You are on page 1of 24

MENJADI GURU YANG REFLEKTIF DAN BAGAIMANA MENILAINYA

MAKALAH

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Tindakan dalam Pendidikan
yang dibina oleh Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc, Ph.D.

Oleh
Kelompok 2/ Offering C

Atika Anggraini 180341863044


Dini Resita Putri 180341663058
Fery Irawan 180341863050
Jevi Milda Rahmawati 180341863008

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FEBRUARI 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru merupakan elemen kunci dalam sistem pendidikan, khususnya di
sekolah. Semua komponen lain, mulai dari kurikulum, sarana-prasarana, biaya,
dan sebagainya tidak akan banyak berarti apabila esensi pembelajaran yaitu
interaksi guru dengan peserta didik tidak berkualitas. Semua komponen lain,
terutama kurikulum akan “hidup” apabila dilaksanakan oleh guru. Begitu
pentingnya peran guru dalam mentransformasikan input-input pendidikan,
sampai-sampai banyak pakar menyatakan bahwa di sekolah tidak akan ada
perubahan atau peningkatan kualitas tanpa adanya perubahan dan peningkatan
kualitas guru.
Sayangnya, dalam kultur masyarakat Indonesia sampai saat ini pekerjaan
guru masih cukup tertutup. Bahkan atasan guru seperti kepala sekolah dan
pengawas sekali pun tidak mudah untuk mendapatkan data dan mengamati realitas
keseharian performance guru di hadapan siswa. Memang program kunjungan
kelas oleh kepala sekolah atau pengawas, tidak mungkin ditolak oleh guru. Akan
tetapi tidak jarang guru berusaha menampakkan kinerja terbaiknya baik pada
aspek perencanaan maupun pelaksanaan pembelajaran hanya pada saat
dikunjungi. Selanjutnya ia akan kembali bekerja seperti sedia kala, kadang tanpa
persiapan yang matang serta tanpa semangat dan antusiasme yang tinggi. Guru
perlu menilai kinerjanya secara berkala dan selalu berkembang sesuai dengan
hasil evaluasi kinerjanya.
Menilai diri sendiri (self-evaluation) merupakan satu teknik individual
dalam supervisi pengajaran. Penilaian diri sendiri (self-evaluation) merupakan
satu teknik pengembangan profesional guru (Sutton, 1989; Gunawan, 2014).
Penilaian diri sendiri memberikan informasi secara objektif kepada guru tentang
peranannya di kelas dan memberikan kesempatan kepada guru mempelajari
metode pengajarannya dalam mempengaruhi murid (House, 1973; Gunawan,
2010; Gunawan, 2014). Guru perlu belajar menilai diri sendiri agar tingkat
profesionalitasnya semakin baik.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian refleksi?
2. Bagaimana karakteristik guru reflektif?
3. Bagaimana strategi menjadi guru reflektif?
4. Bagaimana cara menilai refleksi?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian refleksi.
2. Memahami karakteristik guru reflektif.
3. Memahami strategi menjadi guru reflektif.
4. Memahami cara menilai refleksi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Refleksi
Kegiatan refleksi merupakan kegiatan yang sangat penting untuk
dilaksanakan sebab akan mengontrol tindakan guru, guru dapat melihat apa yang
masih perlu diperbaiki, ditingkatkan atau dipertahankan. Merupakan kegiatan
yang perlu dilakukan ketika guru sebagai praktisi lapangan telah selesai
melakukan tindakan, ini merupakan suatu bentuk dari evaluasi terhadap diri
sendiri. Guru menyampaikan segala kegiatan atau pengalaman yang telah
dilakukan untuk didiskusikan dengan peneliti, guru menyampaikan segala apa
yang telah dirasakan dan meyampaikan sejauh mana progress atau kemajuan dari
tindakan yang dilakukannya. (Arikunto,dkk, 2009: 19-20)
Mengemukakan kembali atau melaksanakan lagi apa yang telah dilakukan
merupakan kegiatan refleksi. Guru sebagai pelaksana dan peneliti sebagai
pengamat diharapkan dapat bekerjasama dengan baik agar dapat terjadi penilaian
secara objektif, peneliti merupakan pihak yang sangat berkepentingan karena akan
meningkatkan kinerjanya, ini dimaksudkan agar pelaksanaan tindakan dapat
dilaksanakan secara alami dan dapat dikelola dengan baik. Dalam hal ini guru
sebaiknya menyampaikan segala yang telah dilaksanakan dengan sebenar-
benarnya kepada peneliti sehingga tindakan yang akan diambil selanjutnya dapat
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan yang ada. (Arikunto,dkk, 2009: 19-20)
Refleksi adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk mengetahui serta
memahami apa yang terjadi sebelumnya, belum terjadi, dihasilkan apa yang belum
dihasilkan, atau apa yang belum tuntas dari suatu upaya atau tindakan yang telah
dilakukan. (Tahir, 2011: 93)
Refleksi berarti kegiatan yang dilakukan untuk mengingat kembali suatu
tindakan yang telah dilakukan dalam observasi. Refleksi mengkaji ulang apa yang
telah terjadi atau mempertimbangkan proses, permasalahan, isu, dan kekurangan
yang ada atau yang belum tuntas dari strategi penelitian yang telah dilakukan.
Refleksi menjadi dasar untuk mengetahui kembali rencana tindakan dengan
memperhatikan variasi perspektif yang mempunyai aspek evaluatif bagi peneliti
untuk mempertimbangkan atau menilai apakah dampak tindakan yang timbul
sudah sesuai dengan yang diinginkan dan membuat perencanaan kembali.
Langkah selanjutnya setelah pelaksanaan tindakan dan observasi merupakan
refleksi hasil pengamatan, melalui refleksi maka dapat diketahui atau dipahami
kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam penelitian tindakan. (Uno, dkk.
2012: 69)
Kegiatan mengingat, merenungkan, mencermati, dan menganalisis
kembali suatu tindakan yang telah dilakukan dalam observasi merupakan refleksi
yang dalam penalitian tindakan kelas akan memahami proses, masalah, persoalan
dan kendala yang nyata dalam tindakan yang telah dilakukan selama proses
pembelajaran. (Asrori, 2009: 54). Dalam melakukan kegiatan refleksi guru selain
berperan sebagai peneliti itu sendiri juga harus bekerjasama dengan guru yang
sama mata pelajaran namun berbeda kelas atau peneliti dari perguruan tinggi agar
refleksi dapat dilakukan sampai pada tahap pemaknaan tindakan dan situasi dalam
pembelajaran yang ada sehingga dapat memberikan dasar untuk memperbaiki
rencana tindakan yang akan dilakukan selanjutnya. ( Asrori, 2009: 54)
Selama proses pembelajaran berlangsung dalam melaksanakan
tindakannya guru dituntut sebagai peneliti tindakan kelas untuk
mempertimbangkan kembali pengalamannya merupakan fungsi evaluatif dari
refleksi. Dalam melakukan tindakan tentang kendala yang dihadapi yang
memungkinkan dilakukannya peninjauan dan pengembangan gambaran yang
lebih hidup tentang situasi dan kondisi nyata pembelajarannya yaitu refleksi yang
bersifat deskriptif. (Asrori, 2009: 55).
Adapun refleksi menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
1. Proses merenung, menganalisis, mencari alasan, cadangan dan tindakan untuk
membaiki diri yang dilakukan secara berterusan. (Hanipah, 1999)
2. Refleksi Satu pemikiran secara mendalam dimana seseorang itu akan
memikirkanatau merenung semula situasi yangtelah dilalui untuk
menganalisis apayang telah dilakukan dan mengapa dilakukan sedemikian
(Woolfolk, 1995)
3. Kegiatan mengingat, merenungkan, mencermati, dan menganalisis kembali
suatu tindakan yang telah dilakukan dalam observasi merupakan refleksi yang
dalam penalitian tindakan kelas akan memahami proses, masalah, persoalan
dan kendala yang nyata dalam tindakan yang telah dilakukan selama proses
pembelajaran. (Asrori, 2009: 54).
4. Refleksi berarti kegiatan yang dilakukan untuk mengingat kembali suatu
tindakan yang telah dilakukan dalam observasi. Refleksi mengkaji ulang apa
yang telah terjadi atau mempertimbangkan proses, permasalahan, isu, dan
kekurangan yang ada atau yang belum tuntas dari strategi penelitian yang
telah dilakukan. Refleksi menjadi dasar untuk mengetahui kembali rencana
tindakan dengan memperhatikan variasi perspektif yang mempunyai aspek
evaluatif bagi peneliti untuk mempertimbangkan atau menilai apakah dampak
tindakan yang timbul sudah sesuai dengan yang diinginkan dan membuat
perencanaan kembali. Langkah selanjutnya setelah pelaksanaan tindakan dan
observasi merupakan refleksi hasil pengamatan, melalui refleksi maka dapat
diketahui atau dipahami kelebihan dan kekurangan yang terjadi
dalam penelitian tindakan. (Uno, dkk, 2012: 69)
5. Refleksi adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk mengetahui serta
memahami apa yang terjadi sebelumnya, belum terjadi, dihasilkan apa yang
belum dihasilkan, atau apa yang belum tuntas dari suatu upaya atau tindakan
yang telah dilakukan. (Tahir, 2011: 93)

B. Karakteristik Guru Reflektif


Kemampuan reflektif merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki oleh seorang guru. Menjadi reflektif sangat penting karena dengan
berefleksi, guru dapat menemukan fakta-fakta mengenai kekuatan dan
kelemahannya dalam menerapkan suatu pengajaran dan menjadikan hal itu
sebagai bahan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Seperti yang
diungkapkan Dewey bahwa refleksi adalah bertujuan untuk menemukan fakta
untuk suatu tujuan tertentu (Dewey dalam Reed & Bergemann, 2005), oleh karena
itu dalam berefleksi melibatkan analisis dan pengambilan keputusan tentang apa
yang telah terjadi (Wilson & Jan, 1998). Berdasarkan hal ini menjadi guru yang
reflektif terbentuk dari cara guru berpikir reflektif sehingga mempengaruhi cara
mengajarnya. Berpikir reflektif berarti mengubah suatu subjek dalam pemikiran
dan memberikan pertimbangan serius dan berkelanjutan. Berpikir reflektif
memberikan ruang untuk guru memeriksa setiap asumsi secara kritis mengenai
tujuan dan metode, masalah dan solusi yang dapat diterima (Posner, 2010). Jadi,
dapat dikatakan bahwa seorang guru yang reflektif selalu memikirkan dan
memeriksa secara kritis mengenai pelaksanaan pengajarannya, dalam hal ini guru
tidak hanya berfokus pada hasil belajar siswa saja tetapi juga pada setiap aspek
dalam proses pembelajaran.
Tidak jarang kita menjumpai disekitar kita guru dengan pengalaman
mengajar lebih dari 25 tahun. Tidak diragukan lagi pengalaman yang diperolehnya
sangat banyak. Apalagi jika mereka selalu mengupdate pengetahuan dengan
berbagai cara seperti membaca buku-buku terbaru tentang pengajaran dan
pendidikan, mengikuti seminar/konferensi baik tingkat nasional maupun
intrnasional, mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi (misal, S2 dan S3),
bahkan seritifkat pendidikpun sudah diperolehnya sebagai salah satu indikator
keprofesionalannya.
Berapapun lama kita mengajar pernahkah kita secara jujur mengajukan
berbagai pertanyaan kepada diri kita sendiri, seperti:
1) Apakah siswa saya memahami apa yang saya jelaskan?
2) Apakah siswa saya senang dengan cara saya mengajar?
3) Apakah yang saya lakukan sesuai dengan rencana yang sudah saya buat?
4) Apakah materi yang saya perkenalkan sudah sesuai dengan tujuan mereka
belajar atau sesuai dengan kebutuhan mereka?
5) Apakah sikap dan perilaku saya sudah dapat menjadi contoh yang baik
baik siswa saya?
6) Apakah siswa saya senang ketika saya mengajar?
7) Masih perlukah saya meningkatkan dan memperbaharui pengetahun saya
tentang materi yang diajarkan?
8) Apa saja yang sudah saya lakukan dan yang akan saya lakukan untuk
meningkatkan keprofesionalan saya setelah sertifikat pendidik saya
peroleh?
Mungkin masih banyak pertanyaan yang terbersit dalam pikiran tentang
apa saja yang sudah dilakukan dalam mengajar, dan apa yang sudah diperoleh
oleh siswa. Pertanyaan-pertanyaan tersebut juga sering muncul ketika menghadapi
berbagai masalah dalam mengajar. Dalam menjawab pertanyaan tersebut kita
perlu secara objektif dan jujur merefleksikan kembali apa yang sudah kita
kerjakan. Apakah ilmu yang kita dan pengetahuan dari pengalaman kita
sebelumnya (previous experential knowledge) telah membantu siswa kita
mencapai apa yang mereka harapkan dan butuhkan dalam belajar.
Menjadi guru yang reflektif, menurut Harmer (2007: 410) adalah terus
berkaca pada apa yang sudah dilakukan. Hal serupa juga dinyatakan oleh Richards
& Lockhart (1996) bahwa cara atau pendekatan yang dilakukan oleh guru dimana
ia mengeksplorasi apa yang dilakukan dan mengapa melakukannya merupakan
bagian dari pendekatan reflektif dalam pengajaran. Sementara itu, Wallace (1991)
menyebutkan bahwa proses reflektif merupakan “proses yang terus berjalan
(kontinyu) dalam merefleksikan “received knowledge” dan “experiential
knowledge” dalam konteks tindakan profesional (practice)”.
Meskipun banyak guru merasa tidak banyak memiliki banyak waktu untuk
melakukan refleksi dan menganggapnya membuang-buang waktu, dengan
melakukan refleksi dalam menjalani profesinya guru akan mendapatkan
keuntungan. Beberapa diantaranya adalah:
1) Dapat membantu mencapai pemahaman yang lebih baik tentang berbagai
asumsi tentang mengajar dan pemahaman tentang pelaksanaannya.
2) Dapat memperkaya pemahaman konsep tentang megajar dan proses
belajar mengajar.
3) Menjadi dasar untuk self-evaluation yang merupakan komponen penting
dalam pengembangan profesionalitas
(Richards & Lockhart, 1996: 2). McKay (2002: 5) menambahkan beberapa
keuntungan lainnya, yaitu:
1) Memberikan kesempatan kepada guru untuk lebih kreatif karena tidak
tergantung kepada rutinitas mengajar yang hanya mengandalkan
pengalaman mengajar sebelumnya dan tidak menyesuaikan dengan
perubahan kondisi kelas
2) Mengajar lebih terarah dan tidak terburu-buru karena apa yang sudah
dilakukan dikaji ulang dan diambil rencana yang lebih baik, dan
3) Dengan selalu melakukan refleksi maka guru akan selalu
mempertimbangkan faktor-faktor terkait dalam proses pembelajaran,
seperti karakteristik siswa, minat mereka, dan kurikulum, sehingga akan
menghasilkan kelas yang lebih efektif
Perlu disadari oleh para guru bahwa kegiatan refleksi tidak hanya
dilakukan oleh guru dengan lama dan pengalaman mengajar yang masih sedikit.
Para guru yang sudah bekerja puluhan tahun juga perlu menyadari pentingnya dan
manfaat dari refleksi sebagai proses pembelajaran yang terus menerus (continuous
learning). Dengan melakukan refleksi, para guru senior bisa melihat bahwa
kegiatan refleksi ini dapat menjadi jembatan antara teori dan pelaksanaannya.
Mereka juga dapat melihat permasalahan, situasi,dan kondisi pembelajaran dari
berbagai perspektif sehingga tidak akan dengan terburu-buru menyalahkan siswa
akan kegagalan proses belajar mengajar, misalnya siswa malas, kemampuan siswa
rendah, dan sebagainya.
Sudahkah kita menjadi guru yang reflektif? Beberapa guru yang selalu
refleksi, dan sebaliknya guru yang belum melaksanakan refleksi.
Tabel 1. Perbedaan profil guru yang reflektif dan guru yang tidak reflektif ( Lang & Wong,
2009: 230)
Guru yang tidak reflektif Guru yang reflektif
McKay (2002) McKay (2002)
- Otomatis menerima begitu saja - Mengamati dengan penuh kehati-
informasi tentang suatu masalah yang hatian, , menelaah kembali dan
secara umum diyakini berusaha menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di dalam
- Secara sempit memaknai kelas
permasalahan yang terjadi

- Lupa bahwa ada banyak cara untuk - Sadar dan selalu menanyakan asumsi
memahami setiap permasalahan atau nilai-nilai yang dibawa ke kelas

- Melaksanakan segala asumsi yang - Melihat kepada konteks dan budaya


muncul tanpa mempertanyakan tempat mengajar
kembali/menelaah kembali

- Jarang melaksanakan apa yang orang - Terlibat dalam pengembangan


lain harapkan darinya bertanggung kurikulum dan segala upaya untuk
jawab atas pengembangan mengubah kondisi sekolah

- Terbelenggu dalam rutinitas, begitu - Berkomitmen untuk terus melakukan


saja melaksanakan apa yang peningkatan. Melaksanakan tindakan
disebutkan dalam buku teks dan apa yang sesuai dengan pemahaman atau
yang orang lain telah lakukan pengetahuan yang baru

Dengan melihat profil guru diatas kita bisa bertanya kembali atau
merefleksi apa yang sudah kita lakukan, bagaimana kita menghadapi berbagai
persoalan terutama persoalan yang terjadi di dalam kelas dan bagaimana kita
mengupayakan perbaikan kualitas, baik kualitas mengajar kita maupun kualitas
siswa.
Dengan melihat profil guru diatas kita bisa bertanya kembali atau
merefleksi apa yang sudah kita lakukan, bagaimana kita menghadapi berbagai
persoalan terutama persoalan yang terjadi di dalam kelas dan bagaimana kita
mengupayakan perbaikan kualitas, baik kualitas mengajar kita maupun kualitas
siswa.
Menurut Grahama, et, al. (2010) Karakteristik pembelajaran reflektif adalah.
1. Guru yang reflektif percaya bahwa siswa, kelas, dan situasi pembelajaran selalu
berbeda, karenanya ia mengembangkan pengajaran dan kurikulum yang sesuai.
2. Sistem nilai pribadi guru merupakan sifat yang paling penting bagi guru reflektif
atau guru rutin.
3. Jumlah siswa dalam kelas, frekuensi dan lama pelajaran, fasilitas, peralatan,
perilaku siswa, dan karakteristik sekolah merupakan faktor yang harus
diperhitungkan oleh guru reflektif ketika mereka mengembangkan RPP dan
program.
4. Guru memperhatikan kemajuan dan minat siswa.
5. Guru reflektif terus berpikir tentang apa yang perlu diubah, atau dikerjakan
dengan cara yang berbeda, untuk meningkatkan keefektifan pengajaran dan
programnya.

C. Strategi dalam refleksi


Dalam setiap pembelajaran yang terjadi di kelas, pastilah banyak peristiwa
yang terjadi. Guru hendaknya dapat menelaah bahwa segala peristiwa yang terjadi
di kelas dapat digunakan untuk mengembangkan pemahaman yang lebih
mendalam tentang mengajar. Hanya saja kita sering gagal dalam menggunakan
peristiwa yang terjadi tersebut untuk merefleksikan apa yang sudah terjadi. Ada
banyak cara yang bisa digunakan oleh guru untuk memanfaatkan semua informasi
atau data dari peristiwa yang terjadi untuk mengembangkan kualitas atau
menyelesaikan permasalahan, yaitu melalui teaching journals, lesson reports,
surveys and questionnaires, audio and video recordings, observation, dan action
research.
Apapun cara yang kita lakukan dalam mempelajari apa yang sudah terjadi
selama pembelajaran berlangsung, secara garis besar terdapat beberapa langkah
utama yang perlu dilakukan, yaitu (a) mengidentifikasi masalah yang terjadi di
kelas, (b) membuat asumsi penyebabnya, (c) mencari data atau informasi yang
menjadi sumber permasalahan, (d) mengkaji permasalahan dan sumber
permasalahan untuk dicari solusinya, dan (e) mencari solusi untuk permasalahan
tersebut. Langkah-langkah tersebut memang tampak seperti ketika kita melakukan
penelitian, hanya saja dalam pelaksanaannya di kelas setiap hari strategi yang
digunakan lebih sederhana, mudah dilakukan, dan tidak memerlukan biaya yang
tinggi, misalnya dengan menulis daily teaching journal dan daily lesson reports.
York-Barr, dkk (Lang & Wong, 2009: 239- 240) mengajukan empat
langkah sederhana dalam melakukan refleksi terutama bagi para pemula. Masing-
masing langkah dilengkapi dengan pertanyaan bantuan. Berikut keempat langkah
tersebut.
Langkah 1: Apa yang sudah terjadi? (Deskripsi permasalahan)
 Apa yang sudah saya kerjakan?
 Apa yang orang lain sudah kerjakan?
 Apa yang terjadi disekitar kita?
Langkah 2: Mengapa permasalahan tersebut dapat terjadi? (Analisis dan
Interpretasi)
 Mengapa saya memilih tindakan tersebut?
Langkah 3: So what? (Pemaknaan dan penerapan secara menyeluruh)
 Apa yang sudah saya pelajari dari peristiwa yang terjadi?
 Bagaimana peristiwa tersebut dapat mengubah cara berfikir, bersikap dan
berinteraksi?
 Apakah memang saya perlu melakukan refleksi?
 Masih adakah pertanyaan-pertanyaan lain yang harus saya pikirkan? Langkah
4: Sekarang apa yang harus saya lakukan? (Implikasi untuk tindakan)
 Bagaimana saya harus bersikap untuk mengatasi masalah tersebut?
 Jika suatu saat peristiwa tersebut terjadi, apa yang harus saya ingat
dan lakukan?
 Apakah saya perlu melibatkan orang lain untuk merefleksi peristiwa tersebut?

D. Cara Melakukan Penilaian Refleksi


Refleksi dapat dinilai menggunakan Reflective Teaching (RT), yaitu
penilaian diri sendiri terhadap PBM yag telah dilakukan. Guru menilai
kemampuan pedagogik, mengemukakan alasan dan keuntungan dari strategi
pembelajaran yang dirancang, dan mengidentifikasi bagian-bagian yang perlu
direvisi atau dikembangkan (Wachtel, 1998). RT berguna untuk mematangkan
proses mengobservasi, mengumpulkan, merekam, dan menganalisis pemikiran
guru serta melakukan tindak lanjut dari hasil pemikiran guru. Guru sebaiknya juga
memiliki berbagai macam data untuk merefleksi kinerjanya (Julie, dkk., 2004).
Guru yang mampu melakukan refleksi diri dapat meninjau cara mengajar
secara konsisten dan mampu memecahkan masalah-masalah yang terjadi selama
mengajar daripada guru yang bergantung pada zona nyaman. Oleh karena itu,
guru perlu mengumpulkan data-data terkait proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Pengumpulan data dapat dilakukan secara pribadi maupun dengan
bantuan pihak lain (Julie, dkk., 2004). Penilaian diri sendiri yang dapat dilakukan
guru antara lain jurnal refleksi, instrumen keterlaksanaan pembelajaran, rekaman
video selama pembelajaran, dan penyusunan portofolio. Penilaian eksternal yang
dapat menjadi sumber data untuk melakukan RT antara lain hasil evaluasi belajar
siswa, wawancara dengan siswa, dan hasil observasi teman sejawat atau dari
lembaga pendidikan (Wachtel, 1998).
Tahap setelah mengumpulkan data yaitu Think atau berpikir. Guru dapat
mengamati pola mengajar yang tampak pada data. Guru juga dapat menyadari hal
yang sebelumnya tidak tampak, misalnya dari hasil wawancara dengan siswa.
Guru sudah bisa memperoleh ide perbaikan dari tahap ini. Tahap ketiga adalah
Talk atau berbicara. Guru dapat mengutarakan hasil pemikirannya kepada teman
kerja atau teman dekat. Proses komunikasi yang terjadi dapat memudahkan guru
untuk memikirkan ide-ide yang dilakukan untuk memperbaiki proses
pembelajaran (Julie, dkk., 2004).
Tahap keempat adalah Read atau membaca. Guru dapat membaca literatur
yang terkait dengan ide yang dibuat. Contoh literatur yang dapat digunakan ialah
laman web bertopik ide-ide pembelajaran yang inovatif, majalah, artikel, atau dari
buku-buku di perpustakaan. Tahap kelima adalah Ask atau bertanya. Guru dapat
menanyakan ide alternatif dari guru lain. Pertanyaan dapat disebarkan melalui
situs web atau majalah yang berhubungan dengan pendidikan. Pertanyaan juga
dapat diajukan pada asosiasi guru sesuai dengan tempat kerja. RT merupakan
proses yang terus berulang karena ketika guru menciptakan perubahan, proses
evaluasi akan berjalan dari awal lagi (Julie, dkk., 2004).
Beberapa tips yang dapat dilakukan untuk melakukan RT ialah sebagai
berikut.
1. Gunakan berbagai macam sumber data. Penggunaan minimal dua
sumber data berbeda dapat memberikan sudut pandang yang berbeda pula,
sehingga guru dapat melihat proses pembelajaran secara keseluruhan.
2. Luangkan waktu untuk menulis. Guru yang ingin membuat jurnal
reflektif secara konsisten sebaiknya meluangkan waktu khusus untuk
menulis. Waktu yang ideal adalah segera setelah pembelajaran berakhir.
3. Temukan teman untuk berdiskusi. Guru paling tidak harus memiliki satu
atau dua teman untuk berdiskusi mengenai rancangan pembelajaran.
Sebaiknya teman guru berasal dari mata pelajaran yang sama atau orang yang
dipercaya. Ciptakan suasana santai saat berdiskusi (Wachtel, 1998).
Penilaian terhadap aksi yang diberikan atau tindakan yang dilakukan oleh guru
dapat diamatai dalam bentuk tindakan langsung yang dilakukan oleh guru baik di
dalam kelas maupun diluar kelas, serta melalui evaluasi dari hasil pembelajaran
dengan menilai keberhasilan kegiatan pembelajaran, sesuai dengan prinsip-prinsip
pembelajaran oleh guru.
1. Penilaian Berdasarkan Tindakan yang dilakukan oleh guru
Menurut Schon (1983, dalam Marselus R. Payong, 2011), penilaian
terhadap refleksi yang berhubungan dengan tindakan yang dilakuakn oleh guru dapat
diamati dalam 3 bentuk yakni refleksi dalam tindakan (reflection in action),
refleksi atas tindakan (reflection on action), dan refleksi tentang tindakan (reflection
about action).
a. Refleksi dalam tindakan (reflection in action) Refleksi dalam tindakan berkaitan
dengan proses pembuatan keputusan yang dilakukan guru pada saat aktif terlibat
dalam pembelajaran.
Contoh: Seorang guru sedang mengajar di kelas. Dia mendapati situasi kelas
yang kurang kondusif. Selama ini proses pembelajaran berlangsung, siswa
kurang aktif terlibat dalam pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran lebih
didominasi guru (teacher oriented). Siswa cenderung hanya menjadi pendengar
pasif penjelasan guru. Menyadari adanya permasalahan di atas, guru sebaiknya
jangan menunggu pembelajaran selesai mencari sebab musabab terjadinya
masalah, baru kemudian mencari solusinya. Jika memang dalam proses
pembelajaran ditemukan situasi yang kurang pas, guru dapat langsung
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbiki kondisi. Proses
refleksi yang dilakukan selama pembelajaran tersebut termasuk dalam kategori
refleksi dalam tindakan.
b. Refleksi atas tindakan (reflection on action)
Refleksi atas tindakan merupakan suatu refleksi yang dilakukan sebelum dan
setelah tindakan dilakukan. Biasanya, sebelum melakukan pembelajaran, guru
sudah mempertimbangkan dengan cermat, mengapa guru menggunakan metode
atau pendekatan tertentu. Guru sudah memiliki pertimbangan tertentu tentang
kesesuaiannya dengan konteks pembelajaran. Setelah melaksanakan pembelajaran
guru kemudian melakukan refleksi untuk melihat kembali efektivitas
penggunaan metode atau pendekatan yang sudah diterapkannya, apa saja
kekurangan dan kelebihannya. Dalam refleksi atas tindakan, guru dapat
menemukan kekurangan dan kelebihan secara sistematis dan analitis.
Contoh:
Pada pembelajaran sebelumnya guru mendapati siswa kesulitan memahami
materi yang diajarkan. Setelah mencermati tingkat kompleksitas materi yang
diajarkan guru menyadari bahwa materi yang sedang diajarkan cukup kompleks,
sehingga diperlukan cara mengajar yang lebih baik agar siswa lebih mudah
menangkap materi yang diajarkan. Untuk kepentingan ini, guru telah
memutuskan bahwa dia akan mengajar dengan metode mengajar yang berbeda
yang diperkirakan jauh lebih memudahkan siswa dalam belajar. Guru telah
merancang pembelajaran sesuai metode pembelajaran yang akan diterapkan.
Sebelum rancangan pembelajaran baru diterapkan, guru sekali lagi mencermati
RPP yang telah dibuat untuk memastikan bahwa rencana tersebut akan
memberikan hasil lebih baik. Setelah dirasa siap, guru melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan rencana. Setelah selesai pembelajaran, guru kembali
mencermati pelaksanaan pembelajaran di kelas, disertai analisis kesesuaiannya
dengan RPP. Guru juga mencoba melihat apakah permasalahan pembelajaran
yang sebelumnya terjadi telah bisa diatasi. Jika sudah teratasi, artinya solusi
yang dipilih tepat menjawab kebutuhan perbaikan pembelajaran. Akan tetapi
apabila belum lebih baik dibanding sebelumnya, maka guru perlu mencermati
kembali keputusan/solusi yang dipilih.
c. Refleksi tentang tindakan (reflection about action)
Refleksi tentang tindakan merupakan kegiatan refleksi yang relatif komprehensif,
dengan mengambil sudut pandang lebih luas dan dalam serta kritis terhadap praktik
pembelajarannya dengan mengkajinya dari berbagai aspek lain, seperti etis,
moral, politis, ekonomis, sosiologis, dan lain sebagainya. Melalui refleksi ini,
para guru dapat memperoleh pemahaman yang lebih luas tentang praktik
pembelajarannya dan meningkatkan tanggungjawab dan akuntabilitasnya
terhadap pilihan, dan keputusan-keputusan yang dibuat dalam praktik pembelajaran.
Contoh: Misalnya seorang guru SD sedang mengajarkan suatu tema pada siswa
yang menjadi tanggungjawabnya. Untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang
optimal, guru tersebut melakukan refleksi yang komprehensif, meliputi seluruh
komponen pembelajaran yang terkait, dan dilakukan secara sistematis dan
berkelanjutan, baik sebelum, selama, maupun sesudah pembelajaran berlangsung.
Refleksi pembelajaran dilakukan dengan kajian yang lebih luas, baik dari aspek
pedagogik, sosial, moral, dan lain-lain. Refleksi pembelajaran demikian akan
memberikan informasi yang komprehensif terhadap keterlaksanaan dan
keberhasilan pembelajaran tema yang sedang diajarkan. Dengan temuan refleksi
pembelajaran tersebut guru dapat menindaklanjutinya untuk perbaikan proses dan
hasil pembelajaran.
2. Penilaian Melalui Keberhasilan Pembelajaran yang dilakukan oleh Guru
Keberhasilan pembelajran dapat dipengaruhi oleh beberapa Faktor. Salah satunya
adalah faktor guru dapat melaksanakan pembelajaran.
Clarke (2003) mengemukakan ada tujuh prinsip pembelajaran yaitu : “perhatian dan
motofasi, akektifan, keterlibatan langsung/berpengalaman, pengulangan , tantangan ,
baikan dan penguatab, dan perbedaaan individual.
a. Perhatian dan Motivasi
Perhatian mempunya peranan yang penting dalam kegiatan belajar, tanpa
perhatian tidak akan mungkin terjadi proses pembelajaran. Mtivasi adalah tenaga
yang menggerakan dan mengarahkan aktifitas seseorang. H. L. Petri (2008) “
Motivation is the concept we use when we describe the forces acting on or within
an organism to irritate and direct behavior”. Guru selalu berharap agar peserta
didik tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik setelah kegiatan belajar
berakhir. Inplikasinya adalah guru harus dapat mengahkan perhatian dan
membangkitkan motovasu peserta didik dala proses pembelajaran sehingga tujuan
pembelajaran dapat di capai optimal.
b. Keaktifan
Pada dasrnnya peserta didik adalah manuasia aktif yang memponyai dorongan
untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Proses
belajar mungkin akan terjadi jika peserta didk berada dalam posisi aktif. Menurut
teori kognitif, belajr menunjukan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah
informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpan saja tanpa harus
mengadakan transformasi. Implikasinya guru harus melakukan berbagai umpaya
untuk membangkitkan keaktifan peserta didik melalui berbagai pendekatan dan
strategi pembelajran, termasuk evaluasi pembelajaran.
c. Keterlibatan Langsung/ Berpengalaman
Belajar berarti mengalami. Belajar tidak limpahkan pada orang lain. BElajar harus
dilakukan sendiri oleh Peserta didik Edgar mengemukakan “belajra yan paling
baik adalah belajar langsung dari pengalaman. Kegitan belajra jangan di artikan
dengan kegiatan belajra dengan fisik semata , tetapi lebih dari tu, yaitu
keterlibatan mental, emosional dan intelektual. Implikasinya guru harus terlibat
langsung dalam proses belajar, seperti praktek di labolatoriun dan praktik
lapangan untuk out bobot materi pelajaran harus seimbang dan proporsional antara
teori dan praktik.
d. Pengulangan
Menurut teori psikologi, daya belajr adalah melatih daya-daya yang ada pada jiwa
manusia seperti daya mengamati, mengingat, mengkhayal, merasakan dan berfikir.
Bentuk belajar yang menrapkan sistem pengolangan adalah metode drill and
stereotyping. Implikasibnya guru harus memberikan latihan dan tugas kepada
muridnya yan bertukjuan untuk menyampaikan hal yang telah di sampaikan
sebelumnya dalam proses pembelajaran.
e. Tantangan
Field theory dari Kurt Lewin mengemuakan bahwa peserta didik dalam situasi
belajar berada dalam suatu medan atau lapangan pisikologi. Dalam proses belajar,
peserta didik menghadapi suatu tujuan yang akan di capai, tetapi selalu terdapat
hambatan, yaitu mempelajari bahan belajar tersebut. TAntangan belajar tersebut
ada yang dating dari dalam atau luar diri individu, ada yang berat, tetapi ada juga
yang ringan.
f. Balikan dan Penguatan
Prinsip belajar ini lebih banyak di alami oleh teori belajr operant-conditioning dari
B. F. Skiner. Kunci dari teori belajar dalah ”Law of effect” Peserta didik akan
belajar lebih banyak jika bersemangat apabila mengetahui atau mendapat hasil
yang baik. Untuk itu guruharus melakukan penilaian terhadap hasil belajar. Hasil
belajar yang baik merupakan balikan (feedback) yang menyenangkan dan
berpengaruh baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Hasil penilaian dapat
dijadikan sebagai balikan bagi peserta didik untuk meningkatkan kegiatan belajar
selanjutnya.
g. Perbedaan Individual
Setiap peserta didik memiliki perbedaaan antara yang ssatu dengan yang lainya.
Perbedaan tersebuat terdapat dalam karakter fisik, kepribadian dan sifat-sifatnya.
Perbedaan ini dapat berpengaruh terhadap cara dan hasil belajar. Biasanya cara
tradisional, yaitu guru menganggap peserta didiknya memiliki kemampuan
dengan rata-rata yang sama. Sehinggal hal tersebut tidak efektif. Untuk mengatasi
hal tersebut adalah dengan menggunakan multimode, multimedia, memberikan
pelajaran tambahan pengayaan bagi pesrta didik yan pandai dan memberian
bimbingan belajra bagi peserta didik yang kurang pandai.
Selain itu guru juga harus memegang teguh prinsip-prinsip pembelajaran, guru
juga harus mengikuti tahap tahap pembelajaran yang sistematis, yaitu :
a. Tahap orientasi : tahap dimana guru melakukan orientasi tehadap kelas,
peserta didik, dan lingkunganya. Ini bertujuan untuk mengetahui situasi kelas,
kondisi pesreta didik dan lingkungannnya.
b. Tahap implementasi : sutatu tahap dimana guru sudah memeulai
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Ini bias efektif jika guru menguasai
matert dan metodologi pembelajaran secara tepat termasuk pendekatanya
c. Tahap evaluasi : tahap dimana guru melakukan evaluasi terhadap semua
kegiatan yang telah dilakukannya dalam prosees pembelajaran. Ini bertujuan
untuk mengetahuai keefektifan dan efisiensi pembelajran termasuk hasil
belajar peserta didik sesuai dengan tujuan yang telah di capai
d. Tahap tindak lanjut (follow up), yaitu suatu tahap dimana guru harus
memikirkan tentang perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran, yaitu
a. Perbaikan terhadap kelemahan dalam proses pembelajaran
b. Penyempurnaan proses pembelajaran selanjutnya

Keberhasilan pembelajaran dapat di tinjau dari proses belajar dan hasil belajar.
Guru yang baik adalah guru yang dapat mengantarkan peserta didknya berhasil dalam
belajar. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya peserta didik dalam proses belajar.
Untuk mengetahui proses belajar dari pesrta didik guru dapat menggunakan berbagai
teknik, seperti mengamati keaktifan pesrta didik dalam belajar, baik secara
perseorangan maupun kerjasam antar kelompok, melakukan wawancara terhadap
peserta didik tentang kesulitan yang dihadapi.
Pada proses akhir belajar, peserta didik akan mendapatkan suatu hasil belajar.
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan kegiatan penilaian hasil belajar, dari
sisi peserta didik hasil belajar merupakan peningkatan kemampuan mental pesrta
didik. Hasilbelajar tersebut dapat di bedakan menjadi dampak pembelajaran dan
dampak pengiring.
3. Sarana Melaksakan Refleksi Pembelajaran
Dalam melakukan refleksi pembelajaran, guru dapat melakukan refleksi
pembelajaran dengan cara mencermati video, mencermati catatan harian dan
jurnal pembelajaran, refleksi lisan, melibatkan guru lain untuk mengobservasi
pembelajaran, atau mengobservasi guru lain mengajar.
a. Pemanfaatan video
Video pembelajaran merupakan sumber informasi yang kaya tentang
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Apabila guru dapat merekam
pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan video, kemudian guru tersebut
mengamati apa yang telah terjadi selama pembelajaran berlangsung maka dia
akan melihat kembali seluruh peristiwa yang terjadi dalam kelas yang diajarnya,
baik tentang guru sendiri mengajar, bagaimana siswa belajar, suasana belajar, dan
hal-hal lain tentang praktik mengajarnya.
Apabila guru melakukan refleksi pembelajaran dengan memanfaatkan video, guru
perlu menyiapkan alat perekam/kamera video yang akan digunakan. Kamera
video tersebut bisa dioperasikan oleh seseorang, atau dipasang ditempat strategis
yang memungkinkan mampu menjangkau seluruh kejadian kelas. Setelah
rekaman video diperoleh guru, tahap berikutnya adalah guru menganalisis video
tersebut. Analisis dapat dilakukan dengan melakukan pencermatan lebih fokus
dan mendalam sesuai dengan fokus refleksi yang sedang dilakukan. Jika guru
sedang ingin mengetahui bagaimana partisipasi siswa dalam pembelajaran, guru
dapat memfokuskan pengamatan video terhadap bagian rekaman yang berkaitan
dengan partisipasi siswa. Jika guru sedang ingin mendapatkan gambaran
keterlaksanaan metode mengajar, guru dapat memfokuskan pengamatan bagian
video yang terkait dengan keterlaksanaan metode mengajar tersebut. Demikian
pula untuk fokus refleksi yang lain.

b. Catatan harian dan jurnal pembelajaran (Jurnal Reflektif)


Salah satu medium untuk melakukan refleksi adalah dengan mencatat secara teratur
pengalaman-pengalaman seusai pembelajaran (Marselus R. Payong, 2011).
Catatan ini berisi kasus unik yang dialami guru dan siswa dalam proses
pembelajaran. Guru mencatat itu dalam catatan hariannya dankemudian
merefleksikan pengalaman itu melalui mengkonfrontasikannya dengan basis
pengetahuan atau pengalaman sebelumnya. Catatan harian dan jurnal belajar
merupakan rekaman penting kejadian pembelajaran di kelas yang sewaktu-waktu
dapat dibuka dan dikaji kembali oleh guru. Catatan dan jurnal pembelajaran ini dapat
diisi oleh guru di sela-sela mengajar, atau bisa juga diisi dan dilengkapi setelah
pembelajaran berlangsung. Penting dicatat bahwa pengisian catatan harian dan
jurnal pembelajaran ini jangan ditunda-tunda atau terlewat waktu yang agak lama.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Refleksi adalah mengkaji ulang apa yang telah terjadi atau mempertimbangkan
proses, permasalahan, isu, dan kekurangan yang ada atau yang belum tuntas
dari strategi penelitian yang telah dilakukan dan berusaha untuk
memperbaikinya.
2. Karakteristik guru reflektif antara lain mengamati dengan penuh kehati-hatian,
menelaah kembali dan berusaha menyelesaikan permasalahan yang terjadi di
dalam kelas, sadar dan selalu menanyakan asumsi atau nilai-nilai yang dibawa
ke kelas, melihat kepada konteks dan budaya tempat mengajar, serta terlibat
dalam pengembangan kurikulum dan segala upaya untuk mengubah kondisi
sekolah
3. Strategi untuk melakukan refleksi yaitu mengidentifikasi masalah yang terjadi
di kelas, membuat asumsi penyebabnya, mencari data atau informasi yang
menjadi sumber permasalahan, mengkaji permasalahan dan sumber
permasalahan untuk dicari solusinya, dan mencari solusi untuk permasalahan
tersebut.
4. Cara menilai guru reflektif yaitu menggunakan penlaian berdasarkan tindakan
dan penilaian melalui keberhasilan pembelajaran serta dapat menggunakan
sarana video dan catatan jurnal.

B. Saran
Makalah ini memerlukan lebih banyak literatur untuk melengkapi
pembahasan topik dalam makalah.
DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S., Suhardjono, S.. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.
Asrori, M. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: CV Wacana Prima.
Gunawan, I. 2010. Hubungan Ketersediaan, Alokasi Penggunaan, dan Ketaatan
Cambridge: Cambridge University Press.
Clarke 2003. The Structure of Teacher Job Satisfication and Its Relationship with
Attrition and Work Enthusiasm. Phon : John Delley
Edition. Boston: Pearson Education, Inc
Gunawan,I. 2014. Analisis Dampak Supervisi Pendidikan terhadap
Perkembangan Masyarakat dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Revitalisasi Manajemen
Pendidikan Nasional Menuju Perbaikan Mental, 8 Desember, hlm. 249-
269.
H. L. Petri. 2008 “ Motivation is the concept we use when we describe the forces
acting on or within an organism to irritate and direct behavior” Line:
Avaro press
Harmer, J. 2007. The Practice of English Language Teaching (4th ed.). Essex:
House, E. R. 1973. Schoool Evaluation: The Politics and Process. California:
Julie, T. 2004. Reflective teaching: Exploring our own classroom practice.
(Online) (http://www.teachingenglish.org.uk/article/reflective-teaching-
exploring-our-own-classroom-practice), diakses tanggal 11 Februari
2018.
Lang, Q.C, & Wong, A.F.L. (2009). Engaging Beginning Teachers. Singapore:
Marselus R. Payong. 2011. Sertifikasi Profesi Guru; Konsep Dasar, Problematika,
dan Implementasinya. Jakarta : PT Indeks Permata Puri Media.
McCutchan Publishing Corporation.
Pearson Education Limited.
Pearson Education Ltd.
Peraturan Penggunaan Dana dengan Mutu Pendidikan SMA Negeri
Se-Kota Malang. Tesis tidak diterbitkan. Banjarmasin: Program
Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat.
Posner, G.J. 2010. Field Experience: A guide to reflective teaching. Seven
Reed, A.J.S & Bergemann, V.E. 2005. A Guide To Observation, Participation,
And Reflection In The Classroom. Fifth Edition. America-New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
Richards, J.C. dan Schmidt, R. 2002. Dictionary of Language Teaching and
Applied Linguistics. (3 rd ed.). London: Pearson Education Ltd.
Richards, J.C., dan Lockhart, C. 1996. Reflective Teaching in Second Language
Classroom. Cambridge: Cambridge University Press.
Sutton, R. E. 1989. Teacher Education and Educational Self-Direction: A
Conceptual Analysis and Empirical Investigation. International Journal
of Research and Studies, 50(2), 30-55.
Tahir, M..2011. Pengantar Metodologi Penelitian Pendidikan.
Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar
Uno, Hamzah B., Nina, L., Satria, K. 2012. Menjadi Peneliti PTK yang
Profesional. Jakarta: Bumi Aksara.
Wachtel, H.K. 1998. Student Evaluation of College Teaching Effectiveness: A
Brief Review. Assessment & Evaluation in Higher Education, 23(2):
191-212.
Wallace, M.J. 199. Training Foreign Language Teachers. A Reflective Approach.
Wilson, J & Jan, L. W. 1998. Self-Assessment for Student. Australia: Eleanor
Curtain Publishing.

You might also like