Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan secara umum
serta merupakan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kesehatan jiwa membuat
perkembangan fisik, intelektual dan emosional seseorang berkembang optimal selaras dengan
perkembangan orang lain (UU No 36, 2009).
Gangguan jiwa merupakan salah satu dari masalah kesehatan terbesar selain penyakit
degeneratif, kanker dan kecelakaan. Gangguan jiwa juga merupakan masalah kesehatan yang
serius karena jumlahnya yang terus mengalami peningkatan. Selain itu gangguan jiwa adalah
penyakit kronis yang membutuhkan proses panjang dalam penyembuhannya. Pengobatan di
rumah sakit adalah penyembuhan sementara, selanjutnya penderita gangguan jiwa harus kembali
ke komunitas dan komunitas yang bersifat terapeutik akan mampu membantu penderitanya
mencapai tahap recovery (pemulihan). Proses pemulihan dan penyembuhan pada orang dengan
gangguan jiwa membutuhkan dukungan keluarga untuk menentukan keberhasilan pemulihan
tersebut (Yusuf, 2017).
Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang
terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia,
dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka
jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara
dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. (Kemenkes, 2016)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 terdapat 0,46 persen dari total
populasi Indonesia atau setara dengan 1.093.150 jiwa penduduk Indonesia berisiko tinggi
mengalami skizofrenia (Susanto,2013). Data Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi
ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan
untuk usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk
Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar
400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.
Pengobatan penderita gangguan jiwa merupakan sebuah journey of challenge atau
perjalanan yang penuh tantangan yang harus berkelanjutan, yaitu penderita gangguan jiwa sulit
untuk langsung sembuh dalam satu kali perawatan, namun membutuhkan proses yang panjang
dalam penyembuhan. Ketika di rumah, dukungan keluarga sangat dibutuhkan agar penderita bisa
menjalani proses penyembuhannya (Lestari & Wardhani, 2014).
Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita
yang sakit, anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Kristiyaningsih, 2011)
B. Tinjauan Pustaka
1. Definisi
Menurut Kurniawaty, Cholissodin, dan Adikara (2018), gangguan jiwa adalah
manifestasi dari menyimpangnya tingkah laku yang diakibatkan distorsi emosi,
sehingga terjadi ketidakwajaran dalam berperilaku. Seseorang mengalami
gangguan jiwa apabila terdapat fungsi mental yang terganggu, yakni meliputi:
perasaan, pola pikir, tingkah laku, emosi, motivasi, keinginan, tilik diri dan
persepsi. Hal ini dapat ditandai dengan turunnya kondisi fisik yang disebabkan
oleh pencapaian keinginnan yang gagal, serta dapat mengakibatkan menurunnya
fungsi kejiwaan.
(Maramis, 2010; Yusuf, 2015) menjelaskan bahwa gangguan jiwa merupakan
berbagai bentuk penyimpangan perilaku dengan penyebab pasti belum jelas.
Keluarga seharusnya dapat mengenal bahwa pasien gangguan jiwa adalah berada
dalam kondisi sakit, sehingga dapat memahami penyimpangan perilaku yang
timbul pada pasien dan menentukan pemecahan masalah terhadap masalah
kesehatan pasien sesuai dengan tugas kesehatan keluarga (Yusuf, 2016; Laeli,
2017).
2. Epidemiologi
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 dan 2013 (Gambar 1) dinyatakan bahwa
prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia masing-masing sebesar 4,6 per mil
dan 1,7 per mil. Pada tahun 2007 Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI
Jakarta (20,3‰) dan terendah terdapat di Provinsi Maluku (0,9‰). Sedangkan
pada tahun 2013 prevalensi tertinggi di Provinsi DI Aceh, dan terendah di
Provinsi Kalimantan Barat.
3. Perawatan ODGJ di Indonesia
Orang yang mengalami gangguan pada kesehatan jiwanya dibagi menjadi dua
yaitu orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) sedangkan orang-orang dengan
gangguan jiwa (ODGJ) adalah istilah resmi bagi penyandang gangguan jiwa
berdasarkan undang-undang kesehatan jiwa nomor 18 tahun 2014.
Dalam upaya Kesehatan Jiwa, berdasarkan pasal 2 UU No. 18 tahun 2014 dengan
berazaskan keadilan, perikemanusiaan, manfaat, transparansi, akuntabilitas,
komprehensif, pelindungan dan nondiskriminasi. Dan, penyelenggaraan
pelayanan kesehatan jiwa dengan menerapkan prinsip-prinsip keterjangkauan,
keadilan, perlindungan hak asasi manusia, terpadu, terkoordinasi, berkelanjutan,
efektif, membina hubungan lintas sektor, melakukan pembagian wilayah
pelayanan, dan bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatan jiwa seluruh
populasi di wilayah kerjanya. Pengelolaan dan penyelenggaraan upaya kesehatan
Jiwa bertujuan :
a. menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikmati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan
lain yang dapat mengganggu Kesehatan Jiwa
b. menjamin setiap orang dapat mengembangkan berbagai potensi kecerdasan
c. memberikan pelindungan dan menjamin pelayanan Kesehatan Jiwa bagi
ODMK dan ODGJ berdasarkan hak asasi manusia
d. memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan
berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
bagi ODMK dan ODGJ
e. menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam Upaya
Kesehatan Jiwa
f. meningkatkan mutu Upaya Kesehatan Jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan
g. memberikan kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk dapat memperoleh
haknya sebagai Warga Negara Indonesia.