You are on page 1of 24

Keperawatan Gawat Darurat

TRAUMA ABDOMEN

Disusun oleh:

Kelompok 5 (Kelas C, Semester 6)

Clausewits W. Masala 16061050


Feren M. Sampel 16061044
Meisya Rorano 1606107
Justisia N. Manalang 16061088
Jelisia Laja 16061129

PROGRAN STUDI ILMU KEEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIKA DE LA SALLE MANADO
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas tuntunanya, sehingga makalah ini
dapat diselesaikan tepat waktu

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas akademik terstruktur keperawatan gawat darurat I
Program Studi S1 Keperawatan dan untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami
makalah ini.

Demikianlah makalah ini kami susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membacanya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, semua krtik dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini
agar menjadi lebih baik.

Manado, Maret 2019.

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1

A. Latar belakang .............................................................................................1


B. Tujuan penulisan ........................................................................................2
Tujuan umum .......................................................................................2
Tujuan khusus ......................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3

A. Definisi trauma abdomen. ..........................................................................3


B. Klasifikasi trauma abdomen. ......................................................................4
C. Etologi trauma abdomen. ............................................................................5
D. Patofisiologi trauma abdomen. ...................................................................5
E. Manifestasi klinis trauma abdomen. ...........................................................8
F. komplikasi trauma abdomen. ......................................................................8
G. Pemeriksaan penunjang trauma abdomen. ..................................................9
H. Penatalaksanaan trauma abdomen. ...........................................................10

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN .........................13

A. Pengkajian .................................................................................................13
B. Diagnosa ...................................................................................................14
C. Intervensi...................................................................................................14
D. Evaluasi ....................................................................................................16

BAB IV PENUTUP ...................................................................................................17

A. Kesimpulan ..............................................................................................17
B. Saran ........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot perut
pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah dorsal.
Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas abdomninalis
berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot diafragma dan
sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.

Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran serosa
yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juga membungkus
organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.

Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti


sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah organ
yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cerna: lambung (gaster),
usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau appendix; Organ pelengkap
dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung empedu, dan pankreas; Organ saluran
kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti
limpa (lien).

Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik


akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri
sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang
sering berpa tindakan beda, misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan,
infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang
mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.

Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya
jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat
disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan
velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ.
Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ
multipel.

Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena


injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita mungkin
hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di luar itu masih
banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah abdomen.

Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya


lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk. Walaupun tehnik
diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi, namun trauma
tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik. Diagnosa dini
diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.

Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala


dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat
kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.

B. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
keperawatan gawat darurat I dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i
tentang trauma abdomen dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan
trauma abdomen.

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui definisi dari trauma abdomen.


b. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen.
c. Untuk mengetahui etiologi. trauma abdomen.
d. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen.
f. Untuk mengetahui komplikasi trauma abdomen.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan medis. trauma abdomen.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan. trauma abdomen.
i. Untuk mengetahui asuhan keperawatan trauma abdomen.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen


yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama
organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus
besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen.

Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau
tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ (Sjamsuhidayat, 1997).
B. Klasifikasi

Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :


1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat
cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah
dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.

2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen
harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang
dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme,
kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002)
terdiri dari:

a. Perforasi organ viseral intraperitoneum


Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera
pada dinding abdomen.

b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen


Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.

c. Cedera thorak abdomen


Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
C. Etiologi

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan
kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan
yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul
lainnya.

Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu:


1. Trauma tajam
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka
pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang
disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam dikenal dalam
tiga bentuk luka yaitu: luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk
(vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).
Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan
karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera,
dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah
menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat
berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila
mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan
menimbulkan iritasi pada peritoneum.

2. Trauma tumpul
Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan cedera berupa kerusakan daerah
organ sekitar, patah tulang iga, cedera perlambatan (deselerasi), cedera kompresi,
peningkatan mendadak tekanan darah, pecahnya viskus berongga, kontusi atau
laserasi jaringan maupun organ dibawahnya.
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya
deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (non
complient organ) seperti hati, lien, pankreas, dan ginjal. Secara umum mekanisme
terjadinya trauma tumpul abdomen yaitu:
 Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara
struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya
organ berongga, organ padat, organ visceral dan pembuluh darah,
khususnya pada bagian distal organ yang terkena. Contoh pada aorta distal
yang mengenai tulang torakal mengakibatkan gaya potong pada aorta
dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada
pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.

 Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior dan


columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan
ruptur, biasanya terjadi pada organ-organ padat seperti lien, hati, dan
ginjal.
 Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-
abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya menyebabkan
ruptur organ berongga. Berat ringannya perforasi tergantung dari gaya dan
luas permukaan organ yang terkena cedera.

Kerusakan organ lunak karena trauma tumpul biasanya terjadi sesuai dengan tulang
yang terkena seperti terlihat pada tabel sebagai berikut:

 Tabel 2. Pola cedera organ lunak pada trauma tumpul abdomen :


Organ/area yang terkena langsung Cedera yang mungkin terkait
Fraktur kosta kanan Cedera hepar
Fraktur kosta kiri Ruptur lien
Kontusio midepigastrium Perforasi duodenum, cedera pankreas
Fraktur prosessus tranversalis lumbal Cedera ginjal
Fraktur pelvis Ruptur VU, cedera urethra

D. Patofisiologi

Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat


kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor–faktor
fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh.
Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh
yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan
yang menghentikan tubuh juga penting.

Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh.
Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang
sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua
keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya
yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap
permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme:

1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan
dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar
dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.

2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae
atau struktur tulang dinding thoraks.

3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya


robek pada organ dan pedikel vaskuler..
Pathway

Trauma paksa (jatuh, benda Trauma benda tajam (Pisau,


tumpul, kompresi dll) peluru, dll)

Gaya predisposisi trauma > elastisitas & Viskositas tubuh

Ketahanan jaringan tidak mampu mengkompensasi

Trauma Abdomen

Trauma Tajam Trauma Tumpul

Kerusakan Kerusakan organ Kerusakan Kompresi organ abdomen


Jaringan Kulit abdomen jaringan vaskuler

Perdarahan intra
Luka terbuka Perforasi lapisan Perdarahan abdomen
abdomen(Kontusio,
Laserasi, jejas,
hematoma) Resiko Peningkatan TIA
Resiko kekurangan
infeksi volume cairan Distensi Abdomen

Nyeri akut
Syok Mual/muntah
Hipovilemik
Kerusakan
integritas kulit Resiko ketidak
seimbangan nutrisi
E. Manifestasi klinis

Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut


Sjamsuhidayat (1997), meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi
abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu tubuh,
nyeri spontan.

Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya:

1. Jejas atau ruftur dibagian dalam abdomen


2. Terjadi perdarahan intra abdominal.
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus
tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual,
muntah, dan BAB hitam (melena).
4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma.
5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding
abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
6. Terdapat luka robekan pada abdomen.
7. Luka tusuk sampai menembus abdomen.
8. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah
keadaan.
9. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :

1. Nyeri
2. Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul
di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
3. Darah dan cairan
4. Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh
iritasi.
5. Cairan atau udara dibawah diafragma
6. Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat
pasien dalam posisi rekumben.
7. Mual dan muntah
8. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
9. Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi.

F. Komplikasi

Menurut smaltzer ( 2002), komplikasi dari trauma abdomen adalah :


1. Hemoragi
2. Syok
3. Cedera
4. Infeksi
G. Pemeriksaan penunjang

1. Foto thoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.

2. Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit
yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus
halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.

3. Plain abdomen foto tegak


Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro
perineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.

4. Pemeriksaan urine rutin


Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.

5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma
pada ginjal

6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)


Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga
perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat diagnostik. Bila
ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).

a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut:


Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol,
cedera otak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang
belakang)
Patah tulang pelvis

b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut:


Hamil
Pernah operasi abdominal
Operator tidak berpengalaman
Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7. Ultrasonografi dan CT Scan
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan
disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum.

Pemeriksaan khusus
a. Abdomonal Paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk
menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih
dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga
peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5
menit, merupakan indikasi untuk laparotomi.

b. Pemeriksaan Laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung
sumber penyebabnya.

c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.

8. Focused Assessment Sonography for Trauma (FAST)


Focus Assesment Sonography for Trauma awalnya dilakukan di Eropa dan
Jepang pada tahun 80-an yang kemudian diadopsi oleh Amerika Utara pada tahun
90-an, yang kemudian berkembang ke seluruh dunia. Kuwait merupakan salah
satu negara di Timur Tengah yang pertama kali menggunakan FAST di unit gawat
darurat (Radwan, Zidan, 2006).
Focus Assesment Sonography for Trauma merupakan suatu pemeriksaan yang
mendeteksi ada tidaknya cairan intraperitoeneal. Pemeriksaan ini merupakan alat
diagnosis yang aman dan cepat serta dapat dengan mudah untuk dipelajari.
Pemeriksaan FAST juga sangat berguna bagi pasien dengan hemodinamik tidak
stabil dan tidak dapat dibawa ke ruang CT abdomen, bahkan dapat dilakukan
disamping pasien selama dilakukan resusitasi tanpa harus dipindahkan dari
ruangan resusitasi (Radwan, Zidan, 2006). Pada beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemeriksaan ini memiliki sensitifitas 79 – 100% dan
spesifitas 95 – 100%, terutama pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil
(Boutros, Nassef, Ghany, 2015).
Pada pemeriksaan FAST difokuskan pada 6 area, yaitu perikardium,
hepatorenal, splenorenal, parakolik gutter kanan dan kiri, dan rongga pertioneaum
di daerah pelvis (Boffard, 2002). Pada evaluasi trauma tumpul abdomen, FAST
menurunkan angka penggunaan CT Scan dari 56% menjadi 26% tanpa
meningkatkan resiko kepada pasien. (Branney dkk., 1997).
Pemeriksaan ini akurat untuk mendeteksi darah sebanyak >100 mililiter,
namun hasil pemeriksaan sangat bergantung pada operator yang mengerjakan dan
akan terutama pada pasien obesitas atau usus-usus terisi udara. Cedera organ
berongga sangat sulit untuk didiagnosis dan memiliki sensitivitas yang rendah
sekitar 29–35% pada cedera organ tanpa hemoperitoneum (Boffard, 2002)
Keterbatasan ultrasound harus dipahami ketika menggunakan FAST.
Ultrasound tidak akurat pada pasien obesitas akibat kurangnya kemampuan
penetrasi gelombang sonografi. Selanjutnya, akan sulit juga untuk memvisualisasi
struktur organ intra-abdomen pada keadaan ileus atau elfisema subkutis. USG
sangat akurat untuk mendeteksi cairan intraperitoneal tetapi tidak dapat
membedakan antara darah, urin, cairan empedu atau ascites. Organ retroperitoneal
juga sulit untuk dievaluasi (Radwan dan Zidan, 2006).
Pemeriksaan FAST ini dapat dipertimbangkan sebagai modalitas awal pada
evaluasi trauma tumpul abdomen, tidak invasive, tersedia dengan mudah, dan
membutuhkan waktu persiapan yang singkat. Ultrasonografi berulang pada pasien
trauma tumpul abdomen yang mendapat observasi ketat meningkakan sensitifitas
dan spesifisitas mendekati 100% (Boutros, Nassef, Ghany, 2015)

9. Penggunaan Skor Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS) pada


Pasien Trauma Tumpul Abdomen (Shojaee dkk., 2014)
Blunt Abdominal Trauma Scoring System (BATSS) adalah suatu sistem
skoring yang digunakan untuk mendeteksi pasien yang dicurigai mengalami
cedera organ intra-abdomen akibat trauma tumpul abdomen. Dimana sistem
skoring ini dapat menghemat waktu, mengurangi penggunaan CT abdomen yang
tidak perlu, paparan radiasi, dan biaya yang digunakan untuk menegakkan
diagnosis dan penatalaksanaannya. Hal-hal yang dinilai dalam BATTS antara lain:
 Nyeri abdomen, nilai skor 2
 Nyeri tekan abdomen, nilai skor 3
 Jejas pada dinding dada, nilai skor 1
 Fraktur pelvis, nilai skor 5
 Focus Assesment Sonography for Trauma, nilai skor 8
 Tekanan darah sistolik <100 mmHg, nilai skor 4
 Denyut Nadi >100 kali/menit, nilai skor 1

Berdasarkan sistem skoring BATSS, pasien dibagi menjadi 3 kelompok yaitu


resiko rendah yaitu jika jumlah skor BATSS kurang dari 8, resiko sedang jumlah
skor BATSS 8-12, resiko tinggi jumlah skor BATSS lebih dari 12. Pada
kelompok pasien dengan risiko sedang diperlukan observasi dan pemeriksaan
lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis yang tepat.

Sistem skoring yang ada saat ini yaitu Clinical Abdominal Scoring System
(CASS) sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan perlunya
tindakan laparotomi segera, dan juga meminimalisir penggunaan pemeriksaan
lanjutan pada pasien trauma tumpul abdomen. Selain itu mengurangi waktu dan
biaya yang tidak perlu (Afifi, 2008). Hal ini juga didukung oleh Avini et al,
dimana skoring tersebut memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang baik dalam
penentuan laparotomi (Avini, Nejad, Chardoli, & Movaghar, 2011).
Sistem skoring CASS ini disusun dengan menggunakan sampel dengan
rentang usia yang luas termasuk anak usia 2 tahun pada penelitian Afifi et al.
Dimana angka hipotensi pada rentang usia anak dan dewasa berbeda.
Pemeriksaan fisik atau ultrasound sendiri tidak dapat menggambarkan kondisi
pasien. Tetapi kombinasi gambaran klinis dan hasil Focus Assesment with
Sonography in Trauma (FAST), memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang
sama dengan CT scan untuk mendiagnosis cedera organ intra-abdomen (Shojaee
et al, 2014).

Blunt Abdominal Trauma Scoring System memberikan sistem skor dengan


akurasi tinggi dalam mendiagnosis cedera organ intra-abdomen pada pasien
trauma tumpul abdomen berdasarkan gambaran klinis seperti riwayat pasien,
pemeriksaan fisik dan FAST. Diagnosis yang ditegakkan berdasarkan sistem
skoring ini sangat mirip dengan hasil yang didapatkan dari CT scan.

H. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :
1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga
peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi
2. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen
3. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul
bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang
meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya
memerlukan pembedahan
6. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung. Gumpalan
kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari daerah tertentu, tetapi
yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu sendiri
7. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan
bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah
perdarahan teratasi.

Sedangkan menurut (Hudak & Gallo, 2001). penatalaksanaannya adalah :

1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam
nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian.
Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka
trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan
prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka
dan bersihkan jalan napas.

a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat
dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan
napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya.

b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk
memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan
status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).

c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-
sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada
tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi
dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2
kali bantuan napas).

d. Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul):


Stop makanan dan minuman
Imobilisasi
Kirim kerumah sakit

e. Penetrasi (trauma tajam)


Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan
kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
Imobilisasi pasien.
Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
Kirim ke rumah sakit.

2. Hospital

a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang
ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk
menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka
masuk dan luka keluar yang berdekatan.

b. Skrinning pemeriksaan rontgen


Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra
peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan
jalan peluru atau adanya udara retro peritoneum.

c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk


mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada

d. Uretrografi
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.

e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada:
Fraktur pelvis
Trauma non – penetrasi

3. Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit:

a. Pengambilan contoh darah dan urine


Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti
pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.

b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi
trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro
peritoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan
laparotomi segera.

c. Study kontras urologi dan gastrointestinal


Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendensatau decendens dan dubur.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN


A. Pengkajian

Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.
Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :

1. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseim Bangan cedera
(trauma)

2. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), polanapas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).

3. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

4. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan
fungsi.

5. Makanan dan cairan


Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

6. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental,Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

7. Nyeri dan kenyamanan


Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

8. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

9. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
B. Diagnosa keperawatan
1. DX 1: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
2. DX 2: Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi
abdomen
3. DX 3: Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.

4. DX 4: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang.

C. Perencanaan keperawatan

No.Dx Tujuan Rencana Rasionl


1. Tujuan: Setelah Mandiri
diberikan tindakan — Kaji tanda-tanda vital. — untuk mengidentifikasi
keperawatan defisit volume cairan.
diharapkan volume — Pantau cairan — mengidentifikasi
cairan tidak parenteral dengan keadaan perdarahan,
mengalami elektrolit, antibiotik serta Penurunan
kekurangan. dan vitamin sirkulasi volume cairan
menyebabkan
Kriteria hasil:
kekeringan mukosa dan
 Intake dan output pemekatan urin. Deteksi
seimbang dini memungkinkan
 Turgor kulit baik terapi pergantian cairan
 Perdarahan (-) segera.
— Kaji tetesan infus. — awasi tetesan untuk
mengidentifikasi
Kolaborasi : kebutuhan cairan.
— Berikan cairan — cara parenteral
parenteral sesuai membantu memenuhi
indikasi. kebutuhan nuitrisi
tubuh.
— Cairan parenteral ( IV — Mengganti cairan dan
line ) sesuai dengan elektrolit secara adekuat
umur. dan cepat.
— Pemberian tranfusi — menggantikan darah
darah. yang keluar.
2. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Kaji karakteristik — Mengetahui tingkat
keperawatan nyeri. nyeri klien.
diharapkan nyeri — Beri posisi semi — Mengurngi kontraksi
dapat hilang atau fowler. abdomen
terkontrol. — Anjurkan tehnik — Membantu mengurangi
manajemen nyeri rasa nyeri dengan
Kriteria hasil: seperti distraksi mengalihkan perhatian
— Managemant — lingkungan yang
 Skala nyeri 0
lingkungan yang nyaman dapat
 Ekspresi tenang
nyaman. memberikan rasa
nyaman klien
— Kolaborasi pemberian — analgetik membantu
analgetik sesuai mengurangi rasa nyeri.
indikasi.
3. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Kaji tanda-tanda — Mengidentifikasi
keperawatan infeksi. adanya resiko infeksi
diharapkan infeksi lebih dini.
tidak terjadi. — Kaji keadaan luka. — Keadaan luka yang
diketahui lebih awal
Kriteria hasil: dapat mengurangi
resiko infeksi.
 Tanda-tanda
— Kaji tanda-tanda vital. — Suhu tubuh naik dapat
infeksi (-)
di indikasikan adanya
 Leukosit 5000-
proses infeksi.
10.000 mm3
— Lakukan cuci tangan — Menurunkan resiko
sebelum kntak dengan terjadinya kontaminasi
pasien. mikroorganisme.
— Lakukan pencukuran — Dengan pencukuran
pada area operasi klien terhindar dari
(perut kanan bawah infeksi post operasi
— Perawatan luka — Teknik aseptik dapat
dengan prinsip menurunkan resiko
sterilisasi. infeksi nosokomial
— Kolaborasi pemberian — Antibiotik mencegah
antibiotik adanya infeksi bakteri
dari luar.
4. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Ajarkan dan bantu — Keletihan berlanjut
keperawatan klien untuk istirahat menurunkan keinginan
diharapkan nutrisi sebelum makan untuk makan.
pasien terpenuhi — Awasi pemasukan — Adanya pembesaran
diet/jumlah kalori, hepar dapat menekan
Kriteria hasil: tawarkan makan saluran gastro intestinal
sedikit tapi sering dan dan menurunkan
 Nafsu makan
tawarkan pagi paling kapasitasnya.
meningkat
sering.
 BB Meningkat
— Pertahankan hygiene — Akumulasi partikel
 Klien tidak lemah
mulut yang baik makanan di mulut dapat
sebelum makan dan menambah baru dan
sesudah makan . rasa tak sedap yang
menurunkan nafsu
makan.
— Anjurkan makan pada — Menurunkan rasa penuh
posisi duduk tegak. pada abdomen dan
dapat meningkatkan
pemasukan.
— Berikan diit tinggi — Glukosa dalam
kalori, rendah lemak karbohidrat cukup
efektif untuk
pemenuhan energi,
sedangkan lemak sulit
untuk
diserap/dimetabolisme
sehingga akan
membebani hepar..

D. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan trauma
abdomen diharapkan sebagai berikut:
1. Kebutuhan cairan terpenuhi.
2. nyeri dapat hilang atau terkontrol.
3. Tidak terjadinya infeksi
4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
BAB IV

PENUTUP
A. Keimpulan

Trauma tumpul abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga


abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus
halus, usus besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur
abdomen. Trauma abdomen disebabkan oleh Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan,
kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian

B. Saran

1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan pelayanan
kesehatan terutama pada trauma abdomen untuk pencapaian kualitas keperawatan
secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan secara
berkesinambungan.

2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan pengobatan
karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang sempurna
maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh sebab itu perlu adanya
penjelasan pada klien dan keluarga mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.

3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan menerapkan


asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma abdomen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC
2. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC
3. Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta
4. Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
5. Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
6. Shojae,dkk. 2014. New scoring system for intra-abdominal injury diagnosis after
blunt trauma. Chinese Journal of traumatology. Vol 17, Issue 1, Pages 19-24
7. Erfantalab-Avini, P., Hafezi-Nejad, N., Chardoli, M. and Rahimi-Movaghar, V.
(2011) ‘Evaluating clinical abdominal scoring system in predicting the necessity of
laparotomy in blunt abdominal trauma’, Chinese Journal of Traumatology English
Edition. The Editorial Board of Biomedical and Environmental Sciences, 14(3), pp.
156–160. doi: 10.3760/cma.j.issn.1008-1275.2011.03.006.
8. Boutros, Nassef, Gani. Blunt abdominal trauma : The role of focused abdominal
sonography in assessment of organ injury and reducing the need for CT. Alexandria
Faculty of medicine. Pages 35-41

You might also like