You are on page 1of 15

REFERENSI ARTIKEL

MAKROGNATIA DAN MIKROGNATIA

DISUSUN OLEH:

Rizal Rian Dhalas


G 99181057
Periode: 28 Januari – 10 Februari 2019

PEMBIMBING :
drg. SANDY TRIMELDA, Sp.Ort.

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI SURAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Referensi artikel ini disusun untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret /
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Referensi artikel dengan judul:

Makrognatia dan Mikrognatia

Hari, tanggal : Rabu, 6 Februari 2018

Oleh:

Rizal Rian Dhalas


G 99181057

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Referensi Artikel

drg. Sandy Trimelda, Sp.Ort.


NIP. 19730311 201412 2 001

2
BAB I
PENDAHULUAN

Kelainan pada kepala dan wajah seringkali terjadi sebagai defek lahir pada
semua populasi dari berbagai ras, dan dapat muncul sebagai bagian dari suatu
sindrom. Prevalensi anomali kraniofasial bervariasi antara etnis yang berbeda
berdasarkan latar belakang genetik, geografi, status sosial-ekonomi, dan faktor
lingkungan. Karena kompleksitas struktur regio kraniofasial, variasi faktor genetik
dan lingkungan mungkin memiliki efek pada perkembangan dan menyebabkan
cacat bawaan lahir.

Maloklusi skeletal merupakan cacat lahir yang umum terjadi akibat distorsi
perkembangan rahang atas dan/atau rahang bawah yang akan berdampak besar pada
posisi dan kesehatan dari gigi primer dan permanen. Makrognatia ditandai dengan
pertumbuhan mandibula atau maksila yang melebihi ukuran seharusnya, sedangkan
mikrognatia merupakan mandibula atau maksila yang lebih kecil dan merupakan
penyebab paling umum terjadinya maloklusi skeletal dengan prevalensi kejadian
1/1500 kelahiran hidup, dan seringkali berhubungan dengan abnormalitas skeletal
lain, sumbing langit-langit mulut dan kelainan bentuk lidah.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
MAKROGNATIA

A. Definisi

Makrognatia ditandai dengan pertumbuhan yang berlebih pada mandibula


atau maksila di atas ukuran yang seharusnya dimana manifestasi klinisnya lebih
menonjol pada puncak pertumbuhan rahang yaitu sekitar usia 12,2 tahun pada
wanita dan 14 tahun pada pria (Joshi et al, 2014). Makrognatia juga disebut
dengan megagnitia. Sebagian besar makrognatia tidak menyebabkan terjadinya
maloklusi (Patel, 2009).

B. Etiologi

Makrognatia terjadi karena perkembangan protuberantia yang berlebih.


Pertumbuhan berlebihan ini akibat pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan
yang disebabkan oleh tumor hipofisa jinak (adenoma). Penderita biasanya
menunjukkan hipertiroidisme, lemah otot, parestesi, pada tulang muka dan
rahang terlihat perubahan orofasial seperti penonjolan tulang frontal, hipertrofi
tulang hidung, dan pertumbuhan berlebih tulang rahang (mandibula) yang dapat
menyebabkan rahang menonjol (prognatisme). Beberapa kondisi yang
berhubungan dengan makrognatia adalah Paget’s Disease, Gigantisme pituitary
(peningkatan hormon pertumbuhan) dan akromegali (Morokuma, et. al, 2010).

C. Patofisiologi

Makrognatia disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan akibat pelepasan


hormon pertumbuhan yang berlebihan yang disebabkan oleh tumor hipofisa
jinak (adenoma). Brophy mengatakan bahwa ligamen articular menjadi
longgar dan memungkinkan mandibula untuk bergerak ke depan. Ketika gigi
anterior rahang bawah tumbuh untuk pertama kali, rahang
bawah akan mendesak maju, sehingga bagian posterior rahang bawah lebih

4
luas dibandingkan bagian anterior rahang atas. Keadaan ini terus berkembang
sehingga dapat menyebabkan makrognatia (Lubowitz, 2011).

D. Diagnosis

Diagnosis makrognatia berdasarkan pemeriksaan fisik dan penunjang.


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ukuran rahang yang lebih besar dari
normal, rusaknya keselarasan gigi dan terjadi maloklusi, sulitnya artikulasi yang
tepat dan kesulitan bicara, serta kesulitan pemberian makan pada anak-anak.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan foto rontgen gigi dan skull ray.

Gambar 1. Pasien dengan makrognatia (Heireman et al, 2011)

Gambar 2. Gambaran makrognatia (Lubowitz, 1957)

5
E. Terapi

Pada makrognatia penatalaksanaan berupa bedah ortognatik (orthognathic


surgery). Orthognatic surgery adalah teknik pembedahan dengan melakukan
reposisi dari maxilla, mandibula atau dagu. Pembedahan ini digunakan untuk
mengkoreksi adanya deformitas dentofacial. Tujuan yang diharapkan dari
pembedahan ini adalah didapatkannya fungsi (oklusi) dan untuk facial aesthetic
(Kyechoyan, 2013).

Gambar 3. Pra dan post operatif pada makrognatia. Data post operatif
diambil satu tahun setelah operasi (Suggett, 1953)

6
Gambar 4. Gambaran klinis pra dan post operatif makrognatia. Data
post operatif diambil satu tahun setelah operasi (Suggett, 1953)

MIKROGNATIA

A. Definisi

Mikrognatia merupakan keadaan malformasi wajah yang ditandai dengan


hipoplasia mandibular yang disebabkan penyusutan dagu (Morokuma et al,
2010). Dalam kasus ini baik maksila maupun mandibula dapat terkena. Biasanya
ditemukan bersamaan dengan mikroglossi (lidah kecil). Jika micrognathia,
mikroglossi dan celah pada pallatum molle terjadi bersamaan disebut Sindroma
Pierre Robin. Diperkirakan insidensinya 1:8.500 hingga 1:20.000 pada bayi
lahir di dunia.

7
B. Etiologi

Etiologi mikrognatia masih belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh


adanya gangguan perkembangan, baik kongenital maupun yang didapat.
Mikrognatia akan mengakibatkan perubahan bentuk dentofasial dan
terganggunya fungsi pengunyahan, pembentukan fonetik maupun penampilan
anak. Dengan demikian ada kemungkinan anak akan mengalami gangguan
pertumbuhan, baik secara fisik maupun psikologis (Goodman, 1977; Boraz,
1978; Grayson, 1986). Gangguan kraniofasial seperti mikrognatia memiliki
faktor risiko tinggi terhadap apnea karena adanya obstruksi jalan nafas, terutama
ditemukan pada bayi yang baru saja lahir. Mikrognatia menjadi faktor risiko
obstruksi jalan nafas atas karena hipoplasia mandibula menyebabkan retroposisi
dari basis lingua ke arah lumen faring (Rachmiel, 2012, Vawter-Lee, 2016.
Cielo, 2016). Tidak semua pasien dengan mikrognatia mengalami obstuksi jalan
nafas. Beberapa pasien memiliki jalan nafas yang paten, tetapi obsturuksi
muncul saat pasien tertidur atau sedang diberi makan (Sesenna, 2012)

Gambar 5. CT Scan axial dan sagital pada pasien mikrognatia dengan


obstruksi jalan nafas (Rachmiel, 2012)

Mikrognatia bisa terjadi karena adanya deformasi akibat tekanan pada saat
fetus. Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus
ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus
seperti uterus bikornus, kehamilan kembar. Etiologi hipoplasia mandibular

8
masih belum jelas. Hal ini mungkin terjadi akibat hasil dari malformasi posisi,
abnormalitas pertumbuhan intrinsik, atau oleh sebuah kelainan jaringan ikat.
Beberapa usaha telah dilakukan untuk menjelaskan mengapa janin dengan
mikrognatia disertai dengan sindrom yang berbeda-beda (Copel, 2012).
Mikrognatia biasanya disertai dengan sindrom genetik (seperti Pierre Robin
syndrome, Hallerman-Streiff syndrome, progeria, Teacher- Collins syndrome,
Turner syndrome, Smith-Lemli-Opitz syndrome, Russel-Silver syndrome, Seckel
syndrome, Cri du cat syndrome, dan Marfan syndrome); abnormalitas
kromosomal (terutama trisomi 18 dan triploidi); dan obat-obat teratogenik
(seperti methotrexate) (Arulkumaran et al, 2011).

C. Patofisiologi

Perkembangan struktur-struktur anatomik yang berbeda pada mandibula


dan pertumbuhan keseluruhan dari mandibula diatur oleh beberapa faktor,
seperti aktifitas otot-otot mastikasi prenatal, pertumbuhan lidah, nervus alveolar
inferior dan percabangannya, serta perkembangan dan migrasi gigi. Karena
perkembangan mandibula pada janin normalnya melibatkan proses
multifaktorial, maka kelainan perkembangan otot-otot mastikasi atau nervus-
nervusnya dapat menyebabkan hipoplastik mandibula. Kegagalan pembentukan
mandibula membuat posisi lidah lebih ke atas, mencegah palatina lateral
menyatu di garis tengah dan menjelaskan bahwa mikrognatia disertai dengan
adanya bibir sumbing (Copel, 2012).

Perkembangan normal mandibula dapat terganggu oleh faktor genetik atau


lingkungan (kromosom dan sindrom non kromosom) atau hanya oleh faktor
lingkungan saja. Pada beberapa kondisi neuromuskular terjadi kontraktur sendi
temporomandibular yang mencegah mulut terbuka. Hal ini berhubungan dengan
mikrognatia sekunder di mana terjadi kegagalan perkembangan mandibular
(Copel, 2012).

D. Klasifikasi
1) Mikrognatia sejati (true micrognathia)

Keadaan dimana rahang cukup kecil yang terjadi akibat hipoplasia rahang

9
2) Mikrognatia palsu (false micrognathia)

Keadaan mikrognatia jika terlihat posisi pada salah satu rahang terletak
lebih ke posterior atau hubungan abnormal maksila dan mandibula

E. Diagnosis

Tanda klinis yang muncul disebabkan oleh rahang kecil yang belum
tumbuh. Saat membuka bibir, biasanya pada neonatus ada ketidakselarasan dari
tepi alveolar, sementara pada pasien yang lebih tua ada ketidakselarasan gigi.
Dagu kecil atau, pada pasien dewasa, sering tumbuh tetapi memiliki tampakan
dagu yang mengalami penyusutan. Manifestasi klinis dari mikrognatia meliputi:

 Kerusakan keselarasan gigi, menyempitnya cavum oris dan maloklusi

 Dagu yang mengalami penyusutan dengan wajah yang kecil


 Kesulitan pemberian makanan pada anak-anak
 Kesulitan dalam menyebutkan artikulasi yang tepat dan berbicara
 Dapat muncul snoring, nafas tiba-tiba berhenti saat tidur (obstructive sleep
apnea)

Gambar 6. Anak dengan Pierre-Robins syndrome yang dipasang


trakeostomi (Rachmiel, 2012)

10
Gambar 7. Anak dengan Treacher-Collins syndrome dan kelainan
mandibula sebelum dilakukan operasi (Thimmappa et al, 2009)

Dari pemeriksaan radiologis didapatkan adanya ukuran mandibula yang


lebih kecil. Mikrognatia pada fetus dapat didiagnosis dengan ultrasonografi
(USG).

Gambar 9. Mikrognatia pada janin usia kehamilan 23 minggu tampak


pada USG (Paladini, 2010)

F. Terapi

Penatalaksanaan pada mikrognatia dibedakan menjadi 2 yaitu prenatal dan


postnatal. Penatalaksanaan prenatalnya berupa mengurangi tekanan intrauterin
dan memperpanjang masa kehamilan. Penatalaksanaan postnatal meliputi
tatalaksana jalan nafas akibat adanya obstruksi dan mandibular distraction
osteogenesis (MDO). Tatalaksana jalan nafas penting untuk segera dilakukan

11
sebelum terjadinya obstruksi kronis yang dapat menyebabkan retensi karbon
dioksida, vasokonstriksi pulmoner, gagal jantung kanan dan gangguan
pertumbuhan. Tatalaksana jalan nafas yang dulu sering dilakukan pada
mikrognatia dengan obstruksi berat adalah trakeostomi permanen.
MDO merupakan teknik pembedahan untuk memperpanjang mandibula
dengan cara bilateral corticotomi atau osteotomi pada corpus mandibula dan
selanjutnya diisi dengan alat internal atau eksternal yang kemudian dapat dilepas
setelah celah terisi oleh tulang baru. Alat eksternal memiliki keuntungan berupa
lebih memperpanjang ukuran mandibula dan dapat diganti dengan alat lain tanpa
operasi dibawah general anestesi. Akan tetapi, alat internal bersifat lebih nyaman
untuk pasien, walaupun efek memperpanjang mandibula tidak sebaik alat
eksternal dan membutuhkan operasi untuk dilepas. Teknik ini digunakan untuk
menghindari dilakukannya trakeostomi pada anak dengan obstruksi jalan nafas
atas yang berat dan merupakan tatalaksana efektif pada anak dengan
mikrognatia. Anak post-MDO mengalami peningkatan saturasi oksigen dan
adanya perbaikan dari gejala sleep apnea. Dari pemeriksaan CT Scan axial dan
sagital, didapatkan adanya pelebaran pada lumen faring post MDO (Rachmiel,
2012; Cielo, 2016)

Gambar 10. CT scan axial dan sagital pada pasien mikrognatia post
MDO (Rachmiel, 2012)

12
G. Prognosis

Yang perlu diperhatikan apabila pada fetus ditemukan adanya mikrognatia


adalah untuk melihat adanya kelainan atau sindrom non kromosomal, melihat
adanya trisomi 18, adanya sindroma Robin terutama jika ditemukan
glossoptosis. Tetapi untuk mendiagnosis adanya sindroma Pierre-Robin intra
uterin tidaklah mudah karena tidak semuanya dapat dideteksi dengan USG.
Pentingnya diagnosis dini dari mikrognatia memberikan angka harapan hidup
tinggi karena adanya manajemen post partum yang sudah dipersiapkan terlebih
dahulu (Paladini, 2010).

13
DAFTAR PUSTAKA

Arulkumaran S, Regan L, Papageorghiou A, Monga A, Farquharson D (2011).


Oxford Desk Reference: Obstetrics and Gynaecology. Oxford University
Press. New York.
Boraz RA, Hiebert JM, Thomas M. Congenital micrognathia and microglosia: An
experimental approach to treatment. Jdent Child 52:62-64
Cielo CM, Taylor JA, Vossough A, Radcliffe J, Thomas A, Bradford R, Lioy J,
Tapia IE, Assadsangabi R, Shults J, Marcus CL (2016). Evolution of
Obstructive Sleep Apnea in Infants with Cleft Palate and Micrognathia.
Journal of clinical sleep medicine: JCSM: official publication of the
American Academy of Sleep Medicine, 12(7), 979-87.
Goodman RM, Gorlin RJ (1977). Atlas of the face in genetic disorders. 2nd ed. St
Louis: The CV Mosby Co.
Grayson BH, Bookstein FL, McCarthy JG (1986). The mandible in mandibulofacial
dysostosis: A cephalomeric study. Am J Orthod 89:393-398.
Heireman S, Delaey C, Claerhout I, Decock CE (2011). Restrictive extraocular
myopathy: A presenting feature of acromegaly. Indian J Ophthalmol, 59(6):
517-519.
Joshi N, Hamdan AM, Fakhouri WD (2014). Skeletal malocclusion: A
developmental disorder with a life-long morbidity. Journal of Clinical
Medicine Research, 6(6): 399-408.
Khechoyan D. Y. (2013). Orthognathic surgery: general considerations. Seminars
in plastic surgery, 27(3), 133-136.
Lubowitz DDS (1957). Macrognathia: Diagnosis, Treatment, and Cephalometric
Appraisal.
Lubowits A (2011). Macrognathia. (http://www.medindia.net/patients
/patientinfo/pagets_macrognathia.htm). Diakses – 17 Januari 2019
Morokumo et al. 2010. Abnormal fetal movement, micrognathia and pulmonary
hypoplasia: a case report. BMC Pregnancy Childbirth, 10: 46.

14
Paladini, D. (2010), Fetal micrognathia: almost always an ominous finding.
Ultrasound Obstet Gynecol, 35: 377-384.
Rachmiel, A., Emodi, O., & Aizenbud, D. (2012). Management of obstructive sleep
apnea in pediatric craniofacial anomalies. Annals of maxillofacial surgery,
2(2), 111-5.
Sesenna, E., Magri, A. S., Magnani, C., Brevi, B. C., & Anghinoni, M. L. (2012).
Mandibular distraction in neonates: indications, technique, results. Italian
journal of pediatrics, 38, 7.
Soemartono SH (1997). Mikrognatia dan mikroglosi kongenital. Jurnal Kedokteran
Gigi 4(2): 15-19
Suggett AH (1953). The correction of a mandibular macrognathia by surgical
means. American Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics,
39(12): 911-914.
Vawter-Lee, M. M., Seals, S. S., Thomas, C. W., & Venkatesan, C. (2016). Clinical
Reasoning: A neonate with micrognathia and hypotonia. Neurology, 86(8),
e80-4.

15

You might also like