Professional Documents
Culture Documents
Diajukan sebagai salah satu pemenuhan tugas program Internsip Periode Desember - Maret
2019
Disusun Oleh:
Henny Oktavianti Wijaya, dr.
1
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan sebagai salah satu pemenuhan tugas program Internsip Periode Desember – Maret
2019
Disusun Oleh:
Henny Oktavianti Wijaya, dr.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena karunia dan berkat-
Nya sehingga Laporan Mini Project yang berjudul “Gambaran Tingkat Kepatuhan Pengobatan
Pasien Diabetes Melitus Di RW 08 Kelurahan Cibabat Kecamatan Cimahi Utara” ini dapat
diselesaikan. Laporan Mini Project ini diajukan sebagai bagian dari kegiatan Program Internsip
Dokter Indonesia di Puskesmas Cimahi Utara, Kota Cimahi Provinsu Jawa Barat. Pada
kesempatan ini, tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Irene Herdi selaku
pendamping selama menjalankan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Cimahi
Utara Kota Cimahi Jawa Barat.
Adapun Laporan Mini Project ini berisi mengenai hasil penelitian mengenai kepatuhan
pengobatan pada pasien Diabetes Melitus dari obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien.
Diabetes Melitus merupakan salah satu kasus yang sering ditemui dan memerlukan pengobatan
yang kontinyu. Oleh karena itu maka dengan adanya Laporan Mini Project ini, diharapkan
pembaca dapat memahami lebih jauh memahami tingkat kepatuhan pengobatan DM yang
terdapat di Puskesmas Cimahi Utara guna mencegah komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
Diabetes Melitus.
Kami menyadari bahwa Laporan Mini Project ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
sampai selesainya Laporan Mini Project ini. Semoga Laporan Mini Project ini berguna bagi
kita semua.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar
di Indonesia pada saat ini. Hal ini ditandai dengan adanya pergeseran pola penyakit secara
epidemiologi dari penyakit menular yang cenderung menurun ke penyakit tidak menular yang
secara global meningkat di dunia, dan secara nasional telah menduduki sepuluh besar penyakit
penyebab kematian dan kasus terbanyak, yang diantaranya adalah penyakit diabetes melitus
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Pada
perjalanannya, penyakit diabetes akan menimbulkan berbagai komplikasi baik yang akut
maupun yang kronis atau menahun apabila tidak dikendalikan dengan baik. Diabetes
merupakan salah satu penyakit degeneratif yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
kenaikan jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kejadian diabetes dari 6,9 % pada 2013 menjadi 8,5% pada 2018..
Di Jawa Barat, terdapat 1,3% yang terdiagnosis diabetes mellitus dengan perkiraan jumlah
418.110 jiwa.3,4
Data Puskesmas Cimahi Utara menunjukkan penyakit diabetes melitus masuk kedalam
10 penyakit terbanyak di bulan Oktober 2018 sehingga penyakit ini masih menjadi masalah
4
yang perlu benahi di wilayah kerja puskesmas. Pemeriksaan Hba1c berkala pada puskesmas
Cimahi Utara dari 13 orang penderita diabetes mellitus tipe dua ,teradapat 8 orang yang
memiliki kadar Hba1c diatas 7 yang artinya 61,5% penderita belum terkendali penyakitnya.
Data dari Standar Pelayanan Minimal (SPM) Puskesmas Cimahi Utara Tahun 2018
menunjukan cakupan yang didapat sebanyak 12,35 % dari target 100% dengan sasaran 4065
jiwa.
Pengendalian diabetes melitus dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu edukasi,
latihan jasmani, terapi nutrisi medis (TNM) dan terapi farmakologi. Parameter pengendalian
tersebut merupakan poin penting dalam mencegah terjadinya komplikasi, yaitu dengan
menurunkan faktor resiko untuk terjadinya komplikasi diabetes melitus. Komplikasi diabetes
melitus yang dapat terjadi dapat berupa komplikasi secara mikroangiopati dan makroangiopati.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran
5
1.3 Tujuan Penelitian
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
2.1.2 Profil Puskesmas Cimahi Utara
Puskesmas Cimahi Utara berada di Kelurahan Cibabat, Kecamatan Cimahi Utara, Kota
Cimahi dengan luas wilayah 287,38 km2, terdiri dari 25 RW dan 138 RT. Wilayah kerjanya
memiliki curah hujan 1600 s.d 2000 mm per tahun, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
• Barat : Kelurahan Citeureup
• Utara : Desa Sariwangi dan Desa Cihanjuang (KBB)
• Selatan : Kelurahan Cigugur Tengah
• Timur : Kelurahan Pasirkaliki dan Kota Bandung
Dengan wilayah kerja yang berada di lintas batas dengan Kota Bandung dan Kabupaten
Bandung Barat, ditambah lagi dengan mobilitas penduduk Kota Cimahi yang cukup tinggi,
memungkinkan penyakit yang terjadi di 2 tempat tersebut dapat berpindah ke wilayah kerja
PKM Cimahi Utara, begitu pun sebaliknya. Namun, hal ini tidak perlu dirisaukan, karena akses
terhadap rumah sakit pun cukup dekat, terutama RSUD Cibabat dan RS Mitra Kasih, sehingga
jika ada permasalahan kesehatan di Kelurahan Cibabat dan sekitarnya, dapat segera dirujuk
dan ditangani secara optimal.
8
Ke Tempuh
Faskes ke Faskes
1 Cibabat Kota 138/25 1 Km 5 Menit Mudah
Sumber: Puskesmas Cimahi Utara Tahun 2017
Jumlah
No RW
RT
1 1 5
2 2 7
3 3 5
4 4 5
5 5 6
6 6 5
7 7 8
8 8 13
9 9 4
10 10 5
11 11 6
12 12 3
13 13 3
14 14 4
15 15 7
16 16 8
17 17 5
18 18 5
19 19 4
20 20 5
21 21 3
22 22 5
23 23 11
24 24 3
9
25 25 3
Jumlah 138
Jumlah penduduk estimasi Kelurahan Cibabat adalah 57.576 jiwa, di mana jumlah
penduduk laki-laki sebanyak 29.062 jiwa, dan perempuan 28.514 jiwa, yang menyangga 9,69%
dari seluruh jumlah penduduk di Kota Cimahi.
1 75+ 922
2 70-74 801
3 65-69 1.076
4 60-64 1.868
5 55-59 2.645
6 50-54 3.226
7 45-49 3.828
8 40-44 4.504
9 35-39 5.057
10 30-34 5.525
11 25-29 4.675
12 20-24 4.723
13 15-19 4.659
14 10-14 5.074
15 5-9 4.745
16 0-4 4.248
Jumlah 57.576
10
Non Rawat Inap
Non Rawat Inap
(Menurut
Puskesmas Cimahi
Permenkes No 75
Utara
Tahun 2014
1 Dokter atau Dokter 1 3 1 sebagai
Layanan Primer Ka.PKM
2 Dokter Gigi 1 1
3 Perawat 5 5 1 Perawat
Gigi, 1
Perawat
sebagai
Tenaga
Kesmas
4 Bidan 4 3
8 Tenaga Gizi 1 1
9 Tenaga Kefarmasian 1 2
10 Tenaga Administrasi 3 3
11 Pekarya 2 2
12 Supir 1 1
Jumlah 22 24
B. Struktur Organisasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, pola struktur organisasi Puskesmas yang dapat dijadikan acuan di Puskesmas
perkotaan adalah sebagai berikut:
1. Kepala Puskesmas
11
Kepala Puskesmas memiliki kriteria seorang tenaga kesehatan dengan tingkat
pendidikan yang paling rendah adalah sarjana, memiliki kompetensi manajemen
kesehatan masyarakat, masa kerja di PKM minimal 2 (dua) tahun dan telah mengikuti
Pelatihan Manajemen Puskesmas.
2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
Ka. Sub Bag. TU membawahi beberapa kegiatan, di antaranya: Sistem Informasi
Puskesmas, Kepegawaian, Rumah Tangga, dan Keuangan.
3. Penanggung Jawab UKM Essensial dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
(Perkesmas), yang membawahi:
• Pelayanan Promosi Kesehatan, termasuk UKS
• Pelayanan Kesehatan Lingkungan
• Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKM
• Pelayanan Gizi yang bersifat UKM
• Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
• Pelayanan Keperawatan Kesehatan Masyarakat
4. Penanggung Jawab UKM Pengembangan, membawahi Upaya Pengembangan yang
dilakukan di PKM, antara lain:
• Pelayanan Kesehatan Jiwa
• Pelayanan Kesehatan Gigi Masyarakat
• Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer
• Pelayanan Kesehatan Olah Raga
• Pelayanan Kesehatan Indra
• Pelayanan Kesehatan Lansia
• Pelayanan Kesehatan Kerja
• Pelayanan Kesehatan lainnya
5. Penanggung Jawab UKP, Kefarmasian, dan Laboratorium, membawahi beberapa
kegiatan yaitu:
• Pelayanan Pemeriksaan Umum
• Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
• Pelayanan KIA-KB yang bersifat UKP
• Pelayanan Gawat Darurat
• Pelayanan Gizi yang bersifat UKP
• Pelayanan Persalinan
12
• Pelayanan Rawat Inap (bagi PKM DTP)
• Pelayanan Kefarmasian
• Pelayanan Laboratorium
Struktur organisasi yang ada di Puskesmas Cimahi Utara Tahun 2017 telah mengacu
kepada Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 sebagaimana dapat dilihat pada bagan diatas.
Tabel 5.
Jadwal Pelayanan di Puskesmas Cimahi Utara Tahun 2017
Hari
Jenis Pelayanan
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu
Poliklinik Umum
Poliklinik Gigi
Poliklinik MTBS
Poliklinik Lansia
Pemeriksaan Kehamilan
Pelayanan TB Paru
Pelayanan Laboratorium
Klinik Sanitasi
Konseling Gizi
Pelayanan UKGMD/S
Klinik VCT
Minggu ke-3
Prolanis dan PRB
13
Poli SEFT
Sumber: Puskesmas Cimahi Utara Tahun 2017
D. Sasaran
Sasaran kegiatan yang ada di PKM Cimahi Utara selain masyarakat,adalah:
o Posyandu, yang berjumlah 31, di mana terdiri dari Posyandu Madya 9, Purnama
16, dan Mandiri 6, dengan jumlah kader aktifnya sebanyak 258 orang.
o Posbindu yang berjumlah 23, di mana 6 di antaranya merupakan Posbindu PTM.
o Sekolah yang berjumlah 34 (TK 15, SD/Sederjat 12, SMP/Sederajat 3,
SMA/Sederajat 3, dan Perguruan Tinggi 1).
o RW Siaga yang berjumlah 25, sesuai dengan jumlah RW.
Tabel 6.
PAGU Anggaran PKM Cimahi Utara Tahun 2017
Jumlah 2.544.608.000
Kasus Diabetes Melitus di Puskesmas Cimahi Utara masuk kedalam peringkat 9 penyakit
14
kesehatan
sesuai std
dibagi
jumlah
penyandang
DM
berdasarkan
prevalensi
nasional
2.2.1 Definisi
2.2.2 Klasifikasi
15
• Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
DM
Gestational
f. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang
e. Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan rendah
DMT2.
16
2.2.4 Patogenesis dan Patofisiologi
Resistensi insulin pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai
patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe-2 Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta
terjadi lebih dini dan lebih berat daripada yang diperkirakan sebelumnya. Selain otot, liver dan
sel beta, organ lain seperti: jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), sel alpha pancreas
kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadiny gangguan toleransi glukosa pada DM
tipe-2. Berbagai organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting
dipahami.1,2
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
8 dan sel beta
pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM tipe-2 tetapi terdapat
organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the ominous octet (gambar 3.1).1
Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan hal (omnious octet) berikut
17
1. Kegagalan sel beta pancreas:
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat
anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid.
2. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
(HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini
3. Otot:
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin. terjadi penurunan sintesis
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah
4. Sel lemak:
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan peningkatan
proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma.
insulin di liver dan otot. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidindion.
5. Usus:
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau diberikan
secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan oleh 2 hormon
polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2
didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. setelah makan. Obat yang
18
Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah
diketahui sejak 1970. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
10
kadarnya di dalam plasma akan meningkat.
7. Ginjal:
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM tipe-2. Ginjal
memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan di
absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya
tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen
SGLT-2.
8. Otak:
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes baik yang
kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat
glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas
dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM.
• Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak
19
• Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
13 pada pria,
Atau:
Toleransi Glukosa
Atau:
klasik.
Atau:
terstandarisasi
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke
dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa
• Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa
antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam <140 mg/dl;
• Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 -jam setelah
TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl
20
• Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
2.2.6 Penatalaksanaan
meliputi :
1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan
dan makroangiopati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai
tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama, yang meliputi:
1. Riwayat Penyakit
Usia dan karakteristik saat onset diabetes. Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik,
dan riwayat perubahan berat badan. Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang
digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani. Riwayat komplikasi akut
sebelumnya. Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik pada ginjal, mata, jantung dan
pembuluh darah, kaki, saluran pencernaan. Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat
2. Pemeriksaan Fisik
21
Pengukuran tinggi dan berat badan. Pengukuran tekanan darah. Pemeriksaan funduskopi.
Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid. Pemeriksaan jantung. Evaluasi nadi baik secara
palpasi maupun dengan stetoskop. Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan
vaskular, neuropati, dan adanya deformitas). Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas
luka, hiperpigmentasi, necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan
insulin).
3. Evaluasi Laboratorium
Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2jam setelah TTGO. Pemeriksaan kadar
HbA1c.
4. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru terdiagnosis DMT2
melalui pemeriksaan: Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida. Tes fungsi hati, Tes
fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi-GFR, Tes urin rutin, Albumin urin .
Elektrokardiogram. Foto Rontgen thoraks (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif).
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis
dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia
secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi
3.6.2.1 Edukasi.
22
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara
holistik.
Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus adalah memenuhi anjuran:
Mengikuti pola makan sehat, Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur,
Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara aman dan
TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara komprehensif. Kunci
keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM
17
sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM. Prinsip pengaturan
makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum,
yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat
1. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama karbohidrat
yang berserat tinggi. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan selingan seperti
buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
23
2. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori, Bahan makanan yang perlu
dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
3. Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein yang baik adalah
ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe. Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan
4. Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu <2300 mg
perhari. Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan natrium
secara individual. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan
5. Serat
serta sumber karbohidrat yang tinggi serat. Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari
6. Pemanis Alternatif
24
Pemanis alternatif aman digunakan. Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa. Pemanis
7. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang DM,
antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB
ideal. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut: Perhitungan berat
badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang dimodifikasi: Berat badan ideal =90% x
3.6.2.3 Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak disertai
adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara secara
teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah
<100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani
yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50- 70% denyut jantung maksimal) seperti:
jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
25
3.6.2.4.1 Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Linagliptin.
Dosis
Golongan Generik Mg/Tab Harian Waktu
(mg)
Glibenclamide 5 2,5-20
Sulfonilurea Gliclazide 80 40-320 Sebelum Makan
Glimepiride 1, 2, 3, 4 1-8
26
Bersama/sesudah
Biguanide Metformin 500 500-3000
makan
Penghambat Acarbose 50, 100 100-300 Bersama
Alfa- suapan
Glukosidase pertama
Pioglitazone 15, 30 15-45 Tidak
Thiazolidinedi bergantung
one jadwal
makan
Repaglinide 0.5, 1, 2 1-16 Sebelum Makan
Glinide
Nateglinide 60, 120 180-360 Sebelum Makan
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan : HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik,
Penurunan berat badan yang cepat, Hiperglikemia berat yang disertai ketosis, Krisis
Hiperglikemia, Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal, Stres berat (infeksi sistemik,
operasi besar, infark miokard akut, stroke), Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus
gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati
yang berat, Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO, Kondisi perioperatif sesuai dengan
27
Insulin Glulisin
(ApidraR
Insulin manusia kerja pendek = Insulin Reguler (Short-Acting
HumulinR R
30-60 menit 2-4 jam 6-8 jam
ActrapidR
Insulin manusia kerja menengah = NPH (Intermediate-Acting
Humulin NR
InsulatardR 1,5 – 4 jam 4-10 jam 8-12 jam
Insuman BasalR
Insulin analog kerja panjang (Long-Acting)
Insulin Glargine
(LantusR)
Hampir tanpa
Insulin Detemir 1-3 jam 12-24 jam
puncak
(LevemirR)
Lantus 300
Cara penyuntikan insulin yaitu: Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah
kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit , Pada
keadaan khusus diberikan intramuskular atau drip Insulin campuran (mixed insulin)
merupakan kombinasi antara insulin kerja pendek dan insulin kerja menengah, dengan
perbandingan dosis yang tertentu, namun bila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut
atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara
kedua jenis insulin tersebut.. Penyuntikan insulin dengan menggunakan semprit insulin dan
jarumnya sebaiknya hanya dipergunakan sekali, meskipun dapat dipakai 2-3 kali oleh
lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua paha bagian luar.
28
Gambar 3.2 Algoritme Pengelolaan DM Tipe-2
Untuk penderita DM Tipe -2 dengan HbA1C <7.5% maka pengobatan non farmakologis
dengan modifikasi gaya hidup sehat dengan evaluasi HbA1C 3 bulan, bila HbA1C tidak
Untuk penderita DM Tipe-2 dengan HbA1C 7.5%-<9.0% diberikan modifikasi gaya hidup
sehat ditambah monoterapi oral. Dalam memilih obat perlu dipertimbangkan keamanan
harga.
Bila obat monoterapi tidak bisa mencapai target HbA1C<7% dalam waktu 3 bulan maka
terapi ditingkatkan menjadi kombinasi 2 macam obat, yang terdiri dari obat yang diberikan
pada lini pertama di tambah dengan obat lain yang mempunyai mekanisme kerja yang berbeda.
Bila HbA1C sejak awal ≥ 9% maka bisa langsung diberikan kombinasi 2 macam obat seperti
tersebut diatas.
29
2.2.7. Komplikasi
1. Krisis Hiperglikemia
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dl), disertai tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/ml) dan
peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,
osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/ml), plasma keton (+/-), anion gap
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah < 70 mg/dl. Hipoglikemia
adalah penurunan konsentrasi glukosa serum dengan atau tanpa adanya gejala-gejala sistem
sederhana) 2. Glukosa murni merupakan pilihan utama, namun bentuk karbohidrat lain yang
berisi glukosa juga efektif untuk menaikkan glukosa darah. Makanan yang mengandung lemak
dapat memperlambat respon kenaikkan glukosa darah.. Glukosa 15–20 g (2-3 sendok makan)
yang dilarutkan dalam air adalah terapi pilihan pada pasien dengan hipoglikemia yang masih
sadar .Pemeriksaan glukosa darah dengan glukometer harus dilakukan setelah 15 menit
pemberian upaya terapi. Jika pada monitoring glukosa darah 15 menit setelah pengobatan
30
hipoglikemia masih tetap ada, pengobatan dapat diulang kembali. Jika hasil pemeriksaan
glukosa darah kadarnya sudah mencapai normal, pasien diminta untuk makan atau
parenteral diperlukan berupa pemberian dekstrose 20% sebanyak 50 cc (bila terpaksa bisa
diberikan dextore 40% sebanyak 25 cc), diikuti dengan infus D5% atau D10%. Periksa glukosa
darah 15 menit setelah pemberian i.v tersebut. Bila kadar glukosa darah belum mencapai target,
dapat diberikan ulang pemberian dextrose 20%. Selanjutnya lakukan monitoring glukosa darah
setiap 1- 2 jam kalau masih terjadi hipoglikemia berulang pemberian Dekstrose 20% dapat
1. Makroangiopati
• Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer yang sering terjadi pada penyandang DM.
Gejala tipikal
yang biasa muncul pertama kali adalah nyeri pada saat beraktivitas dan berkurang saat
istirahat
(claudicatio intermittent), namun sering juga tanpa disertai gejala. Ulkus iskemik pada kaki
merupakan
2. Mikroangiopati
• Retinopati diabetik, Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko
atau memperlambat progresi retinopati . Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati
31
• Penyakit ginjal diabetik, menurunkan asupan protein sampai di bawah 0.8gram/kgBB/hari
GFR. ginjal
• Neuropati, pada neuropati perifer, hilangnya sensasi distal merupakan faktor penting yang
berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki yang meningkatkan risiko amputasi. Gejala yang
sering dirasakan berupa kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan terasa lebih sakit di
malam hari Setelah diagnosis DMT2 ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan
skrinning untuk mendeteksi adanya polineuropati distal yang simetris dengan melakukan
kemudian diulang paling sedikit setiap tahun. Pada keadaan polineuropati distal perlu
dilakukan perawatan kaki yang memadai untuk menurunkan risiko terjadinya ulkus dan
mengurangim rasa sakit. Semua penyandang DM yang disertai neuropati perifer harus
diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. 1,4
32
BAB III
METODE PENELITIAN
Populasi target pada penelitian ini seluruh pasien Diabetes Melitus di Puskesams
Cimahi Utara. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien Diabetes Melitus yang
hadir pada kegiatan rutin Posbindu di RW 08 wilayah Puskesmas Cimahi Utara. Dipilih RW
08 karena merupakan RW dengan penduduk paling padat (13 RT) dan jumlah lansia yang
tinggi pada RW tersebut. Subjek penelitian adalah kader posbindu yang memenuhi kriteria
dibawah ini:
1) Kriteria Inklusi
- Pasien telah didiagnosis Diabetes Melitus dan saat ini sedang menjalani
pengobatan
2) Kriteria Eksklusi
𝑛 = 11
33
n = Besar sampel
Z21-a/2 = Z score berdasarkan nilai α yang diinginkan (1,96)
P = Proporsi dari penelitian sebelumnya 0,069
C = Constanta (0,83)
d = presisi (0,1)
Alat atau instrumen pengumpul data yang digunakan dalam survey ini berupa skor
kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 yang dihitung berdasarkan 8 pertanyaan dalam
kuesioner MMAS-8 (Modified Morisky Adherence Scale-8)
34
3.7 Metode Analisa Data
Setelah data penelitian didapatkan, maka dilakukan entry data dan dilakukan editing,
yaitu memeriksa adanya kesalahan atau ketidaklengkapan data lalu diinterpretasikan dengan
metode deskriptif.
35
BAB IV
Berdasarkan data pada tabel, didapatkan bahwa seluruh pasien Diabetes Melitus pada
penelitian ini sebanyak 12 orang, terdiri dari laki-laki sebanyak 1 orang dan perempuan
sebanyak 11 orang. kader posbindu pada penelitian ini adalah perempuan yaitu sebanyak 75
kader (100%). Sebagian besar pasien Diabetes Melitus yang termasuk pada penelitian ini
adalah pada kelompok usia 31-49 tahun yaitu sebanyak 3 pasien (25%), kelompok usia 50-59
tahun 50-59 tahun sebanyak 5 pasien (41,7%), dan pada kelompok usia >60 tahun sebanyak 4
pasien (33,3%)
Pasien Skor
1 4
2 3
3 1
4 6
5 4
6 4
36
7 7
8 3
9 2
10 2
11 4
12 1
Rata-rata 3,41
Berdasarkan data pada tabel, didapatkan bahwa sebagian pasien Diabetes Melitus
memliki tingkat kepatuhan Tinggi (skor 8) sebanyak 0 orang (0 %), tingkat kepatuhan sedang
(skor 6-7) sebanyak 2 orang (16,6%), dan tingkat kepatuhan rendah (skor <6) sebanyak 10
orang (83,3%). Untuk rata-rata nilai adalah 3,41.
Dari hasil penelitian Tingkat kepatuhan berdasarkan skor hasil kuesioner MMAS-8
yakni tingkat kepatuhan subjek termasuk ke dalam kategori kepatuhan rendah dan sedang.
Tidak ada subjek yang mempunyai tingkat kepatuhan tinggi.
37
kepatuhan diukur menggunakan alat bantu kuesioner MMAS-8 yang terdiri dari 8 item
pertanyaan.
Salah satu faktor yang berperan dalam kegagalan pengontrolan glukosa darah pasien
diabetes melitus adalah ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan. Hasil skor pengolahan
data hasil kuesioner, tingkat kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 berada pada tingkat
kepatuhan rendah dan sedang (tidak ada satu subjek penelitian yang mencapai skor 8 atau
kepatuhan tinggi). Pengetahuan pasien mengenai penyakit dan pengobatannya tidak memadai
dan kurangnya pemahaman pasien tentang terapi dalam pengobatan menyebabkan pasien
memiliki motivasi rendah untuk mengubah perilaku atau kurang patuh dalam minum obat,
pasien tidak memiliki pengetahuan tentang penyakit dan tidak mengetahui konsekuensi dari
ketidakpatuhan.5,6,7
Oleh Karena itu, peneliti melakukan intervensi selanjutnya yaitu dengan mengadakan
pendidikan kesehatan mengenai pentingnya pengobatan pada pasien yang telah terdiagnosis
DM.
Untuk analisis kegiatan, terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan pada kegiatan
tersebut. Kelebihan kegiatan tersebut ialah:
38
1. Dapat meningkatkan antusiasme pasien Diabetes Melitus untuk belajar pentingnya
mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan pada pasien guna mengontrol gula darah
dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Mendapat gambaran kasar terhadap tingkat kepatuhan pengobatan pasien Diabetes
Melitus di Puskesmas Cimahi Utara
3. Meningkatkan semangat baik untuk para pasien Diabetes Melitus bahwa untuk
mengedukasi tidak hanya dengan cara pendidikan kesehatan saja bentuknya, tetapi
dalam bentuk yang lebih menarikm
1. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh target peserta yang diharapkan, yaitu 12 pasien
Diabetes Melitus.
2. Kegiatan berlangsung dengan waktu yang cukup dan acara yang memadai, terdiri dari
3 acara, yaitu pemutaran video edukasi mengenai Diabetes Melitus yang dapat
dipahami oleh masyarakat awam, kemudian dilanjutkan dengan pendidikan kesehatan
mengenai Faktor Resiko, pengobatan, dan pengaturan pola makan mengenai Diabetes
Melitus. Acara diakhiri dengan minigames mengenai materi, mengukur seberapa
mengertinya materi yang disampaikan dan pemberian doorprize bagi pasien yang
mengikuti acara hingga selesai.
3. Setiap pasien tidak hanya mendapatkan ilmu mengenai penyakit yang dialami oleh
pasien, tetapi mendapatkan leaflet berisi materi yang disajikan.
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a. Tingkat kepatuhan pengobatan pasien Diabetes dikategorikan rendah berdasarkan skor
MMAS-8
5.2 Saran
1. Untuk Masyarakat
- Pasien diharapkan mengetahui pentingnya meminum obat secara teratur guna
mencegah komplikasi yang dapat ditimbulkan dari Diabetes Melitus.
- Masyarakat diharapkan agar lebih cepat datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
terdekat bila mengalami gejala seperti pusing, mata berkunang-kunang, nyeri dada,
luka yang sulit sembuh, dan baal.
2. Untuk Puskesmas
- Sebaiknya puskesmas lebih meningkatkan pendidikan kesehatan terhadap
kepatuhan pengobatan Diabetes Melitus
- Mengedukasi setiap pasien yang terdiagnosis DM karena obat Diabetes Melitus
dikonsumsi seumur hidupnya dan memerlukan motivasi agar pasien terhindar dari
komplikasi DM dan kadar gula darah serta HbA1c nya baik.
- Merujuk pasien yang memiliki penyakit DM yang sudah tidak terkontrol dengan
kombinasi obat-obatan di puskesmas.
40
DAFTAR PUSTAKA
41