You are on page 1of 25

TEORI DAN ASKEP

SISTEM PERNAFASAN
BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat.
Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian penyakit-penyakit infeksi
menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya kardiovaskuler) meningkat. Dampak
lainnya ialah usaha harapan hidup menjadi lebih meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang
berusia lanjut lebih banyak (Mangunegoro, 1992

Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang lain,
terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu mungkin
merupakan homeostasis martial,kemudian bisa timbul homeostasis abnormal atau reaksi adaptasi
dan paling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992
http://www.sulandraamensambas.blogspot.com).

Salah satu organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertambahnya
usia seseorang adalah sistem pernafasan.

Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Menua (menjadi tua) adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memeperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994).

Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit-
penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-penyakit yang diderita kelompok usia
lanjut merupakan kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda, akibat dari gejala sisa
penyakit yang pernah diderita sebelumnya, penyakit akibat kebiasaan- kebiasaan tertentu di masa
lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya dan penyakit-penyakit yang
mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjut juga
mengikuti pola penyebab atau kejadian tersebut (Mangunegoro, 1992).

Menurut data yang ada, infeksi saluran napas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru masih
menduduki lima penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat (Boedhi-Darmojo, 1992;
DepKes RI/SKRT tahun 1980, 1986, 1992).
Roesdi tahun 1980 meneliti secara retrospektif terhadap 31.275 orang penderita yang dirawat di
RS Dr. Kariadi selama satu tahun (1980), ditemukan 226 orang penderita usia lanjut. Di antara
226 orang penderita tersebut 67 orang (29,4%) menderita penyakit paru dalam berbagai jenis.

Pada tahun 1981 Pranarka , mengadakan survey kesehatan kelompok usia lanjut di daerah
pegunungan di Jawa Tengah (berpenduduk 3.247 jiwa) menemukan sebanyak 274 orang (8,4%)
penduduk usia diatas 50 tahun, sebanyak 56 orang (1,7%) menderita penyakit paru, dan 29 orang
(0,9%) diantaranya menderita tuberkulosis paru.

Sutanegara di Bali (1987) memeriksa sebanyak 196 orang kelompok pensiunan (usia lanjut)
dikota Denpasar Bali, menemukan 24,5% diantaranya dengan kelainan/penyakit paru.

Sidharto di Semarang (1987) mengadakan studi retrospektif terhadap penderita-penderita usia


lanjut yang diawatdi RS Dr. Kariadi Semarang yang menderita penyakit infeksi, menemukan
sebanyak 614 penderita usia lanjut menderita penyakit infeksi dan 61,9% diantaranya menderita
infeksi saluran napas.

Rahmatullah pada tahun 1993 mengadakan studi retospektif terhadap 55.655 orang penderita
yang dirawat di RS Dr. Kariadi menemukan sebanyak 522 orang usia lanjut menderita penyakit
paru dengan rincian ISPA/pneumoni 16,6%, tuberkulosis paru 25,2%, PPOM 5,6% dan
karsinoma paru 4,5%.

Berdasarkan data diatas terkait masalah perubahan sistem pernapasan pada lansia maka
kelompok tertarik untuk membahas mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada lansia
dengan gangguan sistem pernapasan khususnya untuk masalah penyakit TB Paru.

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Konsep Dasar Proses Penuaan Pada Sistem Pernafasan


2. Pengertian Proses Penuaan

Lanjut usia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Menurut Bernice Neugarten (1968)
James C. Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan
keberhasilannya. Sedangkan menurut (Prayitno dalam Aryo (2002) dalam buku Keperawatan
Gerontik edisi 2) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah
orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari
nafkah untuk keperluan pokok kehidupannya sehari-hari.

Pada Lansia, menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki dari atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di
derita (Nugroho, 2000 dalam buku Keperawatan Gerontik edisi 2)
Pada orang orang sehat, perubahan anatomik fisiologik tersebut merupakan bagian dari proses
menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari suatu
kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres
atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi berbagai kondisi yang terjadi pada usia
lanjut (Kumar et al, 1992. Di dalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)

Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah disebabkan oleh proses
menua dan bukan disebabkan oleh penyakit yang menyertai proses menua, ada 4 kriteria yang
harus dipenuhi (Widjayakusumah, 1992. R Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi
Martono. 1999):

1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya umum
terjadi pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel dan
jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh faktor
luar.
3. Proses menua terjadi secara progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak dapat
berbalik lagi.
4. Proses menua bersifat proses kemunduran atau kerusakan (injury).

2. Fungsi Normal Sistem Pernafasan

Pernafasan (respirasi) merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2
(oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi
keluar dari tubuh. Adapun guna pernafasan banyak sekali diantaranya: mengambil O2 yang
kemudian dibawa keseluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengelurakan CO2 sebagai
sisa dari pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan
melembabkan udara.

Saluran pernafasan mulai dari atas secara berturut-turut adalah:

1. a) Hidung (Nasal)

Merupakan saluran udara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisah kan oleh septum
nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran.
Bagia luar terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari
rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung berhubungan dengan
sinus para nasalis. Adapun fungsi dari nasal ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring
udara pernafasan yang dilakukan bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh mukosa
serta membunuh kuman yang masuk bersamaan dengan udara pernapasan oleh leukosit yang
terdapat dalam selaput lendir (mukosa) atau hidung.

1. b) Faring

Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan. Terdapat di bawah dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Ke atas
berhubungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang (koana), kedepan berhubungan
dengan rongga mulut. Rongga faring terbagi atas tiga bagian: nasofaring, orofaring dan
laringofaring.

1. c) Laring

Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan oesophagus. Bentuknya seperti
kotak segi tiga dengan sebelah samping mendatar dan didepan menonjol. Laring ini dibentuk
oleh tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan ikat, pada laring terdapat selaput pita suara.

1. d) Trachea

Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tulang rawan yang berbentuk huruf
C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot polos yang panjangnya 11,2
cm, lebarnya ± 2cm. Mulai dari bawah laring segitiga vertebra thorakalis V dan akan bercabang
menjadi bronchus kiri dan kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir (mukosa) yang
mempunyai epitel torak yang berbulu getar. Permukaan mukosa ini selalu basah oleh karena
adanya kelenjar mukosa. Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang halus dari udara
pernafasan. Otot polos pada dinding trachea dapat berkontraksi sehingga saluran akan
menyempit sehingga timbul sesak nafas.

1. e) Bronchus

Bronchus merupakan cabang trachea sehingga vertebra thorakalis V yaitu terdiri dari bronchus
kiri dan brochus kanan. Bronchus ini dibentuk oleh cincin tulang rawan yang ukurannya lebih
kecil dari trachea yang dilapisi oleh selaput lendir. Perbedaan bronchus kiri dan bronchus kanan
adalah: bronchus kiri lebih kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan bronchus kanan lebih
besar, vertikal dan lebih pendek.

1. f) Bronchiolus

Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan brochus hanya
saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus sudah memasuki lobus paru-paru sedangkan
bronchus masih di luar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang lagi menjadi bronchiolus
terminalis yang strukturnya sama dengan Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan paru-
paru. Diujungnya baru terdapat rongga udara yaitu alveolus dan dinding dari alveolus merupakan
jaringan paru-paru.

1. g) Paru-paru

Paru-paru (pulmo) terletak dalam rongga dada yang terdiri dari paru kiri dan kanan, diantara paru
kiri dan kanan terdapat jantung, pembuluh darah besar trachea, bronchus dan esophagus. Di
sebelah depan, belakang dan lateral paru-paru berkontak dengan dinding dada, sebelah bawah
berkontak dengan diafragma dan sebelah medial adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan
tempat masuk pembuluh darah arteri dan vena pulmonalis. Bentuk dari paru ini seperti kubah
(segitiga) yang puncaknya disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis pulmonal.
Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan mengempis pada waktu
bernafas. Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong udara (alveolus), alveolus ini mempunyai
dinding yang tipis sekali dan pada dindingnya terdapat kapiler-kalpiler pembuluh darah yang
halus sekali dimana terjadi difusi oksigen dan CO2. Jumlah alveolus ini ± 700 juta banyaknya
dengan diameter 100 micron. Luasnya permukaan dari seluruh membran respirasi ini kalau
direntang adalah 90 m2 atau ± 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m2 yang dipergunakan
untuk pernafasan selebihnya tidak mengembang.

Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Selaput ini merupakan
jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang langsung melengket pada
dinding paru-paru, masuk kedalam fisura dan memisahkan lobus satu dengan yang lainnya,
membran ini kemudian dilipat kembali sebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura
parietalis dan melapisi bagian dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura
kostalis, bagian yang menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak dileher adalah pleura
servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat yang disebut dengan membran supra
renalis (fasia gison) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.

Diantara kedua lapisan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan permukaannya dan
menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan
normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu
hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan
memisahlkan kedua pleura dan ruangan diantaranya akan menjadi lebih jelas.

Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida yang terjadi pada
paru-paru. Adapun tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan
mengeluarkan sisa pembakaran berupa karbondioksida dari jaringan.

Pernafasan menyangkut dua proses :

1. Pernafasan luar (eksternal) adalah: Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-paru dan
pembuangan CO2 dari paru-paru keluar.
2. Pernafasan dalam (insternal) ialah: Proses transport O2 dari paru-paru ke jaringan dan
transport CO2 dari jaringan ke paru-paru.

Pernafasan melalui paru-paru (internal), oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada saat
pernafasan dimana oksingen masuk melalui trachea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah
dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran
diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh.

Sementara itu karbondioksida sebagai sisa metabolisme dalam tubuh akan dipisahkan dari
pembuluh darah yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh kedalam
saluran nafas.

3. Perubahan Fungsi Dan Struktur Sistem Pernafasan Yang Terjadi Pada Lansia

3.1 Perubahan Anatomik sistem pernafasan


Adapun bagian yang mengalami perubahan adalah:

1. Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang-tulang rawan mengalami


osifikasi.
2. Otot-otot pernafasan: mengalami kelemahan akibat atrofi.
3. Saluran nafas: akibat kelemahan otot berkurangnya jaringan elastis bronkus dan alveoli
menyebabkan lumen bronkus mengecil, cincin-cincin tulang rawan bronkus mengalami
pengapuran.
4. Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar
secara progeseif terjadi emfisema senilis.

3.2 Perubahan-perubahan fisilogik sistem pernafasan

1. Gerak pernafasan: adanya perubahan bentuk, ukuran dada, maupun rongga dada akan
merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi dangkal sehingga akan
timbul keluhan sesak bernafas.
2. Distribusi gas: perubahan struktur anatomik saluran gas akan menimbulkan penumpukan
udara dalam alveolus (air traping) ataupun gangguan pendistribusian oksigen.
3. Volume dan kapasitas paru menurun.
4. Gangguan transport gas: pada usia lanjut terjadi penurunan PaO2 secara bertahap, yang
penyebabnya terutama disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Selain itu diketahui bahwa pengambilan O2 dalam darah dari alveoli (difusi) dan
transport O2 ke jaringan-jaringan berkurang, terutama saat melakukan olahraga.
5. Gangguan perubahan ventilasi paru: akibat adanya penurunan kepekaan kemoreseptor
perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-pusat pernafasan pada medulla oblongata dan
pons.

Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir seluruh susunan
anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ.

1. Perubahan Anatomik Sistem Pernafasan

Menurut Stanley, 2006 dalam buku Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, mengatakan
bahwa perubahan anatomi yang terjadi pada sistem respiratory akibat penuaan sebagai berikut:

1. a) Paru-paru kecil dan kendur.


2. b) Hilangnya recoil elastic.
3. c) Pembesaran alveoli.
4. d) Penurunan kapasitas vital: penurunan PaO2 dan residu.
5. e) Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi.
6. f) Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan.
7. g) Hilangnya tonus otot thoraks, kelemahan kenaikan dasar paru.
8. h) Kelenjar mucus kurang produktif.
9. i) Penurunan sensitivitas sfingter esophagus.
10. j) Penurunan sensitivitas kemoreseptor.
1. Perubahan Fisiologis Sistem Pernafasan

Proses penuaan menyebabkan beberapa perubahan struktural dan fungsional pada thoraks dan
paru-paru. Kita ketahui bahwa tujuan pernapasan adalah untuk pertukaran oksigen dan
karbondioksida antara lingkungan eksternal dan darah. Pada lansia ditemukan alveoli menjadi
kurang elastis dan lebih berserabut serta berisi kapiler-kapiler yang kurang berfungsi, sehingga
kapasitas penggunaan menurun karena kapasitas difusi paru-paru untuk oksigen tidak dapat
memenuhi permintaan tubuh. Daya pegas paru-paru berkurang, sehingga secara normal menahan
thoraks sedikit pada posisi terkontraksi disertai dengan penurunan kekuatan otot rangka pada
toraks dan diafragma. Karena dinding toraks lebih kaku dan otot pernapasan menjadi lemah,
maka menyebabkan kemampuan lansia untuk batuk efektif menurun. Dekalsifikasi iga dan
peningkatan kalsifikasi dari kartilago kostal juga terjadi. Membran mukosa lebih kering,
sehingga menghalangi pembuangan sekret dan menciptakan resiko tinggi terhadap infeksi
pernapasan. (Maryam, 2008 http://www.JrPatrickGaskinsBlogger.com).

Sedangkan menurut Stokslager, 2003 dalam buku Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit
perubahan fisiologis pada sistem pernapasan sebagai berikut:

1. Pembesaran hidung akibat pertumbuhan kartilago yang terus-menerus.


2. Atrofi umum tonsil.
3. Deviasi trakea akibat perubahan di tulang belakang yang menua.
4. Peningkatan diameter dada anteropsterior sebagai akibat perubahan metabolisme kalsium
dan kartilago iga.
5. Kekakuan paru: penurunan jumlah dan ukuran alveolus.
6. Kiposis.
7. Degenerasi atau atrofi otot pernapasan.
8. Penurunan kapasitas difusi.
9. Penurunan kekuatan otot inspirasi dan ekspirasi: penurunan kapasitas vital.
10. Degenerasi jaringan paru, yang menyebabkan penurunan kemampuan recoil elastis paru
dan peningkatan kapasitas residual.
11. Ventilasi buruk pada area basal (akibat tertutupnya jalan napas) yang mengakibatkan
penurunan area permukaan untuk pertukaran gas dan pertukaran tekanan oksigen.
12. Penurunan saturasi oksigen sebesar 5%.
13. Penurunan cairan respiratorik sekitar 30%, peninggian resiko infeksi paru dan sumbat
mukus.
14. Toleransi rendah terhadap oksigen.

1. Perubahan Fisik Sistem Pernafasan Pada Lansia


2. a) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
3. b) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial
terjadi penumpukan sekret.
4. c) Penurunan aktivitas paru (mengembang dan mengempisnya) sehingga jumlah udara
pernafasan yang masuk ke paru mengalami penurunan, jika pada pernafasan yang tenang
kira-kira 500 ml.
5. d) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50 m²),
menyebabkan terganggunya proses difusi.
6. e) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu proses oksigenasi dari
hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua ke jaringan.
7. f) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun
yang lama-kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
8. g) Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret dan corpus alium dari
saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.

4. Perubahan Psikososial Dan Spiritual Yang Dialami Lansia Akibat Adanya Perubahan
Fungsi dan Struktur Tubuh

4.1 Perubahan-perubahan Psikososial

1. a) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan.

Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain :

1. Kehilangan finansial (income berkurang).


2. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan
segala fasilitasnya).
3. Kehilangan teman atau kenalan atau relasi.
4. Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
5. b) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality).
6. c) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
7. d) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
8. e) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit dan bertambahnya biaya
pengobatan.
9. f) Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
10. g) Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
11. h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
family.
12. i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri dan
perubahan konsep diri.

4.2 Pengaruh Proses Penuaan Pada Fungsi Psikososial

1. Perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran


orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi
mereka.
2. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak.
3. Gangguan halusinasi.
4. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
5. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
4.3 Perubahan Spritual

1. Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupan (Maslow, 1970


http://www.sulandraamensambas.blogspot.com).
2. Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner, 1970
http://www.sulandraamensambas.blogspot.com).
3. Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Folwer (1978), Universalizing,
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berpikir dan bertindak dengan cara
memberikan contoh cara mencintai keadilan.

1. Konsep Dasar Penyakit


2. Pengertian

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang
dan nodus limfe (Brunner & Suddarth, 2002 hal.584).

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman TB


(Mycobacterium Tuberkulosis), sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya (www.infeksi.com).

Tuberkulosis paru adalah Penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis, yakni
kuman aerob yang dapat menyerang semua sistem tubuh, yang mengenai paru (Dr. Med. Ahmad
Ramali, Dkk, 1992 :306 http://www.erfansyah.blogspot.com).

TB Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikobakterium tuberkulosa tipe
humanus (jarang oleh tipe M. Bovinus). TB paru merupakan penyakit infeksi penting saluran
napas bagian bawah. Basil mikobakterium tuberculosa tersebut masuk kedalam jaringan paru
melalui saluran napas (droplet infeksion) sampai alveoli, terjadilah infeksi primer. Selanjutnya
menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks atau ranke
(Muhammad Amin, Ilmu penyakit paru). TB paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.

2. Etiologi

Penyebabnya adalah kuman mycobacterium tuberculosa. Sejenis kuman yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4 /mm dan tebal 0,3-0,6 /mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam
lemak (lipid). Lipid ini adalah yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisik. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat bertahan
dalam lemari es).

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, sejenis kuman yang berbentuk


batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dengan tebal 0,3-0,6 mikron. Kuman ini lebih tahan
terhadap asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman ini lebih tahan terhadap terhadap
asam, gangguan kimia dan fisik.
2.1 Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complex adalah:

1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. Bovis

Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.

2.2 Kelompok kuman Mycobacterium tuberculosae dan Mycobacteria Other Than TB (MOTT)
atypical adalah:

1. M. Kansaii
2. M. Avium
3. M. intra cellulare
4. M. Scrofulaceum
5. M. Malmacerse
6. M. Xenopi

3. Tanda Dan Gejala

Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit TB Paru, antara lain:

1. a) Batuk disertai dahak lebih dari 3 minggu.


2. b) Sesak napas dan nyeri dada.
3. c) Badan lemah, kurang enak badan.
4. d) Berkeringat pada malam hari walau tanpa kegiatan berat badan menuru

(Penyakit infeksi TB paru dan ekstra paru, Misnadiarly).

3.1 Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah:

1. Keadaan postur tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya.


2. BB klien biasanya menurun: agak kurus.
3. Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 – 41° C.
4. Batuk lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
5. Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
6. Sesak nafas.
7. Nyeri dada.
8. Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada
malam hari).
9. Manifestasi Klinik
Sebagian besar tuberkulosis paru didiagnosa berdasarkan adanya keluhan penderita yang
merasakan kurang enak badan. Biasaya keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat
bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali.

Adapun keluhan yang tersering terjadi adalah :

1. Demam (panas)

Demam ini mungkin hanya sedikit peningkatan suhu tubuh pada malam hari. Biasanya subfebris
menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas dapat mencapai 40-41 0C. Serangan
demam ini sifatnya hilang timbul yang berlangsung terus-menerus sehingga penderita tidak
pernah merasa terbebas dari demam ini. Hal ini juga tergantung dari daya tahan tubuh penderita
dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis.

1. Batuk dan sputum

Gejala batuk ini banyak ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya iritasi pada bronchus yang
diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk ini timbul setelah penyakit
telah berkembang dalam jaringan paru setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermual. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum) keadaan yang lebih lanjut dapat
terjadi batuk darah (hemaptoe) karena terdapatnya pembuluh darah yang pecah.

1. Sesak nafas

Sesak nafas yang terjadi pada tuberkulosis berkaitan dengan penyakit yang sudah terjadi infiltrasi
yang luas di dalam paru atau telah terjadi komplikasi beripa efusi pleura. Sesak nafas akan akan
ditemukan pada penyakit tuberkulosis yang sudah lanjut.

1. Nyeri dada

Nyeri dada merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada penderita tuberkulosis. Bila dijumpai
kadang bersifat nyeri tumpul dan rasa nyeri kadang dirasakan berat pada waktu mengambil nafas
(inspirasi), rasa nyeri ini juga berkaitan dengan tegangnya otot pada saat penderita batuk nyeri
ini juga timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

1. Malaise

Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun, Gejala malaise sering ditemukan berupa:
anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot,
keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul.

Beberapa gambaran klinis yang telah disebutkan diatas merupakan gejala-gejala yang mengarah
ke diagnosis tuberkulosis. Akan tetapi gejala itu tidak jelas. Satu-satunya cara untuk
memastikannya yaitu dengan pengujian sputum untuk mencari kuman tuberkulosis pada individu
yang menderita batuk (DR. Dr. Soeparman, 1994:715,
http://www.ebookyuflihulkhair.blogspot.com).

Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa
dan perubahan status mental, demam, anoreksia dan penurunan berat badan. (Brunner &
Suddarth-2002 hal. 585).

5. Komplikasi

Penyakit tuberculosis paru jika tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi di bagi atas 2 yaitu:

5.1 Komplikasi dini

1. Pleurtis
2. Efusi pleura
3. Empiema
4. Laringitis
5. Menjalar ke organ lain yaitu usus

5.2 Komplikasi lanjut

1. Obstruksi jalan nafas-SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)


2. Kerusakan parenkim berat-fibrosis paru, kor pulmonal
3. Amioloidosis
4. Karsinoma paru
5. Syndrom gagal nafas dewasa (ARDS)

SSSS(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jili II, 2003 hal.829)

6. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu:

1. Fase Intensif (2-3 bulan).


2. Fase Lanjutan (4-7 bulan).

Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang
digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin
dan Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kulnolon, Makvolide, dan
Amoksilin ditambah dengan asam klavulanat, derivat rifampisin atau INH.

Tuberculosis paru diobati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis) selama periode 6
sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampicin (RIF),
streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin,
etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu berkembang di
seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950,
insiden dari resisten banyak obat telah menciptakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat
harus dipertimbangkan ketika merencanakan terapi efektif:

1. Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis depan pada
individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan.
2. Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens anti
tuberculosis pada pasien yang sedang menjalani terapi.
3. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan RIF
Pengobatan yang direkomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru didiagnosa adalah
regimen pengobatan beragam termasuk INH, RIF dan PZA selama 4 bulan, dengan INH
dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan).

Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru three in-one yang
terdiri atas INH, RIF dan PZA telah dikembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam
meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Pada awalnya etambutol dan
streptomycin disertakan dalam terapi awal sampai sampai pemeriksaan resisten obat didapatkan.
Regimen pengobatan, bagaimanapun tetap dilanjutkan selama 12 bulan.

Individu akan dipertimbangkan non infeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu terapi obat
kontinu. Isoniasid (INH) mungkin digunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang
diketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien
yang berpenyakit aktif.

Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai 12
bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat diberikan piridoksin (vitamin B6).

Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin di pantau setiap bulan (Brunner &
Suddarth, 2002 hal. 586-587).

Panduan OAT di Indonesia WHO dan IULTD (Intrenational Union Against Tubercolosis and
Lung Diase) merekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:

1. Kategori-1

Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E).
Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid (H) dan Rifampicin (R), diberikan dalam tiga kali
dalam seminggu selama empat bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk:

 Penderita baru TBC Paru BTA Positif


 Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang “sakit berat”
 Penderita TBC Ekstra Paru berat

2. Kategori-2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Inosiasid (H),
Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK.
Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E)
setiap hari.

Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga
kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita
selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk:

 Penderita kambuh (relaps)


 Penderita gagal (failure)
 Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

3. Kategori-3

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diteruskan dengan
tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini
diberikan untuk:

 Penderita paru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan.


 Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa
unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

OAT sisipan (HRZE) Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.

6.1 Efek samping dari obat-obatan TBC:

Nama obat dan Efek samping

1. Rifampisin
Sindrom flu: demam, muntah, mual, diare, kulit gatal dan merah SGOT/SGPT meningkat
(gangguan hati).
2. INH
3. Nyeri syaraf
4. Hepatitis (radang hati)
5. Alergi, demam, ruam kulit
6. Pyrazinamid: muntah, mual, diare
7. Kulit merah dan gatal
8. Kadar asam urat meningkat
9. Gangguan fungsi hati
10. Streptomisin
Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo (pusing) dan kerusakan
pendengaran.
11. Ethambutol . Gangguan syaraf mata.
6.2 Pembedahan pada TB paru

Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang. Indikasi pembedahan
dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.

6.2.1 Indikasi mutlak pembedahan adalah:

1. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif.
2. Pasien batuk darah pasien tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
3. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi dengan secara
konservatif.

6.2.2 Indikasi relative pembedahan, yaitu:

1. Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang.


2. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
3. Sisa kavitas yang menetap.

(Kapita selekta kedokteran jilid II, 2001 hal. 474)

6.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Kultur sputum: positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.


2. Ziehl Neelsen: (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif
untuk basil asam cepat.
3. Test kulit: (PPD, Mantoux, potongan vollmer), reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi
48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan
adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4. Elisa / Western Blot: dapat menyatakan adanya HIV.
5. Foto thorax: dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium
lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk
rongga area fibrosa.
6. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster: urine dan cairan
serebrospinal, biopsi kulit) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
7. Biopsi jarum pada jarinagn paru: positif untuk granula TB, adanya sel raksasa
menunjukan nekrosis.
8. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi, ex: Hyponaremia,
karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal
tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
9. Pemeriksaan fungsi pada paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim atau fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit
pleural (TB paru kronis luas).
6.4 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian:

1. Jangka Pendek

Dengan tata cara pengobatan: setiap hari dengan jangka waktu 1-3 bulan.

o Streptomisin inj 750 mg.

o Pas 10 mg.

o Ethambutol 1000 mg.

o Isoniazid 400 mg.

Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2x
seminggu, selama 13-18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis:

o INH.

o Rifampicin.

o Ethambutol.

Dengan fase selama 2x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.

2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam


pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat:

o Rifampicin.

o Isoniazid (INH).

o Ethambutol.

o Pyridoxin (B6)

BAB III

TINJAUAN KASUS

Kasus

Tn. A (62 th), datang ke rumah sakit dengan mengeluh kepada perawat bahwa sudah 3 minggu
mengalami batuk disertai dahak dan darah, sesak napas dan nyeri dada. Klien juga mengatakan
bahwa setiap malam klien selalu berkeringat walaupun klien tidak melakukan kegiatan yang
berat dan mengalami demam. Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami
penurunan berat badan dari 57 kg menjadi 47 kg. Klien terlihat lemah, lemas dan keadaan postur
tubuh klien yang tampak terangkat kedua bahunya. Klien terlihat agak kurus. Saat dilakukan
pengkajian didapatkan TD: 110/60 mmHg, Suhu 39° C, RR : 27 x/menit, N : 107 x/menit. Saat
di auskultasi terdengar suara Ronchi (+), BB : 46 kg, TB : 157 cm, konjungtiva klien terlihat
pucat, mukosa bibir telihat pucat, Leukosit : 11.000 mg/dL. Klien bertanya kepada perawat
mengapa keluhan-keluhan yang ia rasakan tidak kunjung menghilang dan apa yang
menyebabkan klien seperti itu.

1. Pengkajian

Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah
klien secara bertanggung jawab dan berkesinambungan dengan didasari atas prinsip-prinsip
ilmiah yang memandang klien secara menusia yang utuh (holistik) yaitu Bio, Psiko, Sosial, dan
Spritual. Penerapan proses keperawatan terhadap klien ini terdiri dari empat langkah yaitu:
pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Pada klien dengan TB paru data yang dapat dikumpulkan meliputi:

1. Riwayat kesehatan keperawatan


2. Riwayat kesehatan dahulu

Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah kontak dengan
penderita tuberkulosis, tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai riwayat status gizi yang
kurang baik.

3. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien mengalami batuk disertai dengan demam, sesak nafas, sakit didaerah sekitar
dada, lelah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan serta sering berkeringat pada malam hari.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan melalui
inhalasi, kemungkinan salah seorang dari keluarga pernah menderita penyakit TB paru.

Pengkajian perawatan pada klien dengan tuberculosis paru antara lain difokuskan pada:

1. Aktifitas dan istirahat

Gejala:

 Kelelahan umum dan kelemahan.


 Nafas pendek karena bekerja.
 Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau
berkeringat.
 Mimpi buruk.

Tanda :

 Takhikardi, takipneu atau dispneu pada kerja.


 Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).

2. Integritas Ego

Gejala :

 Adanya faktor stres lama.


 Masalah keuangan, rumah.
 Perasaan tak berdaya atau tak ada harapan.
 Populasi budaya.

Tanda :

 Menyangkal (khususnya selama tahap dini).


 Anxietas, ketakutan dan mudah tersinggung.

3. Makanan dan cairan

Gejala :

 Anorexia.
 Tidak dapat mencerna makanan.
 Penurunan BB.

Tanda :

 Turgor kulit buruk.


 Kehilangan lemak subkutan pada otot.

4. Pernafasan

Gejala :

 Batuk produktif atau tidak produktif.


 Nafas pendek.
 Riwayat tuberkulosis atau terpajan pada individu yang terinfeksi.

Tanda :
 Peningkatan frekuensi nafas.
 Pengembangan pernafasan tak simetris.
 Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau
unilateral (efusi pleura atau pneumothorax) bunyi nafas tubuler atau bisikan pektoral
diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pendek (krekels-posttusic).
 Karakteristik sputum: hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
 Deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
 Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata dan perubahan mental (tahap lanjut).

5. Nyeri dan kenyamanan

Gejala:

 Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda:

 Berhati-hati pada area yang sakit.


 Perilaku distraksi dan gelisah.

6. Keamanan

Gejala:

 Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)

Tanda:

 Demam rendah atau sakit panas akut.

7. Interaksi sosial

Gejala:

 Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular.


 Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.

8. Penyuluhan atau pembelajaran

Gejala:

 Riwayat keluarga TB.


 Ketidakmampuan umum atau status kesehatan buruk.
 Gagal untuk membaik atau kambuhnya TB.
 Tidak berpartisipasi dalam terapi.

9. Pengkajian Psikososial

Adapun pengkajian psikososial yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh terhadap
fungsi respirasi. Beberapa kondisi respiratory timbul akibat stres.
2. Penyakit pernafasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran keluarga dan
hubungan dengan orang lain, isolasi sosial, masalah keuangan, pekerjaan atau
ketidakmampuan.
3. Dengan mendiskusikan mekanisme koping, perawat dapat mengkaji reaksi klien terhadap
masalah stres psikososial dan mencari jalan keluarnya.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

1. Data Biografi

Nama : Tn. A

Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat dan tanggal lahir : Surabaya, 21 Januari 1949

Pendidikan terakhir : SD

Agama : Islam

Status perkawinan : Duda

Tinggi badan atau berat badan : 157 cm, 46 kg

Penampilan umum : Cukup baik, tubuh kurus, lemah

Alamat : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur

Orang yang mudah dihubungi : Ibu R

Hubungan dengan klien : Anak

Alamat dan telepon : Jl. Makmur Penganten Ali Jakarta Timur

Diagnosa medis : TB Paru

1. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Pensiun

Pekerjaan sebelumnya : Pekerja pabrik asbes

Sumber-sumber pendapatan : Dari hasil pemberian anak

Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup terpenuhi

1. Riwayat Lingkungan Hidup

Klien tinggal di rumah pribadi anaknya bersama anaknya, menantunya dan juga 3 orang
cucunya. Jumlah kamar dalam rumah tersebut berjumlah 4 kamar, kondisi kamar cukup baik,
peralatan tertata rapi, kondisi tempat tidur cukup baik. Namun pertukaran udara dan cahaya
matahari dalam kamar Tn.A kurang. Tingkat kenyamanan dan privacy klien cukup terjamin.
Tetangga Tn.A yang terdekat dari rumahnya ialah Ibu S

1. Riwayat Rekreasi

Klien memiliki hobi membaca koran dan membuat kaligrafi. Klien mengatakan pernah menjadi
anggota pengurus RT dan masjid di dekat rumahnya. Klien juga mengatakan ia dan keluarganya
sering melakukan perjalanan rekreasi ke daerah pegunungan dan pantai. Klien mengatakan
sangat senang ketika dirinya berekreasi bersama keluarga karena denga begitu klien merasa
masih diperhatikan dan dihargai oleh keluarganya.

1. Sistem Pendukung

Di dekat rumah klien terdapat seorang dokter yang memang kenal dengan keluarga klien.
Terkadang keluarga klien meminta tolong kepada dokter tersebut untuk memeriksa kondisi
Tn.A. adapun jarak rumah dokter tersebut dengan rumah klien hanya berjarak 5 km. Rumah
klien tidak jauh dr R.S Pasar Rebo yang berjarak sekitar 500 km dari rumahnya. Selain itu juga
terdapat klinik Sejahtera di dekat rumah klien yang berjarak sekitar 50 km. Keluarga masih
kurang memperhatikan kondisi klien dikarenakan kesibukan mereka bekerja di luar rumah.
Namun keluarga tetap membantu mengawasi kesehatan klien.

1. Diskripsi Kekhususan

Biasanya klien melaksanakan kewajibannya sebagai hamba Allah yang beragama islam, klien
melaksanakan sholat lima waktu secara rutin dan mengaji atau terkadang muhasabah diri untuk
menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya dan untuk membantu menenangkan dirinya akibat dari
respon stres yang ditimbulkan karena penyakit yang klien derita.

1. Status Kesehatan

Klien mengatakan pernafasannya mulai mengalami penurunan dan gangguan-gangguan kurang


lebih 3 tahun yang lalu. Klien mengatakan tidak menderita penyakit lain, klien merasa dirinya
sehat-sehat saja. Namun klien mengalami sedikit gangguan pada pernafasannya, klien merasakan
batuk yang tak kunjung reda dan pula sesak nafas serta nyeri dada yang dirasakan sangat
mengganggu aktivitasnya.

Provokative/Paliative : Batuk disertai dahak dan terkadang juga darah, serta sesak nafas dan
nyeri dada.

Quality/Quantity : Batuk, sesak nafas dan nyeri dada dirasakan sangat mengganggu
aktivitasnya, dan sudah cukup lama klien mengalami keluhan-keluhan tersebut.

Region : Nyeri dada yang klien rasakan menyebar disekitar dada, nyeri
tersebut dirasakan setelah klien batuk-batuk dan juga disertai dengan sesak nafas.

Severity : Bila batuk, sesak nafas dan nyeri dada itu timbul klien mengatakan
sulit tidur.

Timming : ketika ada rangasan yang mempengaruhi pernafasan klien atau


setelah klien melakukan pekerjaan yang cukup berat danwaktu yang lama.

Obat-obatan : Dokter memberikan resep obat berupa obat batuk dan juga obat
untuk membantu mengurangi sesak dan nyeri dada serta memberikan expectorant untuk
memudahkan mengeluarkan lendir atau dahak klien yang diminum 3xsehari.

Status imunisasi :lengkap

Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) seperti debu dan cuaca yang tidak menentu.

Penyakit yang diderita : TB Paru

1. Aktivitas Hidup Sehari-hari (berdasarkan Indeks Katz, disimpulkan skore)

Aktifitas 0 1 2 3 4
Mandi ü
Berpakaian ü
Melakukan eliminasi ü
Pergerakan ü
Kontrol terhadap eliminasi ü
Makan ü

Kemampuan perawatan diri:

Skor:

0 = mandiri, 1 = dibantu sebagian, 2 = perlu bantuan orang lain, 3 = perlu bantuan orang lain
dan alat, 4 = tergantung/ tidak mampu.
Bathing (mandi/personal hygiene) : Mandiri

Bantuan hanya satu bagian mandi (seperti punggung atau ekstremitas yang tidak mampu) atau
mandi sendiri sepenuhnya.

Dressing (berpakaian) : Mandiri

Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, mengancing atau mengikat pakaian.

Toileting (melakukan eliminasi) : Mandiri

Masuk dan keluar dari kamar kecil, membersihkan genitalia sendiri.

Transfering (pergerakan) : Mandiri

Berpindah ked an dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi sendiri.

Continence (kontrol terhadap eliminasi) : Mandiri

Berkemih dan defekasi seluruhnya dikontrol sendiri.

Feeding (makan) : Mandiri

Mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.

Psikologis

 Persepsi klien terhadap penyakit cukup baik, karena klien merasa wajar karena umurnya
sudah tua.
 Konsep diri klien baik, karena klien mampu memandang dirinya secara positif dan mau
bekerja sama dengan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan yang klien alami.
 Emosi cukup baik (stabil).
 Kemampuan adaptasi klien adaptasi klien cukup baik karena klien masih suka berkumpul
dengan teman-teman sebayanya disekitar rumah klien.
 Mekanisme pertahanan diri : klien mengatakan senang tinggal di rumah
anaknya dibanding klien harus tinggal di panti, karena dengan tinggal di rumah anaknya
tersebut klien merasa masih diperhatikan, dihargai dan dicintai oleh keluarganya. Apabila
ada masalah klien melakukannya dengan cara pemecahan masalah yang sebelumnya
dibicarakan dengan keluarga klien.

1. Pemeriksaan Fisik (Tinjauan Sistem)


2. Keadaan umum : Kurang baik

 TB : 157 cm
 BB : 46 kg
2. Tingkat kesadaran : cukup baik (compos mentis)
3. Skala koma gaslow : baik (15)
4. Tanda-tanda vital

 TD : TD : 110/60 mmHg
 N : 107 x/menit
 RR : 27 x/menit
 S : 39° C

5. Sistem kardiovaskuler :

Inspeksi : keadaan umum terlihat baik.

Palpasi : tidak ada pelebaran pembuluh darah dan pembesaran jantung.

Perkusi : tidak ada suara redup, pekak atau suara abnormal lain.

Auskultasi : tekanan darah klien mengalami penurunan (hipotensi), nadi klien cepat.

6. Sistem pernafasan :

Inspeksi : dada kanan dan kiri terlihat simetris, pergerakan otot dada (+)

Palpasi : tidak ada perbesaran abnormal.

Perkusi : suara paru kanan dan kiri sama dan seimbang

Auskultasi : frekuensi nafas cepat, irama nafas cepat, bunyi nafas tidak normal saat di
auskultasi terdengar suara Ronchi (+).

7. Sistem integument : warna kulit normal, turgor kulit baik, (lecet, bercak, bengkak)
pada kulit tidak ada.
8. Sistem perkemihan : tidak ada masalah dalam sistem perkemihan, klien mengatakan
biasa BAK di kamarb mandi dengan frekuensi 3-4 x/hari dan ngompol (-).
9. Sistem muskuloskeletal : range of Motion : penuh, keseimbangan : stabil,
menggenggam (tangan kanan dan kiri) : lemah, kekuatan otot (kanan, kiri) : lemah, dan
tidak ada kelainan tulang.
10. Sistem endokrin : tidak ada masalah dalam sistem endokrin, klien
mengatakan tidak menderita kencing manis dan saat dilakukan palpasi tidak ada
pembesaran kelenjar.
11. Sistem immune : tidak ada masalah dalam sistem immune, klien mengatakan
klien di imunisasi lengkap.
12. Sistem gastrointestinal : peristaltik usus ada tapi kurang terdengar atau kurang
terdeteksi. Klien mengatakan tidak nafsu makan sehingga klien mengalami penurunan
berat badan dari 57 kg menjadi 47 kg.
13. Sistem reproduksi : tidak ada masalah dalam sistem reproduksi.
14. Sistem persyarafan : tidak masalah dalam sistem persyarafan. Klien mengatakan status
mental klien baik, emosi klien stabil dan respon klien terhadap pembicaraan (+) dengan
bicara yang normal dan jelas serta interpretasi klien terhadap lawan bicara cukup baik.
Keadaan mata klien normal dan kemampuan pendengaran klien cukup baik.

1. Pemeriksaan Status Kognitif atau Afektif atau Sosial


2. Status kognitif atau afektif :

 Short potable mental status questionaire (SPMSQ) : didapatkan skore 10, fungsi
intelektual klien utuh.
 Mini mental state exam (MMSE) : didapatkan skore 25, aspek kognitif dari fungsi mental
klien dalam keadaan baik.
 Inventaris depresi beck : didapatkan skore 3, pada keragu-raguan, kesulitan kerja dan
keletihan. Jadi tidak ada tanda-tanda depresi pada klien.

2. Status sosial :

 Apgar keluarga : didapatkan skore 8, dimana fungsi sosial klie dalam keadaan normal.

You might also like