anemia terjadi sebagai akibat gangguan, atau rusaknya mekanisme
produksi sel darah merah. Penyebab anemia adalah menurunnya produksi
sel-sel darah merah karena kegagalan dari sumsum tulang, meningkatnya
penghancuran sel-sel darah merah, perdarahan, dan rendahnya kadar
ertropoetin, misalnya pada gagal ginjal yang parah. Gejala yang timbul
adalah kelelahan, berat badan menurun, letargi, dan membran mukosa
menjadi pucat. Apabila timbulnya anemia perlahan (kronis), mungkin
hanya timbul sedikit gejala, sedangkan pada anemia akut yang terjadi
adalah sebaliknya (Fadil, 2005).
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin
B12, asam folat, vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah.
2. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-
menerus di saluran pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu
dapat menyebabkan anemia.
3. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan
perdarahan lambung (aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat
menyebabkan masalah dalam penyerapan zat besi dan vitamin (antasid,
pil KB, antiarthritis, dll).
4. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini
dapat menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan
vitamin B12.
5. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal,
masalah pada kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit
lainnya dapat menyebabkan anemia karena mempengaruhi proses
pembentukan sel darah merah.
6. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang,
malaria, atau disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.

2. Klasifikasi Anemia.
Menurut Mansjoer (2001) klasifikasi anemia yaitu :
a. Anemia Mikrositik Hipokrom :
1) Anemia Defisiensi Besi.
Anemia ini umumnya disebabkan oleh perdarahan kronik. Di
Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing
tambang (ankilostomiasis). Infestasi cacing tambang pada
seseorang dengan makanan yang baik tidak akan
menimbulkan anemia. Bila disertai malnutrisi, baru akan
terjadi anemia.
2) Anemia Penyakit Kronik.
Penyakit ini banyak dihubungkan dengan berbagai penyakit
infeksi, seperti infeksi ginjal, paru-paru (abses, empiema dll),
inflamasi kronik (artritis reumatoid) dan neoplasma.
b. Anemia Makrositik :
1) Defisiensi Vitamin B12.
Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena
gangguan absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter
autoimun, namun di Indonesia penyebab anemia ini adalah
karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan gejala-gejala
yang tidak berat.
2) Defisiensi Asam Folat.
Anemia defisiensi asam folat jarang ditemukan karena
absorpsi terjadi di seluruh saluran cerna. Gejalanya yaitu
perubahan megaloblastik pada mukosa, mungkin dapat
ditemukan gejala-gejala neurologis, seperti gangguan
kepribadian.
c. Anemia karena perdarahan.
1) Perdarahan akut akan timbul renjatan bila pengeluaran darah
cukup banyak, sedangkan penurunan kadar Hb baru terjadi
beberapa hari kemudian.
2) Perdarahan Kronik biasanya sedikit - sedikit sehingga tidak
diketahui pasien. Penyebab yang sering adalah ulkus peptikum
dan perdarahan saluran cerna karena pemakian analgesik.
d. Anemia Hemolitik.
Pada anemia hemolitik terjadi penurunn usia sel darah merah
(normal 120 hari). Anemia terjadi hanya bila sumsum tulang telah
tidak mampu mengatasinya karena usia sel darah merah sangat
pendek.
e. Anemia Aplastik.
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk
sel-sel darah. Hal ini bisa karena kongenital namun jarang terjadi.

B. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari
berbagai sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan
neurologik (syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku,
anorexia (badan kurus), pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal
pada anak. Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi
epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal
anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5
gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lain adalah
munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).

Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan


kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan
stroke atau serangan jantung.(Price ,2000:256-264)

Manifestasi klinis

Area Manifestasi klinis


Keadaan umum Pucat, penurunan kesadaran,
keletihan berat, kelemahan, nyeri
kepala, demam, dipsnea, vertigo,
sensitive terhadap dingin, BB
turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna
kulit pucat, sianosis, kulit kering,
kuku rapuh, koylonychia, clubbing
finger, CRT > 2 detik, elastisitas
kulit munurun, perdarahan kulit
atau mukosa (anemia aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,
konjungtiva pucat.
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat,
stomatitis, perdarahan gusi, atrofi
papil lidah, glossitis, lidah merah
(anemia deficiency asam folat)
Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah,
palpitasi, sesak waktu kerja, angina
pectoris dan bunyi jantung
murmur, hipotensi, kardiomegali,
gagal jantung
Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,
hepatospleenomegali (pada anemia
hemolitik)
Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi
System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kelemahan
otot, irritable, lesu perasaan dingin
pada ekstremitas.

Gejala Khas Masing-Masing Anemia


Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia
adalah sebagai berikut :
1. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
2. Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
3. Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
4. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.

C. Pohon Masalah

Kekurangan nutrisi Perdarahan Hemolisis


(destruksisel darah merah)

Kegagalan sumsum tulang Kehilangan sel darah merah


Anemia (Hb menurun)

Resistensi aliran darah perifer Pertahanan sekunder tidak adekuat

Penurunan transport O2 Resiko infeksi

Hipoksia Lemah lesu

Intoleransi aktivitas Deficit perawatan diri makan

Ketidakefektifan perfusi Gangguan fungsi otak


jaringan perifer

Intake nutrisi turun Pusing


Anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan Nyeri akut
tubuh

D. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium
1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu
ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia
berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan
dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan
minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan
flowcytometri atau menggunakan rumus:
a. Mean Corpusculer Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun
apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat
anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator
kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan
anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan
membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai
normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel
darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan
angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik
hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata.
Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit.
Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.

2. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer


Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual.
Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan
memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.
Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada
kolom morfology flag.

3. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW)


Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah
yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter
lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi
dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang
tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi
paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum,
jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan
naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi,
dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi
diagnostik. Nilai normal 15 %.

4. Eritrosit Protoporfirin (EP)


EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya
membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak
terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi
eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi
terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan
besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang
luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam
praktik klinis masih jarang.

5. Besi Serum (Serum Iron = SI)


Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta
menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin
jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan
spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah
kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok,
pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai
kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi
yang spesifik.

6. Serum Transferin (Tf)


Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama
dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan
besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi
kronis, penyakit ginjal dan keganasan.

7. Pemeriksaan Sumsum Tulang


Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan
besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan
histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin
dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi
adalah tidak ada besi retikuler.
Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga
tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai
dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu
teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan
besi dalam populasi umum (Fadil, 2005).

E. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan
perawatan karena penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau
penurunan produksi sel darah merah.pada pasien yang hipovelemik:

1. Pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,

2. Resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.

3. Tranfusi kompenen darah sesuai indikasi

Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap


kondisi yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.

Akute anemia akibat kehilangan darah:

1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.

2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.


3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan
kristaloid dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung
kongestif iatrogenik pada pasien..

4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet,


jika diindikasikan.

5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor


deficiency yang dikirim untuk pengukuran.

6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya


Feto-transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam)
jika mereka Rh negatif.

7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk


mengobati penyebab pendarahan.

Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda


tergantung dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini
beberapa terapi yang diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia
yang diderita:

1. Anemia Deficiensi Besi


Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi
berupa:
a. Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri,
misalnya pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak
dilakukan terapi kausal anemia akan kambuh kembali.
b. Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di
dalam tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg,
ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous
suuccinate). Besi parentral, efek sampingnya lebih berbahaya besi
parentral diindikasikan untuk intoleransi oral berat, kepatuhan
berobat kurang, kolitis ulseratif, dan perlu peningkatan Hb secara
cepat seperti pada ibu hamil dan preoperasi. (preparat yang
tersedia antara iron dextran complex, iron sorbitol citric acid
complex)Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar
hemoglobin normal untuk cadangan besi tubuh.
c. Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah.
Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi
adalah pada pasien penyakit jantung anermik dengan ancaman
payah jantung, anemia yang sangat simtomatik, dan pada
penderita yang memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang
cepat.dan jenis darah yang diberikan adalah PRC untuk
mengurangi bahaya overload. Sebagai premediasi dapat
dipertimbangkan pemberian furosemid intravena. (Bakta,
2003:36)
2. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian adalah:
a. Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan
sembuh dengan sendirinya.
b. Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat,
atau vitamin B12.
c. Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
d. Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan
hemoglobin, tetapi harus diberikan terus menerus.
e. Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi
pemberian preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi
kenaikan akan berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-
10 g/dl. (Bakta, 2003:41)
3. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia
sideroblastik adalah:
a. Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik
dengan transfusi darah.
b. Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil
penderita responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)
4. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam
folat adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat
meskipun demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-lain
tetap harus dilakukan:
a. Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan
puncak pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu.
Neuropati biasanya dapat membaik tetapi kerusakan medula
spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta, 2003:48)
b. Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4
bulan.
c. Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler
200 mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7
minggu. Dosis pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap
3 bulan.
5. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka
terapi utama untuk anemia pernisiosa adalah:
a. Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
b. Terapi pemeliharaan
c. Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)
6. Anemia Hemolitik
Pengobatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik
kasus tersebut serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat
bervariasi dari kasus per kasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi
anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
a. Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal
akut maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa
memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat,
pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-
hati, meskipun dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat
terjadi sehingga memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan
tetapi jika syok berat telah teerjadi maka tidak ada pilihan lain
selain transfusi.

b. Terapi Kausal

Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan


kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau
disebabkan oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat
dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang penyebabnya telah jelas maka
terapi kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)

c. Terapi Suportif-Simtomatik

Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di


limpa. Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter sering
diperlukan transfusi darah teratur untuk mempertahankan kadar
hemoglobin. Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik
supertransfusi atau hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan
umum dan pertumbuhan pasien.

Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat


0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.

F. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas,
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah.
Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya.
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak.
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain
yang menunjukkan keletihan.

2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan).
Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan
nadi melebar; hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis;
depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T;
takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna):
pucat pada kulit dan menbran mukosa (konjungtiva, mulut, faring,
bibir)dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak
sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau
kuning lemon terang (PA). Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB).
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan
vasokontriksi kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti
sendok (koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah putus, menipis;
tumbuh uban secara premature (AP).

3. Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
mis; penolakan transfuse darah. Gejala : depresi.

4. Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom
malabsorpsi (DB). Hematemasis, feses dengan darah segar, melena.
Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine
Tanda ; distensi abdomen.

5. Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia,
anoreksia. Adanya penurunan berat badan.

6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak
mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan
bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ;
parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental :
tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina
(aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik).
Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda
Romberg positif, paralysis (AP).

7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)

8. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan
aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.

9. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore
(DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan
dinding vagina pucat.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan konsentrasi Hb
dan darah, suplai oksigen berkurang
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
yang kurang, anoreksia
3. Nyeri akut
4. Deficit perawatan diri makan b.d kelemahan fisik
5. Resiko infeksi
6. Intoleransi aktfitas b.d proses metabolisme yang terganggu

H. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1 Ketidakefektifan NOC NIC
perfusi jaringan a. Circulation Status Peripheral Sensation
perifer b. Tissue Perfusion : Management
Cerebral a. Monitor adanya
daerah
Kriteria Hasil : b. tertentu yang
a. Mendemonstrasikan hanya peka
status sirkulasi yang c. terhadap
ditandai dengan : panas/dingin/
 Tekanan sistol d. tajam/tumpul
dan diastol e. Monitor adanya
dalam rentang paratese
yang diharapkan f. Instruksikan keluarga
 Tidak ada orto- untuk mengobservasi
statik hipertensi kulit jika ada lesi atau

 Tidak ada laserasi

tanda-tanda g. Gunakan sarung

peningkatan tangan
h. untuk proteksi
i. Batasi gerakan pada
kepala, leher, dan
punggung
j. Monitor kemampuan
BAB
k. Kolaborasi pemberian
analgetik
l. Monitor adanya
tromboplebitis
m. Diskusikan mengenai
penyebab perubahan
sensasi
2. Ketidakseimbangan NOC Nutrition Management
Nutrisi : kurang dari 1. Nutritional Status : a. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh Food and Fluid Intake makanan

2. Nutritional Status : b. Kolaborasi dengan

Nutrient Intake ahli gizi untuk

3. Weight Control menentukan jumlah


kalori dan nutrisi yang

Kriteria Hasil : dibutuhkan pasien


a. Adanya peningkatan c. Anjurkan pasien untuk
berat badan sesuai meningkatkan intake
dengan tujuan Fe
b. Berat badan ideal d. Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan tinggi meningkatkan protein
badan dan vitamin C
c. Mampu e. Berikan substansi gula
mengidentifikasi f. Yakinkan diet yang
kebutuhan nutrisi dimakan mengandung
d. Tidak ada tanda-tanda tinggi serat untuk
malnutrisi mencegah konstipasi
e. Menunjukkan g. Ajarkan pasien
peningkatan fungsi bagimana membuat
pengecapan dari catatan makanan
menelan harian
f. Tidak terjadi h. Monitor jumlah nutrisi
penurunan berat badan dan kandungan kalori
yang berarti i. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
j. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Management
1. Monitor BB pasien
dalam batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau orang tua selama
makan
5. Monitor lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan tidak
selama jam makan
7. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan
mudah patah
10. Monitor mual, muntah
11. Monitor kadar
albumin, total protein,
Hb dan kadar Ht
12. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori dan
intake nutrisi
15. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan
cavitas oral

3. Nyeri akut NOC : NIC :

1. Pain level a. Lakukan pengkajian


2. Pain control nyeri secara
3. Comfort level komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
furasi, frekuensi,
Kriteria Hasil kualitas dan faktor
presipitasi
a. Mampu mengontrol nyeri b. Observasi reaksi
(tahu penyebab nyer, nonverbal dari
mampu menggunakan
ketidaknyamanan
teknik nonfarmakologi
c. Bantu pasien dan
untuk mengurangi nyeri,
keluarga untuk
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa mrncari dan
nyeri berkurang dnegan menemukan
menggunakan dukungan
d. Kontrol lingkungan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali yang dapat
nyeri (skala, intensitas, mempengaruhi nyeri
frekuensi dan tanda seperti suhu rungan,
nyeri) pencahayaan dan
d. Menyatakan rasa kebisingan
nyaman setelah nyeri e. Kurangi faktor
berkurang presipitasi nyeri
e. Tanda vital dalam f. Kaji tipe dan sumber
rentang normal nyeri untuk
f. Tidak mengalami menentukan
gangguan tidur intervensi
g. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi : napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/dingin
h. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan
dari prosedur
i. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
4 Deficit perawatan NOC NIC
diri makan  Activity Intolerance Self-Care Assistance :
 Mobility : Physical Feeding
Impaired a. Memonitor pasien
 Self Care Deficit tentang kemampuan

Hygiene untuk menelan

 Self Care Deficit b. Identifikasi diet yang

Feeding diresepkan

Criteria Hasil c. Ciptakan lingkungan

a. Status nutrisi : yang menyenangkan

ketersediaan zat gizi selama waktu makan

untuk memenuhi d. Pastikan posisi pasien

kebutuhan metabolic yang tepat untuk

b. Status nutrisi : asupan memfasilitasi

makanan dan cairan : mengunyah dan

kuantitas makanan menelan

dan cairan yang e. Memberikan bantuan

diasup ke dalam fisik, sesuai

tubuh selama periode kebutuhan

24 jam f. Menyediakan

c. Perawatan diri : makanan dan

aktivitas kehidupan minuman yang

sehari-hari (ADL) disukai, sesuai

mampu untuk g. Memonitor status

melakukan aktivitas hidrasi pasien

perawatan fisik dan h. Memantau berat

pribadi secara mandiri badan pasien, yang

atau dengan alat bantu sesuai


d. Perawatan diri :
makan : kemampuan
untuk menyiapkan
dan memakan
makanan dan cairan
secara mandiri
dengan atau tanpa
alat bantu
e. Status menelan :
perjalanan makanan
padat atau cairan
secara aman dari
mulut ke lambung
f. Mampu makan secara
mandiri
g. Mengungkapkan
kepuasan makan dan
terhadap kemampuan
untuk makan sendiri
h. Menerima suapan dari
pemberi asuhan
5 Resiko infeksi NOC Infection Control
a. Immune Status a. Bersihkan
b. Knowledge : Infection lingkungan setelah
Control dipakai pasien lain
c. Risk Control b. Pertahankan teknik
isolasi
Kriteria Hasil : c. Batasi pengunjung
i. Klien bebas dari tanda bila perlu
dan gejala infeksi d. Instruksikan pada
j. Mendeskripsikan pengunjung untuk
proses penularan mencuci tangan saat
penyakit, faktor yang berkunjung dan
mempengaruhi setelah berkunjung
penularan serta e. Gunakan sabun
penatalaksanaannya antimikroba untuk
k. Menunjukkan mencuci tangan
kemampuan untuk f. Cuci tangan setiap
mencegah timbulnya sebelum dan sesudah
infeksi tindakan
l. Jumlah leukosit keperawatan
dalam batas normal g. Gunakan baju,
m. Menunjukkan sarung tangan
perilaku hidup sehat sebagai pelindung
h. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
i. Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
j. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
Infection Protection
k. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
l. Monitor hitung
granulosit, WBC
m. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
n. Pertahankan teknik
asepsis pada pasien
berisiko
o. Instruksikan pasien
untuk minum
antibiotik sesuai
resep
p. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
q. Ajarkan cara
menghindari infeksi
6 Intoleransi aktivitas NOC Activity Therapy:
a. Energy Conservation a. Kolaborasikan
b. Activity Tolerance dengan Tenaga
c. Self Care : ADLs Rehabilitas Medik
dalam merencanakan
Kriteria Hasil : program terapi yang
a. Berpartisipasi dalam tepat
aktivitas fisik tanpa b. Bantu klien untuk
disertai peningkatan mengidentifikasi
tekanan darah, nadi aktifitas yang mampu
dan RR dilakukan
b. Mampu melakukan c. Bantu untuk
aktivitas sehari-hari mengidentifikasi dan
(ADLs) secara mandiri mendapatkan sumber
c. Tanda-tanda vital yang diperlukan
normal untuk aktivitas yang
d. Energy psikomotor diinginkan
d. Bantu untuk
e. Level kelemahan
mendapat alat bantu
f. Mampu berpindah :
aktivitas seperti kursi
dengan atau tanpa
roda, krek
bantuan alat
e. Bantu untuk
g. Status kardiopulmunari
mengidentifikasi
adekuat
kekurangan dalam
h. Sirkulasi status baik
beraktivitas
i. Status respirasi: f. Bantu pasien untuk
pertukaran gas dan mengembankan
ventilasi adekuat motivasi diri dan
penguatan
g. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan
spiritual

I. Referensi
Bakta, I Made.2003.Hematologi Klinik Dasar.Jakarta:EGC

Catherino jeffrey M.2003.Emergency medicine handbook USA:Lipipincott


Williams
Dochterman, Joanne Mccloskey, Bulechek, Gloria M. (2008). Nursing
Interventions Classification (NIC), Fifth Edition. Missouri: Mosby
Doenges, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta

Fadil, M.(2005). Konsep Dasar Anemia. Available at


http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=28334. Diakses pada 8
Desember 2014.
Handayani, A & Haribowo, B. 2008. Tinjauan Pustaka Anemia. Available at
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=6281. Diakses pada 8
Desember 2014.
Lubis, Dian. (2006). Anemia Defisiensi Besi. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter
%20II.pdf. Diakses pada 8 Desember 2014.
Mansjoer, Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius.
NANDA International. (2012). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

Supiatma, Melina. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Anemia.


https://www.academia.edu/12302146/Asuhan_Keperawatan_Pada_Pasien_
Dengan_Anemia. Diakses pada 3 November 2015.
Denpasar,.....................................2015

Mengetahui,

Pembimbing Praktik Mahasiswa

…………………………………… Ni Kt. A. Pratiwi Catur Wahyuni

NIP. NIM. P07120214019


Mengetahui,

Pembimbing Akademik

………………………………………

NIP.

You might also like