You are on page 1of 34

ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS

(HIV/AIDS PADA IBU HAMIL)

Kelompok 12

A11-B

1. Alya Shafira (17.321.2713)


2. Ni Made Ayu Fera Andini (17.321.2745)
3. Ni Putu Intan Puspa Sari (17.321.2750)
4. Ni Putu Ratih Andriani (17.321.2752)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

DENPASAR

2018
A. Konsep Dasar Manusia
1. Defenisi HIV/AIDS
Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis
retrovirus yang termasuk dalam familiy lintavirus, retrovirus
memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu
untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi
yang panjang. Seperti retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam
proses yang panjang dan utamanya penyebab muncul tanda dan
gejala AIDS . HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun
dan menghancurkan. Hal ini terjadi dengan menggunakan DNA
dan CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses
itu, virus tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah
sekumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili
retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.
(Sudoyo Aru,dkk 2009)
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunodeficiency
Syndrome) yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV.
Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus dan penyakit. AIDS
melemahkan atau merusaka sistem pertahanan tubuh, sehingga
akhirnya berdatanglah berbagai jenis penyakit lain (
Yatim,2006).

2. Definisi Kehamilan
Kehamilan merupakan serangkaian proses yang diawali
dari konsepsi atau pertemuan antara ovum dan sperma sehat dan
dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi dan implantasi. Lama

1
kehamilan dibagi menjadi 3 trimester yaitu 280 hari (40 minggu
atau 9 bulan 10 hari). (Sulistyawati, 2012).

3. Etiologi
Human Immunodeficiency Virus dianggap sebagai virus
penyebab AIDS. Virus ini termasuk dalam retrovirus anggota
subfamili lentivirinae. Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah
suatu agen viral yang disebut HIV dari kelompok virus yang
dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus
(LAV) atau Human T-Cell Leukemia Virus (HTL-III yang juga
disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus (retrovirus). Retrovirus
mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel penjamu.
Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya
nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini
mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus
yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur
ekspresi virus yang penting dalam patogenesis penyakit. Satu
protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivitas
transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi
dari infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein
struktural virus. Rev membantu keluarnya transkip virus yang
terlepas dari nukleus. Protein Nef menginduksi khemokin oleh
makrofag yang dapat menginfeksi sel yang lain (Brooks,2005).
Penularan virus ditularkan melalui :
a. Hubungan seksual (anal, oral,vaginal) yang tidak
terlindungi ( tanpa kondom) dengan orang yang telah
terinfeksi HIV
b. Jarum suntik atau tindik atau tato yang tidak steril dan
dipakai bergantian
c. Mendapatkan tranfusi darah yang mengandung virus HIV

2
d. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam
kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut
human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali
ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang
diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan
keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah
infeksi. Tidak ada gejala.

2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan


gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 tahun atau lebih dengan
gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala
demam, keringat malam hari, BB menurun, diare, neuropati,
lemah, ruam kulit, limadenopati, perlambatan kognitif, lesi
mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi
AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis
berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi
neurologist (NANDA nic-noc).
Kelompok resiko tinggi:

1. Lelaki homoseksual atau biseks.


2. Orang yang ketagian obat intravena
3. Partner seks dari penderita AIDS
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi (purwaningsih,wahyu.2010).

3
4. Tanda dan Gejala
Menurut komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri
dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor
(tidak umum terjadi):
1. Gejala Mayor
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopi
2. Gejala Minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes
zoster berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis profresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus sitomegalo
Pada masa perinatal
1. Keletihan
2. Anoreksi.
3. Diare kronik selama 1 bulan.
Kemataian ibu hamil dengan HIV positif kebanyakan di
sebabkan oleh penyakit oportunistik yang menyertai
terutama pneumonitis carinif pneumonia.

Menurut Mayo Foundation For Medical Education and


Research (MFMER)(2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi
menjadi beberapa fase :

4
1. Fase Awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan
gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang
ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala,
sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getang
bening. Walapun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita
HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.
2. Fase Lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama
8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan
perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala
yang kronis seperti pembesaran kelenjar getang bening
(sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan
menurun, demam, batuk atau pernafasan pendek.
3. Fase Akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10
tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat
mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada
penyakit yang disebut AIDS. Gejala minor

Meniurut Anthony (Fauci dan Lane,2008), gejala klinis


HIV/AIDS dapat dibagi mengikuti fasenya yaitu :

1. Fase Akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami
fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-
gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis,
limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise,
anorexsia, penurunan berat badan, mual, muantah, diare,
meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy,
mucocutaneous ulceration, dan erythematous
macoulopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersamaan

5
dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit,
faringitis, dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu
diinfeksi melalui jarum suntik narkoba dari pada kontak
seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gejala ini akan
hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV.
Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami
limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase Asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati.
Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan
progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung
berkolerasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan
tingakat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan
masuk ke fase simptomatik dari pada pasien dengan tingkat
RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase Simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10
tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat
mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada
penyakit yang disebut AIDS.

5. Cara Penularan
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan
berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan
vagina dan air susu ibu (KPA,2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu :
1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah
yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan
melaui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama
laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki.
Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal,

6
anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko
tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak
terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
2. Melalui tranfusi darah atau produk darah yang sudah
tercemar dengan virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang
ditusukkan atau tertusuk ke dalam tubuh yang
terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau
pada pengguna narkotika suntik secara bergantian. Bisa
juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik
ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja)
bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian
hendaknya dihindari karena dapat menularkan virus HIV
kecuali benda-benda tersebut disterilkan sepenuhnya
sebelum digunakan
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak
Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari
ibunya saat ia dikandung, dilahirkan dan sesuadah lahir
melalui ASI
7. Penularan HIV melalui pekerjaan
Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium terdapat
resiko penularan melalui pekerjaan yang kecil namun
defenitif, yaitu pekerja kesehatan, petugas laboratorium,
dan orang lain yang bekerja dengan spesimen atau bahan
terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam
(Fauci,2000).

7
Penularan Secara Perinatal

1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada


bayi yang dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses
melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung
antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat
menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewaktu berada
dalam kandungan atau juga melalui ASI
4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
Tidak terdapat bukti yang menyakinkan bahwa air liur dapat
menularkan infeksi baik melalui ciuman maupun pajanan lain
misalnya sewaktu bekerja pada pekerja kesehatan. Selain itu air
liur terdapat inhibitor terdapat aktivitas HIV (Fauci,2000). Menurut
WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat
ditularkan antara lain :

1. Kontak Fisik
 Orang yang berada dalam satu rumah dengan
penderita HIV/AIDS, bernafas dengan udara yang
sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan
dengan pasien tidak akan menular. Bersalaman,
berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan
kening penderita HIV/AIDS tidak akan
menyebabkan seseorang tertular
 Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon,
kursi toilet atau melalui hal-hal sehari-hari seperti
berbagi makanan, tidak akan menyebabkan
seseorang tertular

8
2. Memakai Milik Penderita
Menggunakan tempat duduk toilet , handuk, peralatan
makan maupun peralatan kerja penderita HIV/AIIDS tidak
akan menular
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan bintang lainnya
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat
tertular HIV

6. Cara Penularan HIV/AIDS dari Ibu Hamil


Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang
menderita HIV/AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga
terdapat resiko penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan
(Richard, et al., 1997). Selain itu juga karena terinfeksi dari suami
atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS karena sering
berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat terjadi
dalam 3 periode :

1. Periode kehamilan

Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV


sangat kecil. Hal ini disebabkan karena terdapatnya
plasenta yang tidak dapat ditembus oleh virus itu sendiri.
Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan memang dapat
menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru
melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi
tidak efektif apabila ibu:

a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit


(terutama malaria) pada plasenta selama kehamilan.
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat
meningkatnya muatan virus pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.

9
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara
tidak langsung berkontribusi untuk terjadinya
penularan dari ibu ke anak.
e. Periode persalinan

Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV


lebih besar jika dibandingkan periode kehamilan. Penularan
terjadi melalui transfusi fetomaternal atau kontak antara
kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau
sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan
terjadi. Oleh karena itu, lamanya persalinan dapat
dipersingkat dengan section caesaria. Faktor yang
mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke anak
selama proses persalinan adalah:Lama robeknya membran.

a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya


IMS atau infeksi lainnya)
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan
kontak bayi dengan darah ibu misalnya, episiotomi.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar

2. Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan


melalui ASI. Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk
(2000), diketahui bahwa ibu yang menyusui bayinya
mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10- 15%
dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko
penularan melalui ASI tergantung dari:

a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI


secara eksklusif akan kurang berisiko dibanding
dengan pemberian campuran.

10
b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu,
perdarahan putting susu dan infeksi payudara lainnya.
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar
kemungkinan infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk

7. Waktu dan Resiko Penularan HIV/AIDS pada Ibu Hamil


Waktu penularan HIV dari ibu ke anak dapat terjadi selama
hamil (5-10%), melahirkan (10 20%) dan saat menyusui (5-20%)
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

8. Faktor yang Berperan dalam Penularan HIV/AIDS dari IBU ke


Anak
Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari
ibu ke anak yaitu:
1. Faktor ibu antara lain jumlah virus dalam tubuh, jumlah sel
CD4, status giziselama hamil, penyakit infeksi selama
hamil dan gangguan pada payudara
2. Faktor bayi antara lain usia kehamilan dan berat badan bayi
saat lahir, periodepemberian ASI, adanya luka di mulut
bayi
3. Faktor obstetrik antara lain jenis persalinan, lama
persalinan, ketuban pecah dinidan tindakan episiotomi
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2015).

9. Pencegahan
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah
melalui tiga cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan,
saat persalinan, dan setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:
1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat
persalinan dan untuk bayi yang baru dilahirkan

11
Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral
load menjadi lebih rendah sehingga jumlah virus yang ada
dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif untuk
menularkan HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (1-
2%) apabila terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak
memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua
cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini. AZT dan
3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi
selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada
waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi
diberi pada bayi 2–3 hari setelah lahir. Menggabungkan
nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan
menjadi hanya 2 persen. Namun, resistansi terhadap
nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan
yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi
keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu.
Resistansi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu
menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih
terjangkau di negara berkembang.
2. Penanganan obstetrik selama persalinan
Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan
metode Sectio caesaria karena metode ini terbukti
mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai
80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunaan
terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai
87%. Walaupun demikian, pembedahan ini juga mempunyai
resiko karena kondisi imunitas ibu yang rendah yang bisa
memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu,
persalinan per vagina atau sectio caesaria harus
dipertimbangkan sesuai kondisi gizi, keuangan, dan faktor
lain

12
3. Penatalaksanaan selama menyusui
Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat
dianjurkan untuk bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena
sesuai dengan hasil penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi
terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi.

10. Patofisiologi
Penyebab dari AIDS adalah Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yang termasuk dalam famili retrovirus. Virus HIV
melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+. Virus tersebut
menginfeksi limfosit CD4+ dan sel-sel imunologik lain dan akan
mengalami destruksi sel secara bertahap. Sel-sel ini, yang
memperkuat dan mengulang respons imunologik, dan bila sel-sel
tersebut berkurang dan rusak, maka fungsi imunologik lain
terganggu.
HIV merupakan retrovirus yang membawa informasi
genetic RANA. Pada saat virus HIV masuk dalam tubuh virus akan
menginfeksi sel yang mempunyai antigen CD4+ (Sel T pembantu,
helper T cell). Sekali virus masuk kedalam sel, virus akan
membuka lapisan protein sel dan menggunakan enzim Reseve
Transcriptase untuk mengubah RNA. DNA virus akan terintregrasi
dalam sel DNA host dan akan mengadakan duplikasi selama proses
normal pembelahan.
Dengan memasuki limfosit T4, virus memaksa limfosit T4
untuk memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menyebabkan
kematian limfosit T4. Kematian limfosit T4 membuat daya tahan
tubuh berkurang sehingga mudah terserang infeksi dari luar (baik
virus lain, bakteri, jamur atau parasit). Hal itu menyebabkan
kematian pada orang yang terjangkit HIV/AIDS. Selain menyerang
limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain. Organ
yang paling sering terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya.
Virus AIDS diliputi oleh suatu protein pembungkus yang sifatnya

13
toksik (racun) terhadap sel. Khususnya sel otak dan susunan saraf
pusat dan tepi lainnya yang dapat mengakibatkan kematian sel
otak.
Sel CD4+ (Sel T pembantu/helper T cell) sangat berperan
penting dalam fungsi sistem immun normal, mengenai antigen dan
sel yang terinfeksi, dan mengaktifkan sel B untuk memproduksi
antibody. Juga dalam aktivitas langsung pada cell-mediated cell
immune (immune sel bermedia) dan mempengaruhi aktivitas
langsung pada sel kongetitis duplikasi.

11. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium menurut Mansjoer (2000), dapat
dilakukan dengan dua cara :
a. Cara langsung yaitu isolasi virus dari sampel.
Umumnya dengan menggunakan microskop
elektron dan deteksi antigen virus adalah dengan
polymerase chain reaction (PCR). Penggunaan PCR
antara lain untuk :
 Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu
masih ada pada bayi sehingga menghambat
pemeriksaat serologis
 Menetapkan status infeksi pada individu
seronegatif
 Tes pada kelompok rasio tinggi sebelum
terjadi sero konversi
 Tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab
sensitivitas ELISA untuk rendah
b. Cara tidak langsung yaitu dengan melihat respon zat
anti spesifik tes, misalnya :
 ELISA, sensitivitas tinggi (98,1-100%),
biasanya memberikan hasil positif 2-3 buah
sesudah infeksi. Hasil positif harus di

14
konfirmasi dengan pemeriksaan western
Blot.
 Westen Blot, SPESIFITAS TINGGI (99,6-
100%). Namun, pemeriksaan ini cukup sulit,
mahal dan membutuhkan waktu sekitar 24
jam. Mutlak diperlukan untuk konfirmasi
hasil pemeriksaan ELISA positif.
 Imonofivoresceni assay (IFA)
 Radio Imuno Praecipitation ASSAY (RIPA)
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa dan melacak
virus HIV
a. Status imun
 Tes fungsi sel CD4
 Sel T4 mengalami penurunan kemampuan
untuk rekasi terhadap antigen
 Kadar imunoglobutin meningkat
 Hitung sel darah putih normal hingga turun
 Rasio CD4 : CD8 menurun
3. Complate Blood Covnt (CBC)
Dilakukan untuk mendeteks adanya anemia, leukopnia dan
thrombocytopenia yang sering muncul pada HIV.
4. CD4 cell count
Tes yang paling bayak digunakan untuk memonitor
perkembangan penyakit dan terapi yang akan dilakukan
5. Blood Culture
6. Immune Complek Dissoiaced P24 Asaay
Untuk memonitor perkembangan penyakit dan aktivitas
medikasi antivirus
7. Tes lain yang bisa dilakukan sesuai dengan manifestasi
klinik baik yang general atau spesifik antara lain :
a. Tuberkulin skin testing
Mendeteksi kemungkinan adanya infeksi TBC

15
b. Magnetik resonance imaging (MRI)
Mendeteksi adanya lymphoma pada otak
c. Spesifik culture dan serology examination (uji
kultur spesifik dan scrologi)
d. Pap smear setiap 6 bulan
Mendeteksi dini adanya kanker rahim

12. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Obat primer di setujiu untuk terapi HIV yaitu
azidodeoksimetidin (zidovudine,A2T cretevir)
berfungsi untuk memperlambat kematian dan
menurunkan frekuensi serta bertanya penyakit
oportunistik.
b. Asitimidin terkendali pada wanita hamil mengurangi
resiko transmisi HIV dari wanita yang terinfeksi
kejaninnya.
c. Perawatan suportif sangat penting karena infeksi HIV
sangat menurunkan kedaan imun pasien (mencankup,
kelemahan, malnutris, imobilisasi, kerusakan kulit dan
perubahan status mental).
d. Memberikan perawatan kesehatan efektif dengan penuh
kasih saying dan obyektif pada semua individu
(mencakup, malnutrisi, optimum, istirahat, latihan fisik,
dan reduksi stress) (purwaningsih, wahyu.2010)
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk
mendidik pasien dan keluarganya tentang bagaimana
menghadapi hidup bersama AIDS, kemungkinan
diskriminasi masyarakat sekitar, bagaimana tanggung jawab
keluarga, teman dekat atau masyarakat lain. Pendidikan juga
diberikan tentang hidup sehat, mengatur diet, menghindari

16
kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan antara lain
merokok, minum minuman kerasa dll. Melakukan konseling
yang bertujuan untuk :
 Memberikan dukungan mental psikologis
 Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku
yang tidak berisiko atau kurang berisiko
 Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat,
sehingga bisa mempertahankan kondisi tubuh yang
baik
 Membantu mereka untuk menemukan solusi
permasalahannya yang berkaitan dengan
penyakitnya, antara lain : bagaimana mengutarakan
masalah-masalah pribadi dan sensitif kepada
keluarga dan orang terdekat.

17
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesia pada
pasien. Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1) Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama,
umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa,
staus perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggung jawab
2) Status Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan factor utama yang
mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat
ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
penyakit HIV/AIDS didapatkan keluhan berupa
batuk yang berkepanjangan, berat badan menurun,
diare berkepanjangan, demam berkepanjangan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan masalah penyakit HIV/AIDS
biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1
bulan, batuk yang berkepanjangan, diare kronis
yang berlangsung lebih dari 1 bulan, demam
berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan
kesadaran dan gangguan neurologis demensia atau
HIV ensefalopi. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhan tersebut.

18
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien sudah pernah masuk
Rumah Sakit, penyakit yang pernah diderita
misalnya Asma, Pneumonia atau HIV/AIDS
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga pasien mengalami sesak
atau mengalami penyakit gangguan pernafasan
3) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Pola Manajemen Kesehatan dan Persepsi Kesehatan
Kaji pasien mengenai arti sehat dan sakit
bagi pasien, pengetahuan status kesehatan pasien
saat ini.
b. Pola Metabolik-Nutrisi
Kaji pasien mengenai kebiasaan jumlah
makanan dan kehidupan, jenis dan jumlah (makanan
dan minum), pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam
terakhir, porsi yang dihabiskan, nafsu makan
c. Pola Eliminasi
Kebiasaan pola buang air kecil : frekuensi,
jumlah (cc), warna, bau, nyeri, mokturia,
kemampuan mengontrol BAK, adanya perubahan
lain.
Kebiasaan pola buang air besar : frekuensi,
jumlah (cc), warna , bau, nyeri, mokturia,
kemampuan mengontrol BAB, adanya perubahan
lain.
d. Gerak dan Aktifitas
Kaji pasien mengenai aktifitas kehidupan
sehari-hari, kemampuan untuk merawat diri sendiri
(berpakaian, mandi, makan, kamar mandi), Mandiri
bergantung atau perlu bantuan, penggunaan alat
bantu (kruk,kaki tiga)

19
e. Pola Istirahat –Tidur
Kaji pasien mengenai kebiasaan tidar sehari-
hari (jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun,
ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat
kesegaran). Data pemeriksaan fisik (lesu, kantung
mata, keadaan umum, mengantuk
f. Pola Persepsi-kognitif
Kaji pasien mengenai
 Gambaran tentang indra khusus
(penglihatan, penciuman, pendengaran,
perasaan, peraba).
 Penggunaan alat bantu indra
 Persepsi ketidak nyamanan nyeri
(pengkajian nyeri secara komprahensif)
 Keyakinan budaya terhadap nyeri
 Tingkat pengetahuan klien terhadap nyeri
dan pengetahuan untuk mengontrol dan
mengatasi nyeri
 Data pemeriksaan fisik yang berhubungan
(neurologis, ketidaknyamanan)
g. Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Kaji pasien mengenai :
 Keadaan social : pekerjaan, situasi keluarga,
kelompok social
 Identitas personal : penjelasan tentang diri
sendiri, kekuatan dari kelemahan yang
dimiliki
 Keadaan fisik : segala sesuatu yang
berkaitan dengan tubuh ( yang disukai dan
tidak)
 Harga diri : perasaan mengenai diri sendiri

20
 Ancaman terhadap konsep diri (sakit,
perubahan peran)
 Riwayat berhubungan dengan masalah fisik
atau psikologi
 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
(mengurangi diri, murung, tidak mau
berinteraksi)
h. Pola Hubungan-Peran
Kaji pasien menganai:
 Gambaran tentang peran berkaitan dengan
keluarga, teman kerja
 Kepuasan atau ketidak puasan menjalankan
peran
 Efek terhadap status kesehatan
 Pentingnya keluarga
 Struktur dan dukungan keluarga
 Pola membesarkan anak
 Hubungan dengan orang lain
 Orang terdekat dengan klien
 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan
i. Pola Reproduksi-Seksualitas
Kaji pasien mengenai :
 Masalah atau perhatian seksual
 Menstruasi, jumlah anak, jumlah suami atau
istri
 Gambaran perilaku seksual (perilaku seksual
yang aman, pelukan, sentukan dll)
 Pengetahuan yang berhubungan dengan
seksualitas dan reproduksi
 Efek terhadap kesehatan
 Riwayat yang berhungan dengan masalah
fisik dan atau psikologi

21
 Data pemeriksaan fisik yang berkaitan (KU,
genetalia, payudarah, rectum)
j. Pola Toleransi Terhadap Stres-Koping
Kaji pasien mengenai :
 Sifat pencetus stress yang di rasakan baru-
baru ini
 Tingkat stress yang dirasakan
 Gambaran respon umum dan khusus
terhadap stress
 Strategi mengatasi mengatasi stress yang
biasanya digunakan dan keefektifannya
 Strategi koping yang biasa digunakan
 Pengetahuan dan penggunaan tehnik
manajemen stress
 Hubungan antara manajemen strees dengan
keluarga
k. Pola Keyakinan-Nilai
Kajia pasien mengenai :
 Latar belakang budaya atau etnik
 Status ekonomi, perilaku kesehatan yang
berkaitan dengan kelompok budaya atau
etnik
4) Pengkajian Fisik
Pemerikasaan fisik dilakukan untuk mengkaji status
perkembangan klien yang meliputi evaluasi keseluruhan
sistem kardiopulmonar.
Teknik inspeksi , palpasi , auskultasi, dan perkusi
digunakan dalam
pemeriksaan fisik ini.
a. Inspeksi, saat melakukan teknik inpeksi, perawat
melakukan observasi dari kepala sanpai ke ujung
kaki klien untuk mengkaji kulit dan warna

22
membrane mukosa, penampilan umum, tingkat
kesadaran, keadekuatan sistemik, pola pernafasan
dan gerakan dinding dada.
b. Palpasi, dilakukan untuk mengkaji beberapa
daerah. Dengan palpasi jenis dan jumlah kerja
thoraks , daerah nyeri tekan dapat diketahui dan
perawat dapat mengidentifikasi taktil fremitus,
getaran pada dada (thrill) ,angkatan dada (heaves)
dan titik implus jantung maksimal. Palpasi juga
memungkinkan untuk meraba adanya massa atau
tonkolan diaksila dan jaringan payudara. Palpasi
pada ekstremitas menghasilkan data tentang
sirkulasi perifer, adanya nadi perifer, temperatr
kulit, warna dan pengisiankapiler.
c. Perkusi, tindakan mengetuk–ngetuk suatu objek
untuk mengetahui adanya udara, cairan atau benda
padat yang berada di bawah jaringan
tersebut.Perkusi menimbulkan getaran dari daerah
di bawah area yang diketuk dengan kedalaman 4-6
cm. lima nada perkusi yaitu, resonansi,
hiperesonansi, redup datar dan timpani.
d. Auskultasi, untuk mengidentifikasi bunyi paru, dan
jantung yang
normal maupun tidak normal. Auskultasi sistem
kardiovaskuler harus meliputi pengkajian, dalam
menditeksi bunyi, S1 dan S2 normal, menditeksi
adanya suara S3 dan S4 yang tidak normal, bunyi
murmur, serta bunyi gesekan, pemeriksaan harus
mengidentifikasi lokasi, radiasi, intensitas, nada,
dan kualitas bunyi murmur. Auskultasi bunyi paru
dilakukan untuk mendengarkan gerakan udara di
sepanjang lapangan paru. Suara nafas tambahan,

23
terdapatnya cairan di suatu lapangan paru, atau
terjadinya obstruksi. Auskultasi juga untuk
mengevaluasi meningkatnya status pernafasan
(Potter & Perry, 2006).
2. Analisa Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai
status kesehatan klien, kemampuan klien mengelola kesehatan
terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi
kesehatan lainnya. Data fokus adalah data tentang perubahan-
perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah
kesehatannya serta hal-hal yang mencangkup tindakan yang di
laksanakan terhadap klien.
Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang
klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-
masalah serta kebutuhan keperawatan dan kesehatan lainnya. Dari
informasi yang terkumpul didapatkan data dasar tentang masalah-
masalah yang di hadapi klien.

3. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan mengalami peningkatan
terserang organisme patogenik yang ditandai dengan
peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
2. Hipertermi berhubungan dengan suhu tubuh meningkat diatas
rentang normal tubuh ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai
normal
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan berisiko
mengalami penurunan volume cairan yang ditaandai dengan
lemas, berat badan menurun
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan inspirasi atau
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat yang
ditandai dengan penggunaan otot bantu pernafasan, vase

24
ekpirasi memanjang, pola nafas abnormal seperti : takipnea,
bradipnea, hiperventilasi
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak cukupan
energi untuk melakukan aktifitas sehari-hari ditandai dengan
frekuensi jantung meningkat
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tidak mampu
melakukan atau menyelesaikan aktifitas perawatan diri
ditandai dengan tidak mampu mandi atau mengenakan
pakaian, makan, ke toilet dan berhias diri

25
4. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Hasil
1 Risiko NOC : NIC : 1. Untuk mengetahui
Infeksi Setelah dilakukan Perawatan kehamilan faktor resiko dari
asuhan keperawatan resiko tinggi resiko infeksi
selama ...x24 jam, 1. Kaji 2. Untuk menambah
diharapkan keperahan pengetahuan pengetahuan ibu
infeksi pasien dapat klien dengan hamil
berkurang dengan mengidentifikas 3. Untuk
kriteria hasil : i faktor resiko menambahkan
a. Kemerahan di 2. Ajarkan cara pengetahuan dari
sekitar kulit menghitung ibu hamil
berkurang gerakan janin 4. Untuk mengetahui
b. Nyeri dapat 3. Berikan materi hasil dari janin
teratasi (skala pendidikan
nyeri normal : kesehatan yang
0) membahas
faktor resiko,
pemeriksaan
surveilans dan
tindakan yang
bisa dilakukan
4. Kolaborasi
dengan tim
medis untuk
hasil
laboratorium,
hasil
pemeriksaan
janin, respon

26
klien

7.
2 Hipertermi NOC : NIC : 1. Untuk
Setelah dilakukan Perawatan demam mengetahui
asuhan keperawatan 1. Monitor ttv keadaan pasien
selama ...x24 jam, pasien 2. Untuk
diharapkan 2. Monitor asupan mengetahui
thermoregulasi pasien dan keluaran, keadaan pasien
dapat berkurang sadari dan hasil dari
dengan kriteria hasil : perubahan perubahan
a. Tanda-tanda kehilangan cairan
vital normal cairan yang tak 3. Untuk
- suhu kembali dirasakan menjalanankan
normal 36-36,5 3. Berikan obat therapi
- Nadi kembali atau cairan IV 4. Agar pasien
normal 60- (Misalnya : merasa lebih
80x/mnt antiperetik, nyaman
- Pernafasan agen 5. Untuk
kembali normal antibakteri, dan membantu
16-24x/mnt agen anti dalam proses
- Tekanan menggigil) penyembuhan
darah kembali 4. Ajarkan
normal 120/80 langkah
mmHg keamanan
b. Sakit kepala pasien yang
berkurang gelisah atau
mengalami
delirium
5. Kolaborasi
dengan tenaga
medis lain

27
dengan terapi
yang diberikan
3 Kekurangan NOC : NIC : 1. Untuk
Volume Setelah dilakukan Manajemen cairan : mengetahui
Cairan asuhan keperawatan 1. Monitor ttv keadaan pasien
selama ...x24 jam, pasien 2. Untuk
diharapkan 2. Berikan cairan mengantikan
keseimbangan cairan dengan tepat cairan tubuh
pasien dapat terpenuhi 3. Berikan terapi yang hilang
dengan kriteria hasil : IV seperti yang 3. Untuk
a. Tanda-tanda ditentukan menjalankan
vital normal 4. Timbang berat therapi
- suhu kembali badan setiap 4. Untuk
normal 36-36,5 hari dan mengawasi
- Nadi kembali monitor status penurunan dan
normal 60- pasien peningkatan
80x/mnt 5. Kolaborasi berat badan
- Pernafasan dengan tenaga 5. Untuk
kembali normal medis lain membantu
16-24x/mnt dengan terapi dalam proses
- Tekanan yang diberikan penyembuhan
darah kembali
normal 120/80
mmHg
b. Berat badan
normal pada
ibu hamil IMT
: 18,5
c. Turgor kulit
elastis <2 detik
4 Pola Nafas NOC : NIC : 1. Untuk
Tidak Setelah dilakukan Manajemen pola nafas mengetahui

28
Efektif asuhan keperawatan 1. Monitor ttv keadaan pasien
selama ...x24 jam, pasien saat ini
diharapkan status 2. Posisikan 2. Untuk
pernafasan pasien pasien semi memberikan
dapat terpenuhi fowler rasa nyaman
dengan kriteria hasil : 3. Intruksikan kepada pasien
a. Frekuensi pasien untuk 3. mengajarkan
pernafasan batuk efektif pasien cara
normal 16- 4. Kolaborasi batuk efektik
24x/mnt dengan tim 4. Untuk
b. Suara medis dengan membantu
auskultasi pemberian dalam proses
nafas normal therapi penyembuhan
vesikuler
c. Irama
pernafasan
normal

5 Intoleransi NOC : NIC : 1. Mengkaji setiap


Aktifitas Setelah dilakukan Peningkatan latihan aspek klien
asuhan keperawatan 1. Monitor respon terhadap terapi
selama ...x24 jam, individu latihan yang
diharapkan toleran terhadap direncanakan
terhadap aktifitas program latihan 2. Melatih
pasien dapat terpenuhi 2. Lakukan kekuatan dan
dengan kriteria hasil : latihan bersama irama jantung
a. Tanda-tanda individu selama aktifitas
vital normal 3. Libatkan 3. Membantu
- suhu kembali keluarga atau dalam
normal 36-36,5 orang yang memberikan
- Nadi kembali memberikan latihan gerakan

29
normal 60- perawatan pasien
80x/mnt dalam 4. Aktifitas yang
- Pernafasan merencanakan berat tidak
kembali normal dan sesuai dengan
16-24x/mnt meningkatkan kondisi pasien
- Tekanan program latihan dapat
darah kembali 4. Instruksikan memperburuk
normal 120/80 individu terkait terhadap
mmHg dengan tipe toleransi latihan
b. Kemudahan aktifitas fisik 5. Untuk
dalam yang sesuai membantu
melakukan dengan derajat dalam proses
aktifitas kesehatan penyembuhan
kehidupan 5. Kolaborasi
sehari-hari dengan dokter
c. Kemudahan atau ahli terapi
bernafas ketika
bernafas

6 Defisit NOC : NIC : 1. Untuk


Perawatan Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi mengetahui
Diri- asuhan keperawatan 1. Monitor kalori asupan gizi pada
Makanan selama ...x24 jam, dan asupan pasien
diharapkan status makanan 2. Untuk
nutrisi atau asupan 2. Monitor mengetahui
makanan dan cairan kecenderungan penurunan dan
pasien dapat terpenuhi terjadinya peningkatan
dengan kriteria hasil : penurunan dan berat badan
a. Asupan kenaikan berat pasien
makanan badan 3. Untuk
secara oral 3. Beri obat- menjalankan
b. Asupan cairan obatan sebelum therapi kepada

30
secara orang makanan pasien
(misalnya: 4. Untuk
penghilang rasa membantu
sakit pasien
antiemetik) memenuhi
4. Bantu pasien nutrisi pasien
membuka 5. Untuk
kemasan mengajarkan
makanan, pasien dalam
memotong memilah asupan
makanan dan makanan, mana
makanan jika yang boleh dan
diperlukan tidak diberikan
5. Ajarkan pasien 6. Untuk
terkait dengan membantu
kebutuhan dalam proses
makanan penyembuhan
tertentu
berdasarkan
perkembangan
atau usia
(misalnya :
peningkatan
kalsium,
protein, cairan
dan kalori
untuk wanita
menyusui
peningkatan
asupan serat
untuk
mencegah

31
konstipasi pada
orang dewasa
yang lebih tua
6. Kolaborasi
dengan tim ahli
gizi

5. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang di buat
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan
yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencanakan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan di lakukan
dengan cara melibatkan pasien.

32
DAFTAR PUSTAKA

Sulistyawati, Ari. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta :


Salemba Medika.
Kemenkes RI. 2015. Pedoman, Pelaksanaan Perencaan Penularan HIV dan
Sivilis Ibu dan Anak Bagi Tenaga Kesehatan : Kementrian Kesehatan
Elseiver.2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Yogyakarta :
Mucumedia

Elseiver.2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Yogyakarta : Mucumedia

Potter & Perry . 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4, Volume 2 .
Jakarta : EGC

Potter & Perry.2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Buku 3, Edisi 7.


Jakarta EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
Defenisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

33

You might also like